Anda di halaman 1dari 6

507

IMOBILISASI PADA USIA LANIUT


Siti Setiati, Arya Govinda Roosheroe

PENDAHUTUAN PENYEBAB IMOBITISASI

lmobilisasi merupakan salah satu masalah kesehatan Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
yang cukup besar di bidang geriatri yang timbul menyebabkan imobllisasi pada usia lanjut. Penyebab utama
sebagai akibat penyakit atau masalah psikososial yang imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
diderita. Di ruang rawat inap geriatri RSUPN Dr. Cipto otot, ketida kseimba nga n, dan masalah psikologis. Rasa
Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2000 didapatkan lemah sering kali disebabkan oleh malnutrisi, gangguan
prevalensi imobilisasi sebesar 33,G% dan pada tahun elektrolit, tidak digunakannya otot, anemia, gangguan
200'l sebesa r 31,5%. neurologis atau miopati. Osteoartritis merupakan penyebab
lmobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak utama kekakuan pada usia Ianjut. Penyakit parkinson,
bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih, dengan artritis reumatoid, gout, dan obat-obatan antipsikotik
gerak anatomik tubuh menghilang akibat perubahan seperti haloperidol juga dapat menyebabkan kekakuan.
fu ngsi fisiologik. Di dalam praktek medik istilah imobilisasi Rasa nyeri, baik dari tulang (osteoporosis, osteomalasia,
digunakan untuk menggambarkan sebuah sindrom Poget's diseose, metastase kanker tulang, trauma), sendi
degenerasi fisiologis yang merupakan akibat menurunnya (osteoartritis, artritis reumatoid, gout), otot (polimalgia,
aktivitas alau decondttionrng. Terdapat beberapa faktor pseudocLoud ico tl o n ) atau masalah pada kaki dapat
risiko utama imobilisasi seperti kontraktur, demensia menyebabkan imobilisasi. Ketidakseimbangan dapat
berat, osteoporosis, ulkus, gangguan penglihatan, disebabkan karena kelemahan, faktor neurologis (stroke,
dan fraktur merupakan beberapa faktor risiko utama kehilangan refleks tubuh, neuropati karena diabetes melitus,
imobilisasi. malnutrisi, dan gangguan vestibulosereberal), hipotensi
lmobilisasi seringkali tidak dapat dicegah, namun ortostatik, atau obat-obatan (diuretik, antihipertensi,
beberapa komplikasi akibat imobilisasi dapat dicegah. neu roleptik, dan antidepresan).
Perubahan pada beberapa sistem organ dan fungsi Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia
metabolik akan terjadi sebagai akibat imobilisasi. dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi tentu
Perubahan-perubahan tersebut akan menimbulkan sangat sering menyebabkan terjadinya imobilisasi.
berbagai komplikasi yang akan memperberat kondisi Kekhawatiran keluarga yang berlebihan atau kemalasan
dan memperlambat proses penyembuhan serta dapat petugas kesehatan dapat pula menyebabkan orang usia
menyebabkan kematian. Upaya seperti mobilisasi lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di
dini dapat dilakukan untuk mengurangi insiden dan rumah maupun di rumah sakit. Efek samping beberapa
mengurangi beratnya komplikasi imobilisasi, sehingga obat dapat menyebabkan gangguan pada mobilisasi
dapat mempercepat proses penyembuhan dan kualitas namun biasanya tidak teridentifikasi oleh petugas
hidup pasien. kesehatan. Obat-obat hipnotik dan sedatif menyebabkan
Berikut ini akan dibahas masalah imobilisasi pada rasa kantuk dan ataksia yang mengganggu mobilisasi.
usia lanjut, berbagai komplikasi yang ditimbulkan serta Untuk itu kontrol teratur dan seksama terhadap obat-
upaya-upaya pencegahannya. obat yang dikonsumsi oleh pasien sangat penting untuk
d ila ku ka n.

58
EET]sASI PADA USIA LANJUT 3759

+\GKAJ IAN PASI EN IMOBITISASI pada sel endotel yang selanlutnya akan menghasilkan
aktivator faktor X dan merangsang akumulasi leukosit dan
-':--esis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis trombosit. Sel endotel pembuluh darah belakangan ini
:!:-: - j dilakukan dalam mengkaji pasien imobilisasi, tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang tidak berperan
-::':pa informasi penting meliputi lamanya menderita dan pasif di dalam proses koagulasi. Sebaliknya, berbagai
: -:: :as yang menyebabkan imobilisasi, penyakit .vang perubahan yang terjadi di sel-sel endotel pembuluh
--:-:engaruhi kemampuan mobilisasi, dan pemakaian darah akan mengubah sifat alamiah sel tersebut yakni
::::'lcatan untuk mengeliminasi masalah iatrogenesis yang semula bersifat antitrombotik menjadi bersifat
:-: renyebabkan imobilisasi. Adanya keluhan rasa nyeri trombotik, sehingga justru memudahkan terjadinya
:+-: ^g untuk dikaji secara rutin karena mungkin dapat keadaan trombosis.
-+:=:ai penyebab utama imobilisasi. Pengkajian faktor Gejala trombosis vena dalam timbul pada kurang
:: .: ogis, seperti depresi dan rasa takut, serta pengkajian dari separuh pasien dengan trombosis vena dalam.
-;..Jngan penting untuk dilakukan. Pemeriksaan Gejala yang timbul be!'variasi, tergantung pada ukuran
-.'-:dap kulit penting dilakukan untuk meng identifikasi dan lokasi trombosis vena dalam, dapat berupa rasa
::=-,'a u lkus dekubitus. panas, bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri pada tungkai;
Status kardiopulmonal, khususnya volume intravaskular sebagian besar trombosis vena dalam timbul hanya pada
:=- perubahan tekanan darah dan nadi akibat perubahan satu kaki; trombosis vena dalam pada betis menimbulkan
::s si penting untuk diketahui sebagai dasar untuk gejala hanya pada betis, sedangkan trombosis vena dalam
:=-atalaksanaan imobilisasi. Pengkajian muskuloskeletal pada paha menimbulkan gejala pada paha dan atau betis.
:::ara rinci seperti evaluasi kekuatan dan tekanan otot, Untuk penapisan adanya trombosis vena dalam akhir-
;.'akan sendi, serta adanya masalah pada kaki (lesi dan akhir ini dilakukan dengan pemeriksaan test D-dimer dan
::'crmitas pada kaki) pentingjuga untuk dilakukan. Selain pletismografi. Sedangkan untuk diagnosis pasti trombosis
:- perlu juga diberikan perhatian terhadap pengkajian vena dalam dapat digun.akan pemeriksaan venografi,
-:rrologis untuk mengidentifikasi adanya kelemahan ultrasonografi, tomografi terkom puterisasi, dan dengan
': <al, dan masalah persepsi serta sensor. Status imobilisasi mognettc resononce imoging (MRI).
:asien harus selalu dikaji secara terus-menerus.
Emboli Paru
Emboli paru dapat diakibatkan oleh banyak faktor seperti
KOMPTIKASI I MOBI LISASI emboli air ketuban, emboli udara, dan sebagainya. Emboli
paru dapat menghambat aliran darah ke paru dan memicu
Trombosis refleks tertentu yang dapat menyebabkan panas yang
-rombosis vena dalam merupakan salah satu gangguan mengakibatkan nafas berhenti secara tiba-tiba. Sebagian
;askular perifer yan g penyebabnya bersifat multifaktorial, besar emboli paru disebabkan oleh emboli karena
"neliputi faktor genetik dan lingkungan. Terdapat tiga trombosis vena dalam. Berkaitan dengan trombosis vena
faktor yang meningkatkan risiko trombosis vena dalam dalam, emboli paru disebabkan oleh lepasnya trombus
yaitu adanya luka di vena dalam karena trauma atau yang biasanya berlokasi pada tungkai bawah yang pada
pembedahan, sirkulasi darah yang tidak baik pada gilirannya akan mencapai pembuluh darah paru dan
vena dalam, dan berbagai kondisi yang meningkatkan menimbulkan sumbatan yang dapat berakibat fatal. Emboli
risiko pembekuan darah. Luka di vena dalam karena paru sebagai akibat trombosis merupakan penyebab
pembedahan atau trauma menyebabkan penglepasan utama kesakitan dan kematian pada pasien-pasien di
beberapa substansi yang mengaktivasi sistem pembekuan. rumah sakit, terutama pada pasien usia lanjut.
Darah yang tidak mengalir akan cenderung untuk Suatu penelitian yang dilakukan pada 6'17 pasien yang
mengalami pembekuan. Beberapa kondisi yang dapat mengalami imobilisasi menunjukkan adanya kejadian
menyebabkan sirkulasi darah tidak baik di vena dalam emboli paru sebesar 2-7Vo, dimana sebagian besar kejadian
meliputi gagaljantung kongestil imobilisasi lama (tidak emboli paru tersebut tidak terdiagnosis sebelum pasien
berjalan atau bergerak), dan adanya gumpalan darah meninggal. Emboli paru timbul pada lebih dari 300.000
yang telah timbul sebelumnya. orang setiap tahun di Amerika Serikat yang menyebabkan
Kondisi imobilisasl akan menyebabkan teladinya kematian paling sedikit 50.000 orang setiap tahun. Gejala
akumulasi leukosit teraktivasi dan akumulasi trombosit emboli paru dapat berupa sesak napas, nyeri dada, dan
yang teraktivasi. Kondisi tersebut menyebabkan gangguan peningkatan denyut nadi.
pada sel-sel endotel dan juga memudahkan teiyadinya
trombosis. Selain itu, imobilisasi yang menyebabkan Kelemahan Otot
stasis akan menyebabkan timbulnya hipoksia lokal lmobilisasi lama akan mengakibatkan atrofi otot dengan
3760 GERIATRI DAN GERONTOLOGI

penurunan ukuran dan kekuatan otot. Penurunan kekuatan berperan pula pada turunnya vitamin D3 aktif. Faktor
otot diperkirakan 1-2 persen sehari. Untuk mengetahui utama yang menyebabkan kehilangan massa tulang pada
penurunan kekuatan otot dapat juga dilihat dari ukuran imobilisasi adalah meningkatnya resorpsi tulang. Massa
lingkar otot (muscle circumference). Ukuran lingkar otot tulang menurun tetapi komponen rasio antara matriks
tersebut biasany-a akan menurun sebanyak 2,1-21o/o. inorganik dan organik tidak berubah. Konsentrasi kalsium,
Kelemahan otot pada pasien dengan imobilisasi seringkali pospori dan hidroksiprolin di urin meningkat pada minggu
terjadi dan berkaitan dengan penurunan fungsional, pertama imobilisasi. Kalsium tubuh total menurun hingga
kelemahan, danjatuh. Terdapat beberapa faktor lain yang 4Yo selama 7 minggu imobilisasi. Suatu penelitian ter-
menyebabkan atrofi otot yaitu perubahan biologis proses hadap 170 usia lanjut stroke dan 72 kontrol, mendapatkan
menua itu sendiri, akumulasi penyakit akut dan kronik, imobilisasi meningkatkan kalsium serum dan berkorelasi
serta malnutrisi. Perubahan otot selama imobilisasi lama negatif dengan indeks Barthel, yang menunjukkan bahwa
menyebabkan degenerasi serat otot, peningkatan jaringan imobilisasi meningkatkan resorpsi tulang. Didapatkan
lemak, serta fibrosis. Massa otot berkurang setengah pula adanya penurunan kadar 1,25 (OH) 2D dan 25-OHD
dari pada ukuran semula setelah mengalami 2 bulan sementara serum PTH tidak meningkat.
imobilisasi. Massa otot sebagian besar menurun dari kaki
bawah dan otot-otot tu buh. Ulkus Dekubitus
Posisi imobilisasi juga berperan terhadap beratnya Pasien imobilisasi umumnya tidak bergerak pada malam
pengurangan otot. lmobilisasi dengan posisi meringkuk hari karena tidak adanya gerakan pasif maupun aktif
akan mengakibatkan pengurangan otot yang lebih banyak Skor aktivitas sakral pasien pada kondisi tersebut adalah
dibandingkan posisi imobilisasi terlentang (lurus). nol gerakan perjam, yang mengakibatkan peningkatan
tekanan pada daerah kulit yang sama secara terus
Kontraktur Otot dan Sendi menerus. Tekanan akan memberikan pengaruh pada
Pasien yang mengalami tirah baring lama berisiko meng- daerah kulit sakral ketika dalam posisi berbaring. Aliran
alami kontraktur karena sendi-sendi tidak digerakkan. darah akan terhambat pada daerah kulit yang tertekan dan
Akibatnya timbul rasa nyeri yang menyebabkan seseorang menghasilkan anoksia jaringan dan nekrosis.
semakin tidak mau menggerakkan sendi yang kontraktur Jumlah tekanan yang dapat mempengaruhi
tersebut. Kontraktur dapat terjadi karena perubahan mikrosirkulasi kulit pada usia lanjut berkisar antara 25
patologis pada bagian tulang sendi, pada otot, atau pada mmHg. Tekanan lebih dari 25 mmHg secara terus menerus
jaringan penunjang di sekitar sendi. Penyebab kontraktur pada kulit atau jaringan lunak dalam waktu yang lama
otot lainnya adalah spastisitas dan neuroleptik. Faktor akan menyebabkan kompresi pembuluh kapiler. Kompresi
posisi dan mekanik juga dapat menyebabkan kontraktur pembuluh darah dalam waktu lama akan mengakibatkan
pada pasien usia lanjut dengan imobilisasi. Kontraktur trombosis intra-arteri dan gumpalan fibrin yang secara
artrogenik seringkali disebabkan karena inflamasi, luka permanen mempertahankan iskemia kulit. Relief bekas
sendi degeneratil infeksi, dan trauma. Kolagen sendi dan tekanan pada keadaan tersebut mengakibatkan pembuluh
jaringan lunak sekitar akan mengerut. Kontraktur akan darah tidak dapat terbuka dan pada akhirnya akan
menghalangi pergerakan sendi dan mobilisasi pasif yang terbentu k luka akibat tekanan.
akan memperburuk kondisi kontraktu r. Luka akibat tekanan merupakan komplikasi yang
Deteksi dini, pencegahan, dan penatalaksanaan paling sering terjadi pada pasien usia Ianjut dengan
penyebab kontraktur seperti penatalaksanaan inflamasi, imobilisasi. Faktor risiko timbulnya ulkus dekubitus adalah
nyeri, dan infeksi akan menurunkan risiko kontraktur semua jenis penyakit dan kondisi yang menyebabkan
atau mengurangi tingkat keparahan kontraktur. Metode seseorang terbatas aktivitasnya. Faktor-faktor risiko
yang biasa digunakan untuk mencegah kontraktur adalah tersebut memperpanjang waktu tekanan ke kulit dan
mobilisasi sendi dini dengan penatalaksanaan nyeri yang menurunkan resistensiju m la h tekanan. Faktor risiko yang
sesuai serta positiontng yang optimal dari ekstrimitas sering pada usia lanjut adalah demam, kondisi koma,
yang terlibat. penyakit serebrovaskular, infeksi, anemia, malnutrisi,
kaheksia, hipotensi, syok, dehidrasi, penyakit neurologis
Osteoporosis dengan paralisis, limfosit, imobilisasi, penurunan berat
Osteoporosis timbul sebagai akibat ketida kseim bangan badan, kulit kering, dan eritema.
antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang.
lmobilisasi ternyata meningkatkan resorpsi tulang, Hipotensi Postura!
meningkatkan kadar kalsium serum, menghambat sekresi Komplikasi yang sering timbul akibat imobilisasi lama
PTH, dan produksi vitamin D3 aktif (1,25-(OH)2D). Selain pada pasien usia lanjut adalah penurunan efisiensi
itu, insufisiensi vitamin D3 inaktif (25-(OH)D) mungkin jantung, perubahan tanggapan kardiovaskular postural,
TBILISASI PADA USIA LANJUT 3761

::- penyakit tromboemboli. Hipotensi postural adalah proses menua) yang mengakibatkan perubahan pada
:.- Jrunan tekanan darah sebanyak 20 mmHg dari posisi tekanan penutup saluran udara kecil, kondisi tersebut akan
::'ng ke duduk dengan salah satu gejala klinik yang memudahkan usia lanjut untuk mengalami atelektasis paru
:e- ng timbul adalah iskemia serebral, khususnya sinkop. dan pneumonia.
::- ngkatan denyut jantung lebih dari 10 kali/menit Aliran urin juga terganggu akibat tirah baring yang
-:runjukkan adanya hipotensi postural tipe simpatis kemudian menyebabkan infeksi saluran kemih lebih
.::angkan denyut jantung kurang dari 10 kali/menit mudah ter.1adi. lnkontinensia urin juga sering terjadi pada
::a ah tipe asimpatis. usia lanjut yang mengalami imobilisasi, yang umumnya
Pada posisi berdiri, secara normal 600-800 ml darah disebabkan ketidakmampuan ke toilet, berkemih yang
: alirkan ke bagian tubuh inferior terutama tungkai. tidak sempurna, gangguan status mental, dan gangguan
::nyebaran cairan tubuh tersebut menyebabkan sensasi kandung kemih. Pengisian kandung kemih yang
:enurunan curah jantung sebanyak 20%, penurunan berlebihan akan menyebabkan mengembangnya dinding
,: ume sekuncup jantung sebanyak 35% dan akselerasi kandung kemih yang kemudian akan meningkatkan
''ekuensijantung sebanyak 30%. Pada orang normalsehat, kapasitas kandung kemih dan retensi urin. Retensi urin ini
-ekanisme kompensasi menyebabkan vasokonstriksi dan akan memudahkan teryadinya infeksi saluran kemih dan
:eningkatan denyutjantung yang menyebabkan tekanan bila dibarengi dengan hiperkalsiuria akan mengakibatkan
:arah tidak menurun. Tekanan darah tidak berubah atau terjadinya pembentukan batu ginjal kalsium. Bila hal ini
.edikit meningkat pada kondisi bangun (dari berbaring dibiarkan, maka akan menurunkan fungsi saluran kemih
<e duduk) dengan tiba-tiba. Pada usia lanjut umumnya bawah dan timbulnya hidronefrosis.
'ungsi baroreseptor menurun. Tirah baring total selama
caling sedikit 3 minggu akan mengganggu kemampuan Gangguan Nutrisi (Hipoalbuminemia)
seseorang untuk menyesuaikan posisi berdiri darl Selain infeksi, imobilisasi ternyata juga berperan pada
cerbaring pada orang sehat, hal ini akan lebih terlihat terjadinya hipoalbuminemia pada pasien usia lanjut yang
pada pasien usia lanjut. Pada posisi baring, secara normal menjalani perawatan di rumah sakit. lmobilisasi akan
500-800 ml volume plasma kembali ke paru-paru dan mempengaruhi sistem metabolik dan endokrin yang
jantung dan terjadi peningkatan stimulasi baroreseptor, akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabolisme
denyut jantung, volume sekuncup jantung, dan curah zat gizi. Salah satu perubahan yang terjadi adalah pada
jantung. Pelepasan hormon antidiuretik berkurang selama metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi
minggu awal imobilisasi yang mengakibatkan diuresis dan pada usia lanjut dengan imobilisasi dibandingkan dengan
penurunan volume plasma. Penurunan volume plasma usia lanjut tanpa imobilisasi. Kadar plasma kortisol yang
mencapai 10% selama 2 minggu pertama imobilisasi dan lebih tinggi mengubah metabolisme menjadi katabolisme
bisa mencapai 20% setelah itu. sehingga rnetabolisme protein akan lebih rendah pada
Tirah baring lama akan membalikkan respons pasien usia lanjut dengan imobilisasi.
kardiovaskular normal menjadi tidak normal yang akan Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari
menghasilkan penurunan volume sekuncup jantung dan akan meningkatkan ekskresi nitrogen urin. Peningkatan
curah jantung. Curah jantung rendah mengakibatkan ekskresi nitrogen mencapai puncak dengan rata-rata
terjadinya hipotensi postural. Gajala dan tanda hipotensi kehilangan 2 mg/hari, sehingga pasien akan mengalami
postural adalah penurunan tekanan darah sistolik dari hipoproteinemia, edema, dan penurunan berat badan.
tidur ke duduk lebih dari 20 mmHg, berkeringat, pucat, Kehilangan nitrogen (nitrogen loss) meningkat hingga 12
kebingungan, peningkatan denyut jantung, letih, dan gram pada keadaan imobilisasi dengan malnutrisi, trauma,
pada keadaan berat dapat menyeba bkan jatu h yang pada fraktur pinggul, atau infeksi. Penekanan sekresi hormon
akhirnya akan mengakibatkan fraktur, hematoma.la ringan antidiuretik selama imobilisasijuga akan terjadi yang akan
lu nak dan perdarahan otak. meningkatkan diuresis dan pemecahan otot sehingga akan
mengakibatkan penurunan berat badan. Pasren usia lanjut
Pneumonia dan lnfeksi Saluran Kemih yang mengalami imobilisasi lama akan memiliki natrium
lmobilisasi juga dikaitkan dengan terjadinya pneumonia serum dan natrium urin yang lebih rendah dibandingkan
dan infeksi saluran kemih. Akibat imobilisasi retensi pada yang tidak imobilisasi, sehingga pasien dengan tirah
sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi pada pasien baring lama akan memiliki defisiensi natrium kronik.
geriatri. Pada posisi berbaring otot diafragma dan inter- Tirah baring lama dan malnutrisi, baik di rumah
kostal tidak berfungsi dengan baik sehingga gerakan sakit maupun di rumah, menyebabkan atrofi otot dan
dinding dada juga menjadi terbatas yang menyebabkan turunnya kekuatan dan ukuran otot. Kelemahan otot
sputum sulit keluar. Manakala kondisi ini dibarengi dengan pada pasien geriatri yang mengalami imobilisasi sering
daya pegas (recoil) elastik yang sudah berkurang (karena terjadi dan sangat berkaitan dengan kerapuhan (froilty),
GERIATRI DAN GERONTOLOGI
3762

mengakibatkan penurunan status fungsional yang berat tidaknya penyakit, status imobilisasinya, tingkat aktivitas,
sehingga imobilisasi terus terjadi, seperti lingkaran setan, dan latihannya. Pasien yang baru sembuh dari penyakit
dan mengakibatkan pula terjadinya instabilitas, jatuh dan akut tetapi masih belum banyak bergerak harus meng-
trauma serius. hindari latihan jasmani yang berat secara tiba-tiba'
Sebaliknya pasien harus didorong untuk program latihan
Konstipasi dan Skibala jasmani secara bertaha P.

Konstipasi, skibala, dan obstruksi usus merupakan masalah Kontroltekanan darah secara teratur dan penggunaan
utama pada usia lanjut dengan imobilisasi. lmobilisasi lama obat-obatan yang dapat menyebabkan penurunan
akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon. Semakin tekanan darah serta mobilisasi dini perlu dilakukan
lama feses tinggal di usus besar, maka absorbsi cairan untuk mencegah terjadinya hipotensi. Latihan kekuatan
akan lebih besar sehingga feses akan menjadi lebih keras. otot serta kontraksi abdomen dan otot pada kaki akan
Asupan cairan yang kurang, dehidrasi, dan penggunaan menyebabkan aliran darah balik vena lebih efisien. Khusus
obat-obatan juga dapat menyebabkan konstipasi pada untuk mencegah terjadinya trombosis dapat dilakukan
pasien imobilisasi tindakan kompresi intermiten pada tungkai bawah. Teknik
tersebut meningkatkan aliran darah dari vena di kaki dan
menstimulasi aktivitas fibrinolitik. Kompresi intermiten
UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI bebas dari efek samping tetapi merupakan kontraindikasi
pada pasien dengan penyakit vaskular perifer.
Pencegahan timbulnya komplikasi dapat dilakukan dengan Monitorasupan cairan dan makanan yang mengandung
memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap serat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
imobilisasi. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi konstipasi. Selain itu juga perlu dilakukan evaluasi dan
penatalaksanaan farmakologik dan non farmakologik. pengkajian terhadap kebiasaan buang air besar pasien.
Pemberian nutrisi yang adekuat perlu diperhatikan untuk
Non Farmakologis mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien imobilisasi
Penatalaksanaan non farmakologis memegang peran Pada pasien yang mengalami hipokinesis perlu diberikan
penting dalam mencegah terjadinya komplikasi akibat su plementasi vitamin dan mineral

imobilisasi. Berbagai upaya yang dapat dilakukan adalah


dengan beberapa terapi fisik dan latihan jasmani secara Farmakologis
teratur. Pada pasien yang mengalami tirah baring total, Penatalaksanaan farmakologis dapat diberikan sebagai
perubahan posisi secara teratur dan latihan di tempat salah satu upaya pencegahan komplikasi akibat imobilisasi,
tidur dapat dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya terutama pencegahan terhadap terjadinya trombosis.
kelemahan dan kontraktur otot serta kontraktur sendi. Pemberian antikoagulan merupakan terapi farmakologik
Selain itu, mobilisasi dini berupa turun dari tempat tidur, yang dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
berpindah dari tempat tidur ke kursi dan latihan fungsional trombosis pada pasien geriatri dengan imobilisasi. low dose
dapat dilakukan secara bertahap. Latihan isometris secara heporin (LDH) dan low molecutor welght heparin (LMWH)
teratur '10-207o dari tekanan maksimal selama beberapa merupakan profilaksis yang aman dan efektif untuk
kali dalam sehari dapat dilakukan untuk mempertahankan pasien geriatri dengan imobilisasi dan risiko trombosis
kekuatan isometri. Untuk mencegah terjadinya kontraktur non pembedahan terutama stroke. Namun pemberian
otot dapat dilakukan latihan gerakan pasif sebanyak satu antikoagulan pada pasien geriatri perlu dilakukan dengan
atau dua kali sehari selama 20 menit. hati-hati dan penuh pertimbangan. Penurunan faal organ
Untuk mencegah terjadinya dekubitus, hal yang harus ginjal dan hati serta adanya interaksi obat terutama antara
dilakukan adalah menghilangkan penyebab terjadinya warfarin dengan beberapa obat analgetik atau NSAID
ulkus yaitu bekas tekanan pada kulit. Untuk itu dapat merupakan hal yang harus amat diperhatikan.
dilakukan perubahan posisi lateral 30o, penggunaan kasur
anti dekubitus, atau menggunakan bantal berongga. Pada
pasien dengan kursi roda dapat dilakukan reposisi tiapjam REFERENSI
atau diistirahatkan dari duduk. Melatih pergerakan dengan
Anderson LC, Cutter NC. Immobilitv. In: Hazzard WR, Blass JP,
memiringkan pasien ke kiri dan ke kanan serta mencegah Ettinger WH, HalterJB, Ouslander JC. Principles of geriatric
terjadinya gesekan juga dapat mencegah dekubitus. medicine and Serontologv. 4'r' ed. New York:McGraw-
Pemberian minyak setelah mandiatau mengompol dapat Hill;1999.p.1565-75.
Atbers GW, Amrenco P, Easton JD, et al. Antithrombotic
dila kukan untuk mencegah maserasi.
ancl thrombolytic therapv for ischemic stroke. Chest
Program latihan jasmani yang dilakukan harus 2001;119(Suppl):300S-20S
disesuaikan dengan kondisi pasien, berdasarkan ada
I)BILISASI PADA USIA LANJUT 3763

!-iJr\randen M, Labs KH, Jeanneret C, Gehrig A, Jaeger KA. The Tovey C, Wyatt S. Diagnosis, investigatioo and management of
'.'alue of rapid D-dimer testing combined with structured deep vein thrombosis. BMJ 2003;326:11804-
clinical evaluation for the diagnosis of deep vein thrombosis. Van Gorp ACNI Brandies DPM, Cate IWT. Rational antithrombotic
I Vasc Surg 1999;30:929-35 therapy and prophylaxis in elderly, immobile patient. Drug
:-.chrsanden M, Labs KH, Jeanneret C, Gefuig A, Jaeger KA. The & Aging 1998, Au 9-13(2\:1-4557-.
value of rapid D-dimer testing combined with structured
clinical evaluation for the diagnosis of deep vein thrombosis.
I Vasc Surg 1999;30:929-35.
- -.hen AT, Zaw HM, Alikhan R. Benefits of deep-vein thrombosis
prophylaxis in the nonsurgical patient: The MEDENOX trial.
Seminars in Hematology 2001; 38(2):31-8.
lerLstman F, Lowry A, Vemava A, Burnstein M, Fazio V, Glennon
E, et al. Practice parameters for the prevention of venous
tfuomboembolism. Practice parameters 2000 August;43(8).
Didapat dari; http:/ / www.fascrs.org/ascrspppvt.html.
:i.etl MH. Evaluation of the patient with suspected deep vein
tfuombosis. J Fam Pract 2007;50:"167-71
iancher TL, White RH, Kravitz RL. Combined use of rapid D-
Dimer testing and estimation of clinical probability in ihe
diagnosis of deep vein thrombosis:systematic review. BIW
2004;329:827-9
Geerts \4/H., Heit JA" ClagettGP, et a1. Late deep venous thrombosis
and dilayed weightbearing after total hip arthoPlasty. Clin
Orthop 1999;361:123-30.
Geiger Nd BinderBR. Pathophysiologrc der immobilisation. Wiener
Medizinische Wochenscrhrift 1999 jan;749(2-4):33-4.
Hale LP, Owen J. Thrombotic and hemorrhagic disorders. In:
Hazzard WR, Blass JP, Ettinger WH, Halter iB, Ouslander
JG. Principtes of Ge atric Medicine and Gerontology. 4'h ed.
New York:McGraw -Hill;7999.p.93347.
Kane RL, Ouslander lG, Abras lB. Immobility. ln : Kane RL.
Editors. Essential of clinical geriatdcs. New York: McGraw
Hill;2004.p. 245-77 .
Kahn RS. The clinical diagnosis of deep venous thrombosis
integrating incidence, risk factors, and symptoms and signs.
Arch Intem Med 1998;158:2315-23.
Kiekegaard A, Norgen L, Olson C-G, Casten-fors J, Perrson G,
Persson S. lncidence of deep vein thrombosis in bedridden
-1987
non-surgical patients. Acta Med Scand. ;22:409-"14.
Neuhaus A, Benlzz RR, Weg JG. Pulmonarv embolism in
respiratory failure . Chesl. L978;73:460-5
Piliotis G, Geeris WH. Prevention of venous tfuomboembolism in
the elderly. Geriatrics and aging 2001;4(8):20-1,38
Resnick NM. Geriatric medicine. ln: Braunwald, Fauci, Kasper,
Hauser, Longo, Jameson. Editors. Harisson's principles of in-
temal medicine. 1.5'h ed. USA: McGraww-Hill; 2001.p. 3646.
Sato Y, Oizumi K Kuno H, Kaii M. Effect of irnmobilization uPon
renal synthesis of 1,2s-dihydroxivitamin D in disabled elderly
stroke patients. Bone 1999 March;24(3\:271,-5
Sato Y, Kuno H, Asoh T, Honda Y, Oizumi K. Effect of
immobilization on vitamin D status and bone mass in
chronically hospitalized disabted stroke patients. Age and
Ageing 1.999;28:265-9
Setiati S. Imobilisasi: masalah dan pengelolaannya di bidang
geriatri. Maj Kedokt Indon 1999 Agus! 49(8):328-31.
Seiler WO. Consequences of immobility. Dalam: Evans lC,
Williams TF, Beattie BL, Michel JP, Wilcock GK. Editors.
Geriatric medicine, New York: Oxford University Press;
2000.p.117581-.
Setiati S. Pedoman pengelolaan imobilisasi pada pasien Seriatri.
Dalam: Soejono CH, Seiiati S, Wiwie M, Silaswati S. Editor.
Pedoman pengelolaan kesehatan pasien geriatri untuk
dokter dan perawat, Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
Penyakit Dalam - FKUI; 2000.p. 11522-.
Samama MM, Cohen AT, Darmon J-Y, et al. A comparison of
enoxaparin with placebo for the prevention of venous
thromboembolism in acute ill medical patiens- N Eng J Med
1999;347:793800-.

Anda mungkin juga menyukai