Anda di halaman 1dari 26

Diseminasi Permenkes Tentang

Sponshorsip Dalam Rangka


Mencegah Terjadinya TIPIKOR

Dr. M. Luthfie Hakim, S.H., M.H.


(luthfiehakim10@gmail.com)

Pendiri M. LUTHFIE HAKIM & PARTNERS, Law Firm, Jakarta


Anggota Kompartemen Hukum, Advokasi dan Mediasi PERSI
Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
Dosen Hukum Kesehatan FH UGM dan FH UI
Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI)
Anggota Divisi Advokasi PP MUKISI
Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan MHKI Pusat
Ketua Umum Himpunan Advokat Spesialis Rumah Sakit (HASRS)
Mediator dan Mediator Kesehatan
PERMENKES 58/2016 SEBUAH
TEROBOSAN TERHADAP ANCAMAN
PIDANA GRATIFIKASI (1)
• Pasal 51 huruf e UUPK, dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban:
menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran
gigi.

• Pasal 27 ayat (2) UU Kesehatan:


Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya
berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
PERMENKES 58/2016 SEBUAH
TEROBOSAN TERHADAP ANCAMAN
PIDANA GRATIFIKASI (2)

• Pasal 1 angka 1 PERMENKES 58/2016:


Sponsorship adalah pemberikan dukungan dalam
segala bentuk bantuan dan/atau kegiatan dalam
rangka peningkatan pengetahuan yang dilakukan,
diorganisir atau disponsori oleh perusahaan/industri
farmasi, alat kesehatan, alat laboratorium kesehatan
dan/atau perusahaan/industri lainnya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara transparan dan
akuntabel.
PERMENKES 58/2016 SEBUAH
TEROBOSAN TERHADAP ANCAMAN
PIDANA GRATIFIKASI (3)

• Pasal 2 PERMENKES 58/2016:


Pengaturan Sponsorship bagi Tenaga Kesehatan
dalam Peraturan Menteri ini bertujuan untuk
mendukung peningkatan pengetahuan dan/atau
keterampilan serta pengembangan profesi Tenaga
Kesehatan.
Kewajiban Pelaporan
Penerima Sponsorship

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1):


Seluruh pihak penerima Sponsorship harus lapor kepada KPK
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah menerima
Sponsorship.
TATA CARA PELAPORAN DAN
PENENTUAN STATUS GRATIFIKASI
(UU No.30 Tahun 2002 Tentang KPK) (1)
Pasal 16:
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi, dengan tata cara sebagai berikut:
a. Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir
sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi.
b. Formulir sebagaimana dimaksud pada huruf a sekurang-
kurangnya memuat:
1. nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi;
2. jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara;
3. tempat dan waktu penerimaan gratifikasi;
4. uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan
5. nilai gratifikasi yang diterima.
TATA CARA PELAPORAN DAN
PENENTUAN STATUS GRATIFIKASI
(UU No.30 Tahun 2002 Tentang KPK) (2)
Pasal 17 ayat (3):
Status kepemilikan gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi. 


Pasal 17 ayat (4):


Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat berupa penetapan status kepemilikan
gratifikasi bagi penerima gratifikasi atau menjadi milik negara. 


Pasal 17 ayat (5):


Komisi Pemberantasan Korupsi wajib menyerahkan keputusan status
kepemilikan gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada
penerima gratifikasi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
tanggal ditetapkan.
GRATIFIKASI YANG DIANGGAP SUAP
DI BIDANG KESEHATAN (PMK NO.14 TAHUN 2014)

Pasal 4:
a. marketing fee atau imbalan yang bersifat transaksional yang
terkait dengan pemasaran suatu produk; 

b. cashback yang diterima instansi yang digunakan untuk
kepentingan pribadi; 

c. Gratifikasi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa,
pelayanan publik, atau proses lainnya; dan 

d. sponsorship yang terkait dengan pemasaran atau penelitian
suatu produk. 

GRATIFIKASI YANG TIDAK DIANGGAP SUAP
DI BIDANG KESEHATAN (PMK NO.14 TAHUN 2014) (1)

Pasal 5:
a. Gratifikasi yang tidak dianggap suap yang terkait kedinasan
yaitu pemberian yang diterima secara resmi oleh Aparatur
Kementerian Kesehatan sebagai wakil resmi instansi dalam
suatu kegiatan dinas, sebagai penghargaan atas
keikutsertaan atau kontribusinya dalam kegiatan tersebut; dan 

b. Gratifikasi yang tidak dianggap suap yang tidak terkait
kedinasan.

Terkait jabatan tidak sama dengan terkait kedinasan.


GRATIFIKASI YANG TIDAK DIANGGAP SUAP
DI BIDANG KESEHATAN (PMK NO.14 TAHUN 2014) (2)

Pasal 6:
Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap terkait kedinasan yang
diperoleh dari namun tidak terbatas pada:
a. pihak lain berupa cinderamata dalam kegiatan resmi
kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi,
pelatihan atau kegiatan lain sejenis;
b. pihak lain berupa kompensasi yang diterima terkait
kegiatan kedinasan, seperti honorarium, transportasi,
akomodasi dan pembiayaan l sebagaimana diatur pada
standar biaya yang berlaku di instansi pemberi,
sepanjang tidak terdapat pembiayaan ganda, nilai yang
wajar, tidak terdapat Konflik Kepentingan dan tidak
melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima;
dan
c. sponsorship yang diberikan kepada instansi terkait
dengan pengembangan institusi, perayaan tertentu yang
dimanfaatkan secara transparan dan akuntabel.
GRATIFIKASI YANG TIDAK DIANGGAP SUAP
DI BIDANG KESEHATAN (PMK NO.14 TAHUN 2014) (3)

Pasal 6:
Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap tidak terkait kedinasan
yang diperoleh dari namun tidak terbatas pada:
a. orang lain yang memiliki hubungan keluarga sepanjang
tidak mempunyai konflik kepentingan dengan penerima
gratifikasi;
b. orang lain yang terkait dengan acara pernikahan dll, tidak
ada batasan nilai tertinggi, sepanjang tidak memiliki
konflik kepentingan dan dilaporkan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi dan setelah dilakukan verifikasi
dan klarifikasi dinyatakan tidak dianggap suap;
c. pemberian dari instansi atau unit kerja yang berasal dari
sumbangan bersama kepada Aparatur Kementerian
Kesehatan selain upacara sebagaimana dimaksud pada
huruf b yang dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi dan setelah dilakukan verifikasi dan klarifikasi
dinyatakan tidak dianggap suap;
GRATIFIKASI YANG TIDAK DIANGGAP SUAP
DI BIDANG KESEHATAN (PMK NO.14 TAHUN 2014) (4)

d. atasan kepada bawahan Aparatur Kementerian


Kesehatan sepanjang tidak menggunakan
anggaran negara;
e. orang lain termasuk sesama aparatur Kementerian/
Lembaga yang terkait dengan acara perayaan
menyangkut kedudukan atau jabatannya seperti
pisah sambut dll, yang dilaporkan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi dan setelah dilakukan
verifikasi dan klarifikasi dinyatakan tidak dianggap
suap; 

f. orang lain termasuk sesama Aparatur Kementerian
Kesehatan yang terkait dengan musibah atau
bencana yang dialami oleh penerima Gratifikasi
atau keluarganya sepanjang tidak mempunyai
Konflik Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;
g. orang lain berupa hadiah, hasil undian, diskon/
rabat, voucher, point rewards atau souvenir yang
berlaku umum;
GRATIFIKASI YANG TIDAK DIANGGAP SUAP
DI BIDANG KESEHATAN (PMK NO.14 TAHUN 2014) (5)

h. orang lain berupa hidangan atau sajian yang berlaku


umum;
i. prestasi akademis atau non akademis yang diikuti
dengan menggunakan biaya sendiri seperti
kejuaraan, perlombaan atau kompetisi;
j. keuntungan atau bunga dari penempatan dana,
investasi atau kepemilikan saham pribadi yang
berlaku umum; dan 

k. kompensasi atau penghasilan atas profesi yang
dilaksanakan pada saat jam kerja, dan mendapatkan
ijin tertulis dari atasan langsung dan atau pihak lain
yang berwenang.
Gratifikasi Adalah Pelanggaran Disiplin
Tenaga Medis
(Perkonsil Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi)

Dokter atau dokter gigi Dalam melakukan rujukan


dilarang menerima pasien, laboratorium, dan/atau
teknologi kepada dokter atau
imbalan sebagai hasil dari dokter gigi lain atau sarana
merujuk atau meminta penunjang lain, atau pembuatan
pemeriksaan atau resep/pemberian obat, seorang
dokter atau dokter gigi hanya
memberikan resep obat/ dibenarkan bekerja untuk
alat kesehatan kepentingan pasien.

Oleh karenanya, dokter atau dokter gigi tidak dibenarkan meminta


atau menerima imbalan jasa atau membuat kesepakatan dengan pihak
lain di luar ketentuan etika profesi (kick-back atau fee-splitting) yang
dapat mempengaruhi indepedensi dokter atau dokter gigi yang
bersangkutan.
Nomenklatur PERMENKES:
Sponsorship bagi Tenaga Kesehatan
atau di Bidang Kesehatan?

• PERMENKES no.58/2016 Tentang Sponsorship bagi


Tenaga Kesehatan
• Pasal 1 Angka 1 PERMENKES:
Sponsorship adalah pemberian dukungan dalam
segala bentuk bantuan dan/atau kegiatan dalam
rangka peningkatan pengetahuan yang dilakukan,
diorganisir atau disponsori oleh perusahaan/industri
farmasi, alat kesehatan, alat laboratorium kesehatan
dan/atau perusahaan/industri lainnya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara transparan dan
akuntabel.
Nomenklatur PERMENKES:
Sponsorship bagi Tenaga Kesehatan
atau di Bidang Kesehatan?

• Pasal 3 PERMENKES:
(1) Sponsorship dapat diberikan kepada Tenaga
Kesehatan.
(2) Selain kepada Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Sponsorship juga dapat
diberikan kepada Institusi, organisasi fasiltas
pelayanan kesehatan dan/atau Organisasi Profesi
sebagai penyelenggara.
Prinsip Pemberian Sponsorship
Kepada Tenaga Kesehatan

• Pasal 4 Ayat (1) PERMENKES:


a. Tidak mempengaruhi independensi dalam
pemberian pelayanan kesehatan
b. Tidak dalam bentuk uang atau setara uang
c. Tidak diberikan secara langsung kepada individu
d. Sesuai dengan bidang keahlian
e. Diberikan secara terbuka
f. Dikelola secara akuntabel dan transparan
Pengecualian Pemberian Menggunakan Uang atau
Setara Uang & Pemberian Secara Terbuka

• Pasal 4 ayat (2): 



Sponsorship dapat diberikan berupa uang dan setara
uang secara langsung untuk honor bagi pembicara
dan/atau moderator
• Pasal 5:

(1) Harus dilakukan terbuka dan tidak ada konflik
kepentingan

(2) Agar tidak mempengaruhi independensi seperti
penulisan resep, anjuran penggunaan barang atau
terkait produk sponsorship
Pemberian Sponsorship Melalui
Institusi

• Pasal 6 Ayat (1)



Diberikan kepada Pegawai ASN atau Non-pegawai
ASN
• Pasal 6 Ayat (2):

Sponsorship bagi Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan melalui Institusi.
• Pasal 6 Ayat (4):

Selain Tenaga Kesehatan dengan status sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Sponsorship dapat diberikan
kepada Tenaga Kesehatan praktik perorangan —>
Pemberiannya SECARA LANGSUNG?
Pemberian Sponsorship Melalui
Institusi (2)

• Pasal 7 ayat (1):


Sponsorship kepada Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. penugasan dari pimpinan; dan
b. sesuai dengan bidang keahliannya.
• —> Bolehkah pemberi Sponsorship secara terbuka
menyebutkan nama Tenaga Kesehatan yang
mereka minta agar diberi penugasan oleh pimpinan?
• Pasal 7 ayat (2)

Nakes praktik perorangan harus sesuai bidang
keahliannya
Pemberian Sponsorship Melalui
Institusi (3)

• —> Tidak diatur inisiasi penerimaan Sponsorship,


apakah dari pemberi atau penerima Sponsorship.
Dengan demikian Tenaga Kesehatan yang
membutuhkan Sponsorship dapat mengambil inisiatif
agar memperoleh Sponsorship.
• —> Bolehkah Institusi yang diamanahi dana
Sponsorship memotong pemberian Sponsorship
kepada Tenaga Kesehatan, misalnya untuk keperluan
Administrasi RS?
Bentuk-Bentuk Sponsorship yang
Dapat Diberikan

• Pasal 8 PERMENKES:
a. Registrasi/pendaftaran
b. Tiket perjalanan
c. Akomodasi
d. Honor (bagi pembicara dan/atau moderator
• Besarannya sesuai dengan ketentuan Per-UU-an
atau unit cost yang berlaku pada asosiasi/
perusahaan pemberi sponsorship
Pemberian Sponsorship Kepada
Institusi Organisasi Fasyankes dan/
atau Organisasi Profesi

• Sponsorship yang diterima oleh Institusi, organisasi


fasyankes dan/atau Organisasi Profesi sebagai
penyelenggara dapat digunakan untuk penyelenggaraan:
a. seminar dan/atau pertemuan ilmiah; atau
b. pendidikan dan/atau pelatihan.
• Tidak diatur tentang siapa yang berhak menginisiasi
penyelenggaraan tersebut, dengan demikian baik
penerima maupun pemberi Sponsorship dapat
mengusulkan rencana penyelenggaraan kegiatan a dan/b
di atas.
• Tidak diatur juga kewajiban kerjasama dengan institusi
pendidikan dalam pengadaan pendidikan dan/atau
pelatihan.
Wajib Lapor

• Para penerima dan pemberi sponsorship wajib


melaporkan pemberian/penerimaan sponsorship
• Disampaikan kepada KPK paling lambat 30 hari setelah
menerima sponsorship
→ Apakah KPK berwenang untuk menerima laporan dan
mengawasi pihak swasta?
Pemberian Sanksi

• Pasal 12 ayat (2):


• Mengatur ancaman sanksi administratif kepada
Tenaga Kesehatan yang melanggar Peraturan
Menteri ini.
• —> Tidak diatur ancaman sanksi bagi institusi yang
menjadi penyelenggara maupun bukan sebagai
penyelenggara, organisasi fasyankes dan/atau
Organisasi Profesi.
Terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai