Anda di halaman 1dari 7

Tanggal Praktikum : 30 November 2017

Dosen Pembimbing : Drs. Pudji Achmadi, M.Si


Asisten Praktikum : Ratu Dinda Putri D
Kelompok Praktikum : 5

OTOT I

Anggota Kelompok:

1. Fajar Anaba B04160147 ......................


2. Anggia Murni Wijiati B04160148 ......................
3. Michella Hoseana Wijaya B04160149 ......................
4. Evelyn Nadya B04160150 ......................
5. Rhestianti Rukmana B04160151 ......................
6. Desi Amalia B04160152 ......................

DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PENDAHULUAN

Dasar Teori

Otot adalah suatu jaringan yang dapat dieksitasi yang kegiatannya berupa kon-
traksi, sehingga dapat digunakan untuk memindahkan bagian-bagian skelet yang dapat
menghasilkan suatu gerakan. Hal ini terjadi karena otot mempunyai kemampuan untuk
ekstensibilitas, elastisitas, dan kontraktilitas. Serat/serabut otot rangka tersusun dari
myofibril yang terbagi dalam beberapa filamen serat, filamen-filamen tersebut
terbentuk dari protein-protein kontraktil yaitu: miosin (berat molekul 460.000), aktin
(berat molekul 43.000), tropomyosin (berat molekul 70.000), troponin (berat molekul
antara 18.000-35.000 dan terdiri dari troponin I, troponin T, troponin C) (Lesmana
2009).
Sejak tahun 1940, ion kalsium diyakini turut berperan serta dalam pengaturan
kontraksi otot. Sebelum 1960, Setsuro Ebashi menunjukkan bahwa pengaruh Ca2+
ditengahi oleh troponin dan tropomiosin. Hal ini menunjukkan aktomiosin yang
diekstrak langsung dari otot berkontraksi karena ATP ada hanya jika terdapat Ca2+.
Kehadiran troponin dan tropomiosin pada sistem aktomiosin tersebut meningkatkan
sensitivitas sistem terhadap Ca2+. Di samping itu, subunit dari troponin, TnC,
merupakan satu-satunya komponen pengikat Ca2+ (Gunawan 2001).

Tujuan Praktikum
Mempelajari cara mematikan katak dan membuat sediaan otot saraf, mengenal
jenis dan kerja beberapa alat perangsangan, memperlakukan hewan percobaan dengan
menimbulkan sakit seminimal mungkin, mengenal berbagai macam rangsangan
terhadap sediaan otot saraf, dan menentukan masa laten, masa kontraksi serta relaksasi
dari suatu kontraksi sederhana dari otot skelet.

METODE PRAKTIKUM

Tempat dan Waktu


Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 30 November 2017 pukul
11.00 - 13.30 WIB di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi 3 FKH-IPB Bogor.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan rangsangan terhadap sediaan
otot saraf yaitu dua ekor katak sawah (Fejervarya cancrivora), sonde (jarum penusuk)
otak katak, papan katak, beberapa buah jarum pentul, alat diseksi, terutama gunting,
larutan garam faali NaCl 0,65% atau larutan ringer, gelas arloji atau gelas petri, pinset
galvanis, stimulator elektronik, kristal garam dapur atau gliserin, cuka glasial, gelas
pengaduk, dan korek api. Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan kontraksi
sederhana yaitu sediaan otot saraf (n. ischiadicus dan m. gastrocnemius), larutan
garam faali (NaCl 0,65%), stimulator, kimograf dengan drum serta kertas pencatat,
alat fiksasi otot, dan alat pencatat rangsangan dan statif.
Prosedur Pekerjaan
Prosedur dalam percobaan rangsangan terhadap sediaan otot saraf, mematikan
katak untuk keperluan percobaan yaitu katak dipegang dengan kepalanya ditepatkan
antara telunjuk dan jari tengah, katak difiksir dengan ketiga jari lainnya, kepalanya
dibengkokkan. Otak katak ditusuk dengan sonde yang tajam pada foramen
oksipitalnya. Sonde dimasukkan ke ruang tengkorak, diputar kekiri, kekanan, keatas
dan kebawah. Kemudian dilihat mata hewan percobaan, perusakan dihentikan bila
setengah matanya sudah ditutup dan tidak dapat dillihat adanya reaksi lagi. Lalu
sumsum tulangnya dirusak dengan sonde ditusukkan ke arah belakang ke dalam
kanalis vertebralis. Sonde harus dipastikan benar-benar masuk ke dalam rongga
sumsum tulang punggung dan ditusuk sejauh mungkin. Kaki katak diperhatikan.
Medulla spinalis berhasil dirusak ditandai dengan kaki katak yang meronta. Kemudian
sonde dilepaskan dan kaki-kaki katak menjadi lemas.
Prosedur dalam membuat sediaan otot saraf yaitu katak yang telah dimatikkan
diletakkan di atas papan katak. Kulit dan otot perutnya dibuka dan disingkirkan
jeroannya. Keluarnya n. ischiadicus dari sumsum tulang belakang diperhatikan.
Masing-masing n. ischiadicus dilihat dan dipotong pada bagian cranial. Kemudian
badan katak dibalikkan. Lalu tulang ekor diangkat tinggi-tinggi, dipotong ke arah
cranial sejauh mungkin. N. ischiadicus ditelusuri ke atas sambil digunting otot-otot
disebelah atasnya. Fascia antara m. biceps femoris dengan m. semimembranosus
disayat dan dikuakkan agar n. Ischiadicus dan a. Femoralis dapat dilihat. Paha diatas
seperempat bagian bawah dipotong. M. gastrocnemius dilepaskan dari tulangnya.
Tendo achilles dipotong dan akan didapatkan preparat otot saraf yang terdiri dari
sepertga bagian bawah paha, n. ischiadicus, dan m. gastrocnemius.
Prosedur dalam percobaan berbagai macam rangsangan pada sediaan otot
untuk rangsangan mekanik yaitu pangkal n. Ischiadicus dipijat dengan batang korek
api atau gelas pengaduk. Untuk rangsangan galvanis, kaki-kaki pinset galvanis
ditempelkan pada saraf. Saraf harus selalu dijaga agar tetap basah oleh larutan faali.
Satu kaki pinset ditempelkan pada saraf dan satunya lagi pada medium garam faali.
Lalu kaki-kaki pinset ditempelkan pada medium-medium sementara saraf berada
diantaranya. Untuk rangsangan osmotis dengan kertas atau gelas pengaduk
ditempelkan sejumlah kecil serbuk garam dapur pada pangkal saraf. Ditunggu
beberapa menit dan diperhatikan sifat kontraktilnya. Gliserin dapat digunakan jika
tidak ada garam dapur. Untuk rangsangan kimiawi yaitu sepotong kertas atau kapas
dicelupkan ke dalam cuka glasial dan ditempelkan pada pangkal saraf. Untuk
percobaan rangsangan panas yaitu sebatang korek api dinyalakan lalu dipadamkan dan
ditempelkan pada pangkal saraf dengan segera. Atau gelas pengaduk direndam dalam
air mendidih dan diangkat dengan hati-hati serta ditempelkan pada pangkal saraf. Pada
rangsangan faradis, saraf dirangsang dengan rangsangan tunggal dengan elektroda dari
suatu stimulator dan kekuatan rangsangannya atau diatur voltasenya.
Prosedur dalam percobaan kontraksi sederhana yaitu otot difiksasi dengan
klem atau jarum pentul. Tendo archiles diikat dengan benang pada alat pencatat
kontraksi dan jangan dibiarkan kendur. Otot dijaga agar selalu basah oleh larutan
garam faali. Listrik dihubungkan dengan alat pencatat rangsangan. Elektroda
rangsangan disentuhkan pada saraf atau ototnya. Kemudian kunci rangsangan
ditekankan otomatis, stimulator dinyalakan dan diatur untuk rangsangan tunggal.
Putaran kimograf dibuat dengan putaran paling cepat dan dinyalakan. Kunci
rangsangan ditekankan sampai kontraksi otot dicatatkan pada kertas tromol. Putaran
drum dihentikan dengan rem atau tangan sebelum terjadi kontraksi otot yang kedua.
Tanda-tanda untuk masa laten, masa kontraksi dan masa relaksasi yang diperlukan
dibuat. Pencatat kontraksi digunakan untuk memproyeksikan puncak kontraksi pada
garis dasar. Masa laten, masa kontaksi, dan masa relaksasi dihitung dengan detik dan
milidetik.
Pembahasan
Tabel Rangsangan Sediaan Otot Saraf
No Jenis Rangsangan Kontraksi Keterangan

1 Rangsangan Mekanik +++ Cepat

2 Rangsangan Galvanis - -

3 Rangsangan Osmotis + Setelah 2 menit

4 Rangsangan Kimiawi - -

5 Rangsangan Panas - -

6 Rangsangan Faradis + 0,25 x 6 VDC

++ 0,25 x 7 VDC

+++ 0,25 x 8 VDC

Rangsangan mekanik menimbulkan kontraksi yang cepat dan besar. Pada


Rangsangan Galvanis, kimiawi, dan panas tidak terjadi kontraksi, hal ini bisa
disebabkan oleh rusaknya saraf atau saraf terluka setelah dilakukan rangsangan
mekanik di awal percobaan, selain itu bisa juga karena rangsangan yang ditimbulkan
terlalu kecil. Rangsangan osmotis berupa pemberian garam menimbulkan adanya
kontraksi setelah ditunggu selama dua menit. Rangsangan Faradis dilakukan dengan
kecepatan 0,25 x 5 V DC namun tidak timbul adanya kontraksi pada kecepatan 0,25 x
6 V DC baru timbul adanya kontraksi.
Pada percobaan kontraksi sederhana atau tunggal didapatkan jarak laten, jarak
kontraksi, dan jarak relaksasi berturut-turut 5 mm, 21 mm, 29 mm dan massa laten,
massa kontraksi, dan massa relaksasi berturut-turut 0,008 m detik, 0,0036 m detik, dan
0,0464 m detik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kecepatan dari yang terkecil
hingga terbesar berturut-turut adalah laten, kontraksi, dan relaksasi. Kecepatan ini
sesuai dengan literatur. Menurut Pearce (2009), pada fase laten Ca2+ yang berasal
dari retikulum sarkoplasma mulai memenuhi ruang sitoplasma sel otot lalu
dengan cepat berikatan dengan troponin pada filamen aktin. Terakumulasinya Ca2+
dalam ruang sitoplasma menyebabkan sisi aktif aktin mulai terbuka dan mengikat
kepala filamen miosin dan memendekkan jarak antar sarkomer. Keadaan
tersebut mengakibatkan otot berkontraksi. Sehingga masa laten terjadi terlebih dahulu
sebelum masa kontraksi otot. Setelah kontraksi selesai, Ca2+ yang berada pada ruang
sitoplasma dikembalikan lagi ke dalam retikulum sarkoplasma dengan bantuan
ATPase secara perlahan dan membutuhkan waktu beberapa saat agar konsentrasi
Ca2+ dalam ruang sitoplasma kembali ke keadaan normal sebelum terjadinya
rangsangan. Pada saat inilah mulai terjadi fase relaksasi yang membutuhkan waktu
cukup lama. Waktu yang lama pada saat relaksasi juga dipengaruhi oleh
tingginya asam laktat hasil metabolisme kontraksi otot dan mengurangi kadar
ATPase dalam sitoplasma sehingga dapat mengganggu kembalinya Ca2+ ke
dalam retikulum sarkoplasma (Cunningham 2007).

Kesimpulan
Rangsangan mekanik menimbulkan kontraksi yang cepat dan besar.
Rangsangan Galvanis, kimiawi, dan panas tidak terjadi kontraksi. Rangsangan osmotis
menimbulkan adanya kontraksi setelah ditunggu selama dua menit. Rangsangan
Faradis pada kecepatan 0,25 x 6 V DC baru timbul adanya kontraksi. Pada percobaan
kontraksi sederhana atau tunggal didapatkankecepatan dari yang terkecil hingga
terbesar berturut-turut adalah laten, kontraksi, dan relaksasi.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham J, Klein B. 2007. Textbook of Veterinary Physiology 4th Edition. London


(UK) : McGraw Hill.

Gunawan A. 2001. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. Integral 6(2): 58-71.

Lesmana, S. I. 2009. Perbedaan pengaruh metode latihan beban terhadap kekuatan dan
daya tahan otot biceps brachialis ditinjau dari perbedaan gender (studi
komparasi pemberian latihan beban metode delorme dan metode Oxford pada
mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dan Fisioterapi. Artikel Fisioterapi
Universitas Esa Unggul. Jakarta (ID) : Universitas Esa Unggul.

Pearce E. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Kartono Mohamad,


penerjemah. Terjemahan dari: Anatomy and Physiology for Paramedic.
Jakarta (ID) : PT. Gramedia Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai