Anda di halaman 1dari 12

Disusun oleh :

Arum Dewi Azizah S 125010101111114


Belgys Annas P 125010107111104
Febrian Eko K 125010102111021
Garuda cakti V 125010102111023
Grandys N 125010102111001
Maria Cordella F 125010102111014
Ornelia 125010107111098
Savitri Madzafanie 125010101111111
peradilan agama adalah terjemahan dari godsdienstige
rechtspraak (bahasa belanda), berasal dari kata
godsdienst yang berarti agama; ibadat ; keagamaan
dan kata rechtspraak berarti peradilan, yaitu daya
upaya mencari keadilan atau penyelesaian perselisihan
hukum yang dilakukan menurut peraturan-peraturan
dan dalam lembaga-lembaga tertentu dalam
pengadilan.
Di Hindia-Belanda pada masa penjajahan terdapat lima peradilan, yaitu :

a. Peradilan Gubernemen yang tersebar di seluruh Hindia-Belanda


b. Peradilan pribumi yang tersebar diluar Jawa,Madura, yaitu wilayah
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Lombok, dan Bali .
c. Peradilan swapraja yang tersebar didaerah Swapraja ,kecuali di Pakualam
dan Pontianak .
d. Peradilan Agama yang tersebar didaerah-daerah tempat peradilan
gubernemen , didaerah-daerah dan menjadi bagian dari peradilan swapraja .
e. Peradilan desa tersebar didaerah-daerah tempat berkedudukan peradilan
gubernemen . Peradilan desa juga ada yang merupakan bagian dari
peradilan pribumi dan peradilan swapraja .
 Pembinaan peradilan agama berada pada tangan departemen
agama ( PP No. 5/SD/1946)
 UU No. 19 tahun 1948 memasukkan peradilan agama ke
peradilan umum, namun undang-undang ini tidak berlaku
karena tidak sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat
indonesia.
 Undang-undang darurat No.1 tahun 1951 mempertahankan
eksistensi peradilan agama dan menghapus peradilan swapraja
dan peradilan adat
 UU No.45 tahun 1957 yang mengatur pembentukan peradilan
agama di luar Jawa dan Kalimantan Selatan.
 UU No. 19 tahun 1964 tentang pokok kekuasaan kehakiman
dan digantikan dengan UU No. 14 tahun 1970 tentang
ketentuan – ketentuan pokok kehakiman .
seperti yang diatur dalam UU No. 7/1989,pengadilan agama
hanya berwenang menangani perkara
perkawinan,kewarisan,wasiat,hibah,wakaf dan shadaqah . UU
No.3/2006 yang merubah UU No. 7/1989 kemudian
memperluas kewenangan pengadilan agama dengan ditambah
dengan perkara zakat,infaq, dan ekonomi syariah . Penjelasan
pasal 49 UU No.3/2006 merinci perkara apa saja yang
dimaksud perkawinan ,yang salah satunya juga menyebutkan
tentang pengangkatan anak menurut hukum islam.
kewenangan baru lainnya dari UU No. 3/2006 adalah dalam hal
penyelesaian hak milik antara sesama orang islam dan
pemberian itsbat kesaksian rukyat hilal.
 Pengadilan khusus di lingkungan peradilan agama
 Hakim adhoc diperadilan agama
 Pengawasan internal oleh MA dan eksternal KY
 Putusan bisa dijadikan dasar mutasi
 Seleksi pengangkatan hakim dilakukan oleh MA dan KY
 Tunjangan hakim sebagai pejabat negara
 Usia pensiun hakim
 Pos bantuan hukum di setiap pengadilan agama
 Jaminan askes masyarakat akan informasi pengadilan, dan
 Ancaman pemberhentian tidak hormat bagi penaarik pungli .
Dalam rangka menyelesaikan perkara waris seorang yang
beragama islam dapat melihat dari segi hukum formil
yaitu:
 Pembagian berdasarkan putusan pengadilan
a) Pembagian harta warisan dapat di putus apabila putusan yang
bersangkutan sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau
terhadap putusan tersebut tidak ada lagi untuk melakukan
upaya hukum dalam bentuk banding atau kasasi dan atau juga
perkara yang bersangkutan diputus dalam tingkat banding atau
kasasi
b) Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut
mengandung “Amar” atau “Diktum” yang bersifat
condemnatoir
•Pembagian berdasarkan permohonan

Adapun yang menjadi dasar agar pembagian berdasarkan


permohonan pertolongan ini dapat dilakukan oleh pengadilan
agama sesuai dengan ketentuan pasal 236 a HIR haruslah
memenuhi syarat dan tata cara sebagai berikut :
1. Harta warisan yang hendak dibagi diluar sengketa perkara pengadilan
2. Ada permohonan minta tolong dilakukan pembagian dari seluruh ahli
waris

Apabila seandainya permohonan minta tolong itu hanya


dilakukan oleh sebagian ahli waris saja maka pengadilan
agama tidak dapat melaksanakan pembagian dengan dalih/
berdasakan ketentuan pasal 236 a HIR .
Peradilan agama merupakan salah satu pelaksana
kehakiman baagi rakyat pencari keadilan yang beragam
islam mengenai perkara-perkara tententu dalam undang-
undang . Dalam penjelasan pasal 7 ayat 1 UU No.
19/1964 disebutkan :
 Undang-undang ini membedakan antara peradilan
umum,peradilan khusus dan peradilan tata usaha negara.
Peradilan umum meliputi pengadilan ekonomi, pengadilan
subversi , pengadilan korupsi . Pengadilan khusus terdiri
dari pengadilan agama dan pengadilan militer .
 Fungsi pengawasan : mahkamah agung melakukan pengawasan
tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan
peradilan dengan berpedoman pada azas peradilan yang
sederhana , cepatdan biaya ringan, tanpa mengurangi
kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara
(pasal 4 dan pasal 10 UU No. 14/1970
 Fungsi administratif : badan-badan peradilan (peradilan umum
,peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha
negara ) sebagaimana dimaksud pasal 10ayat 1 UU No.14/1970
secara organisatoris,administratif dan finansial sampai saat ini
masih berada dibawah departemen yang bersangkutan,
walaupun menurut pasal 11 ayat 1 UU No. 35 / 1999 sudahh
dialihkan dibawah kekuasaan MA .

Anda mungkin juga menyukai