Anda di halaman 1dari 22

FISTULA REKTOVAGINA

\ Dr. dr. Budi Iman Santoso, Sp.OG(K)

ABSTRAK
Fistula rektovaginalis adalah saluran abnormal berlapis epitel yang menghubungkan
rektum dan vagina. Fistula ini dapat sangat mengganggu kehidupan pasien maupun
dokter yang menanganinya karena gejalanya sangat menyebalkan dan memalukan
serta tingkat kegagalan yang cukup tinggi setelah koreksi pembedahan dilakukan.
Rencana terapi yang lebih tepat meliputi pendekatan sistematis yang disesuaikan
dengan tiap individu untuk menangani fistula berdasarkan ukuran, lokasi
terbentuknya serta etiologinya. Artikel ini akan membahas sejumlah pilihan terapi
koreksi pembedahan lokal yang dapat diberikan untuk menangani fistula
rektovaginalis termasuk pendekatan transanal dan transvaginal (advancement flap)
dan transposisi jaringan.

Kata kunci: fistula rektovaginalis, koreksi pembedahan, advancement flap,


transposisi jaringan

ABSTRACT
Rectovaginal fistulas are abnormal epithelial-lined connection between rectum and
vagina. The fistula can be quite bothersome to the patient's daily life and the surgeon
since the symptoms are very irritating and embarrassing as well as the high failure
rate after repair surgery. A more concise treatment plan includes a systematic
individualized approach to these fistulas based on their size, location and etiology.
This manuscript will discuss about treatment options of local corrective surgery for
rectovaginal fistulas, including transanal and transvaginal approach (advancement
flap) as well as tissue transposition.

Keywords: rectovaginal fistula, correc,tive surgery, advancement flap, tissue


transposition

PENDAHULUAN
Fistula rektovaginalis merupakan masalah dan tantangan tersendiri bagi pasien
maupun dokter yang menanganinya. Meskipun gejalanya ringan tetapi dapat sangat

22
mengganggu fungsi psikososial dan seksual pasien. Penanganan yang baik perlu
mempertimbangkan faktor etiologi, ukuran dan letak fistula. Evaluasi yang seksama
juga diperlukan. Sebagian besar kasus fistula rektovaginalis membutuhkan koreksi
pembedahan. Keberhasilan penanganan fistula rektovaginalis tidak hanya diukur dari
keberhasilan menutupnya fistula tetapi juga kepuasan pasien dan insidens terjadinya
inkontinensia alvi pascabedat"1. Dengan evaluasi yang baik dan pilihan terapi yang
tepat serta teknik pembedahan yang seksama, pasien dapat memperoleh hasil
pembedahan yang optimal. Artikel ini akan membahas sejumlah pilihan terapi koreksi
pembedahan lokal yang dapat diberikan untuk menangani fistula rektovaginalis
termasuk pendekatan tran anal dan transvaginal (advancement flap) dan transposisi
jaringan.

DEFINISI
Fistula rektovaginalis adalah saluran abnormal berlapis epitel yang menghubungkan
rektum dan vagina (gambar 1). Fistula ini dapat sangat mengganggu kehidupan
pasien maupun dokter yang menanganinya. Sebagian besar fistula rektovaginalis
terletak di atau sedikit di atas linea dentata. Fistula yang terletak di bawah linea
dentata seringkali tidak dianggap sebagai fistula rektovaginalis, tetapi disebut
sebagai fistula anovaginalis yang membutuhkan penanganan yang sangat berbeda
dengan fistula rektovaginalis. Fistula anovaginalis biasanya mempunyai diameter
lebih kecil, saluran yang lebih panjang, melintasi sfingter ani (trans-sphincter) dan
tidak ada gangguan fungsi sfingter. Sebaliknya, fistula rektovaginalis biasanya
mempunyai diameter yang lebih besar dan saluran yang lebih pendek dan terletak di
luar sfingter (extrasphincteric) dan berkaitan dengan gangguan fungsi sfingter dan
gejala inkontinensia

Gambar 1. Fistula rektovaginalis

23
INSIDENS DAN PREVALENSI
lnsidens fistula rektovaginalis yang sebenarnya sulit ditentukan karena istilah yang
terkadang tumpang tindih antara fistula rektovaginalis dan fistula anovaginalis.
lnsidens tertinggi didapatkan di Etiopia yakni sebesar 15%. lnsidens fistula
rektovaginalis yang tinggi ini disebabkan oleh trauma karena pengantin wanita masih
di bawah umur ketika menikah dan melahirkan anak serta kekerasan seksual.
Tindakan pembedahan Caesar ternyata berkaitan dengan penurunan insidens fistula
rektovaginalis yang cukup tinggi. Kelly dan Muleta melaporkan insidens fistula
rektovaginalis sebesar 2% untuk wanita Etiopia dan Uganda yang menjalani
persalinan dengan pembedahan Caesar dan angka ini meningkat tajam menjadi 5,2-
9,3% pada persalinan pervaginam (p = 0,001).

ETIOLOGI
Fistula dapat disebabkan karena kelainan kongenital maupun kelainan didapat
(acquired etiology). Berbagai proses penyakit mulai dari trauma obstetrik, radang dan
infeksi saluran cerna hingga keganasan dan terapi radiasi dapat menyebabkan fistula
rektovaginalis.

Dari berbagai kelainan yang didapat, sebagian besar kasus fistula disebabkan oleh
persalinan atau trauma obstetrik. Persalinan yang sulit dan lama serta episiotomi
dapat menyebabkan nekrosis septum rektovaginalis, robekan perineum derajat 3 dan
4 dan pada akhirnya menimbulkan fistula rektovaginalis. Sekitar 90% trauma
obstetrik ini biasanya dapat sembuh dengan baik setelah diperbaiki dengan
penjahitan yang baik pada saat setelah persalinan. Meskipun demikian, penjahitan
yang buruk, terbukanya jahitan, gagalnya mengenali robekan ini pada saat
persalinan pervaginam serta infeksi bisa menyebabkan terbentuknya fistula
rektovaginalis dan biasanya didapatkan pada hari ke-7 sampai ke-10 paska
persalinan. Beberapa kasus fistula dapat mengalami penutupan spontan, namun
sekitar 2% pasien yang mengalami robekan perineum derajat 3 dan 4 akan
mengalami fistula yang menetap dan sekitar 48% dari pasien tersebut akan
mengalami fistula rektovaginalis yang disertai inkontinensia alvi dan defek sfingter.

lnfeksi pada septum rektovaginalis juga dapat menyebabkan terjadinya fistula


rektovaginalis. Abses kelenjar Bartholini dan abses kriptoglandular anorektal akibat
impaksi feses, trauma akibat edema atau benda asing biasanya menyebabkan fistula
rektovaginalis letak rendah. Divertikulitis akibat pembedahan histerektomi yang
dilakukan sebelumnyamerupakan penyebab utama infeksi yang dapat menyebabkan
terjadinya fistula letak tinggi. lnfeksi lainnya, misalnya tuberkulosis, limfogranuloma

24
· 1enereum dan skistomatosis jarang terjadi dan biasanya menyebabkan infeksi
anorektal dan fistula anovaginal yang tidak berkaitan dengan defek sfingter maupun
::1kontinensla alvi.

..:'.\khir-akhir ini penyakit Crohn (Crohn disease) dan penyakit radang usus
_inflammatorybowel disease) banyak disebut oleh para ahli sebagai faktor etiologi
4stula rektovaginalis dan anovaginalis yang cukup penting. Sekitar 9% kasus fistula
ektovaginalis disebabkan oleh penyakit Crohn maupun kolitis ulseratif dan umumnya
::1enyebabkan fistula rektovaginalis rekuren. lnsidens fistula bahkan dapat meningkat
seiring dengan derajat beratnya penyakit Crohn yakni berkisar 0,2% untuk penyakit
:rohn ringan dan 2,1% pada penyakit Crohn berat. Terkadang, fistula rektovaginal
.7alah muncul terlebih dahulu sebagai manifestasi klinis sebelum pasien mengalami
_;;ejala klinis lain pada saluran cernanya.

::istula yang terjadi antara anorektum dan vagina juga dapat disebabkan oleh trauma
::::embedahan, khususnya pembedahan anorektal dan pembedahan vaginal. Fistula
ektovaginalis seringkali dilaporkan sebagai komplikasi dari pembedahan
::--.emoroidektomi, terutama bila menggunakan stapler endoanal, koreksi pembedahan
-ektokel, eksisi lokal tumor rektal, reseksi anterior letak rendah dan koreksi
:embedahan proktokolektomi yang menggunakan teknik ilea/ pouch dan
a:iastomosis anal.

-<eganasan ginekologik, misalnya kanker rektum, uterus, serviks maupun kanker


:agina dapat menyebabkan fistula rektovaginalis. Selain itu, radioterapi untuk
·,eganasan tersebut juga dapat menyebabkan fistula rektovaginalis. Setelah 6 bulan
sampai 2 tahun pengobatan radioterapi, pasien dapat mengalami proktitis dan ulkus
-ektal yang akhirnya dapat berupa fistula rektovaginalis. lnsidens fistula biasanya
7eningkat seiiring dengan dosis radiasi dan riwayat pembedahan histerektomi
sebelumnya.

::::enyebab fistula rektovaginalis lainnya yang jarang terjadi tetapi tetap penting untuk
::::pertimbangkan adalah impaksi feses, dilatasi vagina akibat radiasi pada puncak
:agina (vaginal cuff radiation), infeksi virus dan bakteri pada pasien dengan infeksi
--iIV dan kekerasan seksual.

25
KLASIFIKASI
Berbagai jenis fistula rektovaginalis dapat dikelompokkan menurut sistem klasifikasi
tertentu berdasarkan ukuran, lokasi atau etiologi. Penggolongan berdasarkan sistem
klasifikasi ini akan menentukan tatalaksananya.

Berdasarkan letaknya, fistula rektovaginalis dapat dibagi dua: 1) Fistula letak


rendah (low fistula) yaitu fistula yang terletak di antara sepertiga bawah rektum dan
setengah bagian bawah vagina. Fistula ini dekat dengan anus dan dapat dilakukan
koreksi pembedahan dengan pendekatan melalui perineum; 2) Fistula letak tinggi
(high fistula)yang terletak antara sepertiga tengah rektum dan bagian posterior
forniks vagina dan memerlukan pendekatan transabdominal untuk koreksi
pembedahan.

Berdasarkan ukurannya, ada tiga jenis fistula rektovaginalis, yaitu 1) Fistula kecil
(small fistula) yang berdiameter kurang dari 0,5 cm; 2) Fistula sedang (medium•
sized fistula) dengan diameter 0,5 - 2,5 cm; 3) Fistula besar (large
fistula)berukuran diameter 2,5 cm. Selain itu, sejumlah ahli juga membagi fistula
rektovaginalis dalam dua kelompok berdasarkan etiologinya, yakni fistula yang terjadi
sekunder akibat pembedahan obstetrik maupun ginekologik (obstetric fistula)dan
fistula yang terjadi berkaitan dengan terapi radiasi keganasan panggul (radiation•
therapy associated fistula).

Berdasarkan tingkat kesulitan pembedahannya, maka fistula rektovaginalis dapat


dibagi menjadi fistula rektovaginalis sederhana ( s imple rectovaginal fistula), fistula
rektovaginalis kompleks (complex rectovaginal fistula) dan fistula rekuren atau fistula
berulang (recurrent fistula).Fist u la sederhana (simple fistula) adalah fistula
berukuran kecil dan letak rendah yang terjadi akibat infeksi atau trauma. Fistula ini
biasanya mempunyai vaskularisasi yang baik di sekitar jaringan fistula dan dapat
dikoreksi dengan teknik pembedahan lokal. Sedangkan fistula kompleks (complex
fistula) adalah fistula yang berukuran besar (>2,5 cm), letak tinggi dan biasanya
disebabkan oleh peradangan saluran cerna dan membutuhkan prosedur koreksi
pembedahan yang lebih rumit. Fistula rekuren (recurrent fistula) adalah fistula
yang terjadi berulang kali akibat pendarahan yang buruk dan terbentuknya jaringan
parut.

26
MANIFESTASI KUNIS, EVALUASI DAN PENEGAKAN DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis yang dialami oleh pasien tergantung pada ukuran dan lokasi
fistula rektovaginalis yang dideritanya. Gejala yang paling sering ditemukan adalah
flatus (buang angin) dan keluarnya feses cair dari vagina. Pasien juga dapat
mengeluhkan adanya duh vagina berbau dan vaginitis berulang. Gejala lain pada
saluran pencernaan perlu ditanyakan dalam anamnesis untuk menyingkirkan etiologi
yang berasal dari peradangan saluran cerna. Selain itu, perlu ditanyakan juga
tentang riwayat keganasan panggul.

Gambar 2. Gambaran ultrasonografi transrektal. Tanda panah menunjukkan


adanya fistula rektovaginalis

Pemeriksaan fisik, terutama pemeriksaan vagina perlu dilakukan untuk menentukan


letak fistula, ukuran fistula, keutuhan jaringan sekitar dan fungsi stinter ani. Fistula
dapat teraba sebagai lekukan di bagian anterior garis medial rektum pada
pemeriksaan palpasi dan pada pemeriksaan vagina, mukosa fistula tampak lebih
gelap yang tampak kontras dengan permukaan mukosa vagina yang lebih terang.
Feses di vagina dan tanda-tanda vaginitis di mukosa vagina juga seringkali dapat
ditemukan. Selain itu, perlu ditentukan juga keutuhan sfingter ani. Sekitar sepertiga
kasus fistula rektovaginalsi biasanya disertai oleh defek pada sfingter ani dan defek
ini lebih sering ditemukan bila lokasi fistula berada 3 cm distal dari saluran anus. Bila
defek sfingter ani tersebut tidak dikenali, maka inkontinensia alvi mungkin akan terus
berlanjut meskipun telah dilakukan koreksi pembedahan. Derajat beratnya dan
penyebab terjadinya inkontinensia alvi yang terjadi juga perlu dinilai. Pemeriksaan
tambahan misalnya ultrasonografi endorektal dan transvaginal (gambar2) serta MRI

27
dapat dilakukan untuk mengenali adanya fistula letak rendah dan defek pada sfingter
ani. Manometri dapat dipakai untuk menentukan adanya gangguan fungsi sfingter ani
yang tidak disertai kelainan anatomi.

Fistula berukuran sangat kecil (pinpoint fistula) biasanya sulit dikenali dengan
pemeriksaan vagina dan memerlukan pemeriksaan khusus dengan menggunakan
kolposkopi. Probe duktus lakrimalis atau kawat perak (silver wire probe) juga dapat
digunakan untuk mengenali adanya saluran fistula. Tampon vagina yang diberi
enema biru metilen dapat menunjukkan adanya fistula rektovaginalis. Tampon yang
diberi warna biru metilen dipasang di vagina selama 15-20 menit. Bila tidak ada noda
warna, maka kemungkinan besar bukan fistula rektovaginalis. Fistula yang terletak
lebih proksimal dapat diperiksa dengan vaginografi atau CT dan MRI. Bila
peradangan saluran cerna dicurigai sebagai penyebab fistula rektovaginalis, maka
pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan. Selain itu, kecurigaan akan keganasan
panggul perlu dibuktikan dengan biopsi.

TATALAKSANA

PENANGANAN KONSERVATIF
Beberapa kasus fistula rektovaginalis, misalnya fistula yang berukuran sangat kecil
dan gejala klinis yang ringan dapat berespons pada pemberian obat yang
mengendalikan fung si saluran cerna dan obat penghenti diare. Sayangnya, sebagian
besar kasus memerlukan penanganan bedah.

PERSIAPAN PRA-BEDAH
Hingga kini, belum ada standar baku tentang persiapan pra-bedah untuk koreksi
pembedahan fistula rektovaginalis. Toglia dan Brubaker menyarankan untuk
mempertimbangkan hal berikut ini sebagai persiapan pra -bedah:
1. Diet
Pasien sebaiknya diberi diet cair dalam waktu _ 24 hingga 48 jam sebelum
pembedahan untuk menghindari kontaminasi feses pada Iuka operasi pada saat
prosedur pembedahan dilakukan serta mengurangi jumlah feses yang keluar selama
minggu pertama penyembuhan Iuka operasi.
2. Cuci perut(mechanica/ bowel cleansing)
Laksatif misalnya magnesium sitrat diberikan· dalam waktu 48 jam sebelum
pembedahan untuk mengurangi pencemaran oleh feses pada lapangan operasi saat
pembedahan dilakukan. Selain itu, enema diberikan pada malam sebelum

28
pembedahan atau satu jam sebelum pembedahan agar saluran cerna benar-benar
kosong dan feses tidak mencemari lapangan operasi.
3. Antibiotik profilaksis
Antibiotik spektrum luas dosis tunggal diberikan secara intravena dalam waktu 30
menit sebelum pembedahan. Antibiotik yang biasa digunakan adalah sefotetan,
sefazolin atau metronidazol. Untuk pasien yang alergi terhadap beta laktam,
klindamisin dan gentamisin dapat digunakan. Pemberian antibiotik harus dihentikan
dalam waktu 24 jam pasca bedah.

PRINSIP UMUM PEMBEDAHAN


Prinsip umum pembedahan meliputi:
1. Waktu pembedahan yang tepat
Pembedahan untuk koreksi fistula rektovaginalis (repair surgery) sebaiknya dilakukan
sedini mungkin setelah infeksi dan peradangan teratasi. Bila terdapat infeksi atau
peradangan, maka terapi agresif dan perawatan Iuka yang baik perlu segera
diberikan, misalnya debridement Iuka dan pemberian antibiotik oral spektrum luas
selama 10-14 hari.
2. Pemilihan benang jahit yang baik
Benang jahit serap lambat (delayed absorbable sutures) , misalnya poliglaktin lebih
baik daripada benang chromic cat gut untuk koreksi pembedahan fistula
rektovaginalis karena kekuatan regang yang lebih baik sehingga dapat menahan
jahitan lebih lama. Simpul jahit juga dapat dibuat lebih ketat dan ukurannya lebih kecil
supaya reaksi jaringan minimal.
3. Eksisi saluran fistula
Lakukan eksisi jaringan fibrotik dan jaringan parut di sekitar saluran fistula
4. Mobilasi organ dan jaringan sekitar
Jaringan dan organ di sekitar fistula, misalnya rektum dan kolon perlu dimobilisasi
untuk mengurangi regangan pada mukosa rektum dan pembentukan jaringan parut
;:,asca pembedahan nanti.
5. Teknik penjahitan yang baik
3iasanya digunakan jahitan beberapa lapis (multilayered closure) agar permukaan
: aringan yang luas dapat mencapai aproksimasi yang baik tanpa disertai regangan
b road surface-to-surface closure). Tepi mukosa rektum harus diaproksimasi
sedekat mungkin tanpa timbul regangan karena bila timbul regangan ( tension),
ahitan akan mudah terbuka. Penjahitan yang baik juga akan mempertahankan
.askularisasi jaringan.

29
TEKNIK PEMBEDAHAN
Teknik pembedahan yang dipilih disesuaikan dengan klasifikasi fistula rektovaginalis.
Berdasarkan etiologinya, fistula dapat dikelompokkan menjadi fistula akibat trauma
obstetrik, fistula akibat terapi radiasi dan fistula yang disebabkan oleh peradangan
saluran cerna.
• Fistula akibat trauma obstetrik
Teknik pembedahan yang disarankan adlaah koreksi pembedahan lokal sederhana
(simple local repair/ direct repair) dengan atau tanpa sfingteroplasti.
• Fistula akibat terapi radiasi
Fistula ini dapat berupa letak tinggi atau letak rendah. Fistula ini biasanya terjadi
bertahun-tahun pasca radioterapi dan berkaitan dengan hipoksia jaringan, fibrosis
perirektal dan striktur rektum. Fistula letak tinggi dapat diatasi dengan pembedahan
transabdominal yang disertai interposisi flap omentum dan flap otot. Sedangkan
fistula letak rendah dapat diperbaiki dengan tandur lemak (fat graff).
• Fistula akibat peradangan saluran cerna
Fistula rektovaginalis ternyata berkaitan dengan peradangan saluran cerna
(inflammatory bowel disease), khususnya penyakit Crohn. Teknik pembedahan yang
dipilih adalah local I direct repair yang dilakukan setelah proses peradangan
terkendali atau pada masa remisi. Peradangan yang terkendali dapat ditunjukkan
oleh tidak adanya tanda-tanda proktitis akut pada pemeriksaan proktoskopi. Fistula
yang berkaitan dengan penyakit Crohn dapat tunggal maupun majemuk {single I
multiple) dan mungkin saja satu bukaan vagina tunggal terhubung dengan banyak
saluran di anus sehingga dapat membentuk mikroabses sepanjang saluran itu.
Waktu pembedahan biasanya ditentukan oleh dokter ahli kandungan, ahli
gastroenterologi dan ahli bedah digestif. Fistula jenis ini biasanya tidak menggangu
fungsi sfingter ani, sehingga pendekatan transversal transperineal cukup ideal
dilakukan. Seluruh cabang saluran fistula perlu direseksi. Tandur Martius (marlius
graft) yang dimodifikasi juga perlu dilakukan agar dapt menutupi defek jaringan yang
berukuran besar dan memastikan suplai pembuluh darah yang baik. Kolostomi juga
biasanya dilakukan untuk pasien ini supaya dapat mempercepat proses
penyembuhan. Meskipun demikian, pasien · perlu diingatkan bahwa fistula
rektovaginalis jenis ini seringkali bersifat rekuren.

Defek anatomi dan gangguan fungsi sfingter ani juga akan menentukan teknik
pembedahan yang dipilih untuk mengatasi fistula rektovaginalis. Berikut ini adalah
teknik pembedahan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki fistula rektovaginalis
berdasarkan derajat keparahan defek sfingter ani:

30
• Fistula dengan sfingter ani utuh
Diatasi dengan fistulektomi sederhana. Fistula rektovaginalis beukuran kecil
seringkali dapat diperbaiki dengan fistulektomi sederhana melalui pendekatan
transvaginal atau transrektal. Mula-mula dilakukan insisi di sekitar lubang fistula
(gambar 3a). Lalu jari telunjuk tangan kiri dokter bedah Uika dokter bedah tidakkidal)
::limasukkan ke dalam rektum selama prosedur dilakukan untuk membantu proses
pembedahan (gambar 3b). Vagina dan rektum dimobilisasi secara tajam dengan cara
:nelingkar sehingga dapat memberikan traksi dan kontra-traksi pada tepi-tepi fistula
Ogambar 3c). Setelah bidang jaringan dimobilisasi secara luas, seluruh saluran fistula
jan setiap jaringan parut di sekitarnya dieksisi (gambar 3d). Tepi Iuka lapangan
::iperasi seharusnya hanya berisi jaringan segar dan hidup. Tepi anterior dinding
-ektum kemudian dibalik, baik dengan menjahit submukosa secara interuptus dengan
::enang benang serap lambat ukuran 3-0 atau 4-0 maupun dengan melakukan teknik
:::enjahitan purse string. Jahitan di kedua ujung (sefalik dan kaudal) sebaiknya
j:letakkan setidaknya 5 mm di tepi atas dan tepi bawah fistula. Lalu, lapisan jahitan
-:edua dengan benang serap lambat ukuran 2-0 dibuat di otot dinding rektum anterior
..;1tuk membalik dan menghilangkan regangan pada garis penjahitan pertama tadi
;ambar 3e). Lapisan jahitan ini sebaiknya diletakkan pada ujung awal dan akhir,
,.:::kni sekitar 5 mm di atas dan di bawah garis jahitan pertama (gambar 3f). Fasia
:ararektal atau otot puborektalis kemudian diaproksimasi dan menjadi lapisan jahitan
.- ang ketiga (gambar 3g). Bila perlu, dapat diberikan teknik pembedahan tambahan
:erupa modified Martius graft yang diletakkan antara rektum dan vagina sebelum
=:Jisan jahitan ketiga ini dilakukan.

-erakhir, mukosa vagina diaproksimasi dengan jahitan kontinu menggunakan


: :;:Jang 3-0 (gambar 3h). Pastikan bahwa tidak ada lagi perdarahan, jahitan sudah
· -at dan potensi terjadinya dead space sudah ditangani. Lalu, kasa yang telah
= endam larutan betadin dipasang di vagina untuk mencegah infeksi pada Iuka
s:ama 18-24 jam pasca pembedahan.
• Fistula dengan gangguan pada sfinger
= =:sanya diatasi dengan pendekatan trans-sfinger. Pada pasien yang mengalami
:s:::era sfingter, koreksi pembedahan fistula dilakukan sekaligus dengan koreksi
: =:lbedahan sfingter interna dan eksterna, serta rekonstruksi badan perineum dan
:: s:tum rektovaginalis. Pada pasien-pasien ini, seringkali jaringan yang utuh
- ::-:yalah sedikit jaringan kulit perineum. Pendekatan trans-sfingter atau
: s-::ieoproktomi atau insisi perineum pada garis medial merupakan pendekatan
: s:::ah terpilih karena dapat membuat mobilisasi dinding vagina posterior secara luas
: ::-: diteruskan dengan penjahitan multi lapis seperi halnya yang dilakukan untuk

31
laserasi derajat tiga atau derajat empat. Saluran fistula dieksisi secara luas dengar
prosedur yang sama seperti yang telah dibahas di atas.
• Fistula di atas sfingter ani
Dapat ditangani dengan pendekatan transperineal transversal. Pendekatan in
memungkinkan dokter bedah untuk mempertahankan sfinger ani internal dar
eksternal tetap utuh dan mampu memobilisasi jaringan rektum dan vagina dengar
lebih leluasa.

-'A·
.. 1,· ) /
rrp,_-'.... i _
.,
'. -O}j'
.'
.,. _
- .. ';
_ _ ,I

· .• · ' ..tttN

r· ,;.-.
- .- -l1•- ..tf
• r· ·-._
L ' r-,
t\·
·- - I
\ .<

(3a) (3b) (3c) (3d)

----..-••
._._

}
(3e) (3f) (3g) (3h)

Berdasarkan lokasinya, teknik pembedahan yang berbeda diperlukan untuk


menangani fistula letak rendah dan letak tinggi.

• Fistula letak rendah


Dapat diatasi dengan koreksi pembedahan lokal (local repair) dan tandur interposis:
Martius (Martius graft interposition). Biasanya, teknik ini dilakukan untuk fistula yang
terjadi akibat terapi radiasi. Prinsip umum pembedahan fistula rektovaginalis tetap
perlu diikuti. Kolostomi diversi (diverting colostomy) kadang perlu dilakukan sebelum
pembedahan dimulai agar feses tidak memasuki daerah fistula dan penyembuhan
Iuka operasi dapat berlangsung lebih baik. Saat koreksi pembedahan dimulai, tep
fistula perlu dibiopsi untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan atau fistula

32
rekuren. Pada akhir koreksi pembedahan, tandur Martius perlu disisipkan antara
vagina dan rektum untuk membentuk vaskularisasi baru, khususnya pada pasien
dengan eksisi jaringan luas. Tingkat keberhasilan prosdedur ini cukup bervariasi.
(gambar 4a-g)
• Fistula letak tinggi
Dapat diatasi dengan koreksi transabdominal dan interposisi jaringan (tissue
interposition). Fistula rektovagin lis akibat terapi radiasi perlu ditangani dengan
pendekatan transabdominal. Kqlostomi diversi pra bedah juga dapat membantu
penyembuhan Iuka pada fistula ini.

Gambar 4a-g. Teknik Pembedahan Fistula Letak Rendah

33
TEKNIK PEMBEDAHAN FISTULA REKTOVAGINAL SEDERHANA (Simple
Rectovaginal Fistulas)
Prinsip pembedahan yang sama tetap dipatuhi. Endorectal advancement flap
merupakan teknik pembedahan yang paling disukai untuk mengatasi fistula
rektovaginalis sederhana. Teknik ini seringkali dikombinasikan dengan pembedahan
sfingter atau levatorplasti bila pasien ternyata juga mengalami defek sfingter ani.
Tingkat keberhasilannya bervariasi antara 41-100% tergantung teknik levatorplasti
yang dipakai dan populasi pasien yang diteliti, penggunaan steroid saat pembedahan
dan kebiasaan merokok. Teknik pembedahan endorectal advancement flap meliputi hal-
hal berikut ini (gambar 5a-e): Mula-mula saluran fistula dikenali dengan pemeriksaan
palpasi dan probing. Kemudian, dilakukan debridement dan eksisi saluran fistula dan
selanjutnya dibuat flap. Flap yang dibuat meliputi mukosa, submukosa dan otot yang
meliputi septum rektovaginalis yang baru diaproksimasi ulang. Flap dapat diangkat dan
diperluas (advancement) untuk menutupi ujung rektum fistula yang umumnya
bertekanan tinggi (high-pressure side of fistula). Dasar flap setidaknya berukuran
2-3 kali lebar apeks untuk memastki an adanya vaskularisasi yang cukup.
Mobilisasi flap perlu dilakukan hingga 4-5 cm ke arah sefalik dari defek fistula agar
dapat memastikan terbentuknya garis jahitan yang tidak terlalu ketat (tensionless
suture line). Komplikasi jarang dan ringan, biasanya berupa demam, infeksi saluran
kemih dan sakit kepala.

Selain endorectal advancement flap, dua teknik pembedahan lainnya juga cukup
populer akhir-akhir ini untuk menangani fistula rektovaginalis, yaitu penggunaan
bioprosthetic fistula plug dan coined LIFT (ligation of intersphincteric fistula).
Bioprosthetic fistula p/ugdibuat dari submukosa usus babi. Teknik pembedahan
bioprosthetic fistula plug adalah sebagai berikut: Setelah tindakan sepsis lokal
ditangani dengan prosedur drainase, sumbat (plug) diletakkan di saluran rektovagina.
Kemudian, ukuran plug yang berlebihan dipotong pada kedua ujung rektum dan
vagina. Lalu, sumbat itu dijahit dengan benang dapat serap ukuran 2-0 dengan
jahitan angka delapan di sisi rektum dan sisi kiri vagina dibiarkan terbuka untuk
memungkinkan drainase. Tingkat keberhasilan teknik ini belum diketahui dan
beberapa penelitian sedang dilakukan untuk membandingkan keberhasilan teknik ini
dengan teknik advancement flap. Beberapa peneliti menyatakan bahwa teknik ini
mempunyai tingkat keberhasilan yang lebih baik dibandingkan teknik lainnya.Teknik
pembedahan yang kedua yaitu coined LIFT (ligation of intersphincteric fistula)
meliputi diseksi pada bidang tanpa pendarahan (bloodless plane). Kemudian saluran
fistula diligasi dan dijahit pada sisi rektum maupun sisi perineum. Diseksi intersfingter
lalu dijahit ke kulit. Tingkat keberhasilan prosedur LIFT cukup tinggi (60-94%), tetapi

34
sayangnya, pengalaman dokter ahli bedah ginekologik untuk teknik ini masih terbatas.
Kedua teknik tersebut, yakni bioprostethic plug dan LIFT memberikan dampak yang
lebih baik terhadap inkontinensia alvi jangka panjang.

t : '·?!
i }. l - 1
I // I

Fl!!,M:.cosa . l •
1n1o. .i

s."""""" f t
,:

Gambar Sa-e. Teknik Endorectal advancement flap untuk fistula rektovaginalis


sederhana

TEKNIK PEMBEDAHAN FISTULA REKTOVAGINALIS KOMPLEKS (Complex


Rectovaginalis Fistula)
Fistula rektovaginalis kompleks biasanya berukuran besar, letak tinggi dan dikelilingi
oleh jaringan abnormal. Jaringan yang abnormal perlu disingkirkan dan diganti
dengan jaringan baru yang segar dan hidup. Teknik pembedahan yang dapat
diberikan untuk mengatasi fistula rektovaginalis kompleks adalah teknik interposisi
jaringan (tissue interposition techniques) atau teknik reseksi abdominal. Pembdahan
perlu ditunda bila terjadi inflamasi. Mula-mula dilakukan kolostomi atau ileostomi
diversi (diverting loop colostomy) dan diberikan terapi obat-obatan untuk meredakan
peradangan yang terjadi. lnterposisi jaringan (tissue interposition) dilakukan dengan
pendekatan perineum. Manfaat teknik pembedahan ini adalah menghindari risiko
prosedur pembedahan abdominal, tetapi kekurangannya adalah jaringan yang rusak
dapat tertinggal di lapangan operasi. Teknik interposisi jaringan ini dapat dilakukan
dengan menggunakan bantalan lemak labial, otot bulbokavernosa dan flap otot
rektus abdominis, sartorius, dan gluteus. Materi bioprostetik juga dapat digunakan
pada teknik ini. Teknik pembedahan fistula rektovaginalis kompleks perlu disesuaikan
untuk setiap individu.

35
TEKNIK PEMBEDAHAN TAMBAHAN

Modifikasi Tandur Martius (Modified Maritus Graft)


Teknik merupakan tandur (graft) bantalan lemak labia atau otot bulbokavernosus
untuk menutup defek pada fistula rektovaginalis yang luas. Teknik tandur Martius
tidak memberikan sokongan struktural tetapi menyediakan neovaskularisasi, mengisi
ruang rugi (dead space), meningkatkan granulasi dan pembentukan jaringan. Teknik
ini dapat dipakai untuk pasien dengan fistula kompleks yang disebabkan oleh
peradangan usus atau trauma radiasi serta pasien dengan fistula rekuren. Teknik ini
paling terasa manfaatnya bila digunakan untuk koreksi pembedahan fistula
rektovaginalis yang terdapat pada setengah hingga sepertiga atas puncak vagina,
yaitu tempat di mana tidak cukup jaringan yang bisa disisipkan antara vagina dan
rektum dengan teknik interposisi jaringan.

Prosedur ini melibatkan teknik transposisi tandur jaringan sehat yang kaya pembuluh
darah ke tempat koreksi pembedahan. Mula-mula dibuat insisi vertikal di labia
mayora dan memaparkan bantalan lemak labia. Bantalan lemak labia kemudian
dimobilisasi dan suplai jaringan darah superior dan inferior tetap dijaga. Dasar
pedikulus sebaiknya berada di tepi inferior graft, sehingga graft dapat berotasi ke
arah medial tanpa terjadi regangan yang bermakna. Graff kemudian diberi saluran
subkutan di bawah mukosa vagina dan labia minora dan melapisi tempat fistula yang
sudah diperbaiki dan tepi-tepinya dijahit dengan jahitan interuptus dengan benang
kromik 3-0 dan benang serap lambat. lnsisi labial ditutup dengan dua Japis jahitan.
(Gambar 6a-e).

Kolostomi Diversi - Kolostomi biasanya dipakai sebagai terapi tambahan untuk


fistula kompleks, misalnya fistula kompleks akiat radiasi, fistula rektovaginalis
berdiameter lebih dari 4 cm dan fistula akibat penyakit radang usus dan fistula yang
berkaitan dengan penyakit Crohn. Kolostomi biasanya dilakukan dalam waktu tiga
sampaiempat bulan setelah koreksi pembedahan fistula.

TATALAKSANA PASCABEDAH
Setelah dilakukan pembedahan, pasien dirawat selama satu malam di rumah sakit
dan kembali lagi dalam waktu satu minggu untuk kontrol perawatan Iuka. Saat pulang,
pasien mendapatkan instruksi khusus berupa anjuran diet, regimen usus dan anjuran
perawatan umum. Retensi urin merupakan masalah yang umum dihadapi pasca
pembedahan fistua rektovaginalis. Kateter Foley dan kasa vagina dipasang pada
akhlr prosedur pembedahan dan dilepaskan di malam harinya.

36
Anjuran diet - Asupan makanan perlu dijaga agar jumlah feses yang keluar setelah
pembedahan tidak terlalu banyak selama satu minggu pertama penyembuhan. Diet
cair diberikan untuk 24 - 72 jam pasca bedah. Diet rendah residu (low residue diet)
perlu diberikan setidaknya selama tiga sampai empat minggu dan diet perlu
dihentikan bila terjadi konstipasi.

Anjuran regimen usus - Pelembut feses perlu diberikan selama satu bulan untuk
melubrikasi feses. Bila pasien mengeluhkan konstipasi, susu magnesium
(magnesium sitrat) dapat diberikan· untuk melembutkan feses. Enema sebaiknya
dihindari.

Perawatan umum - Gerakan dan aktivitas ringan diperbolehkan. Pasien diberikan


edukasi tentang perawatan Iuka dan dianjurkan mandi berendam (sitz baths) dalam
waktu dua hingga tiga hari setelah prosedur pembedahan dilakukan. Lampu
pemanas atau pengering rambut yang disetel pada pengaturan dingin dapat
digunakan untuk menjaga area Iuka tetap kering.

KESIMPULAN
Fistula rektovaginalis telah lama menjadi penyakit yang sangat mengganggu pasien
maupun dokter bedah yang menanganinya. Pendekatan sistematis dan unik untuk
setiap individu perlu dilakukan untuk menangani fistula rektovaginalis berdasarkan
ukuran, lokasi dan etiologinya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ellis CN. Rectovaginal Fistula. Semin Colon Rectal Surg. 2009;20:58-62
2. Tsang CBS, Madott RD, Wong WO, et al. Anal sphincter integrity and function
influences outcome in rectovaginal repair. Dis Colon Rectum. 1998; 41:1141-46
3. Wise WF, Agmlar PS, Padmanahtan A, et al. Surgical treatment of low
rectovaginal fistulas. Dis Colon Rectum. 1991;32:271-72
4. Debeche-Adams TH, Bohl JL. Rectovaginal fistulas. Clinics in colon and rectal
surgery. 2010;23(2):99-103
5. Bangser M. Obstetric fistula and stigma. Lancet. 2006 Feb 11;367(9509):535-6
6. Kelly J, Kwast BE. Epidemiological study of vesico-vaginal fistula in Ethiopia.
Int Urogynaecol J. 1993; 4:278-81
7. Muleta M, Williams G. Post coital injuries treated at the Addis Ababa Fistula
Hospital 1991-1997. Lancet. 1999; 354:2051-2

37
8. Homsi R, Daikoku, NH, Littlejohn J, et al: Episiotomy: Risk of dehiscence and
rectovaginal fistula. Obstet Gynecol Surv. 1994;49:803-8
9. Mazier WP, Senagore AJ, Schiesel EC. Operative repair of anovaginal and
rectovaginal fistulas. Dis Colon Rectum. 1995;38:4-6
10. Goldaber KG, Wendel PJ, MclNtire DD, et al. Postpartum perinea! morbidity
after fourth-degree perinea! repair. Am J Obstet Gynecol. 1993;168:489-93
11. Andreani SM, Dang HH, Grondona P, et al. Rectovaginal fistula in Crohn's
disease. Dis Colon Rectum. 2007; 50:2215.
12. Saclarides TJ. Rectovaginal fistula. Surg Clin North Am 2002; 82:1261.
13. Senatore PJ. Anovaginal fistulae. Surg Clin North Am. 1994;74:1361-75
14. Tsang CB, Rothenberger DA. Rectovaginal fistulas: Therapeutic options. Surg
Clin North Am. 1997;77:95-114
15. Andreas SM, Dang HH, Grondona P, et al. Rectovaginal fistulas is Crohn's
disease. Dis Colon Rectum. 2007;50:2215-22
16. Mcclane SJ, Rambeau JL. Anorectal Crohn's disease. Surg Clin North Am.
2001;81:169-83
17. Margulies RU, Lewicky GC, Fenner DE, et al. Complications requiring
reoperation following vaginal mesh kit procedures for prolapsed. Am J Obstet
Gynecol 2008;199:678e1
18. Toglia MR, Brubaker L, Chen WL. Rectovaginal and anovaginal Fistula.
Uptodate. 2015 [cited 2015 Des 06]; Available from: www.uptodate.com
19. Tsang CB, Madoff RD, Wong WO, et al. Anal sphincter integrity and function
influences outcome in rectovaginal fistula repair. Dis Colon Rectum. 1998;
41(9):1141-46
20. Khanduja KS, Yamashita HJ, Wise WE, et al. Delayed reapir of obstetric
injuries of the anorectum and vagina. A stratified surgical approach. Dis Colon
Rectum. 1994;37(4):344-49
21. Stoker J, Rociu E, Schouten WR, et al. Anovaginal and rectovaginal fistulas:
endoluminal sonography versus endoluminal MR imaging. AJR Am J
Roentgenol. 2002;178(3):737-41
22. Sonoda T, Hull T, Piedmonte MR, et al. Outcomes of primary repair of anorectal
and rectovaginal fistulas using endorectal advancement flap. Dis Colon Rectum.
2002;45:1622-28
23. Gonsalves S, Sagar P, Lengyel J, et al. Assessment of the efficacy of the
rectovaginal button fistula plug for the treatment of ileal pouch-vaginal and
rectovaginal fistulas. Dis Colon Rectum. 2009;52(11):1877-81

Anda mungkin juga menyukai