Anda di halaman 1dari 5

KERANGKA ACUAN KERJA

LAYANAN REHIDRASI ORALIT AKTIF(LROA)

PUSKESMAS PACCERAKKANG
KOTA MAKASSAR
2019
LAYANAN REHIDRASI ORALIT AKTIF(LROA)
No.Dokumen :01/KAK-LROA/UKP/LROA/PAC/I/2019

KAK No.Revisi : 01
Tanggal Terbit : 02 Januari 2019
Halaman : 1/4

I. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia. KParenanya Diare
merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia. Karenanya tidak
mengherankan jika bahan-bahan yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit
tersebut menempati tempat yang khusus dalam sejarah kedokteran. Dokter Sumeria
pada tahun 3000 SM telah menggunakan sediaan antidiare dari opium. Penyakit
diare atau juga disebut gastroenteritis masih merupakan salah satu masalah utama
negara perkembang termasuk Indonesia (Goodman dan Gilman, 2003).
Dua penyakit yang menonjol sebagai penyebab utama kematian pada anak
kelompok umur 1 sampai 4 tahun adalah diare dan penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi, yaitu campak, batuk rejan dan tetanus (Anggarini, 2004).
Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan
tau tanpa darah pada tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi mendadak pada
orang yang sebelunya sehat dan berlangsung kurang dari 2 minggu (Noerasid dkk.,
1988)
Angka kesakitan penyakit diare adalah sekitar 200 – 400 kejadian di antara
1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan
penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, dengan sebagian besar
(70% - 80%) penderita ini adalah anak dibawah umur lima tahun, yang disebabkan
karena dehidrasi. Hal inilah yang menyebabkan sejumlah 1 2 350.000 - 500.000
anak di bawah umur 5 tahun meninggal setiap tahunnya (Noerasid dkk., 1988) Diare
sebenarnya bukan merupakan hal asing bagi masyarakat, karena sebagian besar
dari anggota masyarakat pernah menderita penyakit ini. Namun, angka kematian
yang tinggi akibat diare terutama pada bayi dan anak-anak yaitu sebesar 23,2% di
wilayah Surabaya (Zeinb , 2004). Pada banyak pasien, onset diare terjadi secara tiba-
tiba tetapi tidak terlalu parah dan dapat sembuh sendiri tanpa memerlukan
pengobatan. Pada kasus yang parah, resiko terbesar adalah dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit terutama pada bayi, anak-anak dan manula yang
lemah. Oleh karena itu, terapi rehidrasi oral merupakan kunci utama penanganan
untuk pasien sakit diare akut (Zeina , 2004). Kematian akibat diare biasanya bukan
karena adanya infeksi dari bakteri atau virus, tetapi terjadinya dehidrasi pada diare
hebat yang serius disertai dengan muntah–muntah, sehingga tubuh akan
kehilangan banyak cairan tubuh. Sehingga bisa berakibat dehidrasi, asidosis,
hipokalemia yang tidak jarang akan berakhir dengan kejang dan kematian. Pada
bayi dan anak-anak kondisi ini lebih berbahaya karena cadangan intrasel dalam
tubuh mereka kecil dan cairan ekstrasel lebih mudah dilepaskan jika dibandingkan
orang dewasa. Pada pasien diare akut yang parah harus segera masuk rumah sakit
untuk rawat inap, selanjutnya dilakukan upaya pengobatan (Setiawan, 2005).
Salah satu unsur penting di dalam upaya pelayanan kesehatan adalah tersedianya
obat-obatan. Hal tersebut juga disebutkan dalam salah satu kebijakan 3 obat
nasional, yaitu tercukupinya persediaan obat dan alat kesehatan yang bermutu baik
dengan penyebaran yang merata dan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas
serta meningkatkan efisiensi, kerasionalan dan ketepatan penggunaan (Prabowo,
1986). Kerasionalan penggunaan obat erat berkaitan dengan penulisan resep,
ketersediaan obat, peracikan obat, aturan pakai yang benar (meliputi dosis, interval
waktu, dan lama penggunaan), khasiat serta keamanan dan mutu obat. Untuk
upaya peningkatan pemakaian obat secara rasional, dibutuhkan peningkatan
seluruh proses terapi. Proses terapi tersebut mencakup diagnosis, pemilihan kelas
terapi dan jenis terapi, penentuan dosis dan cara pemberian, pemberian obat pada
pasien, serta adanya evaluasi hasil (Ashadi, 1997). Obat-obat diare yang diberikan
dapat memberikan efek samping yang tidak dikehendaki misalnya konstipasi dan
ketergantungan pada obat selama masa pengobatan (Setiawan, 2005). Dengan
demikian perlu pemahaman yang baik mengenai obat yang relatif aman untuk
pasien diare akut, agar tidak merugikan pasien. Dasar inilah yang mendorong
dilakukan penelitian tentang evaluasi penggunaan obat diare akut pada pasien
rawat inap, dengan melihat obat, dosis dan pasien dapat dilihat apakah pengobatan
sesuai dan tidak merugikan pasien yang berobat. Akhirnya dapat digunakan sebagai
dasar diarahkannya sistem pengobatan pada penderita diare akut yang lebih baik.
Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr Moewardi Surakarta, karena rumah sakit ini
merupakan rumah sakit pendidikan dan salah satu rumah sakit terbesar di
Surakarta. Berdasarkan laporan unit catatan medik RSUD Dr Moewardi 4
Surakarta, pada tahun 2009 penyakit diare akut menempati urutan ke sembilan
dalam 20 penyakit terbanyak, pada pasien rawat inapPenyakit diare masih
menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun) terbesar didunia.
Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare. Diare
sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan
nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare
membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia,
menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian
ke 2 terbesar pada balita.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dari Kementerian
Kesehatan, tingkat kematian bayi berusia 29 hari hingga 11 bulan akibat diare
mencapai 31,4 persen. Adapun pada bayi usia 1-4 tahun sebanyak 25,2
persen. Bayi meninggal karena kekurangan cairan tubuh. Diare masih
merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya
telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi. Kematian
akibat penyakit diare di Indonesia juga terukur lebih tinggi dari pneumonia
(radang paru akut) yang selama ini didengungkan sebagai penyebab tipikal
kematian bayi.
II. Tujuan
1. Tujuan umum
Menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare,
bersama lintas program dan sector terkait

2. Tujuan khusus
a. Tercapainya penurunan angka kesakitan
b. Terlaksananya diare sesuai standar
c. Diketahuinya situasi epidemilogi dan besarnya masalah penyakit diare di
masyarakat, sehingga dapat dibuat perencananaan dalam pencegahan,
penanggulangan maupun pemberantasannya di semua jenjang
pelayanan
d. Terwujudnya masyarakat yang mengerti dan melaksanakan hidup sehat
melalui promosi kesehatan kegiatan pencegahan sehingga kesakitan dan
kematian karena diare dapat di cegah
e. Tersusunnya rencana kegiatan Pengendalian Penyakit Diare di suatu
Wilayah Kerja yang meliputi Target, kebutuhan logistic dan
pengelolaannya
III. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN
Kegiatan Pelayanan Penyakit Diare dimasyarakat pada Wilayah kerja
Puskesmas Paccerakkang
IV. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
1. Melaksanakan tatalaksana penderita Diare yang standar di sarana
kesehatan melalui Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE)
2. Persiapan Alat
a. Sendok
b. Gelas
c. Oralit
3. Prosedur pelaksanaan
a. Melihat Keadaan umum
b. Turgo Kulit
c. Menilai Derajat Dehirasi
d. Pemberikan penyuluhan tentang penyakit Diare
e. Pemberian Oralit
V. SASARAN
1.Pasien penderita Diare
2. Keluarga
VI. JADWAL PELAKSANAAN
Memberikan Penyuluhan kepada masyarakat tentang Penyakit Diare

VII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


Evaluasi di lakukan setiap bulan/ sesuai jadwal kegiatan dengan pelaporan
hasil-hasil yang di capai pada bulan tersebuat

VIII. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI


Terlaksananya program kesehatan olahraga dimasyarakat dalam wilayah kerja
Puskesmas Paccerakkang kota Makassar dan di laporkan setiap Akhir Bulan

Kepala Puskesmas Paccerakkang

drg. Hj. Rafiqah


NIP. 19670904 200212 2 001

Anda mungkin juga menyukai