Anda di halaman 1dari 9

A.

Latar Belakang
Masa nifas (puerpurium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu. (Prawirohardjo, 2002). Masa nifas merupakan
masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan
dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama
setelah melahirkan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas.
Selama ini perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab kematian ibu,
namun dengan meningkatnya persediaan darah dan system rujukan, maka infeksi
menjadi lebih menonjol sebagai penyebab kematian dan morbiditas ibu.
Infeksi dalam masa nifas contohnya seperti peritonitis dan mastitis.
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus
visesra dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jerih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang
terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis. Mastitis
termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah peradangan payudara yang
dapat disertai infeksi atau tidak, yang disebabkan oleh kuman terutama
staphylococcus aureus melalui luka pada putting susu atau melalui peredaran
darah.

B. Infeksi payudara
1. Pengertian Masitis

Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah peradangan


payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang disebabkan oleh kuman
terutama staphylococcus aureus melalui luka pada putting susu atau melalui
peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga
mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Infeksi terjadi melalui luka pada
putting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang
keadaan ini bisa menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses
payudara, penggumpalan nanah lokal pada payudara, merupakan komplikasi berat
pada mastitis.

2. Faktor resiko

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan resiko mastitits, yaitu :

a. Umur, wanita berumur 21 – 35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada
wanita dibawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b.Paritas, mastitis lebih banyak di derita oleh primipara.
c. Serangan sebelumnya, serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini
merupakan akibat teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki. teknik
menyusui yang salah yaitu teknik yang tidak sesuai dengna teknik menyusui
yang benar. Adapun teknik menyusui yang benar :
1) Pastikan posisi ibu ada dalam posisi yang nyaman.
2) Kepala dan badan bayi berada dalam garis lurus.
3) Wajah bayi menghadap payudara, hidung berhadapan dengan putting.
4) Ibu harus memeluk badan bayi dekat dengan badannya.
5) Jika babyi baru lahir, ibu harus menyangga seluruh tubuh bayi.
6) Sebagian besar aerola masuk kedalam mulut bayi.
7) Bibir bawah melengkung keluar.
8) Dagu bayi menyentuh payudara ibu
(buku KIA, 2016)
d.Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan resiko mastitis, walaupun
penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
e. Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat
mengurangi resiko mastitis.
f. Faktor kekebalan dalam ASI. Faktor kekebalan ASI dapat menyebabkan
mastitis karena faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme
pertahanan dalam payudara.
3. Etiologi
Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya
merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi.
a. Statis ASI
Statis ASI terjai jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.
Hal ini terjadi bila payudara tebendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat
jika bayi tidak menghisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara,
pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan
pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar
dua/lebih.
b. Infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses
payudara adalah organisme koagulase-positif staphylococcus aureus dan
staphylococcus albus. Escherichia coli dan streptococcus kdang-kadang juga
ditemukan. Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid.

4. Patofisiologi.

Statis ASI peningkatan tekanan duktus jika ASI tidak segera dikeluarkan,
maka terjadi peningkatan tegangan alveoli yang berlebihan. Sehingga
menyebabkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan dan
permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen ( terutama protein dan
kekebalan tubuh dan natrium ) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaaringan
sekitar sel memicu respons imun. Kerusakan jaringan mempermudah terjadinya
infeksi (staobhylococcus aureus dan sterpococcus ) dari pport d’ entry yaitu :
duktus laktiferus ke lobus sekresi dan putting yang retak ke kelenjar limfe sekitar
duktus/periduktal dan secara hematogen.
5. Manifestaasi klinis

a. Gejala
1) Gejala mastitis infektiosa
a) lemah, myalgia, nyeri kepala seperti gejala flu da nada juga yang
disertai takikardia.
b) demam suhu > 38, 5 ̊ C
c) Ada luka pada puting payudara
d) Kulit payudara kemerahan atau mengkilat
e) Terasa keras dan tegang
f) Payudara membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan yang
berbatas tegas
g) Peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena
ASI yang terasa asin.
2) Gejala mastitis non infeksiosa
a) Adanya bercak panas dan nyeri tekan yang akut
b) Bercak kecil keras yang nyeri tekan
c) Tidak ada demam dan ibumasih baik-baik saja.
b. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala klinis yang diperoleh


dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang.

Diagnosis banding :

a. Mastitis infesiosa
b. Mastitis non infeksiosa

Pemeriksaan penunjang

1) Lab darah
2) Kultur kuman
3) Uji sensitifitas
4) Mammografi
5) USG payudara.

c. Pencegahan
Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui:
1) Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan.
2) Menyusui dengan posisi yang benar.
3) Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif.
4) Makan dengan gizi yang seimbang.
Hal-hal yang mengganggu proses menyusui, membatasi, mengurangi isapan
proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain :
1) Penggunaan dot.
2) Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama.
3) Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum ia siap
untuk menghisap payudara yang lain.
4) Beban kerja yang berat atau penuh tekanan
5) Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam.
6) Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
Penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang. Hal-hal
yang harus dilakukan yaitu :
1) Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh
bayinya untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada
putting susu.
2) Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki tanpa batas.
3) Perawwatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan
pemerasan ASI.

Perhatian dini terhadap semua tanda statis ASI

1) Ibu harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,


nyeri/panas/kemerahan.
2) Bila ibu mempunyai faktor salah satu faktor resiko, seperti kealpaan
menyusui.
3) Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.

Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu untuk :

1) Beristirahat, ditempat tidur bila mungkin.


2) Sering menyusui pada payudara yang terkena.
3) Menngompres pada payudara yang terkena, berendam dengan air hangat
atau pancuran.
4) Memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusui untuk
membantu ASI mengalir dari daerah tersebut.
5) Mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih baik paa keesokakn
harinya.

Ibu membutuhkan terlatih dalam menyusui setiap saat ibu mengalami kesulitan
yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:

1) Nyeri/putting pecah-pecah
2) Ketidaknyamanan payudara setelah menyusui
3) Kopresi putting susu (garis putih melintasi ujung putting ketika bayi
melepaskan payudara)
4) Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
5) Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak
cukup.
6) Pengenalan makanan lain secara dini.
7) Menggunakan dot.
8) Pengendalian infeksi.
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan
sering sebelum dan setelah komtak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti
dengan rawat gabung bayi dengan ibu memrupakan jalan penting untuk
mengurangi infeksi rumah sakit.

1. Penanganan
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah :

a. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling nyeri dan membuat
prustasi, dan membuat banyak wanita merasa sakit. selain dalam
penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan
dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang nilai
menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang
terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan
puliih baik bentuk maupun fungsinya.
Ia membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua
tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagai mana meneruskan
menyususi/memeraas ASI dari payudara yang terkena. Ia akan
membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan
bimbingan sampai ia benar-benar pulih.
b. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi penting, anatara lain:
1) Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya.
2) Dorong untuk serng menyusui, sesering dan selama bayi
menghendaki, tanpa pembatasan.
3) Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai
menyusui dapat dimulai lagi.
c. Terapi antibiotic
Terapi antibiotic diindikasiakan pada:
1) .Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukan
infeksi.
2) Gejala berat sejak awal.
3) Terlihat putting pecah-pecah.
4) Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI
diperbaiki.
Antibiotik laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap
staphylococcusb aureus. Untuk organisme gram negative,
sefaleksin/amoksilin mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari
payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotic
ditentukan.
Dosis antibiotic :
a. Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
b. Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam.
c. Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral.
d. Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam.
e. Sefaleksin 250-500 mg setiap 6 jam.
d. Terapi simptomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesic. Ibu profen
dipertimbangkan sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu
mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol merupakan alternative yang
paling tepat. Istirahat sangat penting, karena tirah baring dengan bayinya
dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki
pengeluaran susu.
Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat
pada payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI,
dan yakinkan bahwa ibu minum cukup cairan.

Asuhan kebidanan pada kegawatdaruratan mastitis


a. Tatalaksana umum
1) Ibu sebaiknya tirah baring dan mendapatkan asuoan cairan yang lebih
banyak.
2) Sampel ASI sebaiknya diuji sensitivitas.
b. Tatalaksana khusus
1) Berikaan antibiotika :
 Kloksalisin 500mg per oral per 6 jam selama 10-14 hari
 Eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selam 10-14 hari
2) Dorong ibu untuk tetap menyusui, dimulai dengan payudara yang
tidak sakit. Bila payudara yang sakit belum kosong menyusui,
pompa payudara untuk mengeluarkan isinya.
3) Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan
nyeri.
4) Berikan parasetamol 3x500 mg per oral.
5) Sangga payudara dengan bra yang pas.
6) Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
(buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan
rujukan, 2013)

Anda mungkin juga menyukai