Tanaman katuk merupakan tanaman perdu tahunan yang secara komersial telah
dibudidayakan dengan baik oleh petani di Indonesiabaik secara intensif maupun tradisional.
Tanaman ini dapat tumbuh subur di Asia Tenggara dengan ketinggian bisa mencapai 2-3
meter. Menurut Becker (1963) dalam taksonominya tanaman katuk dapat digolongkan
sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiopermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub-kelas : Monochlamydae (Apetalae)
Famili : Euphorbiacceae
Genus : Sauropus
Spesies/jenis : Sauropus androgynus (L.) Merr
Daun katuk adalah daun dari tanaman Sauropus adrogynus (L.) merr, famili
Euphorbiaceae. Nama daerah: memata (Melayu), simani (Minangkabau), katuk (Sunda),
kebing dan katukan (Jawa), kerakur (Madura). Daun katuk terdapat diberbagai daerah di
India, Malaysia, dan Indonesia. Di Indonesia tumbuh di daratan dengan ketinggian 0-2100 m
diatas permukaan laut. Tanaman ini berbentuk perdu dengan cabangcabang agak lunak dan
terbagi daun tersusun selang-seling pada satu tangkai, berbentuk lonjong sampai bundar
dengan panjang 2,5 cm dan lebar 1,25 – 3 cm. Bunga tunggal atau berkelompok tiga, buah
bertangkai panjang 1,25 cm. Tanaman katuk dapat diperbanyak dengan stek dari batang yang
sudah berkayu, panjang lebih kurang 20cm disemaikan terlebih dahulu. Setelah berakar
sekitar 2 minggu dapat dipindahkan ke kebun, jarak tanaman panjang 30 cm dan lebar 30 cm.
Setelah tinggi mencapai 50-60 cm dilakukan pemangkasan agar selalu didapatkan daun muda
dan segar (Ganie 2003).
Kandungan nutrisi daun katuk sudah banyak diketahui oleh para peneliti, namun nilai
nutrisi yang terlihat sangat variatif. Hal ini sangat tergantung pada beberapa faktor
pendukungnya yaitu pola tanam, umur tanaman, iklim, peremajaan, tipe tanah, bagian katuk
yang dianalisis, hama tanaman, pemupukan, letak geografis tanaman, serta genetik tanaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suprayogi (2000), hasil analisis fitokimia fraksi
ekstrak dietil-eter, alkohol, dan air dari daun katuk disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil analisis fitokimia fraksi ekstrak dietil-eter, alkohol, dan air dari daun
katuk
No Komponen Bioaktif Fraksi ekstrak
Dietil-eter Alkohol Air
1 Minyak terbang +
2 Lipid dan asam lemak +
3 Steroid dan titerpenoid +
4 Karotenoid +
5 Alkaloid basa -
6 Isoquinoline alkaloid + +
7 Aglikones flavones -
8 Aglikon antrasenoids -
(emodols)
9 Kumarins - + +
10 Tanin + +
11 Gula + -
12 Garam alkaloid + +
13 Antrasenoid + -
14 Steroid/glycoside/titrepenoid + -
15 Flavonoid + -
16 Antosianin + -
17 Polyuronide -
18 Glucoside -
19 Saponin -
Sementara itu terdapat tujuh kandungan senyawa aktif utama tanaman katuk dan
pengaruhnya terhadap fungsi fisiologis di dalam jaringan menurut Suprayogi (2000)
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Tujuh senyawa aktif utama tanaman katuk dan pengaruhnya terhadap fungsi
fisiologis di dalam jaringan
No Senyawa aktif Pengaruhnya pada Fungsi Fisiologis
Senyawa-senyawa yang terkandung didalam katuk didalam tubuh secara seluler akan
memunculkan berbagai macam respon biologis yang sangat tergantung pada berbagai faktor
diantaranya dosis, kondisi fisiologis tubuh, dan interaksinya dengan senyawa-senyawa lain.
Penggunaan senyawa dengan dosis yang tepat, tentu akan menekan adanya efek samping,
namun bila senyawa tersebut dikonsumsi secara berlebihan (Overdosis) akan menimbulkan
gangguan fisikokimia di dalam tubuh.
Efek samping mengonsumsi daun katuk telah dipelajari oleh Suprayogi dan ter-Meulen
(2006) dengan menggunakan percobaan pada hewn yaitu domba laktasi. Efek samping
tersebut berupa penghambatan absorbsi Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) disaluran pencernaan
sebesar 34.24% dan 22.99% secara berurutan. Penghambatan ini diduga akibat terjadinya
peningkatan Glukokortikoid sebagai konsekuensi meningkatnya biosintesis hormon steroid
dengan prekusor eksogen yaitu Androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5-alpha (C21H24O2) di
dalam daun katuk. Selain itu pada penelitian Suprayogi (2000), pada histologi paru domba
yang diberikan daun katuk secara berlebihan mengalami Bronchiolitis obliterans.
Berdasarkan kajian terhadap Buku Rahasia Daun Katuk (Katuk in Science) tulisan
karya Suprayogi (2017), terdapat beberapa cara untuk menggunakan dan memanfaatkan daun
katuk secara benar yaitu:
1. Untuk menghindari resiko efek samping sebaiknya daun katuk direbus terlebih dahulu
dan tidak dianjurkan untuk mengonsumsi daun katuk lebih dari 50 gram daun katuk
segar per-hari secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama.
2. Sebaiknya daun katuk dikonsumsi sebagai sayuran segar, namun bila dalam bentuk
yang lain (kapsul, tablet, sediaan farmasi yang lain) karena suatu hal untuk tujuan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif maka harus diperhatikan dosis
pemberiannya.
3. Mengonsumsi daun katuk dalam bentuk sayuran atau ekstrak sebaiknya diikuti
dengan mengonsumsi sumber mineral seperti Kalsium dan Fosfor yang cukup.
4. Khasiat daun katuk akan muncul secara optimal bila kondisi tubuhberfungsi secara
baik dan kebutuhan akan gizi didalam makanan keseharian terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA