Anda di halaman 1dari 6

Penjelasan Teori Motivasi McClelland dan Teori Kebutuhan Dasar Maslow

A. Achievement Motivation Theory (McClelland)

Achievement motivation theory yang dikembangkan pertama kali oleh


McClelland memiliki beberapa nama, seperti McClelland’s Three Needs Theory,
atau McClelland’s Acquired Needs Theory (ManagementMania.com, on
publishing). Teori ini dikembangkan pertama kali oleh psikolog Amerika bernama
David McClelland pada tahun 1958 dan teori ini berfokus pada motivasi manusia.

Teori ini memiliki 3 (tiga) tipe kebutuhan yang mendasari motivasi


manusia, yaitu :

1) Need for Achievement (N-Ach), yaitu kebutuhan manusia untuk meraih


atau mendapatkan sesuatu. Kebutuhan ini digunakan ketika manusia ingin
membuktikan sesuatu, maka manusia akan mencari sebuah pengakuan.
2) Need for Power (authority) (N-Pow), yaitu kebutuhan manusia untuk
mendominasi, mempengaruhi orang lain, dan memiliki kuasa atas orang lain.
3) Need for Affiliation (N-Affil), yaitu kebutuhan manusia untuk berada di
suatu tempat, menjadi bagian dari sesuatu seperti kelompok sosial,
mengembangkan hubungan, dan menjalin persahabatan.

Setiap orang akan memiliki ketiga kebutuhan ini. Dan penggunaannya


disesuaikan dengan kebutuhan yang ingin diwujudkan. Contohnya, seseorang
yang memiliki Need for Achievement (N-Ach) yang tinggi akan lebih banyak
digunakan untuk melakukan negosiasi interpersonal. Selain itu, seseorang yang
memiliki Need for Power (N-Pow) yang tinggi akan lebih banyak digunakan
untuk memotivasi tim kerja maupun lingkungan tempat dia bekerja.

1. Need for Achievement

McClelland berpendapat bahwa need for achievement berhubungan pada


keinginan seseorang untuk mencapai standar keungggulan. Dia meyakini bahwa
seorang enterpreneur, harus memiliki need to achieve yang tinggi sebagai modal
utama, yang dapat diwujudkan melalui achievement thoughts, dan perilaku
tertentu yang terlatih.

David McClelland mengembangkan teori mengenai kebutuhan berprestasi


ini bersama dengan teman-temannya di Universitas Harvard selama lebih dari 20
tahun dan penelitian ini menghasilkan beberapa prototipe dari “high achiever”
(Smith, 2011), diantaranya adalah :

1) Achievement Imagery (AI), yaitu keinginan akan keunggulan melalui


beberapa hal seperti: Competition with others (CO), Competition with self
(CS), Unique Accomplishment (UA), dan Long-term Involvement (LTI).
2) Need (N) yaitu keinginan yang sangat dalam dan sungguh-sungguh untuk
mencapai atau mendapatkan sesuatu.
3) Action (ACT), yaitu tindakan yang terencana untuk mencapai keunggulan.
4) Hope of Success (HOS), yaitu mengharapkan kesuksekan dan keberhasilan
sebelum sesuatu hal itu tercapai.
5) Fear of Failure (FOF), yaitu khawatir akan kegagalan sebelum hal itu
terjadi.
6) Success Feelings (SF), yaitu perasaan senang setelah mencapai kesuksesan.
7) Failure Feelings (FF), yaitu perasaan buruk setelah kegagalan.
8) World Obstacles (WO), yaitu Segala rintangan dan hambatan yang dapat
mengganggu proses kesuksesan.
9) Personal Obstacles (PO), yaitu hambatan dan rintangan dari dalam diri
sendiri yang dapat mengganggu proses kesuksesan.
10) Help (H), yaitu mencari dan mendapatkan pertolongan untuk mencapai
kesuksesan.

Hal-hal tersebut dapat ditemukan pada pikiran orang-orang dengan “high


achievers” yang tinggi.

Selain itu, Achievement Motivation Training (AMT) terbukti dapat


meningkatkan achievement thinking dari orang dewasa, terutama pada orang-
orang bisnis (businessman) (McClelland, 1961 dalam Smith, 2011). Hal-hal yang
dipelajari dalam training ini (AMT) berupa strategi perilaku, latihan, dan latihan
individu dalam menentukan tujuan. Program AMT ini ditujukan pada pemilik
bisnis kecil yang secara signifikan memiliki peningkatan performa kerja yang
efektif (McClelland, 1961 dalam Smith, 2011).

2. Need for Affiliation

Pada komponen kedua, aspek psikologis yang mendorong kebutuhan


manusia dan menjadi motivasi dalam berperilaku menurut Mc Cleland ialah Need
for affiliation (N-Affil) atau kebutuhan afiliasi, sebagaimana dikutip dalam
http://research.omicsgroup.org, kebutuhan ini melingkupi perasaan keterhubungan
dan adanya keterlibatan didalam kelompok sosial. Individu dengan kebutuhan
afiliasi yang tinggi membutuhkan hubungan interpersonal yang hangat dan
penerimaan dari orang-orang yang sekitarnya. Kebutuhan ini akan membuat
seseorang mampu membangun ikatan yang kuat dengan orang lain sehingga
bersama-sama mampu menciptakan dampak yang kuat/ powerful.

Dalam konteks pendidikan orang dewasa, dimana proses pembelajaran


melibatkan interaksi dengan orang lain, proses belajar dapat dilangsungkan
dengan kondusif dan suportif apabila individu-individu didalamnya memiliki
kebutuhan akan afiliasi yang sedang hingga tinggi. Walau demikian, kebutuhan
afiliasi ini dapat meningkat dan menurun bergantung dengan konteks situasi yang
menyertai. Misalnya dalam metode pembelajaran yang bersifat kelompok,
kebutuhan ini dapat sangat menunjang proses belajar, dan sebaliknya dalam
situasi pembelajaran mandiri yang dilakukan secara individu, kebutuhan ini dapat
muncul dalam kadar yang rendah.

3. Need for Power

Sedangkan pada komponen ketiga ialah Need for power (nPow) atau
berkuasa. Dikutip dari laman http://research.omicsgroup.org, dipaparkan bahwa
kebutuhan ini berkaitan dengan hasrat untuk memperoleh kekuasaan baik dengan
dengan mengontrol orang lain atau meraih tujuan yang lebih besar. Individu
dengan kebutuhan berkuasa yang tinggi dalam teori ini digambarkan sebagai
individu yang mencari pengakuan dari orang lain, hanya untuk mendapat
persetujuan. Dalam komponen ini, power dapat dibedakan kedalam dua jenis yaitu
social dan personal. The need for socialized power, merupakan kebutuhan
berkuasa yang diarahkan untuk orang lain, untuk mencapai tujuan bersama.
Sedangkan the need for personal power lebih diarahkan untuk diri sendiri.
Individu dengan kebutuhan berkuasa yang tinggi cenderung lebih argumentatif,
asertif dalam kelompok diskusi dan lebih mudah mengalami frustasi ketika berada
dalam situasi kurang berkuasa atau tidak memiliki kontrol dalam situasi. Oleh
karena itu, individu dengan kebutuhan ini cenderung untuk mencari posisi dimana
mereka memiliki kontrol atas orang lain.

Dalam konteks pendidikan orang dewasa, kebutuhan berkuasa dapat


menjadi pemicu dalam menghidupkan suasana belajar antar individu yang
kompetitif, karena adanya proses interaksi yang argumentatif, asertif, dan
berusaha untuk saling memberi pengaruh. Hal ini tentu saja dapat bermakna
positif apabila dapat dikelola dengan baik, misalnya berkaitan dengan the need for
socialized power, justru dapat membantu untuk mencapai tujuan bersama dalam
pembelajaran yang dikehendaki.

B. Hierarchy of Needs (Maslow)

Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan perilaku manusia seringkali


berfokus pada faktor-faktor seperti biologi, prestasi atau kekuasaan, namun
Maslow menjelaskan perilaku manusia dapat muncul dengan adanya motivasi
individu. Maslow mengemukakan hierarki kebutuhan manusia berdasarkan 2
kelompok yakni deficiency needs dan growth needs. Dalam deficiency needs,
masing-masing kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu
sebelum pindah ke tingkat yang lebih tinggi (Huitt, 2007). Jika deficiency needs
tidak dipenuhi, manusia akan terus mencari dan berusaha untuk memenuhinya.

Hierarki kebutuhan (hierarchy of needs) terdiri dari 4 tingkatan deficiency


needs dan 1 tingkatan growth needs :
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan seperti rasa
lapar, haus, seks, tidur dan sebagainya.
2. Kebutuhan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan akan keselamatan
dan perlindungan dari bahaya.
3. Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan
kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kepuasan dan
perasaan memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa
kekeluargaan, persahabatan dan kasih sayang.
4. Kebutuhan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan akan status atau
kedudukan, kehormatan diri, reputasi dan prestasi.

Menurut Maslow, individu akan siap untuk memenuhi kebutuhan


pertumbuhan (growth needs) jika deficiency needs terpenuhi. Kebutuhan
pertumbuhan (growth needs) pada awalnya hanya satu yakni aktualisasi diri.
Seseorang yang dapat mengaktualisasikan diri memiliki karakteristik berikut : 1)
berfokus pada masalah; 2) menghargai apresiasi yang diterima; 3) memperhatikan
pertumbuhan personal dan 4) kemampuan untuk mencapai pengalaman puncak
(Huitt, 2007).

Kemudian Maslow membedakan kebutuhan aktualisasi diri menjadi :

a. Kognitif : untuk mengetahui, memahami dan mengexplore


b. Aesthetic : keindahan, ketertiban, simetris
c. Self-actualization : untuk pemenuhan diri, dan pengembengan potensi
diri
d. Self-transcendence : untuk membantu orang lain menemukan
pemenuhan diri dan menyadari potensi mereka

Kaitan teori hierarki kebutuhan Maslow dengan pendidikan orang dewasa

1) Maslow menempatkan aktualisasi diri pada puncak hierarki kebutuhan


menunjukkan bahwa pencapaian dari kebutuhan paling penting ini
bergantung pada pemenuhan seluruh kebutuhan lainnya. Kesukaran untuk
memenuhi kebutuhan aktualisasi diri ini diakui oleh Maslow, diperkirakan
bahwa lebih sedikit 1 persen orang dewasa yang mencapai aktualisasi diri.
2) Implikasi teori ini dalam pendidikan orang dewasa yakni dalam belajar
orang dewasa perlu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya terlebih
dahulu sebelum mencapai kebutuhan aktualisasi diri. Sistem pembelajaran
disesuaikan dengan minat orang dewasa sehingga mereka dapat
mengexplore potensi dirinya.

REFERENSI

Huitt, W. (2007). Maslow's hierarchy of needs. Educational Psychology


Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University.

McClelland’s Three Needs Theory. ManagementMania's Series of Management


ISSN 2327-3658. Diakses dari
https://managementmania.com/en/mcclellands-theory-of-need-for-
achievement pada tanggal 4 April 2017.

Omics International. (2014). Need for affiliation. Diakses dari


http://research.omicsgroup.org/index.php/Need_for_affiliation pada tanggal
4 April 2017

Omics International. (2014). Need for power. Diakses dari


http://research.omicsgroup.org/index.php/Need_for_power pada tanggal 4
April 2017

Smith, R. L. (2011). Achievement motivation training: An evidence-based


approach to enhancing performance. Retrieved from
http://counselingoutfitters.com/vistas/vistas11/Article_56.pdf

Anda mungkin juga menyukai