Disusun oleh :
Farida Istiqamah (251221017)
Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayahnya sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
dengan judul “Aplikasi HPLC Pada Analisis Senyawa Bahan Alam” tepat pada
waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Analisis
Bahan Alam.
Terimakasih kepada apt. Tutik Sri Wahyuni, S.Si., M.Si., Ph.D. selaku
dosen mata kuliah Analisis Bahan Alam, saya sebagai penulis menyadari
bahwasannya masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini oleh
karena itu penulis akan sangat menghargai kritikan dan saran untuk membangun
makalah ini lebih baik lagi, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta
menambah pengetahuan terkait Analisis Bahan Alam.
Farida Istiqamah
BAB 1
PENDAHULUAN
2.3 Maserasi
Maserasi merupakan proses ekstraksi serbuk simplisia pada temperatur
ruangan mengunakan pelarut organik dengan proses pengadukan pada waktu
tertentu. Maserasi bertujuan untuk mendapatkan zat-zat terkandung didalam bahan
(Julyantika et al., 2016). Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari. Prinsip maserasi adalah cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel mengandung zat aktif yang
akan larut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam
sel dan di luar sel maka larutan di desak keluar. Proses ini berulang sehingga
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel
(Depkes RI, 2000).
2.4 Fraksinasi
Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada suatu
ekstrak dengan menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur.
Pelarut yang umumnya dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksan, etil asetat, dan
metanol. Untuk menarik lemak dan senyawa non polar digunakan nheksan, etil
asetat untuk menarik senyawa semi polar, sedangkan methanol untuk menarik
senyawa-senyawa polar. Dari proses ini dapat diduga sifat kepolaran dari senyawa
yang akan dipisahkan. Sebagaimana diketahui bahwa senyawa-senyawa yang
bersifat non polar akan larut dalam pelarut yang non polar sedangkan senyawa-
senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut yang bersifat polar juga
(Mutiasari, 2012).
Metode pemisahan yang digunakan umumnya adalah fraksinasi cair-cair,
yaitu metode pemisahan dengan menggunakan dua cairan pelarut yang tidak
saling bercampur, sehingga senyawa yang diinginkan dapat terpisah. Metode
fraksinasi lainnya yaitu fraksinasi yang dilakukan dengan menggunakan kolom
kromatografi, yakni berupa gelas pipa yang dilengkapi dengan kran dan penyaring
didalamnya ukuran kolom yang digunakan dapat disesuaikan dengan banyaknya
sampel yang akan dipisahkan. Glass wool atau kapas biasanya digunakan untuk
menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom pengisian kolom dilakukan
dengan homogen (Harborne, 1996).
2.5 Isolasi
Isolasi adalah teknik pemisahan senyawa dari bentuk kasarnya menjadi
senyawa tunggal. Isolasi dapat dilakukan pada senyawa yang sudah diketahui
maupun yang belum diketahui. Pengembangan dari teknik isolasi dan analisis
telah memungkinkan identifikasi berbagai senyawa asing (Heinrich et al., 2012).
Faktor paling penting yang harus diperhatikan sebelum memulai isolasi adalah
sifat dari senyawa target dalam ekstrak/fraksi kasar. Sifat umum yang
mempengaruhi proses isolasi adalah kelarutan (hidrofilik/hidrofobik), sifat asam-
basa, muatan, stabilitas, dan ukuran molekul (Sarker et al., 2006).
Langkah yang dilakukan setelah diperoleh ekstrak dalam isolasi senyawa
organik bahan alam adalah pemisahan komponen-komponen yang terdapat dalam
ekstrak tersebut. Teknik yang banyak digunakan adalah kromatografi.
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan
kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi,
komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam
dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase
gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan
pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam
fase gerak akan bergerak lebih cepat (Atun, 2014). Setiap komponen memiliki
karakteristik waktu saat melewati sistem, disebut waktu retensi. Retensi adalah
pengukuran kecepatan suatu senyawa saat bergerak dalam sistem kromatografi.
Pemisahan kromatografi dapat dicapai saat waktu retensi analit berbeda dengan
komponen lainnya. Perbedaan waktu retensi ini menyebabkan pemisahan
komponen individual. Semakin kecil afinitas suatu molekul terhadap fase diam,
semakin pendek waktu yang diperlukan untuk melewati kolom. Pada sistem
kontinu seperti kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau kromatografi gas,
dimana senyawa dicampurkan dengan eluen, retensi umumnya diukur dalam
satuan “waktu retensi”, yaitu waktu antara injeksi dan deteksi. Sedangkan, pada
sistem konvensional seperti kromatografi lapis tipis (KLT) atau kromatografi
kertas, retensi diukur sebagai “faktor retensi” (atau yang biasa dikenal nilai Rf),
yaitu jarak noda senyawa dibagi dengan jarak tempuh eluen (Shah & Seth, 2010).
3.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, hot
plate Heidolp MR 3001 K, HPLC Knauer dengan detektor Photo Diode Array
(PDA), HPLC semipreparative detektor UV (Waters), oven memmert, rotavapor
Heidolph, timbangan analitik, corong pisah, ultrasonic bath (Elma Transonic
700/H), UV cabinet Camag, vacuum pump, dan mikropipet.
Penentuan berat molekul UPLC Alliance 2695 (Waters) dilakukan di Balai
Bioteknologi-BPPT, PUSPITEK , Tangerang Selatan. Sedangkan elusidasi
struktur dengan NMR Jeol 500 Mhz dilakukan di Pusat Kimia LIPI PUSPITEK,
Tangerang Selatan.
3.2 Bahan
Bahan penelitian berupa akar pasak bumi diperoleh dari persediaan PT
Djago, Semarang (asal Kalimantan Timur) dan telah dideterminasi di Herbarium
Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor
3.3 Ekstraksi
Simplisia pasak bumi untuk keperluan ekstraksi diserut sebelum dilakukan
proses ekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi dengan pelarut
metanol pada perbandingan 1:9 selama 1 malam dan dilakukan proses
penyaringan. Hasil penyaringan dilakukan pemekatan dengan rotary evaporator
sedangkan proses maserasi dilakukan tiga kali.
3.4 Fraksinasi
Ekstrak kental metanol pasak bumi yang diperoleh, dilakukan fraksinasi
pada kolom resin stiren-divinilbenzen. Proses fraksinasi dilakukan dengan cara
elusi gradien dengan fasa gerak dari air 100% sampai metanol 100%. Masing-
masing fraksi dipekatkan dan dicek dengan TLC serta profil kromatogramnya
dengan HPLC analitik.
3.8 Kajian Awal Proses Ekstraksi dari Pasak Bumi yang Terbaik
Proses produksi ekstrak pasak bumi dilakukan variasi perlakuan pelarut
yaitu membandingkan metode ekstraksi sesuai dengan kondisi dari Buku
Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan Berbasi Ekstrak Volume 2, yaitu
menggunakan pelarut etanol 96% dengan suhu 50°C selama 5 jam dibandingkan
dengan proses ektsraksi variasi pelarut 30, 50, 70, dan 96% etanol dengan suhu
50°C selama 5 jam. Masing-masing perlakuan dengan berat dan perbandingan
pelarut yang sama dimasukkan ke dalam botol 250 mL. Jumlah botol masing-
masing variasi perlakuan sebanyak 3 sampel. Proses ekstraksi dilakukan
menggunakan shaker inkubator dengan suhu 50°C. Selama 5 jam, kecepatan
putaran shaker dibuat sama, yaitu 100 rpm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Analisis TLC dan HPLC dari fraksi hasil kolom resin dengan ekstrak
awal
4.2 Isolasi Eurycomanon
Hasil yang diperoleh dari isolasi lanjut terhadap fraksi 2 dengan metode
HPLC semi preparatif diperoleh 5 isolat senyawa berdasarkan pemisahan dengan
puncak yang ada. Lima isolat senyawa hasil isolasi HPLC preparatif dilakukan
analisa HPLC dengan metode yang sama, untuk mengetahui kemurniannya. Analisa
terhadap 5 isolat tersebut juga dilakukan analisa UPLC-MS untuk mengetahui berat
molekul masing-masing senyawa hasil isolasi.
b. Keberulangan
Pengujian repeatibiltas dilakukan pada sampel ekstrak yang diekstraksi
dengan pelarut 90% metanol dan dilakukan ekstraksi secara sonikasi selama 1 jam
pada suhu 30°C. Dari hasil pengujian validasi metode, didapatkan kadar
eurycomanon pada sampel sebagai berikut: kadar eurycomanon ekstrak hasil
ekstraksi pelarut 90% metanol adalah kadar rata-rata = 9,26 ± 0,53, RSD/KV =
0,0852%. Persyaratan suatu metode memenuhi persyaratan validasi repeatabilitas
adalah jika KV ≤ 2%.
4.4 Kajian Awal Proses Produksi Ekstrak Dari Pasak Bumi yang Terbaik
Proses produksi ekstrak pasak bumi dilakukan dengan membandingkan
metode ekstraksi sesuai dengan kondisi dari Buku Pedoman Teknologi Formulasi
Sediaan Berbasis Ekstrak Volume 2 yaitu menggunankan pelarut etanol 96%
dengan suhu 50°C selama 5 jam dibandingkan dengan proses ekstraksi variasi
pelarut 30, 50, dan 70% etanol dengan suhu 50°C selama 5 jam. Hasil analisa
kadar eurycomanon beserta rendemennya terhadap masing-masing perlakuan
tersaji pada Gambar 5.
Gambar 5. Pengaruh variasi kadar etanol proses ekstraksi pasak bumi terhadap
kadar eurycomanon dan rendamen
Fraksi target diperoleh dari fraksi 25% metanol hasil isolasi dan telah
dikonfirmasi dengan elusidasi struktur NMR sebagai senyawa eurycomanon dari
akar pasak bumi dengan kemurnian 96%. Metode analisa diperoleh dengan
menggunakan HPLC dengan eluen bergradien (asetonitril : H2O) pada detektor
UV 254 nm dengan kolom RP C-18, 150 × 46 mm, 5 µm. Kajian awal proses
menunjukkan bahwa ekstraksi terbaik untuk akar pasak bumi dengan kadar etanol
30% pada suhu 50°C. Kajian ini dapat digunakan sebagai pembanding proses
ekstraksi akar pasak bumi yang berbeda dengan Buku Pedoman Teknologi
Formulasi Sediaan berbasis Ekstrak dari BPOM tahun 2013 Volume 2, yaitu
menggunakan sistem maserasi dengan pelarut etanol 96% dengan perbandingan
1:10.
DAFTAR PUSTAKA
Khari, N., A. F. A. Aisha, & Z. Ismail. 2014. Reverse Phase High Performance
Liquid Chromatography for the Quantification of Eurycomanone in
Eurycoma longifolia Jack (Simaroubaceae) Extracts and their Commercial
Products. Tropical Journal of Pharmaceutical Researchj. 13: 801-807.
Kusuma, A. S. W, & R. M. H. Ismanto. 2017. Penggunaan Instrumen High
Performance Liquid Chromatography Sebagai Metode Penentuan Kadar
Kapsaisin pada Bumbu Masak Kemasan “Bumbu Marinade Ayam
Special” Merek Sasa. Farmaka. 14: 41-46.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Jurnal Kesehatan. 7: 361-367.
Najmuldeen, G.F., Fatmanathan, G.G. Faisal, & Zulkafli. 2017. Characterization
of Eurycoma longifolia (Tongkat Ali) Essential Oils Extracted by
Microwave Assisted Extraction. Journal of Applied Pharmaceutical
Science. 7: 62-68.
Nurani, L.H., E. Kumalasari, Zainab, A. Mursyidi, S. Widyarini, & A. Rohman.
2017. Penetapan Kadar Logam, Cemaran Mikroba dan Uji Disolusi
Kapsul Ekstrak Etanol Akar Pasak Bumi. Pharmaciana. 7: 295-304.
Osman, R., N. Saim, M. Saim, & N. N. Zaini. 2016. An Experimental Design
Method for the Extraction of Eurycomanone from Tongkat Ali (Eurycoma
longifolia) Roots Using Pressurised Liquid Extraction (PLE). Malaysian
Journal of Analytical Sciences. 20: 342-350.
Permana, R. C. E. 2009. Masyarakat Baduy dan Pengobatan Tradisional Berbasis
Tumbuhan. Wacana. 11: 81-94.
Putriyani, M. F. 2011. Pengaruh Laju Alir dan Tekanan terhadap Waktu Retensi
pada HPLC. Skripsi Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.