Anda di halaman 1dari 51

BAGIAN IKM-IKK LAPORAN KELOMPOK

KEKARANTINAAN DAN OKUPASI AGUSTUS 2019


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

ANALISIS KASUS MALARIA PADA TNI ANGKATAN DARAT YANG


BERTUGAS DI PERBATASAN INDONESIA PAPUA NEW GUNEA

Oleh:
Pramudya Bagas, S.Ked Abdul Rahmad Masumi, S.Ked
K1A1 12 093 K1A1 14 001
Nirmalawati Linar, S.Ked Evin Desmawan, S.Ked
K1A1 12 190 K1A1 13 127
Mardhatillah Abdullah, S.Ked Dita Citra Pratiwi, S.Ked
K1A1 14 022 K1A1 14 054
Pipit Layakharisma, S.Ked Nurfitrah Wahyuni, S.Ked
K1A1 13 046 K1A1 14 033
Sri Wahyuni, S.Ked Wa Ode Nurul Rezki, S.Ked
K1A1 12 043 K1A1 13 065
Darwangsah Adhe Arya, S.Ked
K1A1 13 008

Pembimbing:
dr. Ika Rahma Mustika Hati, M.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANKITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN
KOMUNITAS BAGIAN KEDOKTERAN OKUPASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Pramudya Bagas, S.Ked (K1A1 12 093)


Nirmalawati Linar, S.Ked (K1A1 12 190)
Mardhatillah Abdullah, S.Ked (K1A1 14 022)
Pipit Layakharisma, S.Ked (K1A1 13 046)
Sri Wahyuni, S.Ked (K1A1 12 043)
Abdul Rahmad Masumi, S.Ked (K1A1 14 001)
Evin Desmawan, S.Ked (K1A1 13 127)
Dita Citra Pratiwi, S.Ked (K1A1 14 054)
Nurfitrah Wahyuni, S.Ked (K1A1 14 033)
Wa Ode Nurul Rezki, S.Ked (K1A1 13 065)
Darwangsah Adhe Arya, S.Ked (K1A1 13 008)

Judul Laporan : Analisis Kasus Malaria Pada TNI Angkatan Darat Yang
Bertugas Di Perbatasan Indonesia Papuan New Gunea

telah menyelesaikan tugas laporan kedoktran okupasi dalam rangka kepanitraan


klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, September 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ika Rahma Mustika Hati, M.KK


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan plasmodium,

yaitu mahluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa.

Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang

mengandung Plasmodium di dalamnya. Penyakit ini menyerang semua

kelompok umur baik laki - laki maupun perempuan. Orang yang terkena

malaria akan memiliki gejala: demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala,

mual atau muntah (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

WHO memperkirakan jumlah kasus malaria setiap tahunnya berkisar

antara 300-500 juta dengan angka kematian mencapai 1 juta kasus. World

Malaria Report 2015 menyebutkan malaria telah menyerang 106 negara di

dunia. Menurut data Kementerian Kesehatan RI (2016), kasus malaria di Indonesia

masih terkonsentrasi di wilayah Timur. Di Indonesia sekitar 35% penduduknya

tinggal di daerah berisiko malaria dan dilaporkan sebanyak 38 ribu orang

meninggal setiap tahunnya karena malaria berat. Dari data tersebut terlihat

bahwa ada beberapa daerah diIndonesia yang endemis malaria, antaralain Papua,

Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Bengkulu. Pada 2016, di Papua terdapat

424.083 penderita yang diduga malaria dan 155.670 kasus yang terbukti

positfi malaria berdasarkan hasil pemeriksaaan apusan darah (Kementrian

Kesehatan RI, 2014).


Walaupun yang termasuk daerah endemis hanya empat daerah

tersebut, kasus malaria masih dapat ditemukan di daerah seperti Sulawesi dan

Kalimantan. Hal ini berhubungan erat dengan keadaan lingkungan alami yang

sangat mendukung dan mempengaruhi penyebaran vektor malaria, seperti

iklim, suhu, dan curah hujan. Peningkatan kasus malaria di suatu wilayah

dapat disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu banyaknya penduduk yang

berpergian ke daerah endemis atau datangnya imigran dari daerah endemis ke

wilayah tersebut (Wirth dan Alonso, 2017).

Beberapa fakta tersebut, maka salah satu pekerjaan yang berpotensi

tinggi terserang penyakit malaria dan dapat meningkatkan jumlah kasus

malaria malaria di Indonesia adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Angkatan Darat (AD). TNI AD adalah salah satu cababg angkatan perang di

Indonesia. Berdasarkan Peraturan Kasad Nomor Perkasad/125/XII/201, TNI

AD memiliki 4 tugas pokok, yaitu melaksanakan Operasi Militer untuk

Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), menjaga

keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain dan pulau – pulau

terluar, membangun dan mengembangkan kekuatan Matra Darat, serta

memberdayakan wilayah pertahanan di darat. Seluruh tugas dan tanggung

jawab tersebut membuat anggota TNI AD harus bersedia untuk ditugaskan di

berbagai daerah di Indonesia, mulai dari daerah perkotaan, perbatasan, hingga

pedalaman (Lolombulan, 2015).

Dengan kata lain, besar kemungkinan anggota TNI AD diberikan

tugas untuk mengabdi didaerah endemis malaria seperti yang telah dijabarkan
sebelumnya. Namun, masih jarang orang yang mempublikasikan hasil

penelitian mereka terkait gambaran penyakimalaria di kalangan TNI AD.

Adapun penelitian Mayasari et al. (2015) pernah menyebutkan bahwa

prevalensi penyakit malaria pada anggota PNS/TNI/Polri/BUMD sebesar 2%

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis kasus malaria pada TNI AD yang bertugas di

perbatasan Indonesia-Papua New Guinea

2. Tujuan Khusus

a. Membuat ilustrasi kasus malaria pada TNI AD yang bertugas di

perbatasan Indonesia-Papua New Guinea

b. Menganalisis hubungan antara kasus malaria dengan daerah papua

sebagai tempat endemik malaria pada TNI AD

C. Manfaat

1. Manfaat Bagi Penulis

Menambah pengetahuan penulis mengenai kasus kekaratinaan khususnya

mengenai malaria di daerah papua pada TNI AD yang bertugas di

perbatasan Indonesia-Papua New Guinea

2. Bagi Pasien

Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita

akibat bertugas di daerah endemik seperti di Papua


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan plasmodium,

yaitu mahluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok

protozoa. Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina

yang mengandung Plasmodium di dalamnya. Plasmodium yang terbawa

melalui gigitan nyamuk akan hidup dan berkembang biak dalam sel darah

merah manusia. Penyakit ini menyerang semua kelompok umur baik laki-

laki maupun perempuan. Orang yang terkena malaria akan memiliki

gejala: demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual atau

muntah. Penderita yang menunjukkan gejala klinis harus menjalani tes

laboratorium untuk mengkonfirmasi status positif malarianya (Kementrian

Kesehatan RI, 2014).

B. Epidemiologi

WHO memperkirakan jumlah kasus malaria setiap tahunnya berkisar

antara 300-500 juta dengan angka kematian mencapai 1 juta kasus. World

Malaria Report 2015 menyebutkan malaria telah menyerang 106 negara di

dunia. Di Indonesia, sekitar 35 % penduduknya tinggal di daerah berisiko

malaria dan dilaporkan sebanyak 38 ribu orang meninggal setiap tahunnya

karena malaria berat (Kementrian Kesehatan RI, 2014).


Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan oleh Annual

Parasite Incidence (API) per tahun. API merupakan jumlah kasus positif

malaria per 1.000 penduduk dalam satu tahun. Indonesia memiliki prevalensi

malaria sebesar 1,4% dengan angka API tahun 2015 sebesar 0,85% dan

Provinsi Bengkulu menduduki peringkat ke-6 yang memiliki angka

prevalensi sebesar 1,5% dan angka API sebesar 2,03% (Pusat data dan Informasi

Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Jika dilihat secara provinsi pada tahun 2015, tampak bahwa

wilayah timur Indonesia masih memiliki angka API tertinggi.

Sedangkan API Jakarta dan Bali memiliki angka API nol dan sudah

masuk dalam kategori provinsi bebas malaria. Sebaran kasus malaria di

Indonesia dapat dilihat dari jumlah dan persentase kabupaten/kota

endemis. Persetasi tertinggi terdapat pada Provinsi papua dengan persentasi

API sebesar 31,93%, di urutan ke 2 terdapat pada Provinsi papua Barat

dengan persentasi API sebesar 31,29% dan untuk wilayah Sulawesi Tenggara

menduduki peringkat ke 18 dengan persentasi API sebesar 0,41%.

(Kementrian Kesehatan RI, 2014).

Pada tahun 2016 jumla kasus positif malaria di Sulawesi Tenggara

sebanyak 1.202 dengan Angka Kesakitan (Annual Parasite Incidence/API) per

1000 penduduk beresiko sebesar 0,46, sedikit meningkat disbanding tahun

2015. Tidak ada daerah di Sulawesi Tenggara yang bebas dari penyakit

malaria. Kasus positif malaria tertinggi tahun 2016 dilaporkan oleh Kabupaten

Muna dengan 814 kasus yang tercatat. Sebagai catatan, Kabupaten Muna
(bersama dengan Kabupaten Buton dan pemekarannya) telah lama dikenal

sebagai daerah endemis malaria di Sulawesi Tenggara, yang belum dapat

dieliminasi atau dihilangkan sampai saat ini, hal ini terkait dengan kondisi

social ekonomi sebagian masyarakat setempat yang masih rendah sehingga

mempengaruhi kebiasaan dan pola hidup yang cenderung tidak mendukung

upaya pemberantasan penyakit malaria, namun demikian pada tahun ini

Kabupaten Buton dan daerah pemekarannya telah berhasil menekan angka

kejadian malaria dibanding tahun sebelumnya. Dari seluruh kasus malaria yang

tercatat, terdapat 2 kasus kematian yang dilaporkan, keduanya berasal dari

Kabupaten Muna ( Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2016).

C. Etiologi

Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui

gigitan nyamuk anopheles betina. Dikenal 5 (lima) macam spesies yaitu:

Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,

Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi. Parasit yang terakhir

disebutkan inibelum banyak dilaporkan di Indonesia (Kementrian

Kesehatan RI, 2017).

Penyakit malaria ini disebabkan oleh parasit plasmodium. Species

plasmodium pada manusia adalah :

1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika.

2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.


3. Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae (quartana)

4. Plasmodium ovale, penyebab malaria ovale.

Kini plasmodium knowlesi yang selama ini dikenal hanya ada pada

monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), ditemukan pula di tubuh

manusia. Penelitian sebuah tim internasional yang dimuat jurnal Clinical

Infectious Diseases memaparkan hasiltes pada 150 pasien malaria dirumah

sakit Serawak, Malaysia, Juli2006 sampai Januari 2008, menunjukkan,

duapertiga kasus malaria disebabkan infeksi plasmodium knowlesi (Putra,

2011).

Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi yang berat dan

bahkan dapat menimbukan suatu variasi manisfestasi - manifestasi akut dan

jika tidak diobati, dapat menyebabkan kematian. Seorang dapat menginfeksi

lebih dari satu jenis plasmodium, dikenal sebagai infeksi campuran/majemuk

(mixed infection). Pada umumnya lebih banyak dijumpai dua jenis

plasmodium, yaitu campuran antara plasmodium falciparum dan plasmodium

vivax atau plasmodium malariae. Kadang - kadang dijumpai tiga jenis

plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi campuran

biasanya terdapat didaerah dengan angka penualaran tinggi. Nyamuk

anophelini berperan sebagai vektor penyakit malaria. Nyamuk

anopheliniyang berperan hanya genus Anopheles. Diseluruh dunia, genus

anopheles ini diketahui jumlahnya kira – kira 2000 species, diantaranya 60

species diketahui sebagai vektor malaria (Putra, 2011).


D. Patofisiologi

Patofisiologi malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit,

inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya

peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler.

Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi

anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan

adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga

akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit

dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain

yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi

terhadap eritrosit (Harijanto, 2012).

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi

sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam

makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun

yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit

diserta peningkatan makrofag (Harijanto, 2012).

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan

invasi merozoit kedalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang

mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel

untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi

mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi

dan resetting. Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang

telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule


dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak

terinfeksi sehingga terbentuk roset (Harijanto, 2012).

Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit

yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau

lebih eritrosit non parasit,sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu

faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah

dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan yang bertindak sebagai

reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi (Harijanto, 2012).

1. Demam Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi

Pelepasan merozoit pada tempat dimana sirkulasi melambat

mempermudah infasi sel darah yang berdekatan, sehingga parasitemia

falsifarum mungkin lebih besar daripada parasitemia spesies lain,

dimana robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang aktif. Sedangkan

plasmodium falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa memandang

umur,plasmodium vivax menyerang terutama retikulosit, dan

plasmodium malariae menginvasisel darah merah matang, sifat-sifat ini

yang cenderung membatasi parasitemia dari duabentuk terakhir diatas

sampai kurang dari 20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum

pada anak non imun dapat mencapai kepadatan hingga 500.000

parasit/mm3 (Harijanto, 2012)..

2. Anemia

Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain,de

presi sumsum tulang. Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam


billirubin serum, dan pada malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk

mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan

autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah oleh parasit

mungkin turut menyebabkan hemolisis, perubahan-perubahan ini dan

peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit, apakah

terinfeksi apatidak. Hemolisis dapat juga diinduksioleh kuinin atau

primakuin pada orang-orang dengan defisiensi glukosa-6-

fosfatdehidrogenase herediter. Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi

pada penghancuran sel darah merah berakumulasi dalam sel retikulo

endotelial limfa, dimana folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-

kadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan dalam sumsum tulang, otak,

dan organ lain. Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang cukup

mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ (Harijanto, 2012).

3. Kejadian immunopatologi

Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas :

a) Imunitas alamiah non imunologis

Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan

dengan resistensiterhadap malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E,

thallasemin alafa-beta, defisiensi glukosa6-fosfat dehidrogenase,

golingan darah duffy negative kebal terhadap infeksi plasmodium

vivax, individu dengan HLA-Bw 53 lebih rentan terhadap malaria

dan melindungi terhadap malaria berat.


b) Imunitas didapat non spesifik

Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon

imun non spesifik yang terutama dilakukan oleh magrofag dan

monosit, yang menghasilkan sitokin-sitokinseperti TNF, IL1, IL2,

IL4, IL6, IL8, dan IL10, secara langsung menghambat pertumbuhan

parasit (sitostatik), membunuh parasit (sitotoksik).

c) Imunitas didapat spesifik.

Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria

mempunyai sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik.

4. Anoxia jaringan

Parasit P.falciparum matur: timbul knob pada permukaan sel darah

merah berparasit yang memfasilitasi cytoadherence P. falciparum-

parasitized red cells ke sel-sel endotel vaskular otak, ginal, organ yang

terkena lainnya obstruksi aliran darah & kerusakan kapiler

leakage protein dan cairan vaskular, edema, serta anoxia jaringan otak,

jantung, paru, usus, ginjal.

a) P. vivax dan P. ovale : menyerang eritrosit imatur

b) P. malariae: menyerang eritrosit matur

c) P. falciparum: menyerang eritrosit matur & imatur parasitemia

lebih berat

d) Kerentanan bervariasi secara genetik, beberapa fenotip sel darah

merah:

 Hemoglobin S
 Hemoglobin F

 Thalassemia

 Resisten (parsial) terhadap infeksi P. falciparum.

E. Manifestasi Klinis

Sindrom klinis yang di sebabkan oleh malaria berbeda tergantung

apakah pasien tinggal di daerah dengan dengan penularan malaria endemis

yang stabil atau penularan stabil (kadang – kadang dan/atau jarang). Di

daerah dengan penularan stabil, penyakit mempengaruhi anak dan orang

dewasa dengan cara yang berbeda. Anak mengalami infeksi kronis dengan

parasitemia berulang yang mengakibatkan anemia berat dan sering

kematian.Yang tahan hidup infeksi berulang inidapat sebagian kekebalan

pada usia lima tahun dan kekebalan ini tetap tertahan pada masa dewasa.

Orang dewasa mengalami infeksi tanp agejala (Putra,2011).

Gejala malaria terjadi dari beberapa serangan demam dengan

interval tertentu (disebut peroksisme), diselingi oleh suatu ditemukan pada

penderita non imun. Sebelu timbulnya demam, biasanya penderita merasa

lemah, mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu

hati, atau muntah (semua gejala awal disebut gejala prodolmal). Beberapa

pasien kadang mengeluh nyeri dada, batuk, nteriperut, nyeri sendi dan diare.

Sakit biasanya berkembang menjadi panas dingin berat dihubungkan dengan

panas hebat disertai takikardi, mual, pusing, orthostatis dan lemas berat.

Dalam beberapa jam mereda, pasien berkeringat dan sangat lelah.


Pada anak - anak, bahkan pada anak - anak non imun sekalipun,

gejala malaria tidaklah “klasik” seperti yang ditemukan pada orang dewasa.

Pada penderita anak, kenaikan panas badan cendrung lebih tinggi sering

disertai dengan muntah- muntah dan berkeringat. Anak – anak yang lebih

besar yang mempunyai lebih sedikit kekebalan kadang - kadang juga dapat

menderita demam, nyeri sendi, sakit kepala. Oleh karena itu, gejala malaria

pada anak bisa menyerupai penyakit lain yang bisa menyebabkan demam.

Begitu pula anemia yang cendrung menjadi berat pada penderita anak.

Malaria vivax yang biasanya memberi gejala yang ringan, pada penderitanya

anak sering menimbulkan gejala yang lebih berat. Namun bisanya, malaria

falciparum yang menyebabkan keadaan darurat pada penderita anak.

Parokisdme demam pada malaria mempuyai interval tertentu,

ditentukan oleh waktu yang diperlukan oleh siklus aseksual/sizogoni darah

untuk menghasilkan sizon yang matang, yang sangat dipengaruhu oleh

spesies plasmodium yang menginfeksi. Suatu peroksisme demam biasanya

mempunyai 3 stadium yang berurutan, yaitu :

1. Stadium Frigoris ( menggigil)

Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin.

Nadi penderita sangat cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari-jari pucat

kebiruaan (sianotik). Kulitnya kering dan pucat, penderita mungkin dan

pada penderita anak sering terjadi kejang Stadium ini berlangsung selama

15 menit – 1 jam.
2. Stadium akme (puncak demam)

Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita

mengalami serangan demam. Muka penderita menjadi merah, kulitnya

kering dan dirasakan sangat panas seperti terbakar, sakit kepala

bertambah keras, dan sering disertai rasa mual atau muntah - muntah.

Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya penderita merasa sangat

haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 41C. stadium ini

berlangsung selama 2 - 4 jam.

3. Stadium sudoris (berkeringa tbanyak, suhu turun)

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai

membasahi tempat tidur. Namun suhu badan pada fase ini turun dengan

cepat, kadang-kadang sampai dibawah normal. Biasanya penderita

tertidur nyenyak dan pada saat terjaga, ia merasa lemah, tetapi tanpa

gejala lain. Stadium ini berlangsung selama 2 - 4 jam. Gangguan fungsi

ginjal ditunjukkan denagan oliguria, dan anuria dapat terjadi. Sindrom

nefrotik, berkaitan dengan plasmodium malariae pada anak yang tinggal

di daerah endemik malaria, prognosisnya jelek. Black water fever,

sekarang jarang ditemukan, dihubungkan dengan plasmodium falciparum;

hemoglobinuria akibat hemolisis intravascular berat dan mendadak, dapat

menyebabkan anuria dan kematian karena anemia (Putra,2011).

Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam,

biasanya dialami oleh penderita yang berasal dari daerah non endemis

malaria, penderita yang belum mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap


malaria atau penderita yang baru pertama kali menderita malaria. Di daerah

endemic malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan (imunitas)

terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak selalu

ada, dan sering kali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas

penderita. Di daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi

(hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat

muncul gejala lain, misalnya:diare dan pegal - pegal. Hal ini disebut

sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik (Widoyono,2011).

Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria

vivax, sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat

berlangsung berat atau malah tidak ada. Diantara 2 periode demam terdapat

periode tidak demam yang berlangsung selama 12 jam pada malaria

falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria

malariae (Widoyono,2011).

Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam

darahnya ditemukan parasit malaria melalui pemeriksaan laboratorium

Sediaan Darah Tepi atau Rapid Diagnostic Test (RDT) dan disertai

memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi berikut ini

(Widoyono,2011) :

1) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma

sampai penurunan kesadaran lebih ringan dengan manifestasi


seperti: mengigau, bicara salah, tidur terus, diam saja, tingkah laku

berubah)

2) Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)

3) Kejang-kejang

4) Panas sangat tinggi

5) Mata atau tubuh kuning

6) Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit

berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang)

7) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan

8) Nafas cepat atau sesak nafas

9) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum

10) Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman

11) Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni

12) Telapak tangan sangat pucat

F. Diagnosis

Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis

riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan

demam harus dilakukan. Diagnosis malaria di tegakan seperti diagnosis

penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan laboratorium (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Pemeriksaan

penunjang bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi

pemeriksaan kadar hemoglobin,hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan

trombosis. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah (gula darah,


SGOT, SGPT, tes fungsi ginjal), serta pemeriksaan foto thoraks, EKG, dan

pemeriksaan lainnya sesui indikasi (Widoyono, 2011). Pada pemeriksaan

dengan mikroskop merupakan gold standar untuk diagnosis pasti malaria

dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis (Peraturan Menteri

Kesehatan, 2013). Untuk malaria berat diagnosis ditegakan berdasarkan

kriteria WHO.

1. Anamnesis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan :

a. Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit

kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

b. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria

c. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.

d. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.

Setiap penderita dengan keluhan demam atau riwayat demam harus

selalu ditanyakan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 oC

b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat

c. Sklera ikterik

d. Pembesaran limpa (splenomegali)

e. Pembesaran Hati (Hepatomegali)

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan dengan mikroskop


Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal tipis di puskesmas /

lapangan / rumah sakit/ laboratorium klinik untuk menentukan :

a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).

b) Spesies dan stadium plasmodium.

c) Kepadatan parasite.

b. Pemeriksaan dengan uji diagnostic cepat ( Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasite

malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Sebelum

menggunakan metoda RDT perlu dibaca petunjuk penggunaan dan

tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak digunakan

untuk mengevaluasi pengobatan.

Malaria berat adalah di temukannya plasmodium Falciparum

stadium aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau

didapatkan temuan hasil laboratorium (WHO,2015) :

1. Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)

2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/ berjalan)

3. Kejang berulang lebih dari dua episode dalam 24 jam

4. Distres pernafasan

5. Gagal sirtkulasi atau syok : pengisian kapiler > 3 detik, tekanan

sistolik < 80 mmHg.

6. Jaundice ( bilirubin > 3 mg/dl dan kepadatan parasit >100.000)

7. Hemoglobinuria

8. Perdarahan spontan abnormal


9. Edema paru (Radiologi, saturasi oksigen < 92%)

Gambaran laboratorium :

1. Hipoglikemia ( gula darah <40 mg%)

2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L

3. Anemia berat (Hb < 5 gr% untuk endemis tinggi, <7 gr% untuk

endemis sedang-rendah), pada dewasa Hb <7gr% atau hematokrit

<15%

4. Hiperparasitemia ( parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit/uL di

daerah endemis rendah atau >5% eritrosit atau 100.000 parasit/ul di

deraha endemis tinggi)

5. Hiperkalemia ( asam laktat >5 mmol/L)

6. Hemoglobinuria

7. Gangguan fungsi ginjal (Kreatinin serum > 3 mg%)

G. Penatalaksanaan

Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian

ACT. Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan

mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan

pemberian ACT secara oral. Malaria berat diobati dengan injeksi

Artesunat dilanjutkan dengan ACT oral. Di samping itu diberikan

primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal (Kementrian Kesehatan,

2017).
A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi

1. Malaria falsiparum dan Malaria vivaks

Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini

menggunakan ACT ditambah primakuin. Dosis ACT untuk

malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, Primakuin untuk

malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan

dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari

dengan dosis 0,25 mg /kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan

pada bayi usia< 6 bulan. Sebaiknya dosis pemberian DHP

berdasarkan berat badan, apabilapenimbangan berat badan tidak

dapat dilakukan maka pemberianobat dapat berdasarkan kelompok

umur.

a. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan

(pada tabel pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah

berdasarkan berat badan.

b. Apabila pasien P.falciparum dengan BB >80 kg datang

kembali dalam waktu 2 bulan setelah pemberian obat dan

pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P.falciparum, maka

diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari

selama 3 hari.
2. Pengobatan malaria vivaks yang relaps

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan

dengan regimen ACT yang sama tapi dosis Primakuin

ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.

3. Pengobatan malaria ovale

Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu

DHP ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis

pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.

4. Pengobatan malaria P.malariae

Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari

selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria

lainnya dan tidak diberikan primakuin

5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P.ovale

Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT

selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari

selama 14 hari.

Catatan :

a. Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan,

apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka

pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.

b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan

(pada tabel pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah

berdasarkan berat badan.


c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat

badan ideal.

d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

B. Pengobatan Malaria Berat

Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah

Sakit (RS) atau puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga

kurang memadai, misalnya jika dibutuhkan fasilitas dialisis, maka

penderita harus dirujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap.

Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan

diagnosis serta pengobatan.

1. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik non

Perawatan

Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap,

pasien malaria berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang

lebih lengkap. Sebelum dirujuk berikan artesunat

intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb)

2. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik Perawatan

atau Rumah Sakit

Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak

tersedia dapat diberikan kina drip.

Kemasan dan cara pemberian artesunat Artesunat

parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering

asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium


bikarbonat 5%. Keduanya dicampur untuk membuat 1 ml

larutan sodium artesunat. Kemudian diencerkan dengan

Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga didapat

konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan secara bolus

perlahan-lahan. Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb

intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya

diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari sampai

penderita mampu minum obat.

Contoh perhitungan dosis :

Penderita dengan BB = 50 kg. Dosis yang diperlukan : 2,4 mg

x 50 = 120 mg Penderita tersebut membutuhkan 2 vial artesunat

perkali pemberian. Bila penderita sudah dapat minum obat,

maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen DHP atau ACT

lainnya (3 hari) + primakuin (sesuai dengan jenis

plasmodiumnya).

Kemasan dan cara pemberian kina drip

Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk

malaria berat. Obat ini diberikan pada daerah yang tidak

tersedia artesunat intramuskular/intravena. Obat ini dikemas

dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul

berisi 500 mg / 2 ml. Pemberian kina pada dewasa :


a. loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml

(hati-hati overload cairan) dextrose 5% atau NaCl 0,9%

diberikan selama 4 jam pertama.

b. 4 jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl

0,9%.

c. 4 jam berikutnya berikan kina dengan dosis rumatan 10

mg/kgbb dalam larutan 500 ml (hati-hati overload cairan)

dekstrose 5 % atau NaCl.

d. 4 jam selanjutnya, hanya diberikan cairan Dextrose atau

NaCl 0,9%.

e. Setelah itu diberikan lagi dosis rumatan seperti di atas

sampai penderita dapat minum kina per-oral.

f. Bila sudah dapat minum obat pemberian kina iv diganti

dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgbb/kali

diberikan tiap 8 jam. Kina oral diberikan bersama

doksisiklin atau tetrasiklin pada orang dewasa atau

klindamisin pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari

dihitung sejak pemberian kina perinfus yang pertama.

3. Pengobatan malaria berat pada ibu hamil

Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan

dengan memberikan artesunat injeksi atau kina HCl drip

intravena.
H. Prognosis

Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria

berat. Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita

tiba di RS, kecepatan diagnosa dan penanganan yang tepat. Walupun

demikian mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi

bervariasi 15 % - 60% tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Makin

banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas,

misalnya penderita dengan malaria serebral dengan hipoglikemia,

peningkatan kreatinin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi

dari pada malaria serebral saja (Zulkarnain, 2014).

I. Komplikasi

Komplikasi malaria pada umumnya disebabkan oleh

P.Falciparumdan sering disebut pernicious manifestations. Penderita

malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat.

Komplikasi sebagai berikut (Zulkarnain, 2014) :

1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau

lebih dari 30 menit setelah serangan.

2. Acidemia/acidosis : pH darah <7,25 atau plasma bicarbonat <15

mmol/l, kadar laktat vena <>5 mmol/l, klinis pernapasan dalam/

respiratory distress

3. Anemia berat ( Hb< 5 g/dl atau hematokrit <15 %)


4. Gagal ginjal akut ( urin kurang dari 400 ml/24 jampada orang dewasa

atau 12 ml/kg BB pada anak-anak), disertai keratinin > 3 mg/dl.

5. Edema paru non-kardiogenik/ ARDS.

6. Hipoglikemia ( gula darah <40 mg/dl).

7. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik < 70 mmHg, disertai

keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >100 C.

8. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan atau disertai

kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravcaskular.

9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/ 24 jam

10. Makroskopik hemoglubinuri oleh karena infeksi malaria akut.

11. Diagnosa post- mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada

pembuluh kapiler pada jaringan.


BAB III
ILUSTRASI KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. L
Umur : 29 tahun
Alamat : Asrama Yonif 725 Woroagi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : Menikah
Kedudukan dalam keluarga : Anak kedua dari enam bersaudara
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan/Pangkat : TNI Angkatan Darat/ Praka

B. Anamnesa Penyakit (autoanamnesa pada 28 Agustus 2019)

Keluhan Utama
Pemeriksaan kesehatan
Anamnesis Terpimpin
Pasien datang untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di Pelabuhan
Bungkutoko Kendari setelah bertugas di Perbatasan Papua New Gunea. Pasien
bertugas selama 9 bulan dan diketahui memiliki riwayat malaria pada bulan Mei
tahun 2018. Saat itu pasien merasakan keluhan demam, selama kurang lebih 5
hari. Demam hilang timbul yang tidak menentu. Keluhan juga disertai sakit
kepala, mengigil dan berkeringat. Keluhan lain yang dirasakan adalah mual dan
muntah berisi makanan. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal.
Saat itu, pasien sempat dirawat di pos kesehatan di Kabupaten Kerong Papua
selama 3 hari. Saat ini pasien tidak mengalami keluhan. Saat bertugas disana,
pasien diketahui memiliki kontak dengan penderita malaria.
Riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat kebiasaan
Riwayat kebiasaan dalam hal ini yaitu pola makan berlebih (-), konsumsi
karbohidrat berlebih (-), berolahraga rutin (-), riwayat merokok (-), duduk dalam
durasi yang lama (+), megangkat beban berlebihan (+), beban kerja = shift kerja
pengamanan selama 12 jam/hari.

C. Uraian Tugas
Waktu Kegiatan
(WITA)
04.00 – 04.30 Bangun pagi
04.30 – 05.00 Sarapan pagi
05.00 – 06.00 Persiapan untuk kerja
06.00- 07.00 Apel pagi dan Briefing
07.00- 12.00 Shift pagi
12.00-13.00 Ishoma
13.00-19.00 Shift Siang
19.00-selesai Istirahat

D. Analisis Hubungan Pekerjaan Dengan Penyakit Yang Diderita


Pasien bertugas di daerah perbatasan Papua New Gunea selama 9 bulan
yang merupakan daerah endemis untuk penyakit malaria
E. Pemeriksaan Fisik
Identitas Responden
a. Nama : Tn. L
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Tanggal Lahir : 11 Januari 1990
d. Pekerjaan : TNI Angkatan Udara
1. Tanda Vital
a. Nadi : 80 x/menit c. Tekanan Darah (duduk): 140/90 mmHg
b. Pernapasan : 26 x/menit d. Suhu Badan : 37 oC
2. Status Gizi
a. Tinggi Badan : 175 cm c. Berat Badan : 70 kg
b. Bentuk Badan : Atletis
3. Tingkat Kesadaran dan Keadaan Umum
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. Tampak Kesakitan : Tidak
c. Gangguan Saat Berjalan : Tidak
4. Kelenjar Getah Bening
a. Leher : Normal
b. Submandibula : Normal
c. Axilla : Normal
d. Inguinal : Normal
5. Mata Mata Kanan Mata Kiri
a. Persepsi Warna Normal Normal
b. Kelopak Mata Normal Normal
c. Konjungtiva Normal Normal
d. Kesegarisan/gerak bola mata Normal Normal
e. Sklera Normal Normal
f. Lensa Mata Tidak keruh Tidak keruh
g. Bulu Mata Normal Normal
h. Penglihatan 3 dimensi Normal Normal
i. Visus Mata : tanpa koreksi : -
Dengan koreksi : -
6. Telinga Telinga Kanan Telinga Kiri
a. Daun telinga Normal Normal
b. Liang telinga Normal Normal
- Serumen Tidak ada Tidak ada
c. Membrana timpani Intak Intak
d. Test berbisik Normal Normal
e. Test garpu tala Rinne - -
Weber - -
Swabach - -
7. Hidung
a. Meatus Nasi Normal
b. Septum Nasi Normal
c. Konka Nasal Normal
d. Nyeri Ketok Sinus Maxillaris Normal
8. Gigi dan Gusi
8765432112345678
8765432112345678
9. Tenggorokan
a. Pharynx Normal
b. Tonsil : Kanan : T0 T1 T2 T3 Kiri : T0 T1 T2 T3
c. Ukuran  Normal  Hiperemis  Normal  Hiperemis
d. Palatum Normal
e. Lain-lain
10. Leher
a. Gerakan Leher  Normal  Terbatas
b. Kelenjar Thyroid  Normal  Tidak normal
c. Pulsasi Carotis  Normal  Bruit
d. Tekanan Vena Jugularis  Normal  Tidak normal
e. Trachea  Normal  Deviasi
f. Lain-lain : ……….
11. Dada Keterangan
a. Bentuk  Simetris  Asimetris
b. Mammae  Normal  Tidak normal Tumor : Ukuran
Letak
Konsistensi
c. Lain-lain : ………...
12. Paru-paru dan Jantung
Keterangan
a. Palpasi  Normal  Tidak normal
Kanan Kiri
b. Perkusi  Sonor  Redup  Hipersonor Sonor  Redup
 Hipersonor
Ictus Cordis :  Normal  Tidak normal,
sebutkan
Batas Jantung:  Normal  Tidak normal,
sebutkan
c. Auskultasi :
- Bunyi napas  Vesikuler Bronchovesikul Vesikuler
- Bunyi napas tambahan  tak ada  ronkhi  wheezing
- Bunyi jantung  Normal  Tidak normal,
13. Abdomen
Keterangan
a. Inspeksi Normal  Tidak normal
b. Perkusi  Timpani  Redup
c. Auskultasi : Bising Usus  Normal  Tidak normal
d. Hati  Normal  Tidak terabam
e. Limpa  Normal  Teraba shoeffne
f. Ginjal  Normal
Kanan :  Normal Kiri :  Normal
Tidak  Tidak
g. Ballottement  Normal
Kanan :  Normal Kiri :  Normal
Tidak  Tidak
h. Nyeri costo vertebra  Normal
14. Genitourinaria
a. Kandung kemih  Normal  Tidak normal
b. Anus/ Rektum/ Perianal  Normal  Tidak normal
c. Genitalia Eksternal  Normal  Tidak normal
d. Prostat  Normal  Tidak normal
15. a. Tulang/Sendi Ekstremitas Atas
Kanan Kiri
- Gerakan  Normal  Tidak normal  Normal  Tidak normal
- Tulang  Normal  Tidak normal  Normal  Tidak normal
- Sensibilitas  Baik  Tidak baik  Normal  Tidak baik
- Oedema  Tidak ada  Ada  Tidak ada  Ada
- Varises  Tidak ada  Ada  Tidak ada  Ada
- Kekuatan otot
- Vaskularisasi  Baik  Tidak baik  Normal  Tidak baik
- Kelainan Kuku Jari Tidak ada  Ada  Tidak ada  Ada
Pemeriksaan Khusus :-

b.Tulang/Sendi Estremitas Bawah


Kanan Kiri
- Gerakan  Normal  Tidak normal  Normal  Tidak normal
- Tulang  Normal  Tidak normal  Normal  Tidak normal
- Sensibilitas  Baik  Tidak baik  Normal  Tidak baik
- Oedema  Tidak ada  Ada  Tidak ada  Ada
- Varises  Tidak ada  Ada  Tidak ada  Ada
- Kekuatan otot
- Vaskularisasi  Baik  Tidak baik  Normal  Tidak baik
- Kelainan Kuku Jari Tidak ada  Ada  Tidak ada  Ada
Pemeriksaan Khusus :
d. Otot Motorik Kanan Kiri
1. Trofi  Normal  Tidak normal  Normal  Tidak normal
2. Tonus  Normal  Tidak normal  Normal  Tidak normal
3. Kekuatan 5/5/5/5 5/5/5/5
4. Gerakan abnormal :
 Tidak ada
 Tic  Ataxia  Lainnya …..
16. Refleks
Kanan Kiri
a. Refleks Fisiologis patella Normal  Tidak normal  Normal  Tidak
normal
Lainnya…...
b. Refleks Patologis : Babinsky Negatif  Positif  Negatif  Positif
Lainnya…..
17. Kulit
Lokasinya
a. Kulit  Normal  Tidak normal
b. Selaput Lendir  Normal  Tidak normal
c. Kuku  Normal  Tidak normal

18. Status Lokalis = -


F. Resume Kelainan yang Didapat :
Pasien laki-laki usia 29 tahun datang untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan setelah bertugas di Perbatasan Papua New Gunea. Pasien bertugas
selama 9 bulan dan diketahui memiliki riwayat malaria pada bulan Mei tahun
2018. Saat itu pasien merasakan keluhan demam, selama kurang lebih 5 hari.
Demam hilang timbul yang tidak menentu. Keluhan juga disertai sakit kepala,
mengigil dan berkeringat. Keluhan lain yang dirasakan adalah mual dan
muntah berisi makanan. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas
normal. Saat itu, pasien sempat dirawat di pos kesehatan di Kabupaten Kerong
Papua selama 3 hari. Saat ini pasien tidak mengalami keluhan. Saat bertugas
disana, pasien diketahui memiliki kontak dengan penderita malaria.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan tekanan darah 140/80 mmgHg, suhu
adalah 37 Celcius, nadi 80x/menit, dan pernafasan 26x/menit. Status gizi
normal. Sclera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), kulit ikterik (-),
splenomegali (-). Pemeriksaan penunjang dilakukan rapid test malaria positif.

G. Pemeriksaan Penunjang
Hasil rapid test malaria = positif malaria falciparum dan vivax.

H. Diagnosa Kerja
Malaria

I. Kategori Kesehatan
Kesehatan cukup baik dengan kelainan yang dapat dipulihkan.

J. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam
K. Permasalahan Pasien & Rencana Penatalaksanaan
Jenis Permasalahan
No. Medis & Non Rencana Tindakan
Medis (okupasi, dll)
1. Malaria Terapi Medikamentosa
- DHP (Dehydroarteminisin 40
mg+piperaquin phosphate 320 mg) 1 x 4
tablet selama 3 hari
- Primaquin 15 mg 1x3 tablet selama 14 hari
Terapi non medikamentosa
- Memakai kelambu/ lotion anti nyamuk
- Segera menuju ke fasilitas layanan
kesehatan apabila ditemukan trias malaria
BAB IV
ANALISIS KASUS

Malaria adalah penyakit yang disebabkan olehsporozoa dari genus

Plasmodium, yang penularannya melalui gigitan nyamuk betina Anopheles. Pada

manusia terdapat 4 spesies yaitu plasmodium vivax, plasmodium falcifarum,

plasmodium malaria dan plasmodium ovale. Daur hidup keempat spesies malaria

pada manusia umumnya sama. Proses ini terdiri dari fase seksual eksogen

(sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam

badan horpes. Fase aseksual mempunyai 2 daur yaitu skizogoni eritrosit dan

skizogoni eksoeritrosit. Pada infeksi plasmodium vivax daur eksoeritrosit

berlangsung terus sampai bertahun-tahun melengkapi perjalanan penyakit yang

dapat berlangsung lama (bila tidak diobati) disertai banyak relaps.

(Gandahusada,1998)

Pada pasien ini berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang

mengarah pada malaria.

Pada anamnesa didapatkan demam kurang lebih 5 hari, demam hilang

timbul yang tidak menentu. Keluhan juga disertai sakit kepala, menggigil,

berkeringat, mual dan muntah berisi makanan.

Masa tunas intrinsik malaria vivax biasanya berlangsung 12 – 17 hari,

tetapi beberapa strain P.vivax dapat sampai 6 – 9 bulan atau mungkin lebih lama.

Menurut Kevin S et al, masa inkubasi untuk P. vivax lebih lama dibandingkan

P.falcifarum yaitu 18 – 40 hari. Anamnesa yang sangat mendukung diagnosis

malaria pada penderita demam adalah riwayat bepergian kedaerah endemis


malaria. Tetapi tidak adanya riwayat bepergian keluar kota tidak menyingkirkan

kemungkinan terkena malaria (Griffith,2007). Menurut Center for Disease

Control (CDC) 2007, gejala malaria tidak spesifik, dimulai dengan sindrom

prodormal berupa demam, malaise, lemah, keluhan gastrointestinal (mual,

muntah, dan diare), gangguan neurologi, dan sakit kepala. Demam adalah gejala

yang paling sering muncul sekitar 78% - 100% tapi demam yang periodik tidak

selalu muncul. Menurut WHO, gejala klinis saja tidak dapat menegakkan

diagnosis malaria karena pada daerah yang endemis gejala klinis tidak selalu

muncul. Kurva demam pada permulaan penyakit tidak teratur tetapi kemudian

kurva demam menjadi teratur, yaitu dengan periodisitas 48 jam. Serangan demam

mulai jelas dengan stadium menggigil, panas dan berkeringat. Demam dan

menggigil disebabkan oleh eritrosit lisis dan keluarnya merozoit ke sirkulasi

(CDC, 2007).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/80 mmHg, suhu

37,0 oC, nadi 80x/menit, dan 26x/menit. Tidak ditemukan konjungtiva anemis,

splenomegali dan ikterik.

Menurut Kathryn N.S et al, demam pada penderita malaria sering dengan

suhu badan lebih dari 38oC (Suh, 2004). Anemia pada serangan pertama biasanya

belum jelas atau tidak berat, pada malaria menahun yang biasanya lebih jelas.

Malaria menyebabkan anemia hemolitik berat karena sel darah merah diinfestasi

oleh parasit Plasmodium. Mekanisme terjadinya kerusakan eritrosit pada infeksi

malaria sangat kompleks. Anemia disebabkan oleh penghancuran eritrosit yang


berlebihan, eritrosit normal tidak dapat hidup lama, dan gangguan pembentukan

eritrosit karena depresi eritropoesis dalam susmsum tulang (Corwin, 2000).

Lien pada serangan pertama mulai membesar. Sekitar 24% - 40%

splenomegali paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik. Lien mengalami

kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit

dam jaringan ikat yang bertambah. Patofisiologi terjadinya splenomegali adalah

produksi berlebih dari IgM sebagai respon terhadap Plasmodium. Sedangkan

hepatomegali, ikterik dan nyeri perut jarang ditemukan (Suh, 2004).

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil rapid test malaria positif

malaria falciparum dan malaria vivax.

Tes diagnostik cepat adalah alat yang mendeteksi antigen malaria pada

sampel darah yang sedikit dengan tes imunokromatografi. Tes imunokromatografi

berdasarkan pada penangkapan antigen parasit dari darah perifer menggunakan

antibodi monoklonal atau poliklonal terhadap antigen parasit. Untuk setiap

antigenparasit digunakan 2 set antibodi monoklonal atau poliklonal, satu sebagai

antibodi penangkap, dan satu sebagai antibodi deteksi. Antibodi monoklonal

bersifat lebih spesifik tapi kurang sensitif bila dibandingkan dengan antibodi

poliklonal. Antigen yang digunakan sebagai target diagnostik dapat spesifik

terhadap satu spesies plasmodium, atau dapat mencakup 4 parasit malaria pada

manusia. Saat ini tes imunokromatografi dapat mendeteksi histidine-rich protein 2

(HRP2) dari P.falciparum, parasite lactatedehydrogenase (p-LDH), dan aldolase

yang diproduksi oleh bentuk aseksual atau seksual dari parasit P.

falciparum,P.vivax, P. ovale, danP. Malaria. HRP2 adalah target antigen malaria


yang paling umum dan spesifik untuk P.falciparum. HRP2 dari P. Falciparum

adalah protein yang larut air yang diproduksi oleh bentuk aseksual dan gametosit

muda dari P. Falciparum. HRP2 diekspresikan pada permukaan membran sel

darah merah dan masih terdeteksi di darah selama minimal 28 hari setelah

dimulainya terapi antimalaria. Rata-rata 9-12 hari setelah gigitan nyamuk

infeksius, HRP2 P.falciparum ditemukan di sirkulasi bertepatan dengan gejala

klinis malaria umlah HRP2 P. Falciparum meningkat selama siklus infeksi

eritrositer dengan jumlah terbesar dilepaskan saat skizonruptur. HRP2 yang

persisten dapat bermanfaat dalam mendeteksi parasitemia yang rendah dan

berfluktuasi pada malaria kronik.Parasite lactate dehydrogenasep (PLDH) adalah

enzim glikolisis yang diproduksi oleh bentuk aseksual dan seksual dari

plasmodium, dan terdapat serta dilepaskan oleh plasmodium yang menginfeksi

eritrosit. PLDH telah ditemukan pada ke empat spesies malaria dan untuk setiap

spesies terdapat isomer yang berbeda.(Nurmansyah, 2016)

Untuk rencana terapi malaria pada kasus ini penderita diberi DHP

(Dehydroarteminisin 40 mg + piperaquin phosphate 320 mg) 1 x 4 tablet selama 3

hari dan Primaquin 15 mg 1x3 tablet selama 14 hari. Dihydroartemisinin-

piperakuin merupakan kombinasi yang terdiri atas 40 mg dihydroartemisinin dan

320 mg piperakuin pospat dalam bentuk fixed dose (dosis tunggal) dan diminum

satu kali sehari selama tiga hari. Obat ini merupakan metabolit aktif dari

artemisinin yang bekerja cepat mengeliminasi parasit dalam tubuh, sedangkan

piperakuin memiliki waktu paruh yang panjang selama 23 hari (19-28hari).

Dihydroartemisinin-piperakuin menunjukkan angka kesembuhan lebih dari 95%


dan efek samping ringan dibandingkan dengan penggunaan artesunat-amodiakuin

(AAQ) (Hasugian, 2007) . Primakuin efektif terhadap bentuk intrahepatik semua

spesies plasmodium yang menginfeksi manusia. Primakuin digunakan untuk

pengobatan radikal malaria yang disebabkan oleh P. vivax, dan P. ovale dan

dikombinasi dengan skhizontosida darah untuk membasmi parasit pada stadium

erithrositik. Primakuin juga bersifat gametosidal terhadap P. falciparum dan

mempunyai aktivitas yang sangat bermakna terhadap stadium erithrosit P. vivax

dan terhadap bentuk aseksual P. falciparum.(Depkes RI, 2008)

Pada kasus ini pasien bekerja sebagai TNI AD yang baru saja pulang dari

bertugas di Provinsi Papua selama 9 bulan.

Malaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles merupakan

salah satu penyakit yang tetap endemik di beberapa daerah di Indonesia, walaupun

pemerintah telah melakukan berbagai usaha untuk mengobati dan mencegah

malaria. Pada tahun 2017, baru 266 kabupaten/kota (52,0%) di antara 514

kabupaten/ kota yangdinyatakan bebas malaria. Selain itu, terdapat 39 kabupaten/

kota dengan penularan tinggi yang terutama berada di kawasan timur Indonesia,

yaitu Papua, Papua Barat, dan NTT. Pada 2016, di Papua terdapat 424.083

penderita yang diduga malaria dan 155.670 kasusyang terbukti positif malaria

berdasarkan hasilpemeriksaan apusan darah. (Debora et al, 2018)

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

masalah kesehatanmasyarakat di Indonesia, diantaranya yang menyerang Tentara

Nasional Indonesia (TNI). Ancaman malaria terus berkembang hinggaPerang

Dunia II dan menjadi penyakit yang palingbanyak melumpuhkan kekuatan tentara


saatbertugas (Heridadi, 2013). Serangan penyakit malaria pada prajurit dalam

satuan tugas(satgas) TNI merupakan salah satu hambatanpelaksanaan tugas dalam

menjaga kedaulatan negara, khususnya di wilayah perbatasan terluar Indonesia,

salah satunya adalah wilayah perbatasanRepublik Indonesia (RI) dengan Papua

Nugini (PNG). Satgas - satgas TNI dari berbagai daerah di Indonesia dikirim

untuk bertugas memeriksa patok – patok perbatasan Provinsi Papua dengan

Negara Papua Nugini. Wilayah perbatasan berada padadaerah pedalaman Provinsi

Papua. Saat bertugasdi pedalaman Provinsi Papua, transportasi yang tersedia

sangat terbatas, jika tidak menggunakan pesawat terbang, maka digunakan

helikopter atau alternatif terakhir jalan kaki. Akses jalan di daerah pedalaman

belum ada, dari satu pos pengamanan ke pos lainnya, kadang ditempuh dengan

jalan kaki atau menggunakan helikopter. Wilayah pedalaman Provinsi Papua

sebagian besar berupa hutan primer. Hutan di Provinsi Papua yang tergolong

masih rimbun menjadi habitat beberapa nyamuk penularmalaria Anopheles spp.

Salah satu jenis nyamukpenular malaria di Provinsi Papua yaitu Anopheles

punctulatus yang habitat perkembang biakannya berupa bekas galian pasir, sumur,

selokan/parit dan kolam (Sandy, 2015). Akses jalan yang sulit pada saat

melakukan patroli patok menyebabkan merekaharus tidur di hutan karena jarak

tempuh yang jauh tidak memungkinkan mereka untuk kembalike pos penjagaan.

Tidur di hutan merupakan salahsatu perilaku yang berisiko tertular malaria. Hasil

penelitian Thang (2008) yang menunjukkan bahwa pekerja hutan yang tidur di

hutan mempunyai besar risiko 2,7 kali tertular malaria (Thang et.al, 2008).

Wilayah Provinsi Papua tergolong masih tertinggi dalam kasus malaria. Tidak
sedikit media massa baik cetak dan elektronik yang memberitakan bahwa hampir

seluruh anggota satgas TNI pada wilayah perbatasan di Provinsi Papua pernah

menderita malaria (Pratamawati, 2019).

Penyakit malaria berpengaruh pada kesehatan prajurit tentara baik saat

bertugas maupun saat berperang/operasi militer. Data dari Rumah Sakit TNI AD

Marthen Indey Jayapura menunjukkan jumlah prajurit TNI yang terserang malaria

tahun 2016 sejumlah 1.079 pasien. Sementara pada Januari - Juni2017 mencapai

672 pasien yang dirawat. Menurut keterangan Kepala Rumah Sakit TNI AD

Marthen Indey pada bulan Agustus 2017, Kolonel CKM dr Wahyu Triyanto,

bahwa sebagian prajurit yang terkena malaria adalah prajurit dari luar Provinsi

Papua, karena prajurittersebut tak memiliki kekebalan malaria. Prajurit

yangterkena malaria tersebut rata-rata terinfeksi Plasmodium falciparum yang

berbahaya, karena bisa menyerangotak dan menyebabkan kematian. Selama kurun

waktu 2016 hingga Juni 2017, prajurit TNI yang meninggal dunia akibat malaria

berjumlah dua orang.Selain itu, setiap tahunnya personel satgas pamtas

dibeberapa batalyon masih menderita malaria pada saat kembali ke satuan asal

(Fazri & Pamudi, 2015).


BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Pasien laki-laki berusia 29 tahun datang untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan setelah bertugas di Perbatasan Papua New Gunea. Dari
anamnesis diketahui Pasien bertugas selama 9 bulan dan diketahui
memiliki riwayat malaria pada bulan Mei tahun 2018. Riwayat pekerjaan
pasien yakni TNI Angkatan Darat, yang ditugaskan menjaga perbatasan
Indonesia-Papua New Gunea. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan
darah 140/80 mmHg, suhu 37,0 oC, nadi 80x/menit, dan 26x/menit. Tidak
ditemukan konjungtiva anemis, splenomegali dan ikterik. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan hasil rapid test malaria positif malaria
falciparum dan malaria vivax.
2. Papua merupakan wilayah perbatasan terluar antara Indonesia dengan
Papua New Gunea. Satgas-satgas TNI dari berbagai daerah di Indonesia
dikirim untuk bertugas memeriksa patok-patok perbatasan Provinsi Papua
dengan Negara Papua Nugini yang terletak di pedalaman hutan papua.
Hutan di Provinsi Papua yang tergolong masih rimbun dan menjadi habitat
beberapa nyamuk penular malaria Anopheles spp. Akses jalan yang sulit
pada saat melakukan patroli patok menyebabkan mereka harus tidur di
hutan karena jarak tempuh yang jauh tidak memungkinkan mereka untuk
kembalike pos penjagaan. Tidur di hutan merupakan salah satu perilaku
yang berisiko tertular malaria.

B. SARAN
1. Bagi mahasiswa kedokteran, laporan ini dapat di jadikan sebagai bahan
referensi dalam meningkatkan pengetahuan, ataupun penelitian lebih
lanjut mengenai kekarantinaan khususnya mengenai malaria pada TNI
AD yang bertugas di perbatasan Indonesia-Papua New Guinea
2. Pada para anggota TNI yang ditugaskan di wilayah perbatasan
diberikan pembekalan mengenai penyakit yang akan mereka hadapi
serta diberikan pamflet mengenai penyakit tersebut.
3. Pada anggota TNI yang telah terkena penyakit tersebut, dilakukan
tatalaksana hingga tuntas.
DAFTAR PUSTAKA

CDC. 2007. Malaria. https://www.cdc.gov/dpdx/malaria/index.html-Diakses


Agustus 2019.
Corwin EJ. 2000. Buku saku patofisiologi. EGC Jakarta. Hal.125-126

Debora, dkk. 2018. Prevalensi malaria di Asmat, Papua:Gambaran situasi terkini


di daerah endemik tinggi. Journal of Community Empowerment for
Health.Volume 1(1).

Depkes RI. 2008. Pelayanan Kefarmasian Untuk Penyakit Malaria. Jakarta.

Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara. 2016. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara.


Data & informasi Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara. Kendari.
Fazri, B., Pamudi, H.B.Y.R. 2015. Strategi Pencegahan Malaria Pada Prajurit
TNI-AD di Daerah Endemis (StudiPada Satuan Tugas Pengamanan
PerbatasanBatalyon Infanteri 323/Raider Periode November2014-
September 2015. J Prodi Manaj Bencana. 3: 43–56.
Gandahusada, Srisasi dkk. Parasitologi Kedokteran, Edisi 3. FKUI Jakarta, 1998;
171-209

Griffith KS, Lewis LS, Mali S et al. 2007. Treatment of malaria in the United
States: a systemic review. JAMA. 297 (20): 2264 – 77

Harijanto, P.N., Nugroho, A., Gunawan, C.A. 2012. Malaria Dari Molekuler Ke
Klinis. EGC. Jakarta.
Hasugian, A. R., Purba, H. L., Kenangalem, E., Wuwung, R. M., Ebsworth, E. P.,
Maristela, R., et al. 2007. Dihydroartemisinin-piperaquine versus
artesunate-amodiaquine: superior efficacy and posttreatment prophylaxis
against multidrug-resistant Plasmodium falciparum and Plasmodium
vivax malaria. Clin Infect Dis. Halaman.1067-1074
Heridadi. 2013. Aspek Pertahanan Biologi (Biodefense)Pada Penugasan Operasi
Prajurit TNI di LuarNegeri. Disertasi S3 Universitas Gadjah Mada.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Infodatin Malaria. Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta
Nurmansyah, Dian. 2016. Rapid Diagnostic Test untuk Malaria Falciparum.
Program studi magister ilmu biomedik kekhususan ilmu kedokteran dasar
mikrobiologi program pascasarjana universitas udayana. Denpasar
Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2013. Pedoman Tata Laksana Malaria. Menteri
Kesehatan RI. Jakarta.
Putra, Teuku Romi Imansyah. 2011.Malaria Dan Permasalahannya.Jurnal Syiah
Kuala. Volume 11 nomor 2..
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, &
Pemberantasannya. Erlangga. Jakarta
Zulkarnain Iskandar, Setiawan Budi, Harijanto paul. 2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi ke-6. Interna Publishing. Jakarta.
Harijanto, P.N., Nugroho, A., Gunawan, C.A. 2012. Malaria Dari Molekuler Ke
Klinis. EGC. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Infodatin Malaria. Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2013. Pedoman Tata Laksana Malaria. Menteri
Kesehatan RI. Jakarta.
Pratamawati, D. dkk. 2019. Potensi Penularan Malaria Pada Prajurit Tentara
Nasional Indonesia (Studi Pada Batalyon Infantri 411 Kota
Salatiga).Vektora. Volume 11 Nomor 1 : 53 – 62.

Putra, Teuku Romi Imansyah. 2011.Malaria Dan Permasalahannya.Jurnal Syiah


Kuala. Volume 11 nomor 2.
Sandy, S. 2015. Breeding sites characteristic of Anophelespunctulatus group as
malaria vector in PapuaKarateristik habitat Anopheles punctulatus
groupsebagai vektor malaria di Papua. J Buski. 5: 126–131.
Suh KN, Kain KC, Keystone JS. 2004. Malaria. JMAC. 170 (11): 1-10

Thang, N.G., Erhart,, Speybroeck, N., Hung, L.X., Thuan,L.K., Hung, C.T., Ky,
P.V. Marc Coosemans, M. 2008. Malaria in central Vietnam: analysis of
risk factorsby multivariate analysis and classification tree models. Malar
J. 7: 28.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, &


Pemberantasannya. Erlangga. Jakarta
Zulkarnain Iskandar, Setiawan Budi, Harijanto paul. 2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi ke-6. Interna Publishing. Jakarta.
Wirth, D. dan Alonso, P. 2017. Malaria: Biology in the era oferadication. New
York. Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Lolombulan, H.I. 2015. Kajian YuridiUndang-Undang Nomor 34 Tahun2004
Tentang Tentara NasionalIndonesia Terhadap Kedudukan dan Tugas TNI
dalamPemberantasan Terorisme diIndonesia. Lex et Societatis. 3(1)92-100.
Mayasari, R., Andriayani, D., Sitorus, H. 2015. Faktor Risiko yang Berhubungan
dengan Kejadian Malaria di Indonesia (Analisis Lanjut Riskesdas 2013).
BuletinPenelitian Kesehatan. 14(1): 1324
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai