Anda di halaman 1dari 8

Satuan Acara Penyuluhan

Mata Kuliah : Asuhan Keperawatan Komunitas

Pokok Bahasan : Penyuluhan TBC

Sasaran : Warga Bareng

Tempat : Kelurahan Bareng

Hari/ Tanggal : Senin, 2 September 2019

Alokasi Waktu : 40 menit

Pertemuan ke :1

Pengajar : Mahasiswa PSIK

Tujuan Instruksional
‐ Tujuan Umum

Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan warga kelurahan Bareng dapat


menginformasikan dan mengetahui tentang penyakit TBC dan pencegahannya sehingga dapat
menjaga kesehatan dan lingkungan sekitar.

‐ Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan warga dapat mengerti dan menjelaskan
kembali :

1. Pengertian TBC
2. Proses penularan TBC
3. Gejala – gejala TBC
4. Pengobatan TBC
5. Pencegahan TBC
A. Sub Pokok Bahasan

1. Pengertian TBC

2. Proses penularan TBC

3. Gejala – gejala TBC

4. Pengobatan TBC

5. Pencegahan TBC

B. Kegiatan Belajar Mengajar


NO Tahap Waktu Kegiatan Pengajar Kegiatan Mhs Metode Media
1. Pendahuluan 5 Menit Pembukaan : - Menjawab Ceramah
 Memberi Salam Salam
 Kontrak waktu -
 Menjelaskan tujuan Mendengarkan
Pembelajaran dan

 Menyebutkan Memperhatikan

materi/pokok
bahasan yang akan
disampaikan
2. Penyajian 30 Menit 1. Menjelaskan isi - Menyimak dan -Ceramah - PPT
materi penyuluhan: memperhatika - Tanya -Leafleat
a. Pengertian TBC n Jawab
b. Bagaimana proses
penularan TBC
c. Tanda dan gejala - Mengajukan
TBC pertanyaan
d. Pengobatan pada
TBC - Menjawab
e. Cara pencegahan Pertanyaan
pada TBC

2. Memberikan
kesempatan kepada
komunikan untuk
bertanya tentang
materi yang
disampaikan.

3. Memberikan
pertanyaan kepada
komunikan tentang
materi yang
disampaikan.
3. Penutup 5 Menit 1. Menyimpulkan - Mendengarkan - Ceramah
materi yang telah -Menjawab
disampaikan salam
2. Menyampaikan
terima kasih atas
perhatian dan
waktu yanga telah
dibarikan kepada
peserta
3. Mengucapkan
salam

C. Evaluasi
1. Warga mampu menjelaskan dan memahami pengertian TBC.
2. Warga mengetahui dan memahami bagaimana cara penularan TBC.
3. Warga mahami dan mengetahui bagaimana gejala – gejala yang ditimbulkan dari penyakit
TBC
4. Warga mengetahui cara pencegahan yang tepat dan benar terhadap penyakit TBC.
5. Memberikan kuisioner tingkat pemahaman penyuluhan TBC setelah diberikannya
penyuluhan.
D. Materi (Terlampir)
1. Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang
disebabkan oleh MT. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua
organ atau jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area
osteoartikular.Biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkel mengalami nekrosis
perkijuan (Depkes RI, 2002).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013). Tuberkulosis adalah penyakit infeksius,
yang terutama menyerang parenkim paru. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe
(Smeltzer & Bare, 2002).

2. Cara Penularan TBC

Sumber penularan adalah penderita TBC BTA (+) yang ditularkan dari orang ke orang
oleh transmisi melalui udara. Pada waktu berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percian dahak) besar (>100
µ) dan kecil (1-5 µ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di
udara dan terhirup oleh individu yang rentan (Smeltzer & Bare, 2002).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam dan orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan,
kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui saluran
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut (Depkes RI, 2008).
Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh tingkat penularan, lamanya
pajanan/kontak dan daya tahan tubuh (Kemenkes RI, 2013). Infeksi HIV mengakibatkan
kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler, sehingga jika terjadi infeksi oportunistik,
seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
penderita TBC akan meningkat, dengan demikian penularan TBC di masyarakat akan
meningkat pula.
3. Gejala –gejala TBC

Gejala utama yang terjadi adalah batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu
atau lebih. Gejala tambahan yang sering terjadi yaitu batuk darah atau dahak bercampur
darah, sesak nafas, nyeri dada, badan lemas, keletihan, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa aktifitas
fisik, demam meriang lebih dari sebulan.

Gejala umum TBC anak adalah sebagai berikut:


a. Berat badan turun selama tiga bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau berat
badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam satu bulan setelah diberikan
upaya perbaikan gizi yang baik.
b. Demam yang lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak
tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TBC pada anak
apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain. 17
c. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
d. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multipel, paling
sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.
e. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to
thrive).
f. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
g. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare. (Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala, 2009)

4. Pengobatan TBC

Tujuan pemberian pengobatan menurut Kemenkes RI (2011) adalah: menyembuhkan,


mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien, mencegah kematian akibat
TBC aktif atau efek lanjutan, mencegah kekambuhan TBC, menurunkan tingkat
penularan TBC kepada orang lain, mencegah perkembangan dan penularan resisten obat
anti tuberkulosis (OAT).
Jenis OAT terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E)
dan Streptomisin (S). Pengobatan TBC diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif
dan lanjutan. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu dua minggu.
Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
dua bulan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan OAT yang digunakan oleh Program
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
b. Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), yang terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan penderita. Paduan OAT disediakan
dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu penderita
dalam satu masa pengobatan. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan penderita yang
mengalami efek samping OAT KDT.

Pengobatan TBC, penderita harus meminum 3-4 macam obat setiap hari selama
minimal 6 bulan. Pengobatan tuberculosis paru membutuhkan waktu yang lama dan
teratur sehingga penderita sering merasa bosan yang berakibat pengobatan tidak
dilakukan secara disiplin dan teratur.

5. Pencegahan TBC

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderitaan, masayrakat dan petugas


kesehatan.
a. Pengawasan Pederita, kontak dan lingkungan
1.Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2.Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus
diberikan vaksinasi BCG.
3.Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang
antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
4.Isolasi, pemeriksaan kepada orang–orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC.
Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang
memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan – alasan
sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
5.Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian) ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6.Imunisasi orang–orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang–orang sangat
dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang

b. Tindakan Pencegahan.
1.Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti
kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
2.Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau suspect
gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak,
suspect, perawatan.
3.Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit
inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
4.BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi
ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut
berupa tempat pencegahan.
5.Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.
6.Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil pemeriksaan
tuberculin test. (Depkes, RI. 2001)
E. Daftar Pustaka

Depkes RI, 2001. Faktor budaya malu hambat pencegahan penyakit tuberkulosis,
Media Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010 2014. Jakarta;
Kementerian Kesehatan RI. 2011.
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala, 2009, Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep,
Proses, dan Aplikasi, Salemba Medika, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk),
EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai