KONSEP TEORI
2.1 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneum yang disebabkan oleh infiltrasi isi
usus dari suatu kondisi seperti ruptur apendiks, perforasi/trauma lambung dan
kebocoran anastomosis.
2.2 Klasifikasi
1
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa), Peritonitis yang mengikuti suatu
infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada
umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal.
Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi
ini.Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar
pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat
suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
1. Aseptik/steril peritonitis.
2. Granulomatous peritonitis.
3. Hiperlipidemik peritonitis.
4. Talkum peritonitis.
2
2.3 Anatomi dan Fisiologi
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara
kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah
abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling
mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding
rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam
rongga abdomen.Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal
atau kantong peritoneum.Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan
merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam
peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak
terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor)
meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan
membentuk mesenterium usus halus.
a. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
b. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
c. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Fungsi peritoneum:
3
2.4 Etiologi
Infeksi bakteri
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
4
akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin
tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses.
Terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites
pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E.
Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram
lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis
Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat
anaerob dan infeksi campur bakteri.
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau
nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga
peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna
bagian atas.
2.5 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai
pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
5
selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera
gagal begitu terjadi hipovolemia.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan
tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan
menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi
usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial,
pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi
usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi
peritonitis.(Ardi.2012)
6
2.6 Patway
Terlampir
a. Adanya malnutrisi
b. Keganasan intraabdomen
c. Imunosupresi
d. Splenektomi
Limpa merupakan organ limfoid terbesar dalam tubuh, mengandung 25% limfosit T
dan10-15 % limfosit B dari jumlah total populasi.Limpa sebagai respon imun
nospesifik berfungsi menghilangkan pathogen dalam darah seperti bakteri dan virus yang
dibungkus dengan komplemen.Limpa juga sebagai respon imun spesifik memproduksi
antibody, selplasma, sel memori sebagai responnya terhadap antigen yang terjebak di
periarteriolar limfoid sheath.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik,
lupuseritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.pasien dengan asites akibat
penyakit hati kronik. Akibat Asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal
sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe
mesenterium, kadang-kadang terjadi penyebaran hematogen jika telah terjadi
bakteremia.(Scribd.2013)
7
2.8Komplikasi
1. Komplikasi dini
a. Septikemia dan syok septic
b. Syok hipovolemik
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem
d. Abses residual intraperitoneal
e. Portal Pyemia (misal abses hepar)
2. Komplikasi lanjut
a. Adhesi
b. Obstruksi intestinal rekuren. (Lili.2013)
2.9 Pencegahan
a. Alkoholisme:
konsumsi alkohol yang berlebihan adalah salah satu faktor yang dapatmenyebabkan
sirosis. Karena alkohol memiliki efek yang toksik terhadap organ liver dandapat merusak
sel-sel pada liver.
b. Racun/obat-obatan
pemakaian jangka lama obat-obatan atau eksposur pada racun dapatmenyebabkan
kerusakan pada hati dan akhirnya terjadi sirosis.
Contoh-contoh dari obat-obat yang dapat menyebabkan hepatitis
akuttermasukacetaminophen (Tylenol), phenytoin (Dilantin), aspirin, isoniazid.
(Nydrazid,Laniazid), diclofenac (Voltaren), dan amoxicillin/clavulanic acid (Augmentin).
(Scrib.2013)
8
2.10 Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi
takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini
menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium
dengan peritonium.Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan,
bernafas, batuk, atau mengejan.Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti
palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut
abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum
visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda
peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang
sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi
penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau
tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual
untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-
pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan
imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau
HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati
toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan
penderita geriatric.(Ardi.2012)
10
dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone
appearance).
2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan
perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan
pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus
letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan
gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya
udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis
diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance.
2.12Penatalaksanaan
1. Therapy umum
a. Istirahat
- Tirah baring dengan posisi fowler
- Penghisapan nasogastrik, kateter
b. Diet
- Cair → nasi
- Diet peroral dilarang
c. Medikamentosa
- Obat pertama
Cairan infus cukup dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
- Obat alternatif
Narkotika untuk mengurangi penderitaan pasien
2. Therapy Komplikasi
Intervensi bedah untuk menutup perforasi dan menghilangkan sumber
infeksi.
Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal
penggantian cairan dan elektrolit yang dilakukan secara intravena,
pembuangan fokus septik (appendiks dsb) atau penyebab radang lainnya bila
11
mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.
12
Terapi bedah pada peritonitis :
1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas
dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan
infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain
kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.
1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus
pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran
cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik
(apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar
dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
13
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan
jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.Jika peritonitis
terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi.Tehnik operasi yang digunakan
untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari
saluran gastrointestinal.Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus
dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu
dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi
tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi
kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis
terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah
kanan dan menjalar ke pinggang.
Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan (B1)
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu
pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan.
15
2. Sistem kardiovaskuler (B2)
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan
hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama
jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau
septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
3. Sistem Persarafan (B3)
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun
hanya mengalami penurunan kesadaran.
4. Sistem Perkemihan (B4)
Terjadi penurunan produksi urin.
5. Sistem Pencernaan (B5)
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul
akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara
sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen,
bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun
(<12x/menit).
6. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut
dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan
otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun
akibat kekurangan volume cairan.
7. Pengkajian Psikososial terdiri dari: Interaksi sosial menurun terkait
dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan.
8. Personal Hygiene
a. Pengkajian Spiritual
b. Pemeriksaan penunjang
16
Pemeriksaan Laboratorium
a. Complete BloodCount (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan
adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count.
Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan
beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis
dapat tidak ditemukan atau malah leucopenia
b. PT, PTT dan INR
c. Test fungsi hati jika diindikasikan
d. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
e. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
(seperti pyelonephritis, renal stone disease)
f. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan
dari pH dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai
LDH
Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos
b. USG
c. CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111–labeled autologous
leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative
scan).
d. Scintigraphy
e. MRI
17
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35 x
43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus
(ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran
radiologis antara lain:
a. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring
bone appearance).
b. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level
pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang
kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya
udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
c. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air
fluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran radiologis pada ileus
obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air fluid level, dan herring bone
appearance.
Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level
ada yang pendek-pendek (usus halus) dan panjang-panjang (kolon) karena diameter
lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama dapat
menjadi ileus paralitik.
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos
abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).
18
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan
foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum,
pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah:
3.2 Diagnosa
19
3.3 Intervensi
Intervensi:
1. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan
karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan).
Rasional: Perubahan pada lokasi/intensitas tidak umum tetapi dapat
menunjukkan terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung menjadi konstan,
lebih hebat, dan menyebar ke atas, nyeri dapat lokal bila terjadi abses.
2. Pertahankan posisi semi fowler sesuai indikasi
Rasional:Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan
kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali perhatian
3. Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam,
latihan relaksasi atau visualisasi.
Rasional:Menurunkan mual/muntah yang dapat meningkatkan tekanan
atau nyeri intraabdomen.
4. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional: Menurunkan laju metabolik dan iritasi usus karena toksin
sirkulasi/lokal, yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan
penyembuhan.
Intervensi:
20
Rasional: Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis dapat menyebabkan
penyimpangan status mental.
4. Catat warna kulit, suhu, kelembaban.
Rasional: Hangat, kemerahan, kulit kering adalah tanda dini septikemia.
Selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis
sebagai tanda syok.
5. Awasi haluaran urine
Rasional: Oliguria terjadi sebagai akibat penurunan perfusi ginjal, toksin
dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotik.
Intervensi:
1. Awasi haluan selang NG, dan catat adanya muntah atau diare.
Rasional: Jumlah besar dari aspirasi gaster dan muntah atau diare diduga
terjadi obstruksi usus, memerlukan evaluasi lanjut.
2. Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada atau hiperaktif.
Rasional: bising usus sering tak ada, inflamasi atau iritasi usus
dapat menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare.
3. Catat kebutuhan kalori yang dibutuhkan.
Rasional: Adanya kalori (sumber energi) akan mempercepat proses
penyembuhan.
4. Monitor Hb dan albumin
Rasional: Indikasi adekuatnya protein untuk sistem imun.
5. Kolaborasi pemasangan NGT jika klien tidak dapat makan dan minum
peroral.
Rasional: Agar nutrisi klien tetap terpenuhi.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet.
Rasional: Tubuh yang sehat tidak mudah untuk terkena infeksi
(peradangan).
21
Intervensi:
Intervensi:
22
atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan nafas besar
untuk dikeluarkan.
4. Berikan O2 sesuai program
Rasional: Oksigen membantu untuk bernafas secara optimal.
Intervensi:
1) Evaluasi tingkat pemahaman klien/orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional: Bila penyangkalan ekstem atau ansietas mempengaruhi
kemajuan penyembuhan, menghadapi itu klien perlu dijelaskan dan
membuka cara penyelesaiannya.
2) Akui rasa takut/masalah klien dan dorong mengekspresikan perasaan.
Rasional: Takut/ansietas menurun klien mulai menerima secara positif
kenyataan dan memiliki kemauan untuk ‘hidup lagi’.
3) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan
bahwa klien dan perawat mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional: Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan
kontrol/kemandirian pada klien yang merasa tak berdaya dalam menerima
diagnosa dan pengobatan.
23
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
dalam rongga perut.Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ
perut dan dinding perut sebelah dalam.Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi,
penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual,
infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat
terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi
tanpa infeksi.
Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah
sehingga membatasi
menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi
usus.
a. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
infeksi nifas.
24
4.2 Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Ardi.2012.Askep Peritonitis.
Online :(http://ardivirgos.blogspot.com/2012/10/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none_8520.html) diakses: 1 November 2014
Nuzulul.2012.Askep Peritonitis.
Online:( http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35844-Kep%20Pencernaan-
Askep%20Peritonitis.html) diakses: 1 November 2014
Online:(http://www.scribd.com/doc/123953569/FAKTOR-RESIKO-Dan-Pencegahan-
PeritonitisDiakses: 1 November 2014
Lili.2013.Peritonitis.
Online:(http://lilipsikc2.blogspot.com/2013/08/peritonitis_19.html).Diakses:2November 2014
26