Anda di halaman 1dari 4

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAM TERHADAP PERBUDAKAN

KETENAGAKERJAAN

DALAM DUHAM

Perlindungan hukum dan hak asasi manusia terhadap perbudakan ketenagakerjaan yang terdapat
dalam deklarasi universal hak asasi manusia ini dapat dilihat dari pasal 4 yang berbunyi :

“Tidak seorang pun yang boleh diperbudak atau diperhambakan ;perhambaan dan
perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang”

Dalam pasal 4 deklarasi universal hak asasi manusia ini, menekankan kedudukan manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang setara dan tidak boleh diperlakukan secara tidak
menusiawi. Sehinnga dilarang untuk diperbudak atau di jadikan budak oleh sesama makhluk
ciptaan tuhan. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam DUHAM ini telah memberikan perlindungan
hukum serta menjamin HAM dari setiap manusia untuk tidak di jadikan sebagai budak maupun
diprhambakan. Telah jelas pula dikatakan bahwa segala bentuk perbudakan dan perhambaan
harus dilarang untuk dilakukan oleh siapapun.

Dalam UUD 1945

Dalam undang-undang dasar 1945 ini perlindungan hukum dan HAM terhadap perbudakan dapat
dilihat dari isi pasal 28I ayat 1 yang berbunyi :

“hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak perlakuan pikiran dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun”

Dari pasal diatas dapat dilihat bahwa undang-undang telah memberikan jaminan terhadap setiap
orang untuk tidak diperbudak. Hal ini dikarenakan bahwa setiap orang lahir bukan untuk disiksa
seperti halnya dijadikan sebagai budak. Sehingga segal bentuk perbudakan haruslah ditentang
sehingga dapat dijaminnya hak setiap manusia untuk tidak diperbudak.

Dalam UU no.39 tahun 1999


Untuk memberikan perlidungan hukum dan ham terhadap perbudakan, undang-undang ini telah
menyebutkan dalam pasal 20 ayat (1) dan (2) yang berbunyi :

1. Tidak seorangpun yang boleh diperbudak atau diperhamba.


2. Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala
perbuatan apapun yang tujuannya serupa, dilarang.

Dalam UU no.39 tahun 1999 pasal 20 ayat 1 yang disebutkan diatas telah memberikan setiap
orang jaminan untuk tidak dijadikan sebagai budak dari orang lain. Kemudian dalam ayat 2
tersebut memberikan larangan terhadap segala bentuk-bentuk perbudakan maupun perbuatan
yang mempunyai tujuan yang mengarah ke dalam hal perbudakan .

Meninjau dari masalah di atas dapat dikatakan sebagai kejahatan terhadap kemanusaiaan. Yang
diamana kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan itu
ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil yang salah satunya berupa :Perbudakan, dalam
ketentuan ini termasuk perdagangan manusia, khususnya perdagangan wanita dan anak-anak.

Kemudian dilakukan upaya untukkemudian dimasukkan ke dalam peradilan hukum ham.

Penangkapan

Kewenangan untuk melakukan penangkapan di tingkat penyidikan dalam pengadilan HAM ini
adalah Jaksa Agung terhadap seseorang yang diduga keras melakukan pelanggaran HAM berat
berdasarkan bukti permulaan yang cukup.Prosedur untuk pelaksanaan penangkapan dilakukan
oleh penyidik dengan memperlihatkan surat tugas dan menunjukkan surat perintah penangkapan
yang mencantumkan identitas tersangka dengan menyebutkan alasan penangkapan, tempat
dilakukan pemeriksaan serta uraian singkat perkara pelanggaran HAM yang berat yang
dipersangkakan. Keluarga harus mendapatkan tembusan untuk adanya pengangkapan tersebut
segera setelah penangkapan dilakukan.
Pelaku pelanggaran HAM berat yang tertangkap tangan, penangkapannya dilakukan tanpa surat
perintah tetapi dengan segera bahwa orang yang menangkap harus segera menyerahkannya
kepada penyidik. Lama penangkapan paling lama 1 hari dan masa penagkapan ini dapat
dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan.

Penahanan

Selama proses penyidikan dan penuntutan, penahanan atau penahan lanjutan dapat dilakukan
oleh Jaksa Agung, sedangkan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan yang
berwenang melakukan penahanan adalah hakim dengan mengeluarkan penetapan. Perintah
penahanan ini harus didasarkan pada alasan-alasan yang disyaratkan yaitu adanya dugaan keras
melakukan pelanggaran HAM berat dengan bukti yang cukup, adanya kekhawatiran tersangka
atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi
pelanggaran HAM berat. Alasan penahanan ini adalah alasan yang berdasarkan atas alasan
subyektif dari penyidik atas kondisi yang disyaratkan tersebut, artinya pertimbangan atas adanya
bukti yang cukup, kekhawatiran akan menghilangkan barang bukti atau akan melakukan
pelanggaran HAM yang berat adalah alasan atas penilaian dari pihak yang berwenang untuk
melakukan penyidikan atau hakim yang memeriksa terdakwa. Hal ini berbeda dengan ketentuan
dalam KUHAP yang juga mensyaratkan adanya unsur obyektif untuk dapat dilakukan penahanan
kepada tersangka maupun terdakwa.

Jangka waktu penahanan untuk penyidikan dapat dilakukan paling lama 90 hari dan dapat
diperpanjang selama 90 hari oleh ketua pengadilan HAM dan jika waktu penahanan telah selesai
tapi penyidikan belum dapat diselesaikan, maka dapat diperpanjang selama 60 hari. Penjelasan
tentang bukti permulaan yang cukup adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak
pidana bahwa seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permualaan patut diduga sebagai pelaku pelanggaran HAM yang berat.

Penyelidikan

Huruf 5 ketentuan umum UU No. 26 Tahun 2000 menyatakan bahwa penyelidikan diartikan
sebagai serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan ada tidaknya suatu
peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindaklanjuti
dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
Penyidikan

Definisi tentang penyidikan tidak diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000.23 Pihak yang berwenang
melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran HAM yang berat adalah Jaksa Agung.
Penyelidikan ini tidak termasuk untuk menerima pengaduan dan laporan karena pengaduan dan
laporan tersebut merupakan kewenangan Komnas HAM. Dalam upaya penyidikan ini Jaksa
Agung dapat24 mengangkat penyelidik ad hoc dari unsur masyarakat25 dan pemerintah.

Penyidikan yang dilakukan wajib diselesaikan paling lambat 90 hari terhitumg sejak tanggal
hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik. Perpanjangan dapat
dilakukuan selama 90 hari berikutnya jika selama 90 hari pertama penyidikan belum dapat
diselesaikan. Perpanjangan yang kedua selama 60 hari, baik perpanjangan yang pertama maupun
kedua dilakukan oleh ketua pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya masing-masing.

Penuntutan

Penuntutan mengenai pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung dan dalam
melakukan penuntutan. Jaksa Agung dapat menganggat jaksa penuntut umum. Untuk dapat
diangkat menjadi penuntut umum ad hoc harus memenuhi syarat tertentu. Jangka waktu
penuntuan yaitu selama 70 hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima.

Anda mungkin juga menyukai