Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

DIABETES MELLITUS
Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah farmakoteri

“KELOMPOK 4”

“ANGGOTA KELOMPOK”

Desi Sukaeningsih 24041116171

Diennisa Izzati T 24041116119

Gia Ihza Nugraha 24041116126

Nurul Hikmah 24041116140

Siwi Tririzki 24041116154

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GARUT

2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................ii

1.1. Latar Belakang .............................................................................................................ii

1.2. Tujuan ..........................................................................................................................ii

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 1

2.1. Diabetes Mellitus ......................................................................................................... 1

2.2. Diagnosa Diabetes Mellitus ......................................................................................... 3

2.3. Prevalensi ..................................................................................................................... 3

2.4. Patofisiologi dan Klasifikasi Diabetes Mellitus .......................................................... 4

2.5. Komplikasi Diabetes Mellitus ..................................................................................... 8

2.6. Terapi Diabetes Mellitus............................................................................................ 11

2.7. Penatalaksaan Terapi Diabetes Mellitus Type 1 ........................................................ 14

2.8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Type 2 ............................................................... 14

2.9. Terapi insulin ............................................................................................................. 15

2.10. Terapi Antidiabtes Oral (ADO) ................................................................................. 19

BAB III STUDI KASUS ................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 26

i|Diebetes Mellitus
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes Mellitus adalah suatu gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupun. DM merupakan penyakit yang menjadi masalah pada kesehatan masyarakat.

Diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya dimasa mendatang. Diabetes merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan
umat manusia abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap
diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian, pada tahun 2025 jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Diabetes
mellitus tipe II merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya
dibandingkan Diabetes Mellitus tipe I. Penderita diabetes mellitus tipe II mencapai 90-95 %
dari keseluruhan populasi penderita DM.

Dalam kasus diabetes diperlukan adanya pelayanan kesehatan, mencakup pelayanan


kefarmasian untuk pengobatan atau pencegahan penyakit diabetes melitus. Oleh sebab itu,
setiap tenaga medis terutama tenaga kefarmasian harus memiliki pengetahuan mengenai tata
laksana terapi diabetes melitus secara nonfarmakologis dan farmakologis, sehingga dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat.

1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji mengenai terapi diabetes
melitus, meliputi algoritma terapi diabetes melitus, dan monitoring terapi diabetes melitus.
Selain itu, melalui makalah ini penulis berharap dapat meningkatkan pengetahuan pembaca
mengenai terapi dan pencegahan diabetes melitus.

ii | D i e b e t e s M e l l i t u s
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Diabetes Mellitus


a. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan
kadar gula darah (hiperglikemia) kronik. Keadaan hiperglikemia kronik tersebut dapat
mengenai banyak orang pada semua lapisan masyarakat di seluruh dunia. Diabetes Mellitus
ditandai oleh hiperglikemia serta gangguan-gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang bertalian dengan defisiensi absolut atau relatif aktivitas dan atau sekresi
insulin.

Definisi lain menyebutkan diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit


metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan beberapa organ tubuh,

b. Gejala
 Sering Buang Air Kecil (Poliuri)
Dalam keadaan normalnya glukosa akan disaring oleh ginjal dan diserap kembali ke
dalam darah. Karena kadar glukosa orang dengan diabetes terlampau tinggi, maka ginjal
tidak bisa menyerap semua gula yang ada di dalam tubuh. Hal ini membuat ginjal
bekerja keras untuk menyaring dan mengeluarkan kelebihan glukosa tersebut melalui
urin. Sehingga tubuh akan mengirimkan sinyal haus ke otak. Dengan begitu, akan lebih
banyak minum. Namun karena banyak minum, maka tubuh akan berusaha untuk
mengeluarkan kelebihan cairan tersebut dengan membuat lebih sering kencing.
 Sering Haus (Polidipsi)
Gejala sering haus terjadi karena pada saat kadar glukosa sangat tinggi dan terus-
terusan menumpuk di dalam darah, ginjal tidak dapat melanjutkan proses penyaringan
dengan optimal. Akibatnya, ginjal akan menghasilkan banyak urin dari biasanya. Inilah
yang membuat Anda merasa sangat haus karena Anda sudah kehilangan banyak air.

 Cepat Lapar (Polifagia)

Makanan yang dimakan akan diubah menjadi glukosa akan digunakan sebagai
sumber energi bagi setiap sel, jaringan, dan organ. Hormon insulin bertanggung jawab
untuk menjalankan proses metabolisme.

1|Diebetes Mellitus
Jika tubuh (sel pancreas) gagal memproduksi insulin atau tidak merespon hormon
insulin dengan baik, kebutuhan energi tidak akan terpenuhi meskipun sudah makan.
Akibatnya, merasa lapar lagi karena tubuh belum mendapatkan sumber glukosa.

Gejala diatas merupakan gejala klasik yang sering timbul ketika seseroang
mengalami riwayat penyakit diabetes mellitus. Disamping itu kadang-kadang ada
keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan
jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan
bayi dengan berat badan diatas 4 kg.

c. Faktor Resiko

Menurut Hasdianah (2012) diabetes melitus mempunyai beberapa factor pemicu


penyakit, antara lain:

 Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memacu timbulnya DM. Konsumsi makan yang berlebihan dan tidak
diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar
gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan DM.
 Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih
besar untuk terkena penyakit DM. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk
menderita DM.
 Faktor genetis
Diabetes melitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab
diabetes melitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes melitus.
Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat
kecil.
 Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas sehingga menyebabkan radang pada
pankreas yang akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi
hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu
obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.
 Penyakit dan infeksi pada pankreas

2|Diebetes Mellitus
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang
pankreas yang akan menyebabkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi
hormon- hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti
kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkena diabetes melitus.
 Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes melitus. Orang yang
malas berolahraga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes melitus
karena olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh.
Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes
melitus selain disfungsi pankreas.

2.2. Diagnosa Diabetes Mellitus


Seseorang didiagnosis menderita diabetes melitus bila memenuhi sekurang-kurangnya
salah satu dari kriteria diagnostik di bawah ini:
 Glukosa darah acak > 200 mg/dL disertai dengan 4 gejala khas diabetes positif yang
meliputi poliuria, polifagi, polidipsia, dan penurunan berat badan tanpa sebab yang
jelas.
 Glukosa darah puasa > 126 mg/ dL. Puasa didefinisikan sebagai tidak adanya asupan
kalori selama minimal 8 jam. Ditambah dengan 4 gejala khas DM positif.
 GDPP > 200 mg/dL meskipun nilai GDP < 126 mg/dL dan atau keempat gejala khas
diabetes tidak semuanya positif.
 GDP Terganggu (GDPP) ditegakkan bila nilai GDP 100-125 mg/dL.
 Tes HbA1C (glycated haemoglobin test). Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar
glukosa rata-rata pasien selama 2-3 bulan ke belakang. Tes ini akan mengukur kadar
gula darah yang terikat pada hemoglobin, yaitu protein yang berfungsi membawa
oksigen dalam darah. Dalam tes HbA1C, pasien tidak perlu menjalani puasa terlebih
dahulu. Hasil tes HbA1C di bawah 5,7 % merupakan kondisi normal. Hasil tes
HbA1C di antara 5,7-6,4% menunjukkan pasien mengalami kondisi prediabetes.
Hasil tes HbA1C di atas 6,5% menunjukkan pasien menderita diabetes.
2.3. Prevalensi
Data WHO menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit tidak menular pada tahun
2004 yang mencapai 48,30% sedikit lebih besar dari angka kejadian penyakit menular, yaitu
sebesar 47,50%. Bahkan penyakit tidak menular menjadi penyebab kematian nomor satu di
dunia (63,50%). Sebagai bagian dari agenda untuk tujuan pembangunan berkelanjutan 2030,
negara anggota telah menetapkan target untuk mengurangi angka kematian akibat penyakit
3|Diebetes Mellitus
tidak menular (termasuk diabetes), menjadi sepertiganya, agar dapat mencapai Universal
Health Coverage (UHC) dan menyediakan akses terhadap obat-obatan esensial yang
terjangkau pada tahun 2030.
Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes pada tahun
2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Prevalensi diabetes di dunia (dengan
usia yang distandarisasi) telah meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, meningkat
dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan
faktor risiko terkait seperti kelebihan berat badan atau obesitas. Selama beberapa dekade
terakhir, prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan
menengah daripada di negara berpenghasilan tinggi.

2.4. Patofisiologi dan Klasifikasi Diabetes Mellitus


Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal, jumlah
insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut
dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena
pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah
penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan yang ketiga karena kerusakan
reseptor insulin di jaringan perifer.

Glukosa terbentuk dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari terdiri dari karbohidrat,
protein dan lemak. Kemudian glukosa akan diserap melalui dinding usus dan disalurkan
dalam darah. Setelah mkan, kadar glukosa dalam darah akan lebih tinggi. Untuk mencegah
meningginya glukosa dengan tiba-tiba, insulin berfungsi menyimpan glukosa dalam bentuk
glikogen dalam hati dansel-sel otot. Jika kadar gula menurun maka simpanan glikogen akan
kembali ke dalam darah.
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar glukosa
darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel beta pankreas
untuk mengsekresi insulin. Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga
berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi.
Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti contoh penyakit autoimun
dan idiopatik.
a. DM Tipe 1
DM Tipe 1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada DM Tipe 1 kelainan terletak
pada sel beta yang bisa idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak mampu mensintesis dan

4|Diebetes Mellitus
mensekresi insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang
tidak ada sekresi insulin sama sekali. Disebabkan karena faktor genetik atau faktor
imunologi ( autoimun). Jadi pada DM Tipe 1 ini terjadi kekurangan insulin secara absolut
atau defisiensi insulin

Keterangan Gambar :
1. Makanan diubah menjadi glukosa
2. Pankreas tidak memproduksi insulin sama sekali
3. Hati melepaskan glukosa simpanan
4. Sel tubuh tidak dapat menerima glukosa sebagai sumber energi
b. DM Tipe 2
DMT2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar
insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap
dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka DMT2 dianggap sebagai non insulin dependent
diabetes mellitus. DMT2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan
gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi
insulin (resistensi insulin). Defisiensi fungsi insulin pada penderita DMT2 hanya bersifat
relatif dan tidak absolut. Pada awal perkembangan DMT2, sel B menunjukan gangguan
pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi
insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi
kerusakan sel-sel B pankreas.

 Resistensi Insulin
Dua patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus DMT2 secara genetik
adalah resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas. Resistensi insulin merupakan
kondisi umum bagi orang-orang dengan berat badan overweight atau obesitas. Insulin
tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa

5|Diebetes Mellitus
pankreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi
insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat guna mengkompensasi peningkatan
resistensi insulin, maka kadar glukosa darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi
hiperglikemia kronik. Hiperglikemia kronik pada DMT2 semakin merusak sel beta di
satu sisi dan memperburuk resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit DMT2
semakin progresif.
Secara klinis, makna resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin yang lebih
tinggi dari normal yang dibutuhkan untuk mempertahankan normoglikemia. Pada tingkat
seluler, resistensi insulin menunjukan kemampuan yang tidak adekuat dari insulin
signaling mulai dari pre reseptor, reseptor, dan post reseptor. Secara molekuler beberapa
faktor yang diduga terlibat dalam patogenesis resistensi insulin antara lain, perubahan
pada protein kinase B, mutasi protein Insulin Receptor Substrate (IRS), peningkatan
fosforilasi serin dari protein IRS, Phosphatidylinositol 3 Kinase (PI3 Kinase), protein
kinase C, dan mekanisme molekuler dari inhibisi transkripsi gen IR (Insulin Receptor).
 Disfungsi Sel Beta Pankreas
Pada perjalanan penyakit DMT2 terjadi penurunan fungsi sel beta pankreas dan
peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga terjadi hiperglikemia kronik
dengan segala dampaknya. Hiperglikemia kronik juga berdampak memperburuk
disfungsi sel beta pankreas.
Sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas dapat memproduksi insulin
secukupnya untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin. Pada saat diagnosis
DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang adekuat
untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin oleh karena pada saat itu fungsi sel
beta pankreas yang normal tinggal 50%. Pada tahap lanjut dari perjalanan DMT2, sel
beta pankreas diganti dengan jaringan amiloid, akibatnya produksi insulin mengalami
penurunan sedemikian rupa, sehingga secara klinis DMT2 sudah menyerupai DMT1
yaitu kekurangan insulin secara absolut.
Sel beta pankreas merupakan sel yang sangat penting diantara sel lainnya seperti sel
alfa, sel delta, dan sel jaringan ikat pada pankreas. Disfungsi sel beta pankreas terjadi
akibat kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Jumlah dan kualitas sel beta
pankreas dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain proses regenerasi dan kelangsungan
hidup sel beta itu sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel beta, kemampuan
adaptasi sel beta ataupun kegagalan mengkompensasi beban metabolik dan proses
apoptosis sel.
6|Diebetes Mellitus
Pada orang dewasa, sel beta memiliki waktu hidup 60 hari. Kondisi normal, 0,5% sel
beta mengalami apoptosis tetapi diimbangi dengan replikasi dan neogenesis. Normalnya,
ukuran sel beta relatif konstan sehingga jumlah sel beta dipertahankan pada kadar
optimal selama masa dewasa. Seiring dengan bertambahnya usia, jumlah sel beta akan
menurun karena proses apoptosis melebihi replikasi dan neogenesis. Hal ini menjelaskan
mengapa orang tua lebih rentan terhadap terjadinya DMT2.
Pada masa dewasa, jumlah sel beta bersifat adaptif terhadap perubahan homeostasis
metabolik. Jumlah sel beta dapat beradaptasi terhadap peningkatan beban metabolik yang
disebabkan oleh obesitas dan resistensi insulin. Peningkatan jumlah sel beta ini terjadi
melalui peningkatan replikasi dan neogenesis, serta hipertrofi sel beta.
 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit
DMT2. Faktor lingkungan tersebut adalah adanya obesitas, banyak makan, dan
kurangnya aktivitas fisik. Peningkatan berat badan adalah faktor risiko terjadinya DMT2.
Walaupun demikian sebagian besar populasi yang mengalami obesitas tidak menderita
DMT2. Penelitian terbaru telah menelaah adanya hubungan antara DMT2 dengan
obesitas yang melibatkan sitokin proinflamasi yaitu tumor necrosis factor alfa (TNFα)
dan interleukin-6 (IL-6), resistensi insulin, gangguan metabolisme asam lemak, proses
selular seperti disfungsi mitokondria, dan stres retikulum endoplasma.

Keterangan Gambar :
1. Makanan diubah menjadi glukosa
2. Pankreas memproduksi insulin sebagai kunci glukosa menuju sel tubuh
3. Hati melepaskan glukosa simpanan dan lambat untuk menyerap glukosa
4. Sel tubuh tidak dapat menerima glukosa sebagai sumber energi
7|Diebetes Mellitus
c. DM Gestasional
Kebutuhan insulin tinggi selama fase akhir kehamilan normal dan hanya berbeda
sedikit antara wanita normal yang hamil dan wanita penderita DMG hamil. Meskipun
demikian, pada penderita DMG respons insulin secara konsisten berkurang terhadap
pasokan nutrien. Sejumlah defek fungsi sel β pankreas juga ditemukan pada wanita dengan
riwayat DMG, mayoritas penderita DMG mengalami disfungsi sel β akibat resistensi insulin
kronik sebelum kehamilan.
Defek pengikatan insulin pada reseptornya di otot skeletal bukan penyebab resistensi
insulin pada wanita penderita DMG. Banyak defek lain seperti gangguan pensinyalan
insulin, berkurangnya ekspresi PPARγ, dan berkurangnya transpor glukosa yang dimediasi
insulin telah ditemukan pada otot skelet ataupun sel lemak pada wanita penderita DMG. Di
antara defek di atas, belum diketahui pasti penyebab primer ataupun fundamental terjadinya
defek kerja insulin pada DMG. Temuan terbaru menunjukkan adanya defek post-reseptor
jalur pemberian sinyal insulin pada plasenta wanita hamil yang mengalami diabetes dan
obesitas. Temuan lain menunjukkan bahwa gangguan post- reseptor pemberian sinyal
insulin di bawah regulasi maternal bersifat selektif dan tidak diregulasi oleh janin.
DMG dipicu oleh loading antigen fetus sendiri. Interaksi antara human leukocyte
antigen-G (HLA-G) dan nuclear factor-kB (NF-kB) diindikasikan sebagai penyebab DMG.
Diabetes melitus pada pasien yang menjalani transplantasi organ diduga analog dengan
terjadinya DMG pada kehamilan. Pada kedua kasus, loading antigen memicu proses
diabetologenik; penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan.
Diet dan gaya hidup juga berperan pada kejadian DMG. Diet banyak daging merah,
daging yang diproses, produk biji-bijian yang dirafinasi, gula, kentang goreng, dan pizza,
berasosiasi kuat dengan kejadian DMG. Sebaliknya diet buah-buahan, sayuran hijau,
produk unggas, dan ikan, berasosiasi terbalik dengan kejadian DMG. Wanita yang
mengonsumsi >6 porsi daging merah dalam seminggu memiliki risiko 1,7 kali menderita
DMG dibandingkan wanita yang hanya mengonsumsi <1,5 porsi daging merah per minggu.
Kombinasi diet berindeks glikemik tinggi dan rendah serat meningkatkan risiko DMG 2,15
kali dibandingkan diet berindeks glikemik rendah dan kaya serat.

2.5. Komplikasi Diabetes Mellitus


a. Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik adalah suatu keadaan gangguan metabolik yang disebabkan
karena kekurangan insulin dan ditandai dengan terjadinya hiperglikemia, asidosis, dan

8|Diebetes Mellitus
meningkatnya benda keton. Ketoasidosis diabetik sering ditemukan pada penderita diabetes
mellitus tipe 1 dan jarang ditemukan pada pendeita diabetes mellitus tipe 2. Terdapat
berbagai faktor yang menjadi pencetus terjadinya komplikasi ketoasidosis diabetik, yaitu
penderita berhenti menggunakan terapi insulin secara rutin, infark miokard, diabetes
mellitus tipe 1 yang tidak terdekteksi dan infeksi yang merupakan faktor pencetus paling
umum (Porth, C.M., 2000).
Apabila terjadi defisiensi insulin maka seluruh proses yang melibatkan insulin akan
terganggu. Ketika terjadi defisiensi insulin, maka kadar glukosa dalam darah akan tinggi
(hiperglikemia) karena tidak adanya insulin yang membantu transpor glukosa ke dalam sel
serta tubuh tetap memproduksi glukosa melalui proses glukoneogenesis di hati. Kondisi
hiperglikemia ini menyebabkan kelebihan glukosa dibuang melalui urin (glukosuria).
Adanya kelebihan glukosa ini menyebabkan peningkatan osmolaritas, sehingga tubuh
kehilangan cairan dan elektrolit serta terjadi dehidrasi. Penderita ketoasidosis diabetik
menjadi cepat haus sehingga banyak minum (polidipsia).
Terjadinya defisiensi insulin menyebabkan liposisis tidak dapat dihambat, sehingga
lipolisis yang secara terus menerus menyebabkan meningkatnya pembentukkan asam lemak
bebas. Berasal dari asam lemak bebas tersebut, hati membentuk benda keton (asam
asetoasetat, asam β- hidroxibutirat, dan aseton) melalui proses yang dinamakan ketosis.
Benda keton yang terbentuk akibat ketosis akan dikeluarkan melalui urin (ketonuria) dan
melalui nafas, sehingga nafas penderita diabetes yang menderita ketoasidosis diabetik
berbau seperti buah. Pada kondisi ketosis terjadi akumulasi benda keton yang akan
mengakibatkan pH turun dibawah 7,3 dan terjadi asidosis metabolik yang menstimulasi
penderita bernapas dalam dan cepat (Kushmaul breething) karena individu berusaha
mengurangi asidosis dengan mengeluarkan kaerbon dioksida (asam volatil) (Corwin, 2008;
Crowley, 2004).
b. Hiperosmolar Hiperglikemik
Hiperglikemik hiperosmolar nonketonik merupakan suatu keadaan gangguan metabolik
yang disebabkan karena meningkatnya resistensi insulin dan kelebihan asupan glukosa,
ditandai dengan adanya hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa ketoasidosis.
Kejadian ketoasidosis diabetik dapat ditemukan pada penderita diabetes mellitus tipe 1 dan
tipe 2. Namun, prevalensi kejadian lebih sering terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe
2 dibandingkan dengan tipe 1.
Meningkatnya kadar glukosa dalam darah yang ekstrim dapat menyebabkan
hiperglikemia berat. Kadar glukosa darah penderita yang menderita hiperglikemik
9|Diebetes Mellitus
hiperosmolar nonketonik dapat mencapai lebih dari 600 mg/dL. Kondisi hiperglikemia ini
menyebabkan meningkatnya osmolaritas plasma yang dalam keadaan normal 275-295
mOsm/L, meningkat melebihi melebihi 310 mOsm/L, sehingga mengakibatkan cairan dari
dalam sel tertarik dan meningkatnya volume urin (poliuria). Meningkatnya volume urin
mengakibatkan dehidrasi berat dan juga hilangnya kalium.Dehidrasi yang terjadi pada
penderita hiperglikemik hiperosmolar nonketonik lebih berat dibandingkan pada penderira
ketoasidosis diabetik.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan di mana kadar glukosa dalam darah berada di
bawah kadar normal (3,0 mmol/L atau 60 mg/dL). Kondisi hipoglikemia sering terjadi pada
penderita diabetes yang mendapat terapi insulin dan kadang juga terjadi pada penderita
diabetes yang mendapat terapi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea (glibenklamid,
glimepirid, gliklazid) dan glinid (repaglinid, nateglinid) yang bekerja dengan cara
meningkatkan sintesis insulin (Watkins, P.J., 2003).
Kondisi yang menyebabkan hipoglikemia pada penderita diabetes adalah penderita
mengurangi jumlah asupan makanan atau tidak makan dalam jangka waktu yang lama
setelah penyuntikan insulin atau konsumsi obat hipoglikemik oral, sehingga kadar glukosa
dalam darah turun karena asupan karbohidrat tidak sebanding dengan jumlah insulin yang
tinggi setelah penyuntikan. Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipoglikemia adalah
aktivitas berlebihan, yang akan menurunkan glukosa darah karena glukosa banyak diubah
menjadi energi untuk beraktivitas, sedangkan kadar insulin dalam tubuh tinggi.
d. Neuropati Diabetik
Neuropati Diabetik merupakan kerusakan saraf karena diabetes, dimana terjadi
penurunan fungsi dari bagian distal sel saraf manusia. Neuropati merupakan komplikasi
yang paling sering terjadi pada penderita diabetes mellitus yaitu mencapai 50%. Neuropati
diabetik meningkat risikonya dengan bertambahnya usia dan lama pasien menderita
diabetes mellitus.
e. Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik merupakan penyebab utama kebutaan di dunia dan di Amerika
Serikat pada orang dengan usia kurang dari 60 tahun. Retinopati diabetik adalah salah satu
komplikasi mikrovaskular pada diabetes mellitus (DM) tipe 1 dan 2 yang terjadi akibat
proses hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama (Harrison). Lebih banyak terjadi pada
pasien DM tipe 2 karena pada pasien tersebut sudah mengalami hiperglikemia yang cukup
lama sebelum terdiagnosis DM. Sebagian besar penderita DM akhirnya akan mengalami
10 | D i e b e t e s M e l l i t u s
retinopati dan mereka juga cenderung menjadi katarak dan glaukoma (McCance, K., &
Huether, S. E., 1998).
f. Nefropati
Nefropati adalah penyakit atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh rusaknya
pembuluh darah atau unit-unit ginjal yang bekerja membersihkan darah. Penyebab
utamanya adalah end stage renal disease (ESRD), yaitu suatu kondisi kerusakan ginjal
yang spesifik pada DM yang mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi filtrasi dimana
molekul-molekul besar seperti protein akan ikut tersekresi di urin. Indikasi awal nefropati
adalah adanya deteksi mikroalbuminuria yaitu ekskresi albumin 30-299 mg/hari atau 20-199
µg/menit dalam urin (American Diabetes Association, 2004).
g. Diabetic Foot Ulcer (Kaki Diabetik)
Neuropati diabetik merupakan 60% penyebab terjadinya foot ulcer. Diabetic Foot
Ulcer merupakan luka kompleks dan kronis yang dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Diabetic Foot Ulcer dapat diderita oleh
penderita diabetes mellitus tipe 1 maupun tipe 2. Meningkatnya kadar glukosa dalam darah
mengakibatkan meningkatnya beberapa enzim seperti aldose reduktase dan sorbitol
dehydrogenase, dengan meningkatnya glukosa akan menyebabkan sintesis dari mioinositol
menjadi berkurang yang berakibat akan terganggunya penghantaran impus saraf.
Pasien diabetes yang terluka pada bagian saraf berada pada risiko tinggi untuk terkena
cedera ringan tanpa menyadari terjadinya cedera tersebut sampai menjadi ulcer. Pasien
diabetes meliltus yang telah mengenai saraf otonom, kulitnya menjadi kering dan pecah-
pecah yang menyebabkan rentan terjadi infeksi. Pasien foot ulcer awalnya tidak sadar
terkena ulserasi pada kakinya karena pasien tersebut tidak melihatnya dimana terjadi di
bawah kaki. Penyakit ini sering dinamakan “cermin diabetes”, karena pasien tidak sadar
sudah terjadi ulserasi pada kakinya. Hal tersebut bisa menyebabkan luka karena pasien
secara tidak sengaja akan menggaruk kakinya. Luka yang muncul disebut dengan “gula
kering”, sedangkan bila luka tersebut terkena infeksi maka akan menimbulkan “gula basah”,
yaitu bagian luka pada penderita menjadi berair.

2.6. Terapi Diabetes Mellitus


a. Tujuan
Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman,
dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

11 | D i e b e t e s M e l l i t u s
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

b. Jenis Terapi
Secara umum terapi diabetes mellitus dibagi menjadi dua yaitu terapi non-farmakologi
dan teapi farmakologi.
1) Non- Farmakologi
Terapi non-farmakologi merupakan langkah terapi awal yang sangat
direkomendasikan bagi pasien diabetes melitus baik tipe 1 atau pun tipe 2. Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam terapi non-farmakologi adalah makanan, aktivitas,
pengaturan berat badan, dan psikologis. Pengaturan asupan makanan penting dalam
terapi non-farmakologi agar tercapai metabolisme yang optimal di dalam tubuh. Bagi
penderita diabetes mellitus tipe 1, fokus terapi yang dilakukan adalah bagaimana
caranya mengatur keseimbangan antara administrasi insulin dan asupan makanan yang
masuk kedalam tubuh sehingga tercapai berat badan yang ideal. Sementara pada pasien
diabetes mellitus tipe 2, biasanya ditetapkan batas kalori yang dikonsumsi untuk
penurunan berat badan. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar diabetes mellitus
tipe 2 terjadi akibat adanya obesitas. Namun, kembali lagi aturan diet yang ditetapkan
bergantung dari body mass index (BMI). Terapi non-farmakologis yang digunakan
antara lain:
o Pengaturan Nutrisi
Pengaturan nutrisi atau diet merupakan kunci utama keberhasilan penatalaksanaan
DM. Jumlah asupan kalori disesusaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut dan kegiatan fisik. Pada dasarnya, diet bertujuan utama untuk mempertahankan
berat badan ideal. Penurunan berat badan dapat mengurangi resistensi insulin dan
memperbaiki respon sel-sel β pankreas terhadap stimulus glukosa.
Pada penderita DM tipe 1, difokuskan pada regulasi administrasi insulin dengan
diet seimbang untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Diet yang
dianjurkan yaitu diet karbohidrat dalam jumlah cukup dan rendah lemak, dengan gizi
seimbang. Pada penderita DM tipe 2, diet rendah kalori harus dilakukan untuk
mencapai penurunan berat badan.

12 | D i e b e t e s M e l l i t u s
o Olahraga
Olah raga teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar glukosa darah tetap
normal. Jenis dan porsi olah raga harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan
pasien DM. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi,
bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan
selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri
pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan
meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan
penggunaan glukosa (DiPiro, J.T., et al., 2005).
2) Terapi Farmakologi
Algoritma terapi diabetes dibedakan antara tipe 1 dengan tipe 2. Pada penderita
diabetes mellitus tipe 1, pasien harus menggunakan insulin karena sel β pankreas yang
tidak mampu memproduksi insulin. Prinsip terapi diabetes mellitus tipe 1 adalah
menyeimbangkan antara makanan yang masuk dan insulin yang diadministrasi.
Pemilihan jenis insulin yang digunakan juga diperngaruhi dari onset dan durasi jenis
insulin tersebut dan asupan gizi yang masuk.
Pada terapi diabetes mellitus tipe 1 dikenal konsep basal-bolus, yaitu kombinasi
penggunaan intermediate atau long-acting insulin sebagai komponen basal dan short-
acting insulin sebegai komponen bolus agar dapat mereplikasi insulin fisiologis normal.
Secara umum, insulin basal dapat digunakan 50% dari total dosis per hari, sisanya diisi
dengan dosis bolus pada makanan tiga 5 kali sehari. Sebagai dosis awal, pasien diabetes
mellitus diberikan 0,6 unit/kg per hari. Dosis umum pasien diabetes mellitus tipe 1
adalah 0,6-1unit/kg per hari.
Penderita diabetes mellitus tipe 2 berbeda dengan tipe 1 karena sel β pankreas
masih bisa mengeluarkan insulin namun kurang sensitivitas. Dalam terapi diabetes
mellitus 2, beberapa target sasaran yang harus terpenuhi adalah:
o A1c ≤ 6,5%
o Kadar SMBG puasa ≤ 110 mg/dl
o Kadar SMBG 2 jam setelah makan ≤ 140-180 mg/dl
Sebagai langkah awal, terapi non-farmakologi selalu diupayakan untuk mencapai
target tersebut. Bila dengan terapi non-farmakologi targetnya terpenuhi, maka kadar
A1c harus dicek selama 3-6 bulan. Bila target tidak terpenuhi, terapi farmakologi bisa
digunakan dengan menggunakan antidiabetik oral tunggal.

13 | D i e b e t e s M e l l i t u s
2.7. Penatalaksaan Terapi Diabetes Mellitus Type 1
Pilihan terapi untuk DM tipe 1 hanya insulin. Pengobatan modern DM tipe 1 adalah
dengan menyeimbangkan karbohidrat yang dimakan dengan proses penurunan glukosa dan
juga dengan olahraga. Secara sederhana, sekresi insulin dapat dibagi menjadi basal (kadar
insulin yang relative konstan selama periode sebelum makan dan setelah absorbsi makanan)
dan bolus (peningkatan tajam kadar insulin setelah makan). Sensitivitas dan sekresi insulin
tidak konstan sehingga regimen insulin diberikan dengan konsep basal-bolus untuk meniru
insulin fisiologis, dan hal ini berkaitan dengan pemberian jumlah injeksi insulin dalam sehari.
Konsep basal-bolus adalah konsep pemberian insulin sebagai usaha untuk meniru
fisiologi normal insulin dengan kombinasi intermediate insulin atau long acting insulin untuk
memberikan komponen basal dan short-acting insulin atau rapid acting insulin untuk
memberikan komponen bolus. Intermediate acting insulin contohnya adalah NPH, long acting
insulin contohnya insulin glargine dan insulin detemir, short acting insulin contohnya adalah
insulin regular sedangkan rapid-acting insulin contohnya adalah insulin lispro, insulin aspart,
insulin glulisin dan insulin exubera. Berikut adalah contoh regimen terapi insulin secara
intensif.
2.8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Type 2

Target terapi untuk diabetes adalah HbA1c ≤6,5%, Fasting SMBG ≤110 mg/dL, dan
Post Prandial SMBG ≤140-180 mg/dL. Terapi pertama untuk pasien diabetes adalah terapi
non farmakologi atau gaya hidup yaitu edukasi diabetes, modifikasi pada nutrisi dan
olahraga. Untuk pasien dengan HbA1c 6,5-7%, perubahan gaya hidup diperkirakan cukup
untuk menurunkan kadar HbA1c ≤6,5%. Pasien dengan HbA1c awal ˃7% tetapi ˂8% dapat
diobati dengan antidiabetik oral tunggal atau kombinasi dengan dosis rendah. Pasien dengan

14 | D i e b e t e s M e l l i t u s
HbA1c awal ˃8% dapat diberikan terapi awal dengan kombinasi 2 antidiabetik oral atau
dengan insulin. Pasien dengan HbA1c 9%- 10% biasanya membutuhkan lebih dari 2
kombinasi antidiabetik untuk mencapai target. Terapi awal untuk pasien diabetes dengan
obesitas adalah dengan metformin yang dititrasi dosisnya sampai 2000 mg/hari. Sedangkan
pasien dengan berat badan normal dapat diterapi dengan sulfonylurea. Jika terjadi kegagalan
terapi awal dalam mencapai target, maka obat dapat ditambah dengan obat diabetes lain
yang mekanismenya berbeda. Terapi awal pasien dengan HbA1c ˃9-10% dilakukan dengan
kombinasi antidiabetik oral, biasanya kombinasi metformin dengan sulfonylurea.
Tiazolidindion dapat menggantikan metformin jika pasien memiliki intoleransi pada
metformin, tetapi penggunaan TZD harus hati-hati pada penderita gagal jantung. Ketika
penurunan glukosa pasien masih kurang adekuat untuk mencapai target, dapat digunakan
kombinasi 3 antidiabetik oral, dengan penambahan TZD, exenatide, DPP IV inhibitor, insulin
basal.
Terapi harus disesuaikan dengan kadar HbA1c, FPG, biaya, keuntungan tambahan
(seperti penurunan berat badan), kontraindikasi dan efek samping. Jika dengan kombinasi
antidiabetik oral kadar HbA1c masih 8,5-9%, maka harus diberikan terapi insulin dengan
penghentian penggunaan sulfonylurea ketika terapi insulin sudah diberikan. Jika pasien
mengalami obesitas dan HbA1c ˂8,5%, untuk kombinasi antidiabetik oral ketiga dapat
menggunakan exenatide atau inhibitor DPP IV.
2.9. Terapi insulin
Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi leh selβ pulau Langerhans kelenjar
pankreas. Secara kimia, insulin adalah protein yang terdiri dari 51 asam amino, 30 di
antaranya membentuk satu rantai polipeptida (rantai A) dan 21 asam amino lainnya
membentuk rantai kedua (rantai B). Kedua rantai tersebut dihubungkan dengan ikatan
disulfida. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk diguanakn sebagai
sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati.
Insulin penting untuk kelangsungan hidup individu dengan diabetes tipe 1, yang-sel β
telah rusak. Ini juga memainkan peran utama dalam terapi individu dengan diabetes tipe 2
bila gejala mereka tidak dapat dikontrol dengan diet dan olahraga saja atau kombinasi dari
agen antidiabetes. Insulin juga digunakan pada pasien dengan diabetes tipe 2 selama
kehamilan atau periode penyakit penyerta atau stres misalnya, pembedahan.
a. Mekanisme
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian
metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pancreas akan langsung diinfusikan

15 | D i e b e t e s M e l l i t u s
ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu
transport glukosa dari darah ke dalam sel.
Insulin membantu masuknya glukosa ke sel otot rangka dan adiposa dengan
merangsang fosforilase intrasel yang kompleks dan berakhir dengan pembentukan
transporter glukosa (GLUT4). GLUT4 ditranslokasi ke dinding sel, glukosa plasma masuk
ke sel melelalui GLUT4.
b. Klasifikasi
Insulin dapat diklasifikasikan berdasarkan asal insulin serta berdasarkan lama kerjanya.
Adapun klasifikasinya yaitu:
1) Berdasarkan asalnya
 Insulin Babi
Insulin babi memiliki perbedaan 1 asam amino dengan insulin manusia yaitu
treonin, asam amino ke-30 pada rantai A disubstitusi dengan alanin.substitusi ini
hanya memiliki efek minimal pada struktur molekul protein, memungkinkan
antibodi tubuh lebih sedikit berinteraksi dengan insulin babi dibandingkan dengan
insulin sapi.
 Insulin Sapi 12
Insulin sapi memiliki perbedaan 3 asam amino dengan insulin manusia, yaitu
pada rantai A treonin asam amino ke-30 dan ke-8 disubstitusi dengan alanin, dan
isoleusin asam amino 10 disubstitusi dengan valin.
 Insulin Manusia
Kebanyakan insulin manusia diproduksi menggunakan modifikaasi genetik.
Proses ini melibatkan DNA rekombinan teknologi menggunakan E.Coli.
2) Berdasarkan Lama Kerjanya
 Rapid Acting Insulin
Insulin Lispro, aspartate, dan glulisin merupakan insulin analog yang dihasilkan
melalui teknolgi rekombinan. Ketika disuntikkan secara subkutan, insulin Lispro dan
Aspart diabsorpsi dengan cepat dan mencapai kadar maksimum dalam darah setelah
1-2 jam. Insulin Lispro dan Aspart diadministrasi 20-60 menit sebelum makan,
memiliki onset 15-30 menit dan durasi kerja sekitar 3-4 jam. Insulin Lispro dan
Aspart merupakan sediaan insulin yang jernih. Insulin jenis ini dapat diberikan
secara intravena pada keadaan hiperglikemia yang sangat parah untuk mendapatkan

16 | D i e b e t e s M e l l i t u s
efek hipoglikemia yang cepat. Namun durasi kerja insulin yang diberikan secara
intravena hanya berlangsung selama 30 menit.
Contoh insulin regular (Kristal zink insulin, CZI). CZI merupakan suatu larutan
mengandung zink yang diperlukan dalam proses pemurnian dan kristalisasi. Insulin
regular memiliki onset 30 menit – 1 jam setelah pemberian secara subkutan. Kadar
maksimum diperoleh setelah 2-3 jam. Durasi insulin regular adalah 3-6 jam. Pada
injeksi subkutan, regular insulin membentuk gumpalan kecil yang disebut dengan
hexamer yang kemudian mengalami konversi menjadi dimer yang diikuti menjadi
monomer sebelum absorbsi sistemik terjadi. Oleh karena itu, pasien harus
diberitahukan untuk menyuntikan regular insulin secara subkutan 30 menit sebelum
makan. Insulin regular dapat diberikan secara intravena pada keadaan hiperglikemia
yang parah dan diabetes ketoasidosis. Regular insulin adalah satu-satunya insulin
yang dapat diberikan secara intravena.
 Intermediate Acting Insulin
Merupakan hasil penelitian jangka panjang modifikasi insulin kerja sedang dan
merupakan campuran antara PZI (Protamina Zink Insuline) dan CZI. Dapat
diberikan sebagai dosis tunggal. 14 Insulin Semilente adalah insulin zinc amorf.
Insulin Lente adalah campuran 30% insulin zinc amorf dan 70% kristal zinc insulin.
Isophane atau Neutral Protamine Hagedorn (NPH) merupakan kompleks insulin zinc
kristalin dan insulin zinc protamin. Ketiganya terdapat dalam bentuk suspensi.
Insulin Lente memiliki onset 3-4 jam. Kadar maksimum dicapai setelah 6-12 jam
setelah pemberian. Durasi kerja insulin Lente adalah 12-18 jam. NPH memiliki
onset 2-4 jam. Kadar maksimum dicapai setelah 4-6 jam setelah pemberian. Durasi
kerja insulin Lente adalah 8-12 jam.
 Insulin Campuran
Beberapa kombinasi insulin telah tersedia secara komersial. NPH tersedia dalam
kombinasi 70/30 dan 50/30 dengan insulin regular. Campuran dua macam insulin
dengan masa kerja pendek juga telah tersedia. Campuran dua macam insulin dengan
masa kerja pendek juga telah tersedia. Campuran Humalog 75/25 yang terdiri dari
75% suspensI insulin lispro protamine dan 25% insulin lispro. Camouran Novolog
70/30 yang terdiri dari 70% insulin aspart protamine dan 30% insulin aspart.
Suspensi insulin lispro dan aspart dikembangkan secara khusus pada produk

17 | D i e b e t e s M e l l i t u s
campuran dan tidak tersedia secara komersial dalam keadaan terpisah (sediaan
tunggal).
c. Indikasi Terapi dengan Insulin
 DM tipe 1, memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta tidak
ada atau hampir tidak ada.
 DM tipe 2, membutuhkan insulin bila
- Terapi jenis lain tidak dapat mencapai target pengendalian kadar glukosa darah.
- Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan miokard
akut atau stroke.
 DM gestasional dan DM dengan kehamilan membutuhkan insulin bila perencanaan
makan saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
 Pengobatan sindroma hiperglikemi hiperosmolar non ketotik.
 DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori,
untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan
memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan
insulin.
 Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO.
d. Dosis Insulin
Dalam tipe 1 DM, kebutuhan harian rata-rata untuk insulin adalah 0,5-0,6 unit/kg,
dengan sekitar 50% yang diberikan sebagai insulin basal, dan 50% sisanya diberikan untuk
mencukupi kebutuhan insulin setelah makan. Selama penyakit akut dengan keadaan
resistensi insulin relatif, diperlukan insulin dosis tinggi. Pada tipe 2 DM dosis yang lebih
tinggi diperlukan untuk pasien dengan resistensi insulin yang signifikan. Dosis bervariasi
tergantung pada resistensi insulin yang mendasari dan bersamaan penggunaan obat oral.
Table 1. penggunaan insulin pada pasien DM
Insulin long acting/ Glargine 10 unit sebelum tidur
5 unit pada keadaan yang dikhawatirkan
terjadi hipoglikemia.
15 unit pada pasien DM tipe 2, obesitas,
infeksi, luka terbuka, dalam terapi steroid,
pasca CABG
Insulin Short/ Rapid acting 0,1 U/kg tiap makan
Sesuaikan atau berikan setelah makan
pada pola makan yang tidak teratur

18 | D i e b e t e s M e l l i t u s
Periksa glukosa saat makan dan sebelum makan-insulin tambahan
200-299 mg/dl Tambah insulin rapid acting 0,075
U/kgBB
>300 mg/dl Tambah insulin rapid acting 0,1 U/kgBB
Sesuaikan dosis glargine untuk mempertahankan glukosa darah puasa 80- 110 mg/dl
Jika tercapai sesuaikan insulin rapid acting untuk mencapai kadar glukosa darah
sebelum makan dan sebelum tidur 120-200mg/dl
e. Cara Penyuntikan Insulin
 Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan
arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
 Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.
 Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan
kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat
sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain,
dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.
 konsentrasi insulin harus diperhatikan dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan
semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan memakai
konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL).
2.10. Terapi Antidiabtes Oral (ADO)
Berdasarkan cara kerjanya, ADO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
A. Pemicu sekresi insulin
1. Sulfonilurae
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal
dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Pada penggunaan obat golongan sulfonylurea dapat menurunkan HbA1c sebesar
1,5-2 % dan menurunkan fasting plasma glucose 60 to 70 mg/dL. Respon positif pada
pasien dengan kadar fasting plasma glucose < 250 mg/dL dan kadar C- peptide yang
tinggi. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan
seperti orang tua, gangguan pada ginjal dan hati, serta penyakit kardiovaskular, tidak
dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

19 | D i e b e t e s M e l l i t u s
 Klasifikasi
Generasi pertama (first generation) dan generasi ke dua (second generation).
Generasi pertama terdiri dari acetohexamide, chlorpropamide, tolazamide,
tolbutamide dan generasi kedua erdiri dari glimepiride, glipizide, glyburide.
Perbedaan klasifikasi didasarkan pada perbedaan dalam potensi relatif dan pengikatan
serum protein plasma
 Interaksi Obat
Obat /senyawa lain Mekanisme Efek

substitisi sulfonilurea dari ikatan plasma Hipoglikemia


Sulfonamida protein berkompetisi terhadap enzim
oksidatif di hati
menggantikan sulfonilurea dari ikatan Hipoglikemia
Salisilat protein.
berkompetisi terhadap enzim oksidatif di Hipoglikemia
fenilbutazon hati
mengurangi ekskresi sulfonilurea Hipoglikemia
Allopurinol
Probenesid
Menginhibisi enzim metabolisme Hipoglikemia
kloramfenikol sulfonilurea di hati.
Penurunan efluk calsium sehingga Hiperglikemia
Ca chanel bloker penurunan pelepasan insulin
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Dalam monoterapi, keduanya secara signifikan menurunkan glukosa
postprandial dan menurunkan level HbA1c. Dosis repaglinid 4 mg 3xsehari. Dosis
nateglinid 120 mg 3xsehari pada populasi yang sama dapat menurunkan nilai HbA1c
sebesar 0,8 %. Obat ini dapat digunakan untuk meningkatkan sekresi insulin ketika
makan.
 Interaksi obat
Kontrol glikemik dan hipoglikemia harus dimonitoring secara seksama ketika
inducer atau inhibitor CYP3A4 diberikan bersama repaglinid. Gemfibrozil

20 | D i e b e t e s M e l l i t u s
merupakan obat yang sering dipakai untuk pengobatan hipertrigliseridemia pada
DM, lebih dari 2 kali waktu paruh repaglinid dan menyebabkan perpanjangan reaksi
hipoglikemik. Nateglinid menunjukkan inhibitor yang lemah pada CYP2C9
terutama metabolism tolbutamid.
B. Peningkatan Sensitivitas terhadap insulin
1. Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat
memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan pada hati secara berkala.
Tiazolidindion dapat digunakan sebagai monoterapi pada pasien non-obesitas dan
obesitas dengan DM Tipe 2 yang dengan perubahan gaya hidup tidak mencapai kontrol
glikemik yang memadai. Pada umumnya tiazolidindion digunakan sebagai monoterapi
jika metformin tidak ditoleransi.
Tiazolidindion sering digunakan dalam kombinasi dengan obat antidiabetes lain,
khususnya metformin. Kombinasi dari tiazolidindion dengan insulin dapat
meningkatkan kontrol glikemik sekaligus mengurangi dosis insulin, terutama pada
pasien obesitas. Jika tidak ada kontraindikasi, rosiglitazone dan pioglitazone dapat
digunakan pada orang tua. Tiazolidindion juga dapat dipertimbangkan untuk pasien
dengan gangguan ginjal ringan, tetapi dengan mempertimbangkan potensi edema.
Penggunaan tiazolidindion tidak dianjurkan pada wanita hamil
C. Penghambat gluconeogenesis
1. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin secara konsisten menurunkan
level HbA1c 1,5%-2%, menurunkan level FPG (Fasting Plasma Glucosa) 60-80 mg/dL,
menurunkan level FPG ketika sangat tinggi (>300 mg/dL). Metformin dapat
menurunkan trigliserida plasma dan LDL-C 8%-15% dan meningkatkan HDL-C 2%.
Metformin menurunkan plasminogen activator inhibitor-1 sehingga menyebabkan
penurunan berat badan 2-3 kg.
21 | D i e b e t e s M e l l i t u s
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien- pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian
metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk
memantau efek samping obat tersebut.
D. Penghambat Absorbsi Glukosa
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia.
Inhibitor α-glukosidase dapat digunakan sebagai monoterapi, biasanya untuk pasien
dengan DM Tipe 2 dengan pasca - hiperglikemia prandial. Namun, obat ini lebih sering
digunakan sebagai tambahan untuk terapi lain, untuk mencapai target pasca hiperglikemia
prandial.
Inhibitor α-glukosidase juga dapat digunakan untuk memperpanjang periode pasca-
prandial untuk mengurangi glikemik interprandial atau hipoglikemia pada individu
penerima sulfonylurea atau insulin. Acarbose juga telah ditunjukkan untuk mencegah
perkembangan IGT untuk DM Tipe 2.
Ketika memulai terapi dengan inhibitor α-glukosidase pasien harus disarankan untuk
diet yang mengandung karbohidrat kompleks. Inhibitor α-glukosidase harus diberikan
dengan makanan, mulai dengan dosis rendah (misalnya 50 mg / hari acarbose) dan
perlahan-lahan selama beberapa minggu.
Pemantauan pasca glikemia prandial sering membantu. Inhibitor α-glukosidase
dikontraindikasikan untuk pasien dengan riwayat penyakit usus kronis, dan dosis tinggi
acarbose sesekali dapat meningkatkan konsentrasi enzim hati; sehingga dianjurkan untuk
mengukur konsentrasi transaminase secara berkala pada pasien yang menerima dosis
maksimum
E. DPP-IV inhibitor
DPP IV Inhibitor (Dipeptidyl peptidase - 4 Inhibitors) yaitu enzim yang berperan dalam
menghambat kerja DPP IV, yang akan menyebabkan t ½ GLP 1 menjadi lebih lama.
 Mekanisme
1. Makanan masuk kedalam sistem pencernaan, lalu dicerna dalam usus halus.
2. Kemudian akan merangsang pengeluaran GLP 1. GLP 1 akan bekerja pada;
22 | D i e b e t e s M e l l i t u s
a. Pankreas, didalam pankreas GLP 1 berfungsi untuk:
 Menekan sekresi glukagon dan meningkatkan sekresi insulin
 Meningkatkan konsentrasi incretin endogen yang dapat meningkatkan
sekresi insulin yang diinduksi oleh nutrisi (makanan).
b. Otak, pada otak GLP akan mengirimkan sinyal rasa kenyang ke lambung dan
pengosongan lambung melalui via vagus, sehingga dapat mempengaruhi
berat badan, tetapi efeknya tidak terlalu besar, hanya sedikit yang
mempengaruhinya.
3. Tetapi, GLP 1 akan didegradasi cepat oleh DPP IV sehingga t ½ GLP 1 menjadi
singkat (< 2 menit).
4. Sehingga dibutuhkan obat penghambat kerja DPP IV untuk mencegah
percepatan degradasi GLP 1 sehingga t ½ tidak menjadi singkat.

23 | D i e b e t e s M e l l i t u s
BAB III
Studi Kasus

Ny. AB (40 tahun, BB 70 kg, TB 150 cm) mengaku beberapa bulan terakhir sering merasa
lemas, merasa haus dan merasa lapar. Ia pun merasa terganggu dengan kondisi sering buang
air kecil dan sering kesemutan. Diketahui, Ibu dari Ny.AB mempunyai riwayat DM. Ia sangat
suka makan kue-kue yang manis, jeroan, dan makanan bersantan namun ia kurang suka
makan buah dan sayur. Setelah periksa ke dokter, diketahui hasil gula darah puasa = 160
mg/dL, gula darah sewaktu = 240 mg/dL dan oleh dokter didiagnosis DM tipe 2. Oleh dokter
diberi obat metformin 500 mg 3x1 dan disuruh untuk melakukan pola hidup sehat.

1. Faktor resiko apa yang menyebabkan terjadinya DM tipe 2 pada Ny. AB?
Ny.AB Memiliki riwayat DM yang menyebabkan Ny.AB beresiko terkena DM, selain
itu Ny AB sering mengkonsumsi makanan yang manis-manis,jeroan dan makanan
bersantan.
2. Gejala apa yang dialami oleh Ny.AB yang merupakan gejala DM tipe 2?

• Sering merasa lemas


• Merasa haus (polydipsia)
• Merasa lapar (polifagia)
• Sering buang air kecil (polyuria)
• Sering kesemutan
3. Apakah terapi yang diberikan oleh dokter sudah tepat? Jelaskan! Jika tidak
tepat, bagaimana terapi yang seharusnya
Terapi yang diberikan sudah tepat, akan tetapi untuk mencapai tujuan terapi maka
ditambahkan dengan monitoring untuk melakukan pola hidup sehat selama 3 bulan dan
dibarengi dengan menggunakan obat antidiabetes oral. Setelah 3 bulan dilakukan cek
up kadar glukosa darah dan kadar HbA1c. Karena, penderita sudah memiliki riwayat
DM dan pola hidupnya tidak sehat
4. Bagaimana pola hidup sehat yang seharusnya dilakukan oleh Ny.AB untuk
membantu menurunkan kadar gula darah?
Seharusnya, obat metformin diberikan sebanyak 500 mg 2 x 1. Di konsumsi saat makan
atau segera sesudah makan untuk menghindari gangguan pada perut (gastrointestinal
upset). Efek samping obat metformin adalah nausea, muntah-muntah, terkadang diare,
penurunan nafsu makan, nyeri otot dan kram, lemas dan mengantuk.
5. Bagaimana pola hidup sehat yang seharusnya dilakukan oleh Ny.AB untuk
membantu menurunkan kadar gula darah?
Perencanaan makan pada diabetes mellitus tidak berbeda dengan perencanaan makan
pada orang normal. Sebaiknya, jumlah kandungan kolesterol normal <300 mg/hari.

24 | D i e b e t e s M e l l i t u s
Diusahakan lemak dari sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak
jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g /hari, diutamakan serat larut. Dan dianjurkan
untuk berolahraga 3-4 kali seminggu.
6. Apakah kesemutan yang dialami Ny. AB ada kaitannya dengan diabetes?
Jelaskan!
Ada, Kesemutan merupakan salah satu gejala dari komplikasi neuropati diabetic.
Terjadi karena kadar gula darah yang tinggi melemahkan dinding pembuluh darah yang
memberi asupan oksigen dan nutrisi untuk sel saraf. Akibatnya, terjadi kerusakan dan
gangguan pada saraf.

25 | D i e b e t e s M e l l i t u s
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2004.Nephropathy in Diabetes. Diabetes Care vol 27


Anonim. II. Tinjauan Pustaka A. Diabetes Melitus (DM). Tersedia : digilib.unila.ac.id
rd
Corwin, Elizabeths J,2008, Handbook of Pathophysiology, 3 .
Crowley, L.V., 2004, An Introduction to Human Disease : Pathology and Pathophysiology
Correlations Sixth Edition.
Decroli, Eva. Diabetes Melitus Tipe 2. 2019. Padang: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(2009). Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, p. 490-491.
DiPiro, Joseph T., et al. (2005). Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach 6th
edition. The McGraw-Hill Companies, Inc., United States of America, p.1347-1349.
Fatimah, Restyana. (2015). DIABETES MELITUS TIPE 2. Vol 4 Nomor 5.
Tersedia:juke.kodokteran.unila.ac.id/615-1212-1-SM.pdf
Gunawan,S.G. 2007. Farmakologi dan Terapan. Departemen Far,akologi dan Terapetik
FakultasKedokteran : Universitas Indonesia
Kurniawan, L . B. (2016). Patofisiologi, Skrining, dan Diagnosis Laboratorium Diabetes
MelitusGestasional.Vol.43no.11.Tersedia:e.journal.umm.ac.id
McCance, K., & Huether, S.E. (1998).Understanding Pathophysiology. 6th Ed. USA:Elsevier
Porth, C.M., 2000., Pathophysiology Fifth Edition, Lippincott, Philadelphia
Putra, A. R. (2017). Diabetes Melitus. Tersedia : repository.unimus.ac.id
Sukandar, E. Y., et al. (2009). ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan, Jakarta. Tan Hoan
Tipe, Diabetes Melitus, et D. I. Indonesia. konsensus pengelolaan DM. 2011.
Tjay dan Rahardja, K. (2008). Obat-obat Penting. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, p.
748.

26 | D i e b e t e s M e l l i t u s

Anda mungkin juga menyukai