BAB I
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nurbaida Hasibuan
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Huta imbaru
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Tanggal masuk : 8 Juli 2019
No.RM : 334948
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Benjolan pada leher
2. Riwayat Penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan ke RS Haji Medan dengan keluhan
adanya benjolan pada leher yang terjadi kurang lebih 4 tahun yang lalu.
Awalnya benjolan kecil dan lama kelamaan semakin membesar.
Benjolan yang dirasakan tidak nyeri selain itu pasien mengatakan akhir-
akhir ini agak sulit menelan. Pasien menyangkal adanya perubahan
suara, jantung berdebar-debar, tangan gemetaran, mudah lelah dan nafsu
makan.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
Disangkal
4. Riwayat penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama
5. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat ke dokter.
2
2. Keadaan Gizi
BB : 52 kg
TB : 158 cm
𝐵𝐵 52
IMT : 𝑇𝐵 = 158 = 21,9 kg/m² Kesan : Normoweight
( )² ( )²
100 100
2. Leher
a) Inspeksi : - Terdapat benjolan dileher sebelah kanan
- Warna sama dengan sekitar benjolan
- Benjolan ergerak saat pasien menelan
b) Palpasi : - Benjolan berbentuk uninodul sebesar kepalan tangan
- Bergerak saat pasien menelan
- Benjolan tidak nyeri
3. Thorax
a) Inspeksi :
Bentuk thoraks : Normochest
Pergerakan napas : Simetris
Masa abnormal : Tidak ada
Jejas : Tidak ada
b) Palpasi : Tidak terdapat masa, vokal fremitus normal dan simetris
dextra = sinistra
c) Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
d) Auskultasi :
Pulmo :
- Suara napas dasar vesikuler
- Suara tambahan (-)
Cor :
- S1S2 tunggal, reguler
- Suara tambahan (-)
4
4. Abdomen :
a) Inspeksi : Bentuk cembung simetris
kelainan kulit (-)
tumor (-)
Jejas (-)
b) Auskultasi : Bising usis (+) normal
c) Perkusi : Timpani
c) Palpasi : Hepar, Lien, dan Ren tidak teraba
Nyeri tekan (-)
Teraba massa (-)
V. STATUS LOKALIS
Regio coli dextra
Inspeksi : Terdapat massa berbentuk bulat dengan ukuran ± 15 cm, warna
sama dengan sekitar benjolan, dan bergerak saat menelan.
Palpasi : konsistensi kenyal, mobile, tidak melekat pada kulit, tidak
nyeri, pulsasi (-), tidak terdapat pembesaran terhadap kelenjar
getah bening regional.
5
IX. PLANNING
Planning edukasi
1. Memberi tahu pasien tentang penyakitnya : bahwa pilihan terapi
adalah operasi
2. Memberi tahu pasien tentang pilihan terapinya : bahwa pilihan terapi
adalah operasi
Planning Terapi
Pro Operasi :
1. Cek Lab lengkap
2. Puasa 4-6 jam
3. Informed consent
Laporan operasi :
1. Pasien tidur dengan posisi terlentang dengan General Anestesi, pundak
diganjal bantal.
2. Desinfeksi daerah operasi dan tutup dengan duck steril.
3. Incisi buat flap ke kranial dan kaudal
4. Musculus pretrakheal dipisahkan
5. Didapatkan struma pada : Lobus superior (D) ukuran 10 x 15 cm.
6. Dilakukan:
Subtotal thyroidektomy
Rawat perdarahan
Pasang drain
7. Jahit lapis demi lapis
8. Operasi selesai
Pasca Operasi :
Infus RD5 1000 cc/24 jam
Injeksi Cefotaxime 3 X 1 gram
Injeksi Ketorolac 3 X 1 ampul
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tiroid berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat
kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan asupan yodium. Pada orang
dewasa berat normalnya antara 10-20 gram. Pada sisi posterior melekat erat
pada fasia pratrakea dan laring melalui kapsul fibrosa, sehingga akan ikut
bergerak kea rah cranial sewaktu menelan.
Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot pretrakealis (m.
sternotiroid dan m. sternohioid) kanan dan kiri yang bertemu pada midline.
Pada sebelah yang lebih superficial dan sedikit lateral ditutupi oleh fasia kolli
profunda dan superfisialis yang membungkus m. sternokleidomastoideus dan
vena jugularis eksterna. Sisi lateral berbatasan dengan a. karotis komunis, v.
jugularis interna, trunkus simpatikus dan arteri tiroidea inferior. Posterior dari
sisi medialnya terdapat kelenjar paratiroid, n. laringeus rekuren dan esophagus.
Esofagus terletak di belakang trakea dan laring, sedangkan n.laringeus rekuren
terletak pada sulkus trakeoesofagikus.
Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A.tiroidea superior
berasal dari A.karotis kommunis atau A.karotis eksterna, A.tiroidea inferior dari
a.subklavia, dan A.tiroidea ima berasala dari A.brakhiosefalik salah sau cabang
arkus aorta. Aliran darah dalam kelenjar tiroid berkisar 4-6 ml/gram/menit,
kira-kira 50 kali lebih banyak dibanding aliran darah di bagian tubuh lainnya.
Pada keadaan hipertiroidisme, aliran darah ini akan meningkat sehingga dengan
stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.
Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik,
sedangkan system venanya berasal dari pleksus parafolikuler yang menyatu di
permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Secara
anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar paratiroid
menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di lobus medius.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas
dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring
yang tepat berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik
9
dan sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening
ini penting untuk menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar
tiroid.
DIT yang lain akan menghasilkan T3 atau T4, yang disimpan dalam koloid
kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya
tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami deyodinasi untuk
selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada
protein, yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau
prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid
(thyroid stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior
kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur
aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai
negative feedback terhadap lobus anterior hipofisis, dan terhadap sekresi
thyrotropine releasing hormone (TRH) dari hipotalamus.
Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan
kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur
metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum, melalui
pengaruhnya terhadap tulang.
Jadi, kesimpulan pembentukan hormon tiroksin melalui beberapa
langkah, yaitu:
1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid
merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai
status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu
tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan
enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)
menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT
(monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan
juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.
12
Biasanya penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipo atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang
menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista
atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan
strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu
pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan
penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat
menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan
demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang
berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan
stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan
trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi
pada trakea.
Pemeriksaan fisik pada pasien struma dilakukan secara sistematis (urut dari
atas ke bawah), simetris (bandingkan kanan dan kiri), simultan (kanan dan kiri
bersamaan). Secara rutin harus dievaluasi juga keadaan kelenjar getah bening
lehernya, adakah pembesaran, dianjurkan penderita membuka bajunya.
Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita
sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikan
tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan
dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah
lateral mengeveluasi tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu
penderita disuruh menelan.
Pada struma yang besar dan masuk retrosternal, maka tidak dapat diraba
trakea dan pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan
yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa
digerakkan ke arah lateral dan susah digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi
19
terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan
sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi. Untuk memeriksa struma yang berasal
dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita), maka dilakukan dengan jari tangan
kiri diletakkan di medial di bawah kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke
kanan. Kemudian ibujari tangan kanan diletakkan di permukaan anterior benjolan.
Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus
untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut.
Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:
1. lokasi: lobus kanan, lobus kiri, ismus
2. ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
3. jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
4. konsistensi: kistik, lunak, kenyal, keras
5. nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
6. mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoideus
7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak
2.6.4 Diagnosis
Dalam membuat diagnosis kerja pada penderita struma, maka
hendaknya bisa menyampaikan kondisi struma tersebut dari aspek morfologi,
aspek fungsi, dan kalau memang memungkinkan aspek histopatologinya.
Dalam melakukan diagnosis untuk penderita struma, usahakan untuk bisa
mencantumkan diagnosis mencakup ketiga aspek tersebut.
Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinoduler pada saat dewasa. Struma multinodosa biasanya terjadi
pada wanita berusia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa
hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat
dihambat oleh tiroksin. Sekitar 5 % dari struma nodosa mengalami keganasan.
Tanda keganasan ialah setiap perubahan bentuk, perdarahan lokal dan tanda
penyusupan di kulit, n. rekurens, trakea atau esofagus.
2.6.5 Penatalaksanaan
Pilihan terapi nodul tiroid:
a. Terapi supresi dengan hormon levotirosin
b. Pembedahan
c. Iodium radioaktif
22
suppressive karena akan menimbulkan adverse effect. Jika nodul tiroid tidak
mengecil dengan pemberian Levothyroxine (LT4), tindakan reaspiration harus
segera dilakukan. Pengobatan dengan Levothyroxine (LT4) tidaklah berguna
untuk tindakan pencegahan recurrent goiter pasca tindakan lobectomy. (AME
Guideline, 2006)
B. Pembedahan
Operasi tiroid (tiroidektomi) merupaka operasi bersih dan tergolong operasi
besar. Berapa luas kelenjar tiroid yang akan diambil tergantung patologiya serta ada
tidaknya penyebaran dari karsinomanya. Ada 6 macam operasi, yaitu:
1. Lobektomi subtotal; pengangkatan sebagian lobus tiroid yang mengandung
jaringan patologis
2. Lobektomi total (Hemitiroidektomi, ismolobektomi); pengangkatan satu sisi
lobus tiroid
3. Tiroidektomi subtotal; pengangkatan sebagian kelenjar tiroid yang
mengandung jaringan patologis,meliputi kedua lobus tiroid
4. Tiroidektomi near total; pengangkatan seluruh lobus tiroid yang patologis
berikut sebagian besar lobus kontralateralnya.
5. Tiroidektomi total; pengangkatan seluruh kelenjar tiroid
6. Operasi yang sifatnya ”extended”:
a. Tiroidektomi total + laringektomi total
b. Tiroidektomi total + reseksi trakea
c. Tiroidektomi total + sternotomi
d. Tiroidektomi total + FND atau RND
Indikasi operasi pada struma adalah:
a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
b. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
c. struma dengan gangguan tekanan
d. kosmetik.
Kontraindikasi operasi pada struma:
24
2.6.6 Komplikasi
Pada tindakan operasi tiroidektomi, bisa dijumpai komplikasi awal dan lanjut.
Disamping itu ada pula yang membagi komplikasi yang terjadi dalam metabolik
dan non metabolik. Komplikasi awal antara lain:
a. perdarahan
b. paralise n. laringeus rekuren, paralise n. rekuren superior
c. trakeomalasia
d. infeksi
e. tetani hipokalsemia
f. krisis tiroid (thyroid storm)
Sedangkan komplikasi lanjut berupa:
a. keloid;
b. hipotiroiditi;
c. hipertiroiditi yang kambuh