Anda di halaman 1dari 21

Katarak adalah pengaburan atau kekeruhan lensa (biasanya bening) mata atau

kapsulnya (membran transparan yang mengelilinginya) yang mengaburkan perjalanan cahaya


melalui lensa ke retina mata. Penyakit membutakan ini dapat menyerang bayi, orang dewasa,
dan orang tua tetapi lebih mendominasi kelompok yang terakhir. Ini bisa bilateral dan
bervariasi. Proses penyakit berlangsung secara bertahap tanpa memengaruhi aktivitas sehari-
hari sejak dini, tetapi seiring waktu, terutama setelah dekade keempat atau kelima, katarak
pada akhirnya akan matang sehingga lensa sepenuhnya buram terhadap cahaya yang
mengganggu aktivitas rutin. Katarak adalah penyebab signifikan kebutaan di seluruh dunia.
Pilihan pengobatan termasuk koreksi dengan kacamata bias hanya pada tahap sebelumnya
dan jika katarak cukup matang untuk mengganggu kegiatan rutin, operasi mungkin
disarankan, yang sangat bermanfaat. 1ncbi
Katarak senilis adalah penyakit yang merusak penglihatan yang ditandai dengan
penebalan lensa secara bertahap dan progresif. Ini adalah penyebab utama kebutaan di dunia
saat ini. Ini sangat disayangkan, mengingat bahwa morbiditas visual yang disebabkan oleh
katarak terkait usia bersifat reversibel. Dengan demikian, deteksi dini, pemantauan ketat, dan
intervensi bedah tepat waktu harus diperhatikan dalam pengelolaan katarak pikun. Tantangan
yang lebih besar ada di daerah yang secara ekonomi kurang beruntung dan terisolasi secara
geografis di mana akses layanan kesehatan yang terbatas menghalangi intervensi awal.
Bagian selanjutnya adalah tinjauan umum katarak pikun dan pengelolaannya. 2MEDSCAPE
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 ANATOMI

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan. Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 10 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula ( zonula
Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aquaeus dan disebelah posterior terdapat vitreus. Lensa terdiri dari enam puluh lima
persen air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat
dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah ataupun saraf di lensa.2,3,5 Katarak Juvenil INSPIRASI, No.XIV Edisi
Oktober 2011 39 Kapsul Lensa Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang
dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus
lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastic

FISIOLOGI LENSA Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke


retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otototot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau
terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi
sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi
lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik
tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina
dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa
perlahan-lahan berkurang.2 Metabolisme Lensa Normal Transparansi lensa dipertahankan
oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour
aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan
posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak
ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase,
sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase. Metabolisme lensa
melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan
NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase
dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol,
dan Katarak Juvenil 40 INSPIRASI, No.XIV Edisi Oktober 2011 sorbitol dirubah menjadi
fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase.

2.1.2 DEFINISI

Katarak adalah pengaburan atau kekeruhan lensa (biasanya bening) mata atau
kapsulnya (membran transparan yang mengelilinginya) yang mengaburkan perjalanan cahaya
melalui lensa ke retina mata. Penyakit membutakan ini dapat menyerang bayi, orang dewasa,
dan orang tua tetapi lebih mendominasi kelompok yang terakhir. Ini bisa bilateral dan
bervariasi. Proses penyakit berlangsung secara bertahap tanpa memengaruhi aktivitas sehari-
hari sejak dini, tetapi seiring waktu, terutama setelah dekade keempat atau kelima, katarak
pada akhirnya akan matang sehingga lensa sepenuhnya buram terhadap cahaya yang
mengganggu aktivitas rutin. Katarak adalah penyebab signifikan kebutaan di seluruh dunia.
Pilihan pengobatan termasuk koreksi dengan kacamata bias hanya pada tahap sebelumnya
dan jika katarak cukup matang untuk mengganggu kegiatan rutin, operasi mungkin
disarankan, yang sangat bermanfaat.
2.1.3 EPIDEMIOLOGI

Indonesia merupakan negara dengan angka kebutaan tertinggi kedua di dunia setelah
Ethiopia dengan prevalensi di atas 1%. Tingginya angka kebutaan di Indonesia tidak hanya mejadi
masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial. Berdasarkan data dari World Health Organization
(WHO) (2012) katarak merupakan penyebab kebutaan utama di dunia. Terdapat 39 juta orang yang
buta di seluruh dunia, dengan penyebab utama kebutaan yaitu katarak sebesar 51%. Selain itu,
katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan kedua di dunia dengan angka kejadian sebesar
33% (Kemenkes RI, 2014).

. Perkiraan insiden katarak adalah 0,1%/tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang
terdapat seorang penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan
menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 16-22%
penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun.8 Prevalensi katarak per provinsi tahun
2013 hasil pemeriksaan petugas enumerator dalam Riskesdas 2013 adalah sebagai berikut.

Berdasarkan Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2007 dan 2013, prevalensi
penduduk yang menderita katarak termasuk katarak senilis di Indonesia sebesar 1,8% (Kemenkes RI,
2007). Pada tahun 2013, prevalensi katarak semua umur sebesar 1,8% atau sekitar 18.499.734
orang. Sementara perkiraan insidensi katarak sebesar 0,1% per tahun. Selain itu, penduduk
Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
penduduk di daerah subtropis (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 dan
2013, presentase penduduk yang terdiagnosis katarak termasuk katarak senilis mengalami
peningkatan sebesar 1,1% yakni pada tahun 2007 dengan prevalensi 1,3% (Kemenkes RI, 2007) dan
pada tahun 2013 prevalensi katarak meningkat menjadi 2,4%. Selain itu, pada tahun 2013, Provinsi
Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang memiliki prevalensi katarak diatas angka nasional
(1,8%) dan merupakan provinsi dengan jumlah kebutaan terbanyak di Indonesia dengan penyebab
utama kebutaan adalah katarak (Kemenkes RI, 2013). Katarak atau kekeruhan lensa mata
merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak Indonesia maupun di dunia.

2.1.4 ETIOLOGI

 Merokok : merokok dapat menyebabkan katarak dengan beberapa mekanisme biologis


diantaranya, yang pertama kerusakan oksidatif memiliki peran utama dalam pembentukan
katarak. Merokok menyebabkan pertambahan zat oksidatif melalui aktifitas radikal bebas,
oksidasi dan peroksidasi lipid. Di sisi lain, merokok dapat menyebabkan stres oksidatif
(keadaan dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk
menetralkannya) secara tidak langsung pada lensa melalui penipisan antioksigen endogen,
seperti vitamin C, vitamin E, dan b-karoten. Kedua, tembakau mengandung logam berat
seperti kadmium, timbal, dan tembaga yang menumpuk dalam lensa menyebabkan
kerusakan secara langsung.
 Pajanan matahari : diketahui bahwa responden yang terpapar sinar matahari ≥6 jam perhari
2,96 kali lebih berisiko menderita katarak senilis dibandingkan dengan responden dengan
lama terpapar sinar matahari <6jam. hubungan lama dengan panjang gelombang
ultraviolet/UVB 300-400 nm berhubungan dengan terjadinya perubahan kimia dan fisik pada
protein dan sel epitel lensa. Lensa mata rapuh terhadap kerusakan karena lensa tidak
memiliki sensor panas dan mempunyai mekanisme penyalur panas yang buruk. Pejanan
pada radiasi UVB bahkan tingkat terendah yang berasal dari matahari kadang-kadang
meningkatkan risiko katarak dan dicurigai berhubungan dengan terjadinya katarak jenis
kortikol.
 Jenis kelamin : penderita katarak berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 29% menyatakan tidak
memiliki kebiasaan merokok. Sedangkan dari 21 responden katarak dengan jenis kelamin
perempuan, 100% menyatakan tidak pernah merokok, bahkan mereka menganggap
merokok bagi wanita adalah sesuatu yang tidak baik, dan beberapa responden lebih
menyukai menginang dibandingkan merokok. Selain itu, dari total 90 responden, responden
yang tidak memiliki kebiasaan merokok sebanyak 50 orang (55,6%) lebih banyak
dibandingkan memiliki kebiasaan merokok yaitu 40 orang (44,4%). Hal ini sesuai dengan
hasil Riset Kesehatan Dasar (RSKESDAS) tahun 2013 yang menunjukkan bahwa Provinsi Jawa
Tengah khususnya Kota Semarang lebih dari setengah penduduknya tidak merokok, yang
terdiri dari 4,8% mantan perokok dan 71,5% bukan perokok.
 Hipertensi : dapat diketahui bahwa responden yang pernah menderita hipertensi 2,74 kali
lebih berisiko menderita katarak senilis dibandingkan dengan responden yang tidak pernah
menderita hipertensi. Hal ini sesuai dengan Yu (2014) yang mengatakan bahwa hipertensi
menyebabkan peningkatan sitokinin inflamasi seperti tumor necrosis factor-alpha (TNF-α),
interleukin-6 (IL-6). Selain itu, peningkatan tingkat protein C-reaktif (CRP) telah terdeteksi
saat tekanan darah individu meningkat. Telah diketahui bahwa katarak berhubungan erat
dengan inflamasi sistemik yang hebat, karena hipertensi terlibat dalam jalur patologis
perkembangan katarak melalui mekanisme inflamasi. Selain itu, mekanisme hipertensi
menyebabkan katarak senilis dengan cara mempengaruhi perubahan struktur protein lensa
menyebabkan ketidakseimbangan osmotik dalam lensa yang mengakibatkan terjadinya
katarak senilis.
 Usia : katarak bagi responden yang berusia ≥ 45 tahun adalah 14,397 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang berusia <45tahun. Denan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan peningatan usia dengan kejadian katarak senilis.
Semakin meningkatnya usia, maka sifat lensa sebagai salah satu organ tubuh juga akan ikut
berubah. Perubahan yang terjadi salah satunya ialah meningkatnya kemampuan lensa untuk
menghamburkan cahaya matahari. Perubahan terjadi dari usia 40 tahun, kemudian
meningkat hingga 2x lipat saat usia 65 tahun dan 77 tahun.
 Jenis kelamin : terdapat hubungan antara perbedaan jenis kelamin dengan kejadian katarak
senilis. Penelitian terkini menunjukkan bahwa kataraktogenesis pada perempuan dapat
dicegah karena ada sifat mitogenik dan antioksidatif 17 β-estradiol terhadap sel epitel lensa
manusia pada kondisi yang fisiologis, yaitu sebesar 0,1-10 nM
 Diabetes melitus : hubungan antara riwayat diabetes melitus dengan kejadian katarak
senilis. Peningkatan kadar glukosa dalam darah memainkan peran penting dalam
perkembangan katarak. Efek patologi hiperglikemia dapat dilihat jelas pada jaringan tubuh
yang tidak bergantung pada insulin untuk kemasukan glukosa dalam selnya, misalnya pada
lensa mata dan ginjal, sehingga mereka tidak mampu mengatur transportasi glukosa seiring
dengan peningkatan konsentrasi gula di ekstraselular. Menurut beberapa penelitian, jalur
poliol dikatakan memainkan peran dalam perkembangan katarak pada pasien diabetes.
Enzim aldose reduktase (AR) yang terdapat dalam lensa mengkatalisis reduksi glukosa
menjadi sorbitol melalui jalur poliol. Akumulasi sorbitol intrasel menyebabkan perubahan
osmotik sehingga mengakibatkan serat lensa hidropik yang degenerasi dan menghasilkan
gula katarak. Dalam lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat daripada diubah menjadi fruktosa
oleh enzim sorbitol dehydrogenase (SD), dan sifat sorbitol yang sukar keluar dari lensa
melalui proses difusi menyebabkan peningkatan akumulasi sorbitol. Ini menciptakan efek
hiperosmotik yang nantinya menyebabkan infuse cairan untuk menyeimbangkan gradien
osmotik. Keadaan ini menyebabkan keruntuhan dan pencairan serat lensa yang akhirnya
membentuk kekeruhan pada lensa. Selain itu, stres osmotik pada lensa yang disebabkan
oleh akumulasi sorbitol menginduksi apoptosis pada sel epitel lensa yang mengarah ke
pengembangan katarak.
 Nutrisi : konsumsi pada bahan makanan sumber beta-karoten pada kelompok katarak senilis
dan kelompok tidak katarak tampak pada frekuensi, jenis dan jumlah sayuran dan buah yang
dikonsumsi. Wortel dan sawi lebih sering dikonsumsi oleh kelompok tidak katarak,
sedangkan daun singkong dan buah nangka muda lebih sering dikonsumsi oleh kelompok
katarak senilis. Sayuran buah muda lebih sering dikonsumsi oleh kelompok katarak senilis
dibanding dengan sayuran daun-daunan yang berwarna hijau tua. Perbedaan jenis bahan
makanan yang dikonsumsi tentunya akan berpengaruh pada asupan karoten.
orang yang konsumsi vitamin A di bawah AKG menyebabkan meningkatnya resiko kejadian
katarak senilis 2,683 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang konsumsi vitamin A
sesuai atau di atas AKG.

2.1.5 KLASIFIKASI

a. Katarak kongenital: katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 50 tahun.
Merupakan lanjutan dari katarak kongenital yang makin nyata.

b. Katarak kongenital: katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun/ Kekeruhan lensa yang
didapatkan sejak lahir.

c.Katarak Senilis: katarak yang dialami orang berusia lanjut atau di atas 50 tahun karena faktor
degenerasi.

d. katarak komplikata : katarak yang disebabkan oleh penyakit lain seperti radang maupun proses
degenerasi, trauma maupun penyakit sistemik

Klasifikasi katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria berbeda, yakni : 3 1. Klasifikasi


Morfologik

a. Katarak Kapsular

b. Katarak Subkapsular

c. Katarak Nuclear

d. Katarak Kortikal

e. Katarak Lamellar

f. Katarak Sutural (Gambar 1)

3 . 2. Klasifikasi berdasarkan etiologinya

a. Katarak yang berhubungan dengan usia

b. Trauma
Pembedahan Intraoculer sebelumnya seperti Vitrectomy pars plana, pembedahan glukoma
(trabeculoctomy atau iridotomy).

c. Metabolik

- Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan katarak senilis.

- Galactosemia

- Toxic pada obat-obatan steroid yang dapat menyebabkan katarak subcapsular.

3. Klasifikasi berdasarkan kejadian :

3,6 a. Kongenital

b. Didapat seperti :

- Katarak juvenile

- Katarak presenil

- Katarak senil

2.2.1 DEFINISI KATARAK SENILE

Katarak senilis adalah penyakit yang merusak penglihatan yang ditandai dengan
penebalan lensa secara bertahap dan progresif. Ini adalah penyebab utama kebutaan di dunia
saat ini. Ini sangat disayangkan, mengingat bahwa morbiditas visual yang disebabkan oleh
katarak terkait usia bersifat reversibel. Dengan demikian, deteksi dini, pemantauan ketat, dan
intervensi bedah tepat waktu harus diperhatikan dalam pengelolaan katarak pikun. Tantangan
yang lebih besar ada di daerah yang secara ekonomi kurang beruntung dan terisolasi secara
geografis di mana akses layanan kesehatan yang terbatas menghalangi intervensi awal.
Bagian selanjutnya adalah tinjauan umum katarak pikun dan pengelolaannya. 2MEDSCAPE

2.2.2 PATOFISIOLOGI

Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, ditandai dengan
adanya perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga terjadinya pengkabutan pandangan
/kekeruhan lensa sehingga dapat menghambat jalannya cahaya ke retina. Hal ini diakibatkan karena
protein pada lensa menjadi water insoluble dan membentuk partikel yang lebih besar. Dimana
diketahui dalam struktur lensa terdapat dua jenis protein yaitu protein yang larut dalam lemak
(soluble) dan tidak larut dalam lemak (insolube) dan pada keadaan normal protein yang larut dalam
lemak lebih tinggi kadarnya dari pada yang larut dalam lemak. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi karena disertai adanya influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan
bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak. Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi tuanya
seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Adapun lensa akan
menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat
berkurang. Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensa terdesak danmengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi
perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan
mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi
transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa.
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia lensa mata
dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat
menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang. Adapun
patofisiologi katarak adalah kompleks dan perlu untuk dipahami. Pada semua kemungkinan,
patogenesisnya adalah multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks antara proses fisiologis
yang bermacam-macam. Sebagaimana lensa berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus
meningkat sedangkan daya akomodasi terus menurun. Bermacam mekanisme memberikan
kontribusi pada hilangnya kejernihan lensa. Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring
dengan pertambahan usia, secara khusus melalui penurunan densitas epitelial dan differensiasi
abberan dari sel-sel serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa katarak mengalami kematian apoptotik
yang rendah di mana menyebabkan penurunan secara nyata pada densitas sel, akumulasi dari
serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan
homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan
bertambahnya usia lensa, penurunan ratio air dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul
rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan
penurunan transport air, nutrien dan antioksidan. Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa pada
pertambahan usia terjadi yang mengarahkan pada perkembangan katarak senilis. Berbagai macam
studi menunjukkan peningkatan produk oksidasi (contohnya glutation teroksidasi) dan penurunan
vitamin antioksidan serta enzim superoksida dismutase yang menggaris-bawahi peranan yang
penting dari proses oksidatif pada kataraktogenesis.8 Mekanisme lainnya yang terlibat adalah
konversi sitoplasmik lensa dengan berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat
molekul tinggi larut air, fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil perubahan
protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras
cahaya dan menurunkan kejernihan. Area lain yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada
perkembangan katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin.

2.2.3 KLASIFIKASI KATARAK SENILIS

Berdasarkan morfologinya katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Katarak Nuklear
2. Katarak Kortikal
3. Katarak Subkapsular Posterior

Katarak Nuklear

Pada katarak Nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan nukleus lensa menjadi
berwarna kuning dan opak. Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus.
Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai
coklat. Progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan
jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat
menjadi lebih baik.

Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa serta komposisi air
dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau
korteks. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat, tetapi
lebih cepat dibandingkan katarak nuklear. Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes
atau gambaran seperti ruji. Keluhan yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat
terganggu, penglihatan merasa silau.
Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis

Pada katarak subkapsular posterior terjadi peningkatan opasitas pada bagian lensa belakang secara
perlahan. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lebih cepat. Bentuk ini
lebih sering menyerang orang dengan diabetes, obesitas atau pemakaian steroid jangka panjang.
Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang.

2.2.4 STADIUM KATARAK SENILIS

Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur, dan hipermatur.

Perbedaan stadium katarak senile. 2,3

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma

1. Katarak Insipien

Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi
dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks
anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium
ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian
lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama.

2. Katarak Imatur

Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai seluruh lapisan lensa
sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Terjadi penambahan volume lensa
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan
bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma sekunder.

Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahadaw test, maka akan terlihat bayangn iris pada lensa,
sehingga hasil uji shadow test (+).

3 Stadium Intumesen

Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya
air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga
bilik mata menjadi dangkal dibandingkan dalam keadaan normal. Katarak intumesen biasanya terjadi
pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia lentikular

4. Katarak Matur

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi yang berjalan terus
maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui kapsul, sehingga lensa kembali
ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali. Tidak terdapat
bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.

5. Katarak Hipermatur

Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami degenerasi akan
mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di
korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudopositif. Cairan / protein lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi
dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan
glaukoma karena aliran melalui COA kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan
/ protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.
2.2.5 Tanda dan gejala

Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
lengkap.

Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:

1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau berangsur-angsur
dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-hole.

2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tigkat kesilauannya
berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar belakang yang terang hingga
merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber
cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak
kortikal.

3. Sensitifitas terhadap kontras


Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui perbedaan-
perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih
menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada menggunakan bagan
Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik
hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak.

4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya
menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada
kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah
sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang
dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada
kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk
diatasi dengan ekstraksi katarak.

5. Variasi Diurnal Penglihatan


Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada siang
hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya paenderita katarak kortikal perifer
kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada sinar redup.

6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau
bergelombang.

7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat disekeliling sumber
cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma.

8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang keruh,
menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan cover test
dan pin hole.

9. Perubahan persepsi warna


Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi warna,
yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya.

10. Bintik hitam


Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada lapang
pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering bergerak-
gerak.3,16,17,18
Pemeriksaan Fisik

- Penurunan ketajaman penglihatan

Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman penglihatan, baik untuk
melihat jauh maupun dekat. Ketajaman penglihatan dekat lebih sering menurun jika dibandingkan
dengan ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya konstriksi pupil yang
kuat. 16,17,18

Peneglihatan menurun tergantung pada derajat katarak. Katarak imatur dari sekitar 6/9-1/60;
pada katarak matur hanya 1/300-1/~.3

- Miopisasi

Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya
menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada
kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah
sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang
dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada
kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk
diatasi dengan ekstraksi katarak.

- Pemeriksaan slit lamp


 Katarak Hypermature: Ini adalah opacity putih yang padat yang mengaburkan refleks
merah dan mengandung cairan susu dalam kapsul, akibat korteks lensa yang
mengalami degenerasi. Kapsulnya jika sering tegang atau berkerut. Katarak
morgagnian adalah sejenis katarak hipermatur dimana nukleus tenggelam dalam
cairan korteks.
 Katarak matur: Ini adalah katarak yang buram, benar-benar mengaburkan refleks
merah. Berwarna putih atau brunescent.
 Katarak imatur: Ini adalah katarak yang ditandai dengan jumlah kekeruhan yang
bervariasi, terdapat di area tertentu pada lensa. Ini dapat mencakup area dengan
kepadatan tinggi dan rendah, dengan beberapa serat lensa yang jernih.
 Katarak insipien: Ini adalah katarak yang terlihat pada pemeriksaan slit-lamp tetapi
sedikit signifikan secara klinis.

- Pemeriksaan adneksa okular dan struktur intraokular - Dapat memberikan petunjuk


tentang etiologi katarak pasien, penyakit yang menyertai, dan prognosis visual yang
akhirnya terjadi.
- Uji senter - Mendeteksi murid Marcus Gunn atau cacat aferen pupil relatif (RAPD)
yang mengindikasikan lesi saraf optik atau keterlibatan retina difus yang parah.
- Pemeriksaan slit lamp - Harus berkonsentrasi pada evaluasi tidak hanya kekeruhan
lensa tetapi juga struktur mata lainnya (misalnya, konjungtiva, kornea, iris, ruang
anterior)
- Pemeriksaan ukuran nuklir dan brunescence - Setelah dilatasi, ukuran nuklir dan
brunescence sebagai indikator kepadatan katarak dapat ditentukan sebelum operasi
fakoemulsifikasi
- Oftalmoskopi langsung dan tidak langsung - Untuk mengevaluasi integritas kutub
posterior

2.2.6 PENATALAKSANAAN

Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa penelitian
seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan katarak, namun belum
efektif untuk menghilangkan katarak

Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan.


Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari derajat tajam penglihatan,
namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut mengganggu aktivitas pasien.1 Indikasi lainnya
adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang sangat
mengganggu, dan simtomatik anisometrop

Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain: glaukoma fakolitik,
glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat
sehingga menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati
diabetika ataupun glaukoma
Beberapa jenis tindakan bedah katarak : Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK) EKIK adalah
jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan. EKIK menggunakan
peralatan sederhana dan hampir dapat dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa
kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan penyembuhan luka yang lama,
menginduksi astigmatisma pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina.1,9
Meskipun sudah banyak ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasuskasus subluksasi lensa, lensa
sangat padat, dan eksfoliasi lensa.1,2 Kontraindikasi absolut EKIK adalah katarak pada anak-anak,
katarak pada dewasa muda, dan ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi
miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera okuli anterior

Beberapa kelebihan dan kekurangan EKIK dapat dilihat pada ;

1a) Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK) EKEK konvensional EKEK adalah jenis operasi katarak
dengan membuang nukleus dan korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan
kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO). Seperti
terlihat di Tabel 2, teknik ini mempunyai banyak kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil
sehingga luka lebih stabil dan aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan luka
lebih cepat.2 Pada EKEK, kapsul posterior yang intak mengurangi risiko CME, ablasio retina, edema
kornea, serta mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau kornea
.1 b) Small Incision Cataract Surgery(SICS) Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik
operasi dengan irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamai
SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma
lebih kecil dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara utuh
atau dihancurkan. Teknik ini populer di negara berkembang karena tidak membutuhkan peralatan
fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus
yang padat. Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak subkapsuler
posterior, dan awal katarak kortikal.

1 c) Fakoemulsifikasi Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk


memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa diaspirasi melalui insisi
yang sangat kecil. Dengan demikian, fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti penyembuhan
luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan astigmatisma pasca
bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol kedalaman kamera okuli anterior serta
mempunyai efek pelindung terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi
katarak jenis ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju.

2.2.7 KOMPLIKASI

 Komplikasi selama operasi


1. Pendangkalan kamera okuli anterior Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli
anterior (KOA) dapat terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui
insisi yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi suprakoroid,
atau perdarahan suprakoroid. Jika saat operasi ditemukan pendangkalan KOA, hal pertama yang
harus dilakukan adalah mengurangi aspirasi, meninggikan botol cairan infus, dan mengecek
insisi. Bila insisi terlalu besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat
dikurangi dengan mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal berikutnya adalah menilai
tekanan vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien obesitas, bull-necked, penderita PPOK,
cemas, atau melakukan manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya diposisikan
antitrendelenburg
2. Posterior Capsule Rupture (PCR) PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi
intraoperatif yang sering terjadi.11 Studi di Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami
PCR dan vitreous loss selama prosedur fakoemulsifikasi.11 Beberapa faktor risiko PCR adalah
miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan zonulopati.11 Apabila terjadi
PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior untuk mencegah komplikasi yang lebih berat.11 PCR
berhubungan dengan meningkatnya risiko cystoid macular edema, ablasio retina, uveitis,
glaukoma, dislokasi LIO, dan endoftalmitis postoperatif katarak.
3. Nucleus drop Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan adalah
nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam rongga vitreus. Jika hal
ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal dapat menyebabkan peradangan
intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma sekunder, ablasio retina, nyeri, bahkan
kebutaan. Sebuah studi di Malaysia melaporkan insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi
sebesar 1,84%.12 Faktor risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras, katarak polar
posterior, miopia tinggi, dan mata dengan riwayat vitrektomi.

 Komplikasi setelah operasi


1. Edema kornea Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.
Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang, atau
peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea.1,2 Pada umumnya,
edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu.1 Jika kornea tepi masih jernih, maka edema
kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap sampai lebih dari 3 bulan biasanya
membutuhkan keratoplasti tembus.
2. Perdarahan Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan retrobulbar,
perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema.1 Pada pasien-pasien dengan terapi
antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi suprakoroid tidak
meningkat.1 Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan
risiko perdarahan antara kelompok yang menghentikan dan yang melanjutkan terapi
antikoagulan sebelum operasi katarak.
3. Glaukoma sekunder Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi
katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan bisa terjadi 4
sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan tidak memerlukan terapi anti
glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO menetap, diperlukan terapi antiglaukoma.1
Glaukoma sekunder dapat berupa glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab
glaukoma sekunder sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa.
Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar, glaukoma
neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.
4. Uveitis kronik Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi katarak
dengan pemakaian steroid topikal.1 Inflamasi yang menetap lebih dari 4 minggu, didukung
dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang terkadang disertai hipopion, dinamai
uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang
tertinggal, menjadi penyebab uveitis kronik.1 Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal
dan operasi perbaikan posisi LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang
tertinggal dan LIO.
5. Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5%-2% pasca EKEK, dan <1% pasca fakoemulsi.
Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca bedah katarak. Adanya kapsul posterior
yang utuh menurunkan insidens ablasio retina pasca bedah, sedangkan usia muda, miopia
tinggi, jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga dengan ablasio retina dan operasi katarak dengan
rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus meningkatkan kemungkinan terjadinya ablasio
retina pasca bedah.
6. Endoftalmitis Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang, namun
sangat berat.1 Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga berat, hilangnya penglihatan,
floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau periorbita, injeksi siliar, kemosis,
reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan tajam penglihatan, edema kornea, serta
perdarahan retina. Gejala muncul setelah 3 sampai 10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak
adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. 1 Penanganan
endoftalmitis yang cepat dan tepat mampu mencegah infeksi yang lebih berat. Tatalaksana
pengobatan meliputi kultur bakteri, antibiotik intravitreal spektrum luas, topikal sikloplegik, dan
topikal steroid.

 Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan keluar yang akan
menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk
pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa
tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma.
 Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli anterior
menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi
berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma
 Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri (auto
toksik)
7. Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan menjadi glaukoma.

2.2.8 prognosis

1) Faktor preoperasi

a. Riwayat penyakit mata selain katarak: glaukoma, degenerasi makula, ablasio retina

b. Riwayat penyakit sistemik: DM

2) Faktor selama operasi

a. Operator

b. Alat

c. Teknik operasi

d. Lama operasi

e. Pengukuran IOL

f. Implantasi IOL

g.Komplikasi pada saat operasi: prolaps korpus vitreum, perdarahan ekspulsif, hifema, dan
iridodialisis

3) Faktor pascaoperasi

a. Perawatan

b.Komplikasi pascaoperasi: edema kornea, glaukoma, uveitis, hifema, infeksi mata bagian luar,
endoftalmitis, ablasio retina, dan Cystoid Macular Edema

3.1 kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai