Anda di halaman 1dari 38

Proposal

FORMULASI SEDIAAN BLUSH ON EKSTRAK ETANOL BUAH


NAGA (Hylocereus polyrhizus)

Disusun Oleh :

Vicka Galuh Febryanthie 24041116102

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GARUT
2019
FORMULASI SEDIAAN BLUSH ON EKSTRAK ETANOL BUAH NAGA

(Hylocereus polyrhizus)

PROPOSAL

Sebagai salah satu Tugas Mata


Kuliah Metodologi Penelitian pada
program S1 Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Garut

Juni, 2019

Vicka Galuh Febryanthie

24041116102

Disetujui oleh :

Aji Najihudin M.Farm., Apt

Dosen Pembimbing
KATA PENGATAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan
Karunia-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Usulan Penelitian dengan judul “FORMULASI SEDIAAN BLUSH ON
EKSTRAK ETANOL BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus)”. Proposal penelitian
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi
Penelitian sebagai mata kuliah wajib pada Program Studi S-1 Jurusan Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Garut.

Saya menyadari dalam penyusunan proposal ini tidak akan terlaksana tanpa
bimbingan dari orang orang terlibat, yang rela mengorbankan harta, tenaga, waktu, dan
pikirannya dalam menyelesikan proposal ini. Untuk itu pada kesempatan kali ini saya
dari hari terdalam ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan segala dukungan, doa, dan
bimbingan serta motivasi hingga akhirnya saya dapat menyelesaikan
proposal ini.
2. dr.Siva Hamdani.,MARS.,M.Farm, selaku Dekan Fakultas Mipa
Universitas Garut.
3. Para Wakil dekan dan Ketua Program Studi S1 Farmasi, FMIPA UNIGA.
4. Bapak Aji Najihudin,M.Farm.,Apt Selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Metodologi Penelitian.
5. Segenap Dosen dan Civitas Akademika Fakultas Mipa Universitas Garut.
6. Keluarga besar Universitas Garut, kawan dan sanak seperjuangan atas
semua dukungan, semangat, dan kerjasamanya.

Penulis menyadari Proposal ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Maka
saya mengharapkan kritik dan saran pembaca agar kelak penelitian ini dapat
memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan penelitian lapangan, juga dapat
dikembangkan lebih baik lagi dikemudian hari. Aamiiin.
PENDAHULUAN

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke 19,
pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, selain itu untuk kecantikan juga
untuk kesehatan(1). Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai
secara besar besaran pada abad ke 20(2). Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (Epidermis, rambut,
kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama
untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan atau memperbaiki bau
badan atau memelihara tubuh(1).

Akhir-akhir ini penggunaan kosmetik untuk menambah estetika semakin


meningkat. Berdasarkan lembaga survey, sepuluh produk kosmetik dekoratif yang
paling banyak digunakan khususnya wanuta adalah blush on, lipstick, bedak,
foundation, pelembab, lipgloss, mascara, eyeliner, pensil alis, dan eyeshadow(2).

Kosmetik yang berfungsi untuk merias bagian tubuh tertentu disebut


kosmrtik dekoratif. Tujuan penggunaan kosmetik dekoratif adalah untuk alasan
psikologis yaitu mengubah penampilan sehingga tampak lebih cantik, menutupi
hal-hal yang dapat mengurangi kecantikan seperti garis-garis penuaan, dan noda
bekas jerawat(3).

Salah satu contoh kosmetik dekoratif yaitu blush on. Blush on adalah
sediaan kosmetik yang digunakan untuk mewarnai pipi dengan sentuhan artistic
sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tatarias wajah(4).

Berdasarkan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan nomor


00386/C/SK/II/90 dan Peraturan Mentri Kesehatan RI nomor
445/MENKES/PER/V/1998 beberapa pewarna blush on banyak yang mengandung
pewarna sintetik seperti K10 yang bersifar karsinogen. Penggunaan pewarna pada
kosmetik dekoratif blush on umumnya berasal dari bahan-bahan sintetik seperti K3
dan K10. Namun zat warna sintetik tersebut memili kelemahan seperti iritasi,
merah, bengkak, dan karsinogen. Untuk menghindari efek samping dari zat warna
sintetik maka dipilih zat warna dari alam. Salah satu tumbuhan sebagai penghasil
zat warna alam adalah buah naga (Hylocereus polyrhizus).

Diantara pigmen warna alami yang dapat diekstrak dari sumber bahan alam
adalah antosianin dan betalanin. Antosianin merupakan komponen bioaktif kelompok
flavonoid yang dapat memberikan warna merah, ungu. Sedangkan betalain adalah zat
warna yang berfungsi memberikan warna ungu. Betalain dapat digunakan sebagai
pewarna alami dalam bentuk ekstrak. Pada penelitian ini akan dikembangkan formulasi
sediaan blush on ekstrak etanol buah naga (Hylocereus polyrhizus).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat diidentifikasikan


berapa % konsentrasi ekstrak etanol buah naga yang dapat memberikan warna stabil
pada formula blush on dan apakah formulasi ini aman. Tujuan dari penelitian ini
menghasilkan konsentrasi ekstrak buah naga yang dapat memberikan warna stabil pada
formula blush on dan menghsilkan formulasi sediaan blush on yang mengandung zat
warna buah naga yang aman. Kegunaan penelitian diharapkan dapat menambah
informasi ilmiah pewarna alami dari buah naga untuk blush on.
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Botani Daun Jati


1.1.1 Klasifikasi Tumbuhan
Bahan alam yang digunakan dalam oenelitian formulasi blush on ini
adalah buah naga yang klasifikasinya terdiri dari :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Castales
Famili : Cactaceae
Subfamili : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus polyrhizus

1.1.2 Nama Daerah

Nama Umum: Dragon Fruit or Dragon Pearl Fruit, Scientific name:


Hylocereus undatus, atau synonym, Cereus triangularis, Malaysia: Kaktus
madu, Chinese: Long guo (Mandarin). Vietnamese: Thanh long. Indonesia:
Buah Naga. nama lain: Pitahaya, Strawberry Pear, Cactus fruit, Night
blooming Cereus, Belle of the Night, Cinderella plant.

1.1.3 Morfologi Tanaman

Secara morfologi, tanaman Buah Naga termasuk tanaman yang tidak


lengkap karena tidak memiliki daun. Untuk beradaptasi dengan lingkungan
gurun, tanaman buah naga memilki duri disepanjang batang dan cabangnya.
Tanaman buah naga merupakan tanaman memanjat dan bersifat empifit. Di
habitat aslinya tanaman ini tanaman ini memanjat tanaman lain untuk
tumbuh. Meskipun akarnya yang didalam tanah dicabut, tanaman buah naga
masih bisa bertahan hidup karena terdapat akar yang tumbuh di batang.
Akar udara tersebut mampu menyerap cadangan makanan dari udara.

a) Akar
Buah naga memiliki perakaran yang bersifat epifit, menempel atau
merambat pada tanaman lain. Akarnya berupa akar serabut yang
terdapat pada pangkal batang yang tumbuh pada media tanah maupun
yang menempel pada media rambatan berupa tiang atau kayu.
Akar tanaman ini sangat tahan kekeringan dan tidak tahan dengan
genangan yang cukup lama. Akar tanaman buah naga tidak terlalu
panjang dan terbentuk akar cabang. Dari akar cabang tumbuh akar
rambut yang sangat kecil, lembut, dan banyal.
Perakaran buah naga umumnya dangkal, berkisar 20-30 cm. namun,
menjelang produksi buah tanaman ini memanjangkan akarnya hingga
mencapai kedalaman 50-60 cm, mengikuti panjangnya batang berwarna
coklat yang tertanam di dalam tanah.
b) Batang dan Cabang
Penampang melintang batang tanaman buah naga berbentuk
segitiga, memanjang hingga mampu mencapai panjang maksimum
sekitar 9 meter dengan warna hijau hingga hijau tua. Batang tanaman
ini mempunyai duri-duri yang merupakan ciri utama famili kaktus.
Bagian batang tanaman buah ini berlapis lilin dan mampu memanjat
pada tembok atau batang penopang.
Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan
berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Batang berukuran panjang dan
bentuknya segitiga dengan warna hijau. Pada batang ini banyak tumbuh
cabang dimana batang dan cabang tersebut berfungsi sebagai daun
dalam proses asimilasi. Batang dan cabang ditumbuhi duri-duri yang
keras tetapi sangat pendek sehingga tidak mencolok. Letak duri tersebut
pada tepi batang maupun cabang.
c) Bunga
Bunga tanaman buah naga terletak pada sulur batang, berbentuk
terompet, dan berwarna putih. Susunan bunga merupakan susunan
bunga majemuk. Buahnya berbentuk bulat panjang dan lonjong serta
berdaging warna merah dan sangat tebal.
Tanaman buah naga mempunyai bunga yang indah berwarna putih
kekuning-kuningan sehingga tak jarang orang memelihara tanaman
buah naga untuk tujuan ornamental. Bunga tanaman buah naga ini
mekar sempurna pada malam hari dengan panjang bisa mencapai 29
cm.
Sekilas bunga buah naga ini berbentuk seperti buah nanas, seluruh
permukaan bunga tertutup oleh mahkota yang bersisik, berbentuk
corong memanjang berukuran sekitar 30 cm. Kelopak bunganya
berwarna hijau. Bunga akan mekar sempurna pada malam hari sekitar
pukul 22.00 (night blooming receus), saat mekar mahkota akan
berwarna putih bersih, didalamnya terdapat benang sari berwarna
kuning dan mengeluarkan aroma harum. Sementara ditengahnya
terdapat kepala putik yang nantinya akan menjadi buah jika sudah
terjadi penyerbukan.
d) Buah
Buah naga bebentuk bulat panjang, letak buah pada umumnya
mendekati ujung cabang atau batang. Pada batang atau batang dapat
tumbuh buah lebuh dari satu, terkadang bersamaan atau berhimpitan
(Rahayu, 2014).
• Buah naga daging putih (Hylocereus undatus)

Buah naga jenis ini memiliki daging buah putih dan biji-biji hitam
yang kontras dengan kulit merahnya. Tingkat kemanisannya berkisar
antara 10-13 briks, artinya lebih rendah dari jenis lainnya. Bobotnya
mencapai 650 gram denagn kulit bewarna merah bersulur hijau.

• Buah naga merah (Hylocereus polyrizus)


Buah naga merah ini memiliki buah lebih kecil dari pada buah naga
putih buah naga jenis ini mampu menghasilkan bobot rata-rata sampai
500 gram. buah naga merah memiliki kadungan rasa manis mencapai
15 briks.

• Buah naga super red (hylocereus costaricensis)

Buah naga super red adalah buah naga yang memiliki daging super
merah. Buah ini tumbuh dengan baik seperti buah naga jenis lainnya di
daerah dengan sinar matahari yang cukup pada dataran rendah hingga
sedang. Bentuk buahnya bulat dengan sulur berwarna merah. Bobot
buah naga ini mencapai 500 gram per buah, memiliki tingkat kemanisan
13-15 briks.
• Buah naga kuning (Hylocereus megalanthus)
Buah naga kuning memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan buah
naga lainya. Kulit buahnya berwarna kuning hampir tidak bersisik,
memiliki tingkat kemanisan mencapai 18 briks.
Buah naga berbentuk bulat lonjong dengan diameter 10–12 cm,
berkulit tebal. Seperti nama sebutannya jenis buah naga daging putih
ini mempunyai kulit berwarna merah ketika masak, berjumbai
kehijauan dan daging buah berwarna putih dengan biji-biji hitam yang
bertebaran. Buah naga memiliki daging yang berserat halus dan
terdapat biji-biji hitam berukuran kecil yang tersebar pada daging buah,
dan memiliki tekstur daging buah lunak dengan rasa manis dan sedikit
masam. Umumnya buah berada didekat ujung cabang atau pertengahan
cabang. Buah bisa tumbuh lebih dari satu pada setiap cabang sehingga
terkadang posisi buah berdekatan.
e) Biji
Biji berbentuk bulat berukuran kecil dengan warna hitam. Kulit biji
sangat tipis, tetapi tidak keras. Biji ini dapat digunakan untuk
perbanyakkan tanaman secara generatif. Namun perbanyakan tanaman
menggunakan biji memakan waktu cukup lama, sehingga jarang sekali
pembudidaya yang menerapakannya. Setiap buah terdapat sekitar 1.200
– 2.300 biji (Kristanto, 2003). Perbanyakan tanaman menggunakan biji
jarang digunakan karena memerlukan waktu yang cukup lama sampai
tanaman berproduksi

1.1.4 Kandungan Buah Naga


Secara keseluruhan, buah ini baik untuk kesehatan dan dapat
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi sehari-hari. Hasil analisis
laboratorium Taiwan Food Industry Develop and Research Authoritis
tahun 2007, didapatkan hasil pada Tabel 2.2:

Zat Kandungan Gizi


Air 82,5 – 83 g
Protein 0,159 – 0,229 g
Lemak 0,21 – 0,61 g
Serat kasar 0,7 – 0,9 g
Karoten 0,005 – 0,012 g
Kalsium 6,3 – 8,8 g
Fosfor 30,2 – 36,1 g
Iron 0,55 – 0,65 g
Vitamin B1 0,28 – 0,043 g
Vitamin B2 0,043 – 0,045 g
Vitamin B3 0,297 – 0,43 g
Vitamin C 8–9g
Thiamine 0,28 – 0,030 g
Riboflavin 0,043 – 0,044 g
Niacin 1,297 – 1,300 g
Abu 0,28 g
Lain-lain 0,54 – 0,68

Tabel 2.2Kandungan Nilai Gizi per 100 gr Buah Naga Merah


Zat-zat di atas mempunyai fungsi sebagai berikut : (1) Protein dari
buah naga merah mampu melancarkan metabolisme tubuh dan menjaga
kesehatan jantung; (2) Serat berfungsi mencegah kanker usus, penyakit
kencing manis dan baik untuk diet; (3) Karoten berfungsi menjaga
kesehatan mata, menguatkan otak dan mencegah penyakit; (4) Kalsium
untuk menguatkan tulang; (5) Fosfor untuk pertumbuhan jaringan tubuh; (6)
Zat besi untuk menambah darah; (7) Vitamin B1 untuk kestabilan suhu
tubuh; Vitamin B2 untuk meningkatkan nafsu makan; Vitamin B3 untuk
menurunkan kandungan kolesterol; Vitamin C untuk menjaga kesehatan dan
kehalusan kulit.

1.1.5 Manfaat Buah Naga


Buah naga selain rasanya nikmat dan segar, diyakini banyak
memberikan manfaat bagi kesehatan karena memiliki kandungan unsur-
unsur yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan. Bagian-bagian buah
naga terdiri dari kulit buah, daging buah, dan biji. Kulit buah naga dapat
dimanfaatkan sebagai pewarna makanan, daging buahnya dikonsumsi
sebagai produk pangan, dan bijinya di manfaatkan dalam
pengembangiakan bibit secara generatif.
Manfaat lain buah naga supermerah yang tidak kalah pentingnya
bagi kesehatan jasmani adalah bahan antioksidan yang dikandungnya.
Antioksidan adalah zat yang bisa menghambat proses penuaan atau
kematian sel atau jaringan. Oleh karenanya pengonsumsi buah- buahan
akan terjaga kulitnya dari keriput dan awet muda.
1.2 Tinjauan Mengenai Kulit
1.2.1 Pengertian Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m2
dengan berat kira-kira 15% berat badan.

Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan


cermin kesehatan dari kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan
sensitive serta bervariasi pada keadaan iklim, umum, ras dan lokasi
tubuh(3)

Gambar 1.1 : Struktur Kulit

Tebalnya kulit bervariasi mulai dari 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari


letak, umur, jenis kelamin. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang
berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari
endoterm sedangkan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam
yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu
lapisan jaringan ikat. Kulit terdiri dari 3 lapisan utama diantaranya yaitu :

i. Lapisan Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis. Terdiri dari epitel berlapis
gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling
tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar
5% dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis diperbarui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini
tergantung letak, usia, dan factor lain. Merupakan satu lapis sel yang
mengandung melanosit. Fungsi Epidermis Proteksi barrier, organisasi
sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel,
pigmentasi (melanosit) dan pengenalan allergen (sel langerhans).
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai
yang terdalam) yaitu:
1. Stratum corneum
Stratum corneum (lapisan tanduk) merupakan lapisan kulit yang
paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak
berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat
tanduk), sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum lucidium
Terletak tepat dibawah stratum corneum, merupakan lapisan yang
tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak
tangan dan talapak kaki.
3. Stratum granulosum
Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk polygonal, berbutir
kasar, berinti mengkerut.
4. Stratum spinosum
Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri, intinya besar
dan oval. Setiap sel berisi filament-filamen kecil yang terdiri atas
serabut protein.
5. Stratum Basale
Lapisan terbawah epidermis ini terdapat sel-sel melanosit yaitu sel-
sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya
membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel
keratinosit melalui dendrit-dendritnya.
ii. Lapisan Dermis
Lapisan ini jauh lebih tebal daripada epidermis, terbentuk oleh jaringan
elastic dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar dan rambut
sebagai adneksa kulit. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu :
1. Pars papilaris yaitu, bagian yang menonjol ke dalam epidermis,
berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
2. Pars retikularis yaitu, bagian bawah dermis yang berhubungan
dengan subkutis, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastisin
dan retikulin.

Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat dan sel-sel fibroblast. Kolagen muda bersifat lentur
namun dengan bertambahnya umur menjadi stabil dan keras. Retikulin
mirip dengn kolagen muda, sedangkan elastin biasanya bergelombang,
berbentuk amorf, mudah mengambang dan elastis. Serabut-serabut
kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya
usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal. Dermis
mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung
beberapa derivate epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea, dan
kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivate
epidermis di dalam dermis. Fungsi dermis struktur penunjang,
mechanical strength, suplai nutrisi, dan respon inflamasi.
iii. Lapisan Hipodermis
Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat,
besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang
bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu
dengan lainnya oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut
panikulus adiposus, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getang
bening. Tebal jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasi di
abdomen 3 cm. lapis lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan. Lapisan
ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya.
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan
keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis
untuk regenerasi. Fungsi hypodermis, melekat ke struktur dasar, isolasi
panas, cadangan kalori, dan kontrol bentuk tubuh. Lapisan ini terdiri dari
sebagian besar jaringan adiposa dan merupakan tempat penyimpanan
lemak tubuh. Lapisan ini juga memiliki fungsi sebagai pengikat kulit
dengan permukaan dibawahnya, menyerap guncangan dari benturan
kulit dan menyediakan penyekatan suhu.
BAB II

METODE PENELITIAN

Penelitian ini diawali dengan penyiapan bahan. Lalu di determinasi di


Herbarium Bandungnese, Departemen Biologi, Sekolah Ilmu Teknologi Hayati,
Institut Teknologi Bandung kemudian dilakukan pembuatan simplisia.

Pembuata simplisia diawali dengan sortasi basah, pencucian, perajangan,


pengeringan, sortasi kering dan pembuatan serbuk. Kemudian dilakukan
pemeriksaan karakteristik simplisia, meliputi pemeriksaan makroskopik, penetapan
kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kdar abu larut air, kadar sari
larut etanol, kadar sari larut air, susut pengeringan dan penapisan fitokimia.

Selanjutnya serbuk simplisia di ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan cara


maserasi selama 3x24 jam dengan sesekali dikocok dan dua kali remaserasi yaitu
serbuk buah naga dimaserasi dengan pelarut etanol 96%. Kemudian ekstraknya
ditampung kedalam penampung dan ampasnya dimaserasi ulang dengan etanol
96% selama 24 jam. Ekstrak yang diperoleh kemudian diuapkan pelarutnya dengan
menggunakan evaporator hingga diperileh ekstrak kental. Tahap selanjutnya
pembuatan basis blush on, setelah itu dilakukan evaluasi basis meliputi pengamatan
organoleptic (perubahan warna, bau, dan tekstur), uji homogenitas, uji daya lekat
dan uji pH.

Seletah diperoleh basis terbaik untuk blush on selanjutnya dibuat formula


yang mengandung ekstrak etanol buah naga dengan berbagai konsentrasi untuk
mengetahui konsentrasi yang stabil dalam sediaan blush on. Selanjutnya dilakukan
evaluasi sediaan yang meliputi pengamatan organoleptic (perubahan warna, bau,
dan tekstur) uji homogenitas, uji daya lekat, uji pH, uji keamanan (iritasi), uji angka
lempeng total dan uji kesukaan (Hedonic test). Pengamatan sediaan dilakukan
selama 28 hari penyimpanan dan dilakukan analisis data secara statistic dengan
metode ANOVA.
BAB III

ALAT,BAHAN DAN HEWAN

3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gelas kimia, gelas ukur, mortar,
stamper, cawan porselen, krus silikat, tanur, desikator, kertas saring, rotary
evaporator, oven, botol timbang, labu bersumbat, labu bulat, pH meter, blender,
neraca analitis, spatel, sudip, kompor listrik, kaca objek, wadah produk, ayakan
mesh 100 serta alat yang umum digunakan pada laboratorium teknologi farmasi

3.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu Buah naga merah yang kemudian dibuat ekstrak etanol
96%, N-Heksan, etil asetat, etanol 95%, aseton, diklorometan, menatol, pereaksi
Dragendroff, pereaksi Mayer, pereaksi Lieberman Buchard, serbuk magnesium,
FeCl 1%, FeCl 10%, amil alcohol, HCl, Toluen, H2SO4, zinc stearate, metil
paraben, propil paraben, parfum, kaolin, paraffin cair dan talk.

3.3 Hewan
Hewan yang digunakan untuk penelitian ini adalah kelinci putih berjenis kelamin
jantan, ras New Zaeland, berumur 2-3 bulan dengan berat 1500-2000 gram.
BAB IV

RANCANGAN PENELITIAN

4.1 Penyiapan Bahan

4.1.1 Pengumpulan Bahan

Penyiapan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini

diperoleh dari Kecamatan Ciwidey, Kabupatem Bandung, Jawa Barat.

4.1.2 Determinasi Tumbuhan

Setelah bahan terkumpul, selanjutnya akan dilakukan di Herbarium

Bandungense Laboratorium Teknologi Hayati, Institut Teknologi

Bandung.

4.1.3 Pengolahan Bahan

Bahan yang telah dideterminasi kemudian dilakukan pengolahan

lebih lanjut dengan menggunakan seluruh bagian tanaman, dimulai dengan

pembersihan tamanan, sortasi basah, pencucian, setelah dicuci lalu

dikeringkan dan disimpan pada tempat yang terhindar dari cahaya

matahari langsung dan kedap udara.

4.2 Karakteristik Simplisia

4.2.1 Susut Pengeringan

Simplisia ditimbang sebanyak 1-2 gram dan dimasukan dalam botol

yang sebelumnya telah dipanaskan dengan suhu 105°C selama 30 menit


dan telah ditimbang, zat dalam botol diratakan dengan cara digoyangkan, setelah

merata kemudian botol yang berisi simplisia dimasukan ke dalam alat pengering

dengan tutup botol yang terbuka, pengeringan dilakukan sampai bobot tetap,

kemudian terakhir botol yang sudah konstan didinginkan pada desikator hingga

suhu tetap.17

4.2.2 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air simplisia dilakukan dengan menggunakan metode

destilasi dengan cara sejumlah simplisia yang diperkirakan mengandung 2-4 ml air

dimasukan kedalam labu dasar bulat, kemudian ditabahkan sebanyak ± 200 ml

toluen, labu dipanaskan dengan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih,

campuran simplisia dan toluen disuling dengan kecepatan 2 tetes per detik hingga

sebagian besar air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan dinaikan menjadi 4

tetes per detik, setelah semua air tersuling kemudian tabung penerima dibiarkan

beberapa saat hingga air dan toluen memisah sempurna. Volume air dihitung

terhadap serbuk simplisia kering.17

4.2.3 Penetapan Kadar Abu Total

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 2-3 gram dan digerus, kemudian

dimasukkan ke dalam cawan krus dan dipijarkan hingga arangnya habis,

didinginkan dan ditimbang. Jika arangnya tidak dapat hilang, maka ditambahkan

air panas, diaduk lalu dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring

bebas abu. Sisa dan kertas saring dipijarkan pada krus yang sama. Filtrat

dimasukkan ke dalam krus lalu diuapkan, dipijarkan sampai bobot tetap kemudian

ditimbang, kadar abu total dihitung terhadap simplisia.18


4.2.4 Penetapan Kadar Abu Larut Air

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dipanaskan dengan 25 mL

air selama 15 menit. Bagian yang tidak larut dikumpulkan kemudian disaring ke

dalam kaca masir, dicuci dengan air panas dan filtratnya dipijarkan selama 15

menit. Dipijarkan pada suhu 450°C sampai bobot tetap. Konsentrasi abu dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.17

4.2.5 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total dipanaskan dengan 25 mL

HCl encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan dan

disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci dengan air panas lalu

dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

dihitung terhadap bahan uji.17

4.2.6 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Sejumlah 5 gram serbuk dimaserasi selama 24 jam dengan pelarut 100 mL

etanol (96%) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6

jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring secara cepat

untuk menghindari penguapan etanol dan diuapkan 20 mL filtrat sampai kering

dalam cawan dasar rata yang telah dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap.

Kadar dihitung terhadap simplisia yang telah dikeringkan di udara.17

4.2.7 Penetapan Kadar Sari Larut Air

Sejumlah 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan pelarut

100 mL kloroform P menggunakan labu ukur bersumbat sambil berkali-kali

dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Setelah 4 jam
kemudian disaring, diuapkan 20 mL filtrat sampai kering dalam cawan penguap

yang telah dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap dan ditara. Kadar

dihitung terhadap simplisia yang telah dikeringkan di udara.17

4.3 Penafisan Fitokimia

4.3.1 Alkaloid

Sejumlah 2 gram serbuk simplisia dilembabkan dengan 5 mL amonia 30%

kemudian ditambahkan 20 mL kloroform dan digerus kuat kemudian disaring.

Filtrat diteteskan pada kertas saring dan ditambahkan pereaksi dragendorff dan

reaksi dinyatakan positif jika terbentuk endapan merah. Filtrat lainnya (lapisan

organik) diektraksi dengan HCl kemudian ditambahkan pereaksi dragendorff dan

reaksi dinyatakan positif jika terbentuk endapan merah bata dan 5 mL ekstrak HCl

dalam tabung reaksi yang lain ditambah dengan pereaksi mayer, jika terbentuk

endapan putih maka positif alkaloid.19

4.3.2 Flavonoid

Sebanyak 2 gram serbuk simplisia ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan

selama 5 menit kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 mL ditambahkan serbuk Mg

dan ditambahkan 1 mL larutan HCl pekat serta 5 mL amil alkohol, dikocok kuat

kemudian dibiarkan memisah. Jika di dalam lapisan amil alkohol, jika terdapat

warna pada lapisan amil alkohol maka positif mengandung flavonoid dalam

simplisia.19

4.3.3 Saponin

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambah 100 mL air panas, dididihkan

selama 5 menit kemudian disaring. Sebanyak 10 mL filtrat dalam tabung reaksi


dikocok vertikal selama 10 detik dan didiamkan selama kurang lebih 10 menit,

terbentuknya busa yang stabil dalam tabung reaksi menunjukan adanya senyawa

golongan saponin, kemudian ditambahkan 1 tetes HCl encer, jika setelah

penambahan 1 tetes HCl encer busa tetap stabil di dalam tabung reaksi maka

didalam simplisia tersebut dapat dinyatakan positif mengandung saponin.19

4.3.4 Tanin

Sebanyak 2 gram simplisia ditambahkan air panas 100 mL dan dididihkan

selama 15 menit kemudian disaring. Kemudian fitrat dibagi dua bagian, kedalam

filtrat pertama ditambahkan larutan besi (III) klorida 1%, terbentuknya warna biru

tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. Bagian

kedua ditambahkan pereaksi steasny (Formaldehid 30% : HCl = 2:1) kemudian

dipanaskan diatas tangas air, terbentuknya endapan merah muda menunjukan

simplisia positif mengandung tanin katekat, selanjutnya endapan disaring dan filtrat

dijenuhkan dengan natrium asetat lalu ditambah dengan larutan besi (III) klorida

1% terbentuknya warna biru tinta atau hitam menunjukkan simplisia positif

mengandung tanin galat. 19

4.3.5 Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1 gram simplisia dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam.

Kemudian disaring, filtrat diambil sebanyak 5 mL dan diuapkan dalam cawan

penguap, kemudian ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan ditambahkan 1

tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Buchard) ke dalam residu. Bila

terbentuk warna ungu kebiruan atau hijau kemungkinan terdapat steroid atau

triterpenoid. 19
4.3.6 Kuinon

Sebanyak 2 gram serbuk simplisia ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan

selama 5 menit kemudian disaring. Filtrat 5 mL dimasukkan kedalam tabung reaksi,

ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1N. Terbentuknya warna merah

menunjukan adanya senyawa golongan kuinon. 19

4.4 Ekstraksi Simplisia

Serbuk simplisia diekstraksi dengan etanol 96% (3x24 jam) secara maserasi pada

suhu kamar. Pelarut kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 50°C

hingga diperoleh ekstrak kental.


4.5 Formulasi Sediaan Blush On

4.5.1 Orientasi Basis Sediaan Blush On

Tabel IV.1

Orientasi Basis Sediaan Blush On

Komposisi Basis (%)

B1 B2 B3

Zinc Stearate 10 10 10

Parafin Cair 5 10 15

Metil Paraben 0,2 0,2 0,2

Propil Paraben 0,1 0,1 0,1

Parfum (Oleum Rose) 0,1 0,1 0,1

Kaolin 9 9 9

Talk ad 100 ad 100 ad 100

Tahap awal pembuatan basis blush on diawali dengan ditimbang bahan bahan

formulasi basis sesuai dengan modifikasi formula.

Bahan yang telah disunting kemudian digerus didalam mortar bersih sampai

homogeny, kemudian mencampurkan pengikat paraffin cair di gerus kembali sampai

homogeny, kemudian diayak dengan mesh 100 dan dimasukkan pada wadah. Kemudian

dilakukan evaluasi basis blush on meliputi pengamatan organoleptic (perubahan warma,


bau, dan tekstur), uji homogenitas, uji daya lekat, dan uji pH. Pengamatan dilakukan pada

hari ke 0, 7, 14, 21, dan hari ke 28.

4.5.2 Pembuatan Formula Sediaan Blush On

Tabel IV.2

Formula sediaan blush on ekstrak etanol buah naga

Komposisi Basis (%)

F0 F1 F2 F3

Ekstrak Buah Naga - 30 40 50

Zinc Stearate 10 10 10 10

Parafin Cair 5 5 5 5

Metil Paraben 0,2 0,2 0,2 0,2

Propil Paraben 0,1 0,1 0,1 0,1

Parfum (Oleum Rose) 0,1 0,1 0,1 0,1

Kaolin 9 9 9 9

Talk ad 100 ad 100 ad 100 ad 100


Tahap awal pembuatan formula sediaan blush on diawali dengan menimbang bahan-

bahan formulasi sesuai modifikasi formula. Bahan yang telah ditimbang lalu dicampur dan

digerus adlam mortar bersih sampai homogeny.

Tahap selanjutnya mencamourkan bahan tersebut dengan zat warna Ekstrak buah

naga didalam mortar kemudian digerus kembali sampai homogen lalu diayak dengan mesh

100 selanjutnya dimasukan kedalam wadah blush on.


4.6 Evaluasi Sediaan Blush On

4.6.1 Uji Organoleptik

Pengamatan sediaan meliputi warna, bau, dan tekstur yang diamati secara

objektif dan kontinyu. Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28.

4.6.2 Uji Homogenitas

Uji Homogenitas dilakukan dengan cara blush on dioleskan secara tipis dan

merata di atas kaca arloji, kemudian kaca arloji tersebut diarahkan ke cahaya.

Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan hari ke 28.

4.6.3 Uji Daya Lekat

Uji daya lekat dilakukan dengan cara sediaan blush on diaplikasikan pada

punggung tangan kemudian dibandingkan dengan sediaan blush on yang ada di pasaran

dan diamati dapat menghasilkan warna atau tidak. Pengamatan dilakukan pada hari ke

0, 7, 14, 21, dan hari ke 28.

4.6.4 Uji pH

Pengukuran pH pada sediaan blush on menggunakan pH meter. Dengan cata

dicelupkan pH meter kedalam sediaan blush on yang sudah dilarutkan kemudian

didiamkan sesaat dan lihat angka yang muncul pada pH meter. Pengukuran pH blush on

dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan hari ke 28. Range pH kulit normal yaitu 4,5-

6,5.

4.6.5 Uji Keamanan (Iritasi)

Uji Keamanan sediaan dilakukan dengan cara in vivo terhadap kulit kelinci

putih jantan ras New Zaeland. Pengujian dilakukan terhadap 3 ekor kelinci dengan
waktu pengamatan selama 3x24 jam, kemudian dihitung skor indeks iritasi untuk

menentukan tingkat iritasi setiap formula.

Kelinci jantan yang telah dicukur bagian punggungnya diaplikasikan sebaanyak 0,5

gram formula blush on yang mengandung ekstrak dan kontrol negative tanpa

mengandung ekstrak (basis), kemudian ditutup menggunakan kassa. Pengamatan

eritema dan edema yang dilakukan pada jam ke-24, 48, dan 72 setelah pengaplikasian

sediaan.

4.6.6 Uji Angka Lempeng Total

Sediaan blush on yang telah dilarutkan, dilakukan pengenceran sebanyak 3

kali lalu masing masing diambil 1ml, dikcok sampai homogeny, masing masing

pengenceran diambil 1ml lalu dimasukkan kedalam cawan petri secara duplo kemudian

ditambahkan nutrient agar sebanyak 20mL kedalam masing masing cawan petri,

dikocok dengan cara digoyangkan searah jarum jam 5 kali dan berlawanan arah jarum

jam 5 kali. Dibiarkan sampai media memadat kemudian diinkubasi pada suhu 370C

selama 48 jam, diamati jumlah bakteri yang terbentuk.

4.6.7 Uji Kesukaan (Hedonic Test)

Pengujian dilakukan untuk mengatahui tingkat kesukaan panelis terhadap

sediaan blush on ekstrak etanol buah naga yang telah dibuat, maka dilakukan uji

kesukaan terhadap 20 orang panelis dengan pengisian suatu kuisioner. Adapun syarat

menjadi panelist diantaranya wanita kondisi tubuh dan kulit dalam keadaan sehat dan

berusia 17-25 tahun.


BAB V

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Anggaran Biaya

Tabel 1. Anggaran Biaya Pelaksanaan Penelitian

No Jenis Pengeluaran Biaya

1. Peralatan Penunjang Rp 1.000.200

2. Bahan Habis Pakai Rp 4.060.000

3. Perjalanan Rp 1.350.000

4. Lain – lain Rp 3.075.000

Jumlah Rp 9.485.200
4.2 Jadwal Pelaksanaan

Bulan

No Tahapan Program
1 2 3 4 5

1 Persiapan

Pengumpulan buah naga,


2 Determinasi, dan Pembuatan
Simplisia

Prosesekstraksi dan
3
Karakterisasi Ekstrak

4 Penapisan Fitokimia

5 Orientasi Basis

6 Pembuatan Sediaan dan Evaluasi

7 Pembuatan Laporan Penelitian

8 Seminar Hasil
Rincian Anggaran Biaya

Harga
Justifikasi Jumlah
Material Kuantitas Satuan
Pemakaian
(Rp) (Rp)

Sewa

Oven Selama Penelitian 1 buah 10.000 10.000

Blender Selama Penelitian 1 buah 25.000 25.000

Cawan Penguap Selama Penelitian 4 buah 2.000 8.000

Cawan Krus Selama Penelitian 3 buah 3.000 9.000

Timbangan Selama Penelitian 1 buah 25.000 25.000

Penjepit Tabung Selama Penelitian 1 buah 1.000 1.000

Tang Krus Selama Penelitian 1 buah 5.000 5.000


Kompor Listrik Selama Penelitian 1 buah 50.000 50.000
Rak tabung Selama Penelitian 1 buah 2.000 2.000

Tanur Selama Penelitian 1 buah 25. 000 25.000

Stopwatch Selama Penelitian 1 buah 4.000 4.000

Desikator Selama Penelitian 1 buah 25. 000 25.000

Erlenmeyer 250 mL Selama Penelitian 2 buah 3.000 6.000

Erlenmeyer 100 mL Selama Penelitian 2 buah 3.000 6.000

Gelas Ukur 10 mL Selama Penelitian 1 buah 8.700 8.700

Gelas Ukur 25 mL Selama Penelitian 1 buah 8.800 8.800

Gelas Ukur 50 mL Selama Penelitian 1 buah 8.900 8.900

Gelas Kimia 100 mL Selama Penelitian 6 buah 3.000 18.000

Gelas Kimia 1000 mL Selama Penelitian 1 buah 6.500 6.500


Kaca Arloji Selama Penelitian 2 buah 3.000 6.000

Viskometer Selama Penelitian 5 formula 10.000 50.000


Lemari Pendingin Selama Penelitian 1 buah 25.000 25.000

pH meter Selama Penelitian 5 formula 10.000 50.000

Sentrifuga Selama Penelitian 1 buah 75.000 75.000

Labu Ukur 10 mL Selama Penelitian 6 buah 10.000 60.000

Maserator Selama Penelitian 1 buah 25.000 25.000


Corong Kaca Selama Penelitian 1 buah 3.000 3.000

Evaporator Selama Penelitian 1 buah 25.000 25.000

Autoklaf Selama Penelitian 1 Buah 25.000 25.000


2. Bahan Habis Pakai

Justifikasi Harga Satuan Jumlah


Material Kuantitas
(Rp)
Pemakaian (Rp)

Buah Naga 1 x pakai 5 Kg 10.000 50.000

Aquadest 1 x pakai 100 L 3.000 300.000

Etanol 96% 1 x pakai 3 L 45.000 135.000

N-Hexan 1 x pakai 1L 45.000 45.000

Kloroform Teknis 1 x pakai 0,5 L 200.000 100.000

Eter 1 x pakai 0,5 L 200.000 100.000

Kloroform 1 x pakai 1 L 195.000 195.000

Zinc Stearat 1 x pakai 0,1 Kg 17.500 175.000


Sorbitol 5 formula 10,5 L 40.000 420.000

Talk 5 formula 3kg 50.000 150.000

Metil Paraben 5 formula 1,5 Kg 280.000 420.000

Profil Paraben 5 formula 0.5 Kg 250.000 125.000

Oleum Rose 5 formula 2L 845.000 1.690.000

Silica Gel 1 x pakai 1 Kg 50.000 50.000

Tissue 1 x pakai 7pc s 10.000 70.000

Kertas Saring 1 x pakai 3lb r 20.000 60.000

Sub Total 4.060.000


Perjalanan

Harga
Justifikasi Jumlah
Material Kuantitas Satuan
Pemakaian (Rp)
(Rp)

Transportasi Determinasi 2 kali 150.000 300.000


UNIGA – ITB tumbuhan

Transportasi UNIGA- Pembelian Alat 5 kali 150.000 750.000


Distributor dan Bahan
(Bandung)

Transportasi Evaluasi Ukuran 2 kali 150.000 300.000


UNIGA – UNPAD Partikel

Sub Total 1.350.000

Lain-lain

Harga
Justifikasi Jumlah
Material Kuantitas Satuan
Pemakaian (Rp)
(Rp)
Determinasi Biaya 1 kali 500.000 500.000
Tanaman Administrasi

Evaluasi Ukuran Biaya 5 Formula 100.000 500.000


Partikel Administrasi
ATK dan Pembuatan 1 kali 300.000 300.000
dokumentasi laporan

Pengujian Aktivitas Alat Cukur 1 buah 250.000 250.000


Penyebuh Luka Bakar Rambut

Monev Transport Garut – 3 orang 125.000 375.000


Bandung dan
Makan
Relawan Komisi dari 20 orang 20.000 400.000
proses uji
kesukaan

Kelinci Uji Keamanan 5 ekor 50.000 250.000


Iritasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Republik Indonesia, 2010, Peraturan Menteri Kesehatan Undang-Undang No.1176


Tahun 2010, Sekretariat Negara, Jakarta, hlm 2.
2. Tranggoni RI dan Latifah F, 2007, Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik,
PT.Gramedia, Jakarta, hlm 20-21.
3. Wasitaadmaja SM, 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI Press, Jakarta, hlm 3-
135.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985, Formularium Kosmetik
Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, hlm 195-200.
5. Novi Eka Elwandi, IDENTIFIKASI MORFOLOGI TANAMAN BUAH NAGA
SUPER MERAH (Hylocereuscostaricensis) DI KABUPATEN PELALAWAN
PROVINSI RIAU, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau. Hlm 9-18
6. Ganong, W.F, 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11, EGC, Jakarta, hlm
110-125.
7. Menteri kesehatan RI, 1998, Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor
445/Menkes/Per/V/1998 tentang kosmetik, Kementrian RI, Jakarta, hlm 2.
8. Siregar,Y.D.I&Nurlela, 2011, Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami Dari
Bunga Kembang Sepatu dan Kembang Rosela, ISSN, 1978-8193, Volume 2 nomor
3, hlm 459-467.
9. Departemen Kesehatan RI, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Ditjen POM, Jakarta,
hlm 4-15.
10. Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Ditjen POM,
Jakarta.
11. Harbone,J.N, 1987, Mrtode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata & Iwang Soedira, ITB Press,
Bandung.
12. Dirjen POM I, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
13. Djamil, Ratna, Anelia, dan Tria, 2009, Penafisan Fitokimia, Uji BSLT, dan uji
Antioksidan Ekstrak Metanol Beberapa Spesies Papilionaceae, Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia, 7(2).
14. Departemen Kesehatan RI, 1989, Materia Medika Indonesia Jilid V, Ditjen POM RI,
Jakarta.
15. Departemen Kesehatan RI, 1995, Materia Medika Indonesia Jilid VI, Ditjen POM
RI

Anda mungkin juga menyukai