2.1.1 ANATOMI
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan. Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 10 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula ( zonula
Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aquaeus dan disebelah posterior terdapat vitreus. Lensa terdiri dari enam puluh lima
persen air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat
dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah ataupun saraf di lensa.2,3,5 Katarak Juvenil INSPIRASI, No.XIV Edisi
Oktober 2011 39 Kapsul Lensa Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang
dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus
lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastic
2.1.2 DEFINISI
Katarak adalah pengaburan atau kekeruhan lensa (biasanya bening) mata atau
kapsulnya (membran transparan yang mengelilinginya) yang mengaburkan perjalanan cahaya
melalui lensa ke retina mata. Penyakit membutakan ini dapat menyerang bayi, orang dewasa,
dan orang tua tetapi lebih mendominasi kelompok yang terakhir. Ini bisa bilateral dan
bervariasi. Proses penyakit berlangsung secara bertahap tanpa memengaruhi aktivitas sehari-
hari sejak dini, tetapi seiring waktu, terutama setelah dekade keempat atau kelima, katarak
pada akhirnya akan matang sehingga lensa sepenuhnya buram terhadap cahaya yang
mengganggu aktivitas rutin. Katarak adalah penyebab signifikan kebutaan di seluruh dunia.
Pilihan pengobatan termasuk koreksi dengan kacamata bias hanya pada tahap sebelumnya
dan jika katarak cukup matang untuk mengganggu kegiatan rutin, operasi mungkin
disarankan, yang sangat bermanfaat.
2.1.3 EPIDEMIOLOGI
Indonesia merupakan negara dengan angka kebutaan tertinggi kedua di dunia setelah
Ethiopia dengan prevalensi di atas 1%. Tingginya angka kebutaan di Indonesia tidak hanya mejadi
masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial. Berdasarkan data dari World Health Organization
(WHO) (2012) katarak merupakan penyebab kebutaan utama di dunia. Terdapat 39 juta orang yang
buta di seluruh dunia, dengan penyebab utama kebutaan yaitu katarak sebesar 51%. Selain itu,
katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan kedua di dunia dengan angka kejadian sebesar
33% (Kemenkes RI, 2014).
. Perkiraan insiden katarak adalah 0,1%/tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang
terdapat seorang penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan
menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 16-22%
penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun.8 Prevalensi katarak per provinsi tahun
2013 hasil pemeriksaan petugas enumerator dalam Riskesdas 2013 adalah sebagai berikut.
Berdasarkan Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2007 dan 2013, prevalensi
penduduk yang menderita katarak termasuk katarak senilis di Indonesia sebesar 1,8% (Kemenkes RI,
2007). Pada tahun 2013, prevalensi katarak semua umur sebesar 1,8% atau sekitar 18.499.734
orang. Sementara perkiraan insidensi katarak sebesar 0,1% per tahun. Selain itu, penduduk
Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
penduduk di daerah subtropis (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 dan
2013, presentase penduduk yang terdiagnosis katarak termasuk katarak senilis mengalami
peningkatan sebesar 1,1% yakni pada tahun 2007 dengan prevalensi 1,3% (Kemenkes RI, 2007) dan
pada tahun 2013 prevalensi katarak meningkat menjadi 2,4%. Selain itu, pada tahun 2013, Provinsi
Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang memiliki prevalensi katarak diatas angka nasional
(1,8%) dan merupakan provinsi dengan jumlah kebutaan terbanyak di Indonesia dengan penyebab
utama kebutaan adalah katarak (Kemenkes RI, 2013). Katarak atau kekeruhan lensa mata
merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak Indonesia maupun di dunia.
2.1.4 ETIOLOGI
2.1.5 KLASIFIKASI
a. Katarak kongenital: katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 50 tahun.
Merupakan lanjutan dari katarak kongenital yang makin nyata.
b. Katarak kongenital: katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun/ Kekeruhan lensa yang
didapatkan sejak lahir.
c.Katarak Senilis: katarak yang dialami orang berusia lanjut atau di atas 50 tahun karena faktor
degenerasi.
d. katarak komplikata : katarak yang disebabkan oleh penyakit lain seperti radang maupun proses
degenerasi, trauma maupun penyakit sistemik
a. Katarak Kapsular
b. Katarak Subkapsular
c. Katarak Nuclear
d. Katarak Kortikal
e. Katarak Lamellar
b. Trauma
Pembedahan Intraoculer sebelumnya seperti Vitrectomy pars plana, pembedahan glukoma
(trabeculoctomy atau iridotomy).
c. Metabolik
- Galactosemia
3,6 a. Kongenital
b. Didapat seperti :
- Katarak juvenile
- Katarak presenil
- Katarak senil
Katarak senilis adalah penyakit yang merusak penglihatan yang ditandai dengan
penebalan lensa secara bertahap dan progresif. Ini adalah penyebab utama kebutaan di dunia
saat ini. Ini sangat disayangkan, mengingat bahwa morbiditas visual yang disebabkan oleh
katarak terkait usia bersifat reversibel. Dengan demikian, deteksi dini, pemantauan ketat, dan
intervensi bedah tepat waktu harus diperhatikan dalam pengelolaan katarak pikun. Tantangan
yang lebih besar ada di daerah yang secara ekonomi kurang beruntung dan terisolasi secara
geografis di mana akses layanan kesehatan yang terbatas menghalangi intervensi awal.
Bagian selanjutnya adalah tinjauan umum katarak pikun dan pengelolaannya. 2MEDSCAPE
2.2.2 PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, ditandai dengan
adanya perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga terjadinya pengkabutan pandangan
/kekeruhan lensa sehingga dapat menghambat jalannya cahaya ke retina. Hal ini diakibatkan karena
protein pada lensa menjadi water insoluble dan membentuk partikel yang lebih besar. Dimana
diketahui dalam struktur lensa terdapat dua jenis protein yaitu protein yang larut dalam lemak
(soluble) dan tidak larut dalam lemak (insolube) dan pada keadaan normal protein yang larut dalam
lemak lebih tinggi kadarnya dari pada yang larut dalam lemak. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi karena disertai adanya influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan
bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak. Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi tuanya
seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Adapun lensa akan
menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat
berkurang. Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensa terdesak danmengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi
perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan
mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi
transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa.
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia lensa mata
dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat
menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang. Adapun
patofisiologi katarak adalah kompleks dan perlu untuk dipahami. Pada semua kemungkinan,
patogenesisnya adalah multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks antara proses fisiologis
yang bermacam-macam. Sebagaimana lensa berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus
meningkat sedangkan daya akomodasi terus menurun. Bermacam mekanisme memberikan
kontribusi pada hilangnya kejernihan lensa. Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring
dengan pertambahan usia, secara khusus melalui penurunan densitas epitelial dan differensiasi
abberan dari sel-sel serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa katarak mengalami kematian apoptotik
yang rendah di mana menyebabkan penurunan secara nyata pada densitas sel, akumulasi dari
serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan
homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan
bertambahnya usia lensa, penurunan ratio air dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul
rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan
penurunan transport air, nutrien dan antioksidan. Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa pada
pertambahan usia terjadi yang mengarahkan pada perkembangan katarak senilis. Berbagai macam
studi menunjukkan peningkatan produk oksidasi (contohnya glutation teroksidasi) dan penurunan
vitamin antioksidan serta enzim superoksida dismutase yang menggaris-bawahi peranan yang
penting dari proses oksidatif pada kataraktogenesis.8 Mekanisme lainnya yang terlibat adalah
konversi sitoplasmik lensa dengan berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat
molekul tinggi larut air, fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil perubahan
protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras
cahaya dan menurunkan kejernihan. Area lain yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada
perkembangan katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin.
1. Katarak Nuklear
2. Katarak Kortikal
3. Katarak Subkapsular Posterior
Katarak Nuklear
Pada katarak Nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan nukleus lensa menjadi
berwarna kuning dan opak. Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus.
Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai
coklat. Progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan
jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat
menjadi lebih baik.
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa serta komposisi air
dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau
korteks. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat, tetapi
lebih cepat dibandingkan katarak nuklear. Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes
atau gambaran seperti ruji. Keluhan yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat
terganggu, penglihatan merasa silau.
Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis
Pada katarak subkapsular posterior terjadi peningkatan opasitas pada bagian lensa belakang secara
perlahan. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lebih cepat. Bentuk ini
lebih sering menyerang orang dengan diabetes, obesitas atau pemakaian steroid jangka panjang.
Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang.
Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur, dan hipermatur.
1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi
dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks
anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium
ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian
lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai seluruh lapisan lensa
sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Terjadi penambahan volume lensa
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan
bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahadaw test, maka akan terlihat bayangn iris pada lensa,
sehingga hasil uji shadow test (+).
3 Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya
air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga
bilik mata menjadi dangkal dibandingkan dalam keadaan normal. Katarak intumesen biasanya terjadi
pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia lentikular
4. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi yang berjalan terus
maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui kapsul, sehingga lensa kembali
ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali. Tidak terdapat
bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami degenerasi akan
mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di
korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudopositif. Cairan / protein lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi
dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan
glaukoma karena aliran melalui COA kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan
/ protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.
2.2.5 Tanda dan gejala
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
lengkap.
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau berangsur-angsur
dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-hole.
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tigkat kesilauannya
berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar belakang yang terang hingga
merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber
cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak
kortikal.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya
menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada
kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah
sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang
dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada
kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk
diatasi dengan ekstraksi katarak.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau
bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat disekeliling sumber
cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang keruh,
menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan cover test
dan pin hole.
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman penglihatan, baik untuk
melihat jauh maupun dekat. Ketajaman penglihatan dekat lebih sering menurun jika dibandingkan
dengan ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya konstriksi pupil yang
kuat. 16,17,18
Peneglihatan menurun tergantung pada derajat katarak. Katarak imatur dari sekitar 6/9-1/60;
pada katarak matur hanya 1/300-1/~.3
- Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya
menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada
kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah
sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang
dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada
kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk
diatasi dengan ekstraksi katarak.
2.2.6 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa penelitian
seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan katarak, namun belum
efektif untuk menghilangkan katarak
Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain: glaukoma fakolitik,
glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat
sehingga menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati
diabetika ataupun glaukoma
Beberapa jenis tindakan bedah katarak : Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK) EKIK adalah
jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan. EKIK menggunakan
peralatan sederhana dan hampir dapat dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa
kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan penyembuhan luka yang lama,
menginduksi astigmatisma pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina.1,9
Meskipun sudah banyak ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasuskasus subluksasi lensa, lensa
sangat padat, dan eksfoliasi lensa.1,2 Kontraindikasi absolut EKIK adalah katarak pada anak-anak,
katarak pada dewasa muda, dan ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi
miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera okuli anterior
1a) Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK) EKEK konvensional EKEK adalah jenis operasi katarak
dengan membuang nukleus dan korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan
kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO). Seperti
terlihat di Tabel 2, teknik ini mempunyai banyak kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil
sehingga luka lebih stabil dan aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan luka
lebih cepat.2 Pada EKEK, kapsul posterior yang intak mengurangi risiko CME, ablasio retina, edema
kornea, serta mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau kornea
.1 b) Small Incision Cataract Surgery(SICS) Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik
operasi dengan irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamai
SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma
lebih kecil dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara utuh
atau dihancurkan. Teknik ini populer di negara berkembang karena tidak membutuhkan peralatan
fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus
yang padat. Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak subkapsuler
posterior, dan awal katarak kortikal.
2.2.7 KOMPLIKASI
Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan keluar yang akan
menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk
pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa
tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma.
Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli anterior
menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi
berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma
Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri (auto
toksik)
7. Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan menjadi glaukoma.
2.2.8 prognosis
1) Faktor preoperasi
a. Riwayat penyakit mata selain katarak: glaukoma, degenerasi makula, ablasio retina
a. Operator
b. Alat
c. Teknik operasi
d. Lama operasi
e. Pengukuran IOL
f. Implantasi IOL
g.Komplikasi pada saat operasi: prolaps korpus vitreum, perdarahan ekspulsif, hifema, dan
iridodialisis
3) Faktor pascaoperasi
a. Perawatan
b.Komplikasi pascaoperasi: edema kornea, glaukoma, uveitis, hifema, infeksi mata bagian luar,
endoftalmitis, ablasio retina, dan Cystoid Macular Edema
3.1 kesimpulan