Anda di halaman 1dari 14

LEARNING ISSUE

1. GNAPS
a. Definisi
GN akut pascainfeksi, salah satu dari kelainan glomerulus yang paling sering terjadi, disebabkan
oleh pengendapan kompleks imun pada glomerulus yang mengakibatkan proliferasi sel glomerulus
dan kerusakan terhadap sel glomerulus serta sebukan leukosit, terutama neutrofil. GNAPS  Proses
peradangan dan proliferasi sel di glomeruli ginjal yang ditimbulkan oleh reaksi imunologik terhadap
antigen tertentu.
b. Epidemiologi
Insiden penyakit ini tidak diketahui secara tepat, diperkirakan jauh lebih tinggi dari data statistik
yang dilaporkan oleh karena banyaknya pasien yang tidak menunjukkan gejala(asimtomatik)
sehingga tidak terdeteksi. GNAPS dapat terjadi pada semua usia terutama menyerang anak pada
masa awal usia sekolah (2-12 tahun), jarang dibawah usia 2 tahun (5%) , 10% pada dewasa dan rasio
laki-laki : perempuan = 2:1
Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik dan pengobatan dini
penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai.
Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan social ekonomi rendah,
masing-masing 68,9% dan 66,9%.
c. Klasifikasi
Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain :
a) Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
b) Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
- Glomerulonefritis fokal
- Nefritis herediter (sindrom Alport)
- Nefropati IgA-IgG (Maladie de Berger)
- Benign recurrent hematuria
c) Glomerulonefritis progresif cepat
d) Penyakit – penyakit sistemik
- Purpura Henoch-Schöenlein (HSP)
- Lupus erythematosus sistemik (SLE)
- Endokarditis bakterial subakut (SBE)
d. Faktor Resiko
GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus terjadi pada kelompok
sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan
kesehatan. Rasio terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama
menyerang kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%.
e. Etiologi
Glomerulonefritis pasca streptokokus didahului oleh infeksi Streptococcus β hemolyticus grup A
jarang oleh streptokokus tipe lain. Beberapa tipe yang sering menyerang saluran napas adalah dari
tipe M 1,2,4,12,18,25 dan yang menyerang kulit adalah tipe M 49,55,57,60.
f. Pathogenesis
Mekanisme dasar terjadinya sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah adanya suatu
proses imunologis yang terjadi antara antibody spesifik dengan antigen streptokokus. Proses ini
terjadi didinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Selanjutnya
sistem komplemen memproduksi aktivator komplemen 5a (C5a) dan mediator-mediator inflamasi
lainnya.Sitokin dan faktor pemicu imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon inflamasi
dengan manifestasi proliferasi sel dan edema glomerular. Penurunan laju filtrasi glomerulus
berhubungan dengan penurunan koefisien ultra filtrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus
diikuti penurunan ekskresi atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium
dengan air selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular
sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria,hipertensi,edema dan bendungan sirkulasi.
g. Patofisiologi
Meningkatanya kadar complement (C3) menunjukkan bahwa poststreptococcal glomerulonephritis
dimediasi oleh reaksi imun, dimana kompleks imun yang ada di sirkulasi darah terperangkap dalam
mebran glomerulus ketika sedang difiltrasi, dan mengakibatkan proliferasi dari sel endotel penyusun
kapiler glomerulus dan sel mesangial, membran kapiler membengkak dan permeabilitas terhadap
plasma protein dan sel darah merah meningkat, terjadilah proteinuria dan hematuria.aktivasi
komplemen ,proliferasi sel mesangial,infiltrasi glomerulus oleh sel – sel inflamasi,pembengkakan
membran kapiler tersebut juga mengakibatkan GFR menurun yang berakibat oliguria. Retensi garam
dan air dikarenakan kompensasi GFR yang menurun, juga karena hipoalbuminemia mengakibatkan
terjadinya edema dan hipertensi.

h. Manifestasi Klinik
GNAPS didahului oleh infeksi melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit
(piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma. Di Indonesia
menunjukkan infeksi melalui ISPA terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar
31,6%. Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas.
Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik.
Manifestasi Klinis GNAPS simtomatik  hematuria (makroskopis pada 65%), edema (75%),
oliguria(5-10%) dan hipertensi(50%). Gejala kardiovaskular (bendungan sirkulasi 20-70%, edea
paru). Gejala klinis timbul dalam 5-21 hari (rerata 10 hari) setelah infeks streptokokus nefritogenik.
Selain gejala-gejala utama diatas, kadang-kadang dijumpai gejala umum seperti lelah, malaise,
letargi dan anoreksia. Gangguan tersebut biasanya menghilang dalam minggu pertama setelah
istirahat di tempat tidur. Gejala gastrointestinal seperti nausea, sakit perut, konstipasi jarang
ditemukan. Gejala pucat disebabkan anemia karena proses dilusi dan edema yang menekan kapiler-
kapiler.
i. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai adalah :
- Ensefalopati hipertensi (EH).
EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat melewati
tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25 – 0,5
mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan
darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali. Penurunan tekanan darah harus
dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan
kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal.
- Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI)
Pengobatan konservatif :
a) Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori
secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari
b) Mengatur elektrolit :
Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.
Bila terjadi hipokalsemia diberikan :
Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari
NaHCO 7,5% 3 ml/kgbb/hari
K exchange resin 1 g/kgbb/hari
Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb
- Edema paru
Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai
bronkopneumoni.
- Posterior leukoencephalopathy syndrome
Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati hipertensi, karena
menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang, halusinasi visual, tetapi
tekanan darah masih normal.
j. Penegakan diagnosis
a) Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan riwayat infeksi saluran nafas 2 minggu sebelum masuk rumah sakit
diikuti bengkak di kelopak mata , BAK seperti air teh tua dengan jumlah yang sedikit, dan sakit
kepala.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebra & tungkai, hipertensi, ronki basah halus (jika
ada edema paru), peningkatan tekanan vena jugularis, asites, atau efusi pleura.
Cari tanda-tanda seperti ruam kulit, pucat, nyeri ketok costovertebral angle (CVA),
pembengkakan sendi . Pemeriksaan neurologis yang tidak normal, gangguan kesadaran.
c) Pemeriksaan Penunjang
Urinalisa
Jumlah urin biasanya berkurang dan berawarna gelap atau coklat (seperti air cucian daging).
Hematuria biasanya terdapat pada hampir semua pasien dapat secara makroskopik maupun
mikroskopik. Toraks eritrosit didapatkan pada 60-85% kasus yang menunjukkan adanya
perdarahan glomerulus. Pada penderita GNAPS mungkin pula memberikan gejala-gejala
leukosituria, toraks hialin dan torak glomeruler. Proteinuria biasanya tidak melebihi +2. Pada
kasus proteinuria +3 harus dipertimbangkan adanya gejala sindroma nefrotik. Bila lebih dari 6
bulan masih terdapat proteinuria, disebut proteinuria persisten yang menunjukkan suatu
glomerulonefritis kronik sehingga memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya.

Fungsi ginjal

LFG pada umumnya berkurang dan pengurangan ini biasanya sejajar dengan beratnya kerusakan
secara histologis. Menurunnya LFG terjadi akibat tertutupnya permukaan glomerulus dengan
deposit kompleks imun. Kadar ureum dan kreatinin serum umumnya meningkat pada fase akut
tetapi kemudian akan kembali normal. Pada sejumlah kecil kasus dapat disertai azotemia berat
disertai peningkatan fosfat, hiperkalemia, hipokalsemia dan asidosis metabolik

Darah

Anemia normokrom normositer dapat terjadi yang disebabkan hemodilusi. Beberapa peneliti
melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit, trombositopenia, peningkatan fibrinogen,
faktor VIII dan aktivasi plasmin. Jumlah leukosit pada umumnya normal atau dapat pula sedikit
meningkat dan jumlah trombosit pada umumnya normal. Laju endap darah (LED) pada
umumnya meninggi pada fase akut dan menurun sesudah gejala klinik menghilang. Walaupun
demikian LED tidak dipakai sebagai parameter sembuhnya GNAPS karena terdapat kasus-kasus
GNA dengan LED tinggi walaupun gejala-gejala klinik sudah tidak ada.
Kadar albumin dan protein total serum pada umumnya sedikit menurun yang disebabkan proses
dilusi. Menurunnya kadar albumin serum berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun
kompleks pada mesangial glomerulus.

Bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi penting untuk mengisolasi dan mengidentifikasi kuman streptokokus.


Biakan mungkin hasilnya negatif bila pasien telah diberi antimikroba. Pemeriksaan bakterologi
ini hanya bersifat mendukung adanya infeksi streptokokus sebelumnya, tetapi tidak dapat
memastikan diagnosis GNAPS karena sebagian besar penderita menunjukkan hasil negatif dan
adanya hasil yang positif tidak menjamin mempunyai sifat nefritogenik, mungkin hanya infeksi
sekunder dipengaruhi pemberian antibiotika.

Serologi

Pada pemeriksaan serologi dijumpai adanya peningkatan titer antibodi tehadap produksi antigen
ekstraseluler streptokokus. Kenaikkan titer antibodi ini dapat diukur dengan tes streptosim yaitu
antistreptolisin-O (ASTO), antistreptokinase (ASKase), antihialuronidase (aHase),
antideoksiribonuklease-B (anti-DNase-B), antinikotiniladenin dinukleotidase (ANADase) yang
digunakan untuk memastikan infeksi streptokokus sebelumnya. Titer ASTO adalah yang diukur
karena mudah dititrasi dan biasanya diperiksa pada akhir minggu pertama atau permulaan
minggu kedua oleh karena ASTO meningkat pada waktu-waktu tersebut. Kenaikan titer ASTO
timbul 10-14 hari setelah infeksi streptokokus, mencapai puncak pada minggu ke 4 dan tetap
tinggi beberapa bulan.
Respon imunologi terhadap infeksi streptokokus pada faringitis berbeda dengan yang terdapat
pada kulit. Sebagian besar anak-anak (95%) dengan faringitis akan berespon dengan peningkatan
antibodi terhadap antigen multipel. Pada infeksi kulit atau piodermi, titer ASTO jarang
meningkat karena perubahan atau inaktivasi streptolisin oleh lemak kulit akan tetapi titer anti-
Dnase-B tetap meningkat pada 90-95% kasus. Pengukuran titer setiap dua minggu akan
menunjukkan perubahan level dan akan memberikan kemaknaan yang lebih baik bahwa infeksi
sebelumnya secara sementara berhubungan dengan glomerulonefritis.

Pemeriksaan imunologi

Kadar C3 rendah pada hampir semua pasien dalam 2 minggu pertama, tetapi C4 normal atau
sedikit meningkat, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% kasus. Keadaan tersebut
menunjukkan adanya aktivasi jalur komplemen. Keadaan tersebut menunjukkan adanya aktivasi
jalur aktif komplemen. Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien GNAPS, sering kadarnya
sekitar 20-40mg/dl (normal: 80-170 mg%). Tetapi penurunan C3 tidak berhubungan dengan
parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplemen akan mencapai normal kembali dalam
waktu 8-10 minggu, sehingga pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan secara serial. Pengamatan itu
memastikan diagnosis, karena glomerulonefritis lain juga menunjukkan penurunan kadar C3
tidak berlangsung lama.

Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal jarang diindikasikan pada anak-anak dengan GNAPS, tetapi sebaiknya
dipertimbangkan pada keadaan sebagai berikut pada onset dengan gejala yang atipikal seperti
adanya anuria, sindroma nefrotik, azotemia yang nyata, tidak ada bukti serologis yang
menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Dan terlambatnya penyembuhan dengan
kadar C3 yang menurun secara persisten, hipertensi yang bermakna dan hematuria makroskopik
setelah 3 minggu atau proteinuria yang persisten atau tanpa hematuria setelah 6 bulan. Hematuria
mikroskopik selama lebih dari 1 tahun mungkin muncul dan sebaiknya diindikasikan untuk
biopsi ginjal.

Pemeriksaan Radiologis

Pada foto toraks dapat ditemukan kardiomegali, bendungan paru dan efusi pleura. Manifestasi
klinis ini kemungkinan disebabkan adanya kongesti sirkulasi sentral sekunder sebagai bagian dari
venokonstriksi perifer dan hipervolemia. Menurut penelitian Albar dkk, didapatkan gambaran
radiologis sebagai berikut: kardiomegali (84,1%), bendungan sirkulsi (68,2%), efusi pleura
(65,9%) dan edema paru (48,9%).

Elektrokardiografi

Bila tidak terdapat hiperkalemi, perubahan-perubahan pada EKG biasanya tidak spesifik,
umumnya berupa elevasi atau depresi segmen ST dan gelombang T terbalik. Bila terdapat
hiperkalemia akan didapatkan gambaran EKG berupa gelombang T yang runcing yang
merupakan gejala awal manifestasi pada jantung, walaupun hal ini tidak selalu terlihat.
Penemuan selanjutnya dapat berupa pemanjangan PR interval, gelombang P yang mendatar,
pelebaran kompleks QRS, perubahan segmen ST, takikardia ventrikuler dan fibrilasi ventrikel
terminal.
k. Diagnosis banding
Banyak kelainan ginjal yang menyerupai GNAPS, meliputi nefropati IgA, glomerulonefritis kronik
eksaserbasi akut, GNA infeksi lain, purpura HenochSchöenlein, eritematosus dan endokarditis
bakterial subakut.
l. Tatalaksana
Beratnya manifestasi klinis dari penderita GNAPS sangat bervariasi, sehingga tidak semua pasien
memerlukan perawatan di rumah sakit. Perawatan di rumah sakit hanya dianjurkan untuk anak yang
menderita hipertensi, edema yang berat, oliguria, penurunan fungsi ginjal yang berat, adanya tanda
dan gejala uremia atau dengan muntah-muntah hebat dan letargis.
Terapi bersifat supportif dan simptomatik terhadap gejala serta komplikasi dari nefritis akut. Jika
terdapat bukti infeksi streptokokus, penderita GNAPS harus mendapat terapi antibiotika
antistreptokokus. Antibiotika pilihan untuk golongan streptokokus grup A adalah penisilin (penisilin
prokain 50.000 UI/kg/hari) atau eritromisin (50 mg/kg/hari dibagi 3 dosis) selama 10 hari, alternatif
lain seperti klindamisin atau sefalosporin. Tujuan terapi antibiotika ini adalah untuk mengeradikasi
kuman dan membatasi penyebaran bakteri nefritogenik, namun tidak mempengaruhi perjalanan
penyakit serta prognosis nefritis.
Untuk mengatasi hipervolemia yang terjadi pada penderita GNAPS, diperlukan penatalaksanaan
dengan diuretika serta restriksi cairan. Diuretik loop seperti furosemid (1-2 mg/kg/kali), bekerja di
loop henle ascendens. Diuretika golongan ini menghambat sistem transport lumen, dan menghalangi
reabsorbsi natrium dan klorida, dimana sampai 25% dari natrium yang difiltrasi beserta air dapat
diekskresi.
Restriksi cairan sangat penting untuk penatalaksanaan hipertensi ringan, menghilangkan edema dan
kongesti sirkulasi. Masukan cairan dibatasi sesuai jumlah insensible water loss (IWL) untuk
mengimbangi kebutuhan cairan ketika terapi dengan diuretik. Sedangkan pada penderita dengan
oligouri kurang memberi respon dengan diuretik dan pembatasan cairan sehingga cairan harus
dibatasi ketat untuk mengatasi edema dan hipervolemia.
Efek penghambat ACE adalah menghalangi konversi angiotensin I menjadi angiotensin II melalui
penghambatan aktivitas enzim konvertase, sehingga mengurangi produksi aldosteron serta
menurunkan resistensi pembuluh darah sistemik sehingga menurunkan tekanan darah. Captopril
adalah salah satu penghambat ACE. Captopril akan menurunkan resistensi vaskular dan
meningkatkan kapasitas vena, sehingga curah jantung meningkat dan tekanan pengisian jantung
menurun. Selain itu dapat memberikan efek diuresis ringan karena aliran darah ginjal yang
meningkat serta berkurangnya aldosteron. Dosis yang diberikan 0,3 mg/kg/hari dibagi 2-3 dosis.
Terapi antihipertensi dapat diteruskan dengan dosis maintenans apabila diperlukan.
Pembatasan aktivitas dilakukan selama fase awal, terutama bila ada hipertensi, gross hematuria dan
edema berat. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan durasi gross hematuria. Pembatasan bahan
makanan (restriksi cairan, diet rendah garam, rendah protein) tergantung kepada beratnya edema,
gagal ginjal dan hipertensi.
m. Edukasi dan pencegahan
Menjaga oral hygiene yang baik dan bersih, serta penggunaan antibiotik dengan benar. Penderita dan
keluarganya perlu dijelaskan mengenai perjalanan dan prognosis penyakitnya. Keluarga perlu
memahami bahwa meskipun kesembuhan yang sempurna diharapkan (95%), masih ada
kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan memburuk (5%). Perlu dielaskan
rencana pemantauan selanjutnya, pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk protein
dan hematuria dilakukan dengan interval 4-6 minggu untuk 6 bulan pertama, kemudian tiap 3-6
bulan sampai hematuria dan proteinuria menghilang dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun.
n. Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi, sehingga
sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh
sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara
klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk
ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik.
Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gangguan
ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati hipertensi. Prognosis baik, 95%
sembuh sempuma, 3% meninggal karena komplikasi, 2% berkembang menjadi GGK.
o. SKDI
2. Urinalisis
Tes urin dapat secara makroskopis dan mikroskopis (mengevaluasi sedimen urin) serta kimiawi. Analisis
kimiawi meliputi tes protein, glukosa, keton, darah, bilirubin, urobilinogen, nitrit, dan lekosit esterase.
Tes makroskopis untuk melihat volume urine, bau, buih, warna, kejernihan, pH, dan berat jenis. Tes
mikroskopis untuk melihat eritrosit, lekosit, sel epitel, torak, bakteri, mukus, kristal, jamur dan parasit.

Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi vagina, perineum dan uretra
pada wanita, dan kontaminan uretra pada pria dapat mengurangi mutu temuan laboratorium. Mukus,
protein, sel, epitel, dan mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine dari uretra dan jaringan sekitarnya.
Oleh karena itu pasien perlu diberitahu agar membuang beberapa millimeter pertama urine sebelum
mulai menampung urine. Pasien perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Meskipun urine
yang diambil secara acak (random) atau urine sewaktu cukup bagus untuk pemeriksaan, namun urine
pertama pagi hari paling baik.

1. Tes Makroskopis
a. Pra Analitik
- Persiapan pasien
Pada umumnya tidak memerlukan persiapan khusus

- Persiapan sampel
Sampel (urin) harus terhindar dari kontaminasi. Wadah penampung hendaknya bersih dan kering.

• Identifikasi sampel: nama, nomor, alamat, umur dan penggunaan pengawet urin.Urinalisis
harus dilaksanakan dalam waktu 2 jam setelah dikemihkan. Apabila terjadi penundaan tes,
maka urin harus disimpan dalam lemari pendingin.
• Cara pengumpulan sampel yang sering digunakan adalah urin sewaktu, yakni pengumpulan
seluruh urin ketika berkemih pada suatu saat.
• Sampel urin yang dipakai untuk urinalisis adalah: urin sewaktu, yaitu urin yang dikeluarkan
pada satu waktu yang tidak secara khusus. Urin pagi, yaitu urin pertama yang dikeluarkan
pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin post prandial, urin yang pertama kali dikemihkan
1,5-3 jam setelah makan. Urin 3 gelas dan urin 2 gelas.
- Alat dan Bahan
• Gelas takar
• Carik indikator pH
• Urinometer
• Termometer ruangan
b. Analitik
- Cara Kerja:
1) Tuangkan sampel urin ke dalam gelas takar dan tentukan volumenya
2) Perhatikan warnanya, catat apakah warnanya normal atau abnormal
3) Perhatikan pula jernih keruhnya urin tersebut.
4) Celupkan 1 carik indicator pH, baca pH urin
5) Menetapkan berat jenis:
Tuang sampel urin, yang suhunya sudah sesuai suhu kamar, ke gelas urinometer, hilangkan
busa yang ada dengan memakai kertas saring Tempatkan hidrometer ke urin. Hidrometer
harus terapung bebas dan tidak boleh menyentuh dinding tabung/gelas (bila perlu putarlah
hidrometer agar terapung di tengah-tengah). Bacalah pada dasar meniscus (hindari paralax),
laporkan BJ yang dibaca

c. Pasca Analitik
Nilai rujukan

- Volume :
1 – 3 tahun : 500 – 600 ml;
3 – 5 tahun : 600 – 700 ml;
5 – 8 tahun : 700 – 1000 ml;
8 – 14 tahun : 800 – 1400 ml;
14 tahun – dewasa : 1500 ml

- Warna/kejernihan : jernih atau sedikit keruh berwarna kuning


- pH : 4,8-7,5
- BJ : 1,003-1,029

2. Tes Mikroskopis
a. Pra Analitik
- Persiapan pasien
Pada umumnya tidak memerlukan persiapan khusus

- Persiapan sampel
• Sampel (urin) harus terhindar dari kontaminasi. Wadah penampung hendaknya bersih dan
kering
• Identifikasi sampel: nama, nomor, alamat, umur dan penggunaan pengawet urin
• Urinalisis harus dilaksanakan dalam waktu 2 jam setelah dikemihkan. Apabila terjadi
penundaan tes, maka urin harus disimpan dalam lemari pendingin
• Sampel urin yang dipakai untuk tes mikroskopis sebaiknya urin pagi karena kepekatannya
tinggi.
- Alat dan bahan
• Tabung sentrifus
• Alat sentrifus
• Corong
• Kaca obyek + dekglas
• Pipet Pasteur
• Mikroskop
b. Analitik
Cara Kerja

1) Siapkan 10-15 ml sampel urin dalam tabung sentrifus selama 5 menit pada kecepatan 2000 rpm
2) Buang lapisan supernatannya, sisakan kurang lebih 1 ml urin dalam tabung sentrifus
3) Sentakkan dinding tabung dengan jari untuk mencampurkan sisa urin dengan endapan (sedimen)
4) Ambil suspensi endapan dengan pipet tetes, tempatkan 1 tetes di atas kaca obyek kemudian ditu
tup dengan kaca penutup
5) Periksalah di mikroskop:
6) Menggunakan lensa obyektif 10x: Torak; Kristal; Epitel dan elemen lain
Menggunakan lensa obyektif 40xL: Eritrosit; Leukosit

c. Pasca Analitik
Nilai rujukan:

- Eritrosit : <5 / LPB


- Lekosit : <5 / LPB
- Epitel : Normal: epitel gepeng
- Torak : Negatif/hialin
- Kristal : Negatif
- Mikroor : Bakteri < 2 / LPB

3. Analisis Kimiawi
Pemeriksaan Carik Celup

a. Pra analitik
- Alat :
Wadah Carik celup sebagai standar warna
Clinitex Status, Urisys 1100/alat baca urine lainnya

- Bahan :
Sampel urine
Reagen carik celup

b. Analitik
- Cara kerja
1) Membasahi seluruh permukaan reagen carik dengan sampel urine dan menarik carik dengan
segera, Kelebihan urin diketukkan pada bagian bibir wadah urine.
2) Menghilangkan kelebihan urine pada bagian belakang carik dengan cara menyimpan carik
tersebut pada kertas agar menyerap urine dibagian tersebut.
3) Memegang carik secara horizontal dan membandingkan dengan standar warna yang terdapat
pada label wadah carik dan mencatat hasilnya dengan waktu seperti yang tertera pada standar
carik atau dibaca dengan alat Clinitex Status.
c. Pasca Analitik
Nilai Rujukan
- Leukosit : negatif
- Nitrit : negatif
- Urobilinogen : negatif atau 0,2 EU/dL
- Protein : negatif
- PH : 5,0 – 8,5
- Darah : negatif
- Berat jenis : 1.000-1.030
- Keton : negatif
- Bilirubin : negatif
- Glukosa : negative
Daftar Pustaka
Bhimma, R. (2018). Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis Clinical Presentation.
Rauf, S., Albar, H., & Aras, J. (2012). Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Anmal:
a. Bagaimana cara mendiagnosis sakit ginjal pada kasus ini?
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa bengkak seluruh tubuh, kencing berwarna
kemerahan, BAK sedikit, batuk, riwayat sakit menelan 2 minggu sebelum MRS.
Pemeriksaan fisik didapatkan penderita dengan hipertensi, edema anasarka dan
pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hematuri, proteinuri.

b. Apakah terdapat hubungan antar gejala-gejala dengan sakit ginjal dan tekanan darah
tinggi?
Sakit ginjal  penurunan laju filtrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi atau kenaikan
reabsorbsi natrium dan air sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air selanjutnya
akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular sehingga akan
timbul gambaran klinis oliguria, edema, hipertensi.
Sakit ginjal  sejumlah besar sel darah putih menjadi terperangkap di glomeruli
glomeruli menjadi tersumbat oleh reaksi inflamasi  glomeruli yang tidak tersumbat
menjadi sangat permeabel  protein dan sel-sel darah merah bocor dari darah kapiler
glomerulus masuk ke dalam filtrat glomeruluskencing berwarna merah
Hipertensi meningkatkan tekanan inrakranial sakit kepala

a. Bagaimana prosedur pemeriksaan urinalisis?


Ada di LI

b. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?


Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus

Anda mungkin juga menyukai