Anda di halaman 1dari 11

Penyebab dan Manajemen Otitis Media

Ziyad Aljohani, Abdulaziz Alghonaim, Rayhanah Alhaddad, Wadiah AlShaif, Rahaf


AlThomali, Ali Asiry, Lujain Hefni, Sarah Nagadi, Roba Taha

ABSTRAK

Otitis media merupakan penyebab mayor dari kunjungan ke pelayanan kesehatan


di seluruh dunia, dan komplikasinya merupakan penyebab signifikan dari
gangguan pendengaran yang dapat dicegah, sebagian besar pada negara
berkembang. Otitis media merupakan kelompok kondisi inflamasi dan infeksi
kompleks yang mengenai telinga tengah. Ia memiliki beberapa subtipe yang
berbeda, dan umumnya mengenai anak berusia 3 hingga 7 tahun. Ketika tidak
ditangani dengan benar, ia dapat menimbulkan banyak komplikasi meliputi
gangguan pendengaran permanen. Dalam artikel ini kami akan mendiskusikan
pembaruan perkembangan ilmiah terbaru dalam hal manajemen klinis dan
penelitian otitis media. Kami melakukan peninjauan ini menggunakan pencarian
yang komprehensif pada MEDLINE, PubMed dan EMBASE dari Januari 1979
hingga Maret 2017. Istilah pencarian yang digunakan adalah sebagai berikut:
otitis media, infeksi telinga tengah, infeksi pediatrik, penyebab otitis media,
pengobatan otitis media, dan pencegahan otitis media. Otitis media merupakan
salah satu patologi tersering pada kelompok usia pediatrik sehingga
menjadikannya menjadi salah satu alasan kunjungan dokter tersering. Untungnya,
pengobatannya simpel dan menjanjikan, namun jika diabaikan, ia dapat
menimbulkan beberapa komplikasi termasuk gangguan pendengaran permanen.
Penelitian-penelitian terbaru terfokus pada tindakan preventif seperti vaksin
pneumokokal, dan menghindari penciptaan spesies resisten bakteri yang sering
menyebabkan patologi tersebut.

Kata kunci: Otitis media, Patologi telinga tengah, Infeksi pediatrik, Mikrobiologi
otitis media, Manajemen infeksi pediatrik
PENDAHULUAN

Otitis media (OM) merupakan kelompok kondisi inflamasi dan infektif kompleks
yang mengenai telinga tengah. Ia dapat diklasifikasi menjadi banyak subtiper
berdasarkan perbedaan tampilan, pengobatan, dan komplikasi terkait. OM
merupakan penyebab mayor kunjungan ke pelayanan kesehatan di seluruh dunia,
dan komplikasinya merupakan penyebab signifikan terjadinya gangguan
pendengaran yang dapat dicegah, khususnya pada negara berkembang. Dalam
artikel ini kita akan mendiskusikan pembaruan perkembangan ilmiah terbaru
dalam bidang manajemen klinis dan penelitian OM.

OM merupakan patologi umum telinga tengah dan mukosanya, dibelakang


membran timpani. Telinga tengah merupakan rongga yang mengandung tulang-
tulang pendengaran telinga yang terdiri dari malleus, incus, dan stapes, bersama
dengan tuba eustachius yang terletak di anterior yang mengarah ke nasofaring,
posterior terhadap sel udara mastoid, lateral terhadap membran timpani, dan
medial terhadap telinga tengah. Struktur vital sekitar lainnya adalah otak dan
meningen pada superior dan sinus sigmoid di posterior, sehingga adanya infeksi
pada telinga tengah dapat menyebar ke struktur sekitar dan menyebabkan hasil
yang serius. Telinga tengah dilapisi oleh epitel respiratorium termodifikasi, yang
termasuk sel silia dan sel goblet. Epitel ini menghasilkan musin yang kemudian
diangkut ke tuba eustachius.

Komplikasi otitis media akut (AOM) yang relatif sering terjadi adalah mastoiditis
akut yang merupakan inflamasi sel udara dan periosteum mastoid akut. Berbeda
dengan AOM dan mastoiditis akut, OM dengan efusi (OME) merupakan kondisi
inflamasi kronis yang biasanya mengenai anak berusia 3 hingga 7 tahun. OME
jarang terjadi pada orang dewasa, dan ketika itu terjadi, seringkali
mengindikasikan adanya diagnosis penyebab lainnya.

Prevalensi tahunan OM di Amerika Serikat berkurang hingga 28% dari 1997 dan
2007, dimana ia mengenai 247 per 1000 anak (dibandingkan dengan 345
dulunya). Penurunan ini diakui akibat pengenalan vaksin konjugasi pneumokokal,
yang memberikan kesan menurunkan jumlah individu yang menderita OM seperti
yang dilaporkan oleh beberapa penelitian.

METODE

Sumber data dan istilah pencarian

Kami melakukan tinjauan ini menggunakan pencarian komprehensif di


MEDLINE, PubMed dan EMBASE, dari Januari 1979 hingga Maret 2017. Istilah
pencarian yang digunakan adalah: otitis media, infeksi telinga tengah, infeksi
pediatrik, penyebab otitis media, pengobatan otitis media, dan pencegahan otitis
media.

Ekstraksi data

Dua peninjau telah meninjau penelitian, memisahkan data secara independen dan
perselisihan pendapat diselesaikan menggunakan konsensus. Penelitian-penelitian
dievaluasi kualitasnya dan mengikuti protokol peninjauan.

Penelitian ini dilakukan setelah disetujui oleh dewan peninjau Universitas King
Abdulaziz.

DISKUSI

Penyebab

Mikrobiologi

OM memiliki etiologi multifaktorial dan terkait dengan variasi anatomis, biologi


sel dari klep telinga tengah (rongga telinga tengah, mastoid, tuba eustachius) dan
nasofaring, maupun patofisiologi meliputi interaksi antara agen mikrobial dan
respin imun host yang dihasilkan. Infeksi traktus respiratorius atas viral seringkali
mengawali atau terjadi bersamaan dengan episode AOM; beberapa contoh terdiri
dari virus syncytial respirasi, sitomegalovirus, dan adenovirus. Infeksi viral
sekarang dipercayai memiliki peran utama dalam progresi AOM, dan penelitian-
penelitian kontrol acak terbaru telah memvalidasi peran pengobatan antiviral
untuk AOM. Diduga infeksi viral pada nasofaring menghasilkan lingkungan yang
mendukung kolonisasi bakteri, adhesi ke sel, dan akhirnya invasi ke telinga
tengah.

Patogen bakteri yang umumnya menyebabkan infeksi traktus respiratorius juga


merupakan yang paling sering di isolasi dari efusi telinga tengah pada AOM. Ia
adalah Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, Haemophilus
influenzae, dan Streptococcus pyogenes; mereka dianggap memasuki klep telinga
tengah melalui tuba eustachius. Terdapat insidensi deteksi bakteri tersebut dari
efusi pada AOM yang tidak konstan, namun yang paling sering dideteksi adalah S.
pneumoniae dan H. Influenzae dalam penelitian-penelitian terbaru. Juga
ditemukan bakteri serupa pada kultur dari cairan OME, meskipun penelitian-
penelitian berbeda dalam keadaan yang berbeda pada berbagai negara dapat
menghasilkan temuan yang berbeda. Pada umumnya, bakteri pada OME paralel
dengan yang dideteksi pada AOM rekuren (RAOM).

Infeksi traktus respiratorius atas dapat menghasilkan kongesti mukosa nasofaring


dan tuba eustachius. Kongesti tersebut mengganggu fungsi tuba eustachius
normal, serta perubahan pengaturan tekanan dalam telinga tengah. Jika tidak
ditangani, patogen nasofaring dapat teraspirasi ke telinga tengah. Adanya patogen
tersebut kemudian menimbulkan inflamasi, menghasilkan pengumpulan pus di
dalam telinga tengah, menimbulkan gejala klinis AOM. Selama durasi periode
inflamasi ini, tulang-tulang pendengaran telinga tengah menjadi kurang mobile
dan dapat mengakibatkan terjadinya resorpsi, yang lebih lanjut dapat
menimbulkan gangguan pendengaran permanen. Penelitian-penelitian telah
menunjukkan bahwa pasien dengan rongga mastoid yang lebih kecil memiliki
risiko yang lebih besar untuk mengalami penyakit telinga tengah kronik;
meskipun begitu, apakah efek ini berkontribusi masih diperdebatkan. Sekunder
akibat ototoksisitas, pasien dengan infeksi kronik memiliki risiko terjadinya
gangguan pendengaran sensorineural.
Predisposisi genetik

Faktor genetik yang mencetuskan OM masih belum dibahas sepenuhnya, namun


telah diakui beberapa target genetik. Telah dilaporkan pewarisan AOM dan
CSOM sekitar 40-70%; namun mayoritas gen yang mendasari predisposisi ini
masih belum dikenali. Mungkin saja terdapat elemen molekul imunitas bawaan
yang dapat mengalami defek, mengakibatkan adanya kerentanan terhadap OM
yang lebih besar. Oleh karena itu, beberapa target terapeutik potensial adalah gen-
gen yang mengatur ekspresi musin, produksi mukus, dan respon host terhadap
bakteri di telinga tengah. Beberapa penelitian mengenai genetik OM juga dapat
mengarahkan kita terhadap pengembanagn tindakan pencegahan, atau
meminimalisir faktor risiko pada individu yang rentan.

Penelitian pada genetik telah mengakui peran penting hipoksia pada patologi
OME, dan hal ini sebagian dapat menjelaskan efektivitas selang ventilasi, karena
dapat mengurangi hipoksia pada telinga tengah.

Diagnosis

Terdapat beberapa pedoman untuk membantu dokter dalam mediagnosis OM dan


subtipenya. AOM dibedakan dari OME dan CSOM berdasarkan riwayat dan
temuan pemeriksaan. Baku emas untuk diagnosis cairan telinga tengah adalah
myringotomi, yang merupakan eksisi bedah pada gendang telinga; namun, tidak
dapat dilakukan pada semua anak, sedangkan diagnosis dapat dibuat berdasarkan
penilaian di klinik.

Secara klinis, AOM merupakan proses telinga tengah purulen, karena alasan
tersebut tanda dan gejalanya sesuai dengan inflamasi akut yang sering ditemukan.
AOM biasanya memiliki riwayat yang singkat, dan umumnya berhubungan
dengan otalgia, demam, otorea, iritabilitas, letargi, muntah, dan anoreksia; namun,
gejala saja memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk menegakkan
diagnosis. Pedoman American Academy of Pediatrics merekomendasikan bahwa
AOM harus di diagnosis pada anak yang datang dengan bulging membran timpani
sedang hingga berat, atau datang dengan otorea onset baru yang bukan merupakan
hasil sekunder dari otitis eksterna. Diagnosis juga dapat dibuat jika terdapat
bulging ringan dari membran timpani diikuti dengan otalgia atau eritema
membran timpani berat. Tidak adanya efusi telinga tengah, yang dinilai dengan
otoskopi pneumatik atau timpanometri membuat diagnosis ini tidak mungkin.
Otoskopi pneumatik dan timpanometri mengevaluasi mobilitas gendang telinga
untuk menyimpulkan ada tidaknya efusi. Jika gendang telinga yang utuh tidak
mobile, mengindikasikan adanya efusi telinga tengah; kedua teknis tergantung
pada perubahan tekanan saluran telinga, dengan otoskopi pneumatik
menggambarkan gendang telinga secara langsung dan timpanometri mengukur
mobilitas menggunakan refleksi suara. Kondisi ini ditetapkan sebagai ROAM jika
pasien mengalami tiga episode AOM dalam periode enam bulan, atau empat
dalam satu tahun.

OME dapat terjadi sebagai efek yang menetap dari AOM, atau tanpa adanya
riwayat yang mendahului. Pada anak, manifestasi klinik dapat meliputi riwayat
kesulitan pendengaran, defisit atensi, masalah perilaku, terlambat bicara dan
terlambatnya pengembangan bahasa, ceroboh, dan keseimbangan yang tidak
optimal. Otoskopi penting dalam membuat diagnosis yang pasti, dengan
sensitivitas dan spesifisitas mencapai 90% dan 80%. Hal ini lebih lanjut dapat
ditingkatkan menggunakan otoskopi pneumatik. Temuan klinis dapat bervariasi,
dan meliputi rentang warna abnormal dari kuning ke oranye ke biru; membran
timpani yang tertarik atau cembung; dan adanya air-fluid level. Bukti tambahan
diambil menggunakan audiogram, meliputi uji pendengaran yang dapat
menunjukkan gangguan pendengaran konduktif dan timpanogram yang dapat
menunjukkan gendang telinga imobile dengan tekanan telinga tengah negatif.
Kekhawatiran orangtua mengenai gangguan pendengaran bisa jadi meragukan dan
harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan audiologis formal.

CSOM di diagnosis setelah teridentifikasi perforasi timpani permanen bersamaan


dengan mukositis telinga tengah dengan atau tanpa otorea berkelanjutan.
Discharge harus tercatat selama minimal dua hingga enam minggu. Oleh karena
itu, anamnesis riwayat sangat penting untuk membedakan antara CSOM, otitis
eksterna, dan AOM. Pada CSOM nyeri bukan merupakan tampilan yang dominan
dan discharge telinga diharapkan terjadi dalam durasi yang lebih lama. Diagnosis
ditetapkan dengan otoskopi yang akan menunjukkan perforasi membran timpani
yang berhubungan dengan discharge telinga tengah.

Pengobatan

Telah tersedia rekomendasi untuk manajemen medis dan pembedahan untuk


berbagai tipe OM.

Umumnya, AOM mengalami rangkaian yang baik jika ditangani dengan analgetik
dan antipiretik yang tepat, tanpa pengobatan antibiotik. Meta-analisis telah
mennjukkan bahwa sekitar 80% anak mengalami kesembuhan AOM spontan
dalam 2 hari hingga 2 minggu. Pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun, hasil
tersebut mungkin lebih bervariasi dan resolusi OM mungkin serendah 30% dalam
beberapa hari. Angka resolusi keseluruhan yang tinggi mengindikasikan bahwa
observasi sederhana mungkin diperlukan pada anak yang di diagnosis AOM pada
keadaan tidak dicurigai adanya komplikasi lain.

Pedoman terbaru di USA untuk pengobatan AOM merekomendasikan bahwa


antibiotik harus digunakan pada anak yang berusia lebih dari 6 bulan jika AOM
berat, unilateral atau bilateral. AOM berat ditetapkan sebagai suhu 39°C atau
lebih, otalgia sedang hingga berat, atau otalgia berlangsung setidaknya 48 jam.
Antibiotik juga harus diberikan jika AOM tidak begitu berat, namun terjadi
bilateral pada anak yang berusia 6-23 bulan. Pada kasus AOM unilateral ringan
hingga sedang pada anak berusia 6-23 bulan, atau AOM unilateral/bilateral ringan
hingga sedang pada anak yang berusia 2 tahun atau lebih, dapat dianjurkan
pemberian antibiotik atau hanya diobservasi. Jika memilih observasi, harus
direncanakan pemberian antibiotik jika keluhan tidak membaik dalam 2-3 hari.
Sebagai tambahan evaluasi terhadap kondisi klinis anak, ide dari orang tua atau
pengasuh harus dinilai dan keputusan harus diambil bersama. Manajemen dan
penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menangani AOM. Perlu dicatat
bahwa periode awal observasi tidak berhubungan dengan risiko komplikasi yang
lebih besar ketika dibandingkan dengan anak yang mendapat pengobatan
antibiotik dini.

Peresepan antibiotik empiris untuk mengobati AOM berkisar dari 30% di Belanda
hingga 98% di Australia dan USA. Amoxicillin tetap menjadi antibiotik pilihan
kecuali jika anak sudah mengonsumsi antibiotik ini 30 hari sebelumnya atau
menderita purulen yang terjadi bersamaan. Antibiotik dengan tambahan beta-
laktamase harus digunakan pada kasus-kasus tersebut, atau ketika terdapat bukti
adanya RAOM, atau riwayat AOM refrakter terhadap amoxicillin. Alergi pasien
juga harus dipertimbangkan dan harus digunakan agen alternatif pada situasi
adanya alergi penisilin.

Pada kasus RAOM, selang ventilasi yang diinsersi secara bedah dapat dianjurkan
jika RAOM disertai dengan efusi telinga tengah berkelanjutan diantara serangan
AOM. Antibiotik profilaksis biasanya tidak dianjurkan untuk RAOM, meskipun
sebuah tinjauan sistematik telah mencatat bahwa antibiotik mungkin memberikan
efek yang bermanfaat. Namun, akibat kekhawatiran memaparkan antibiotik dalam
durasi yang lama dan potensi efek sampingnya, selang ventilasi biasanya menjadi
pilihan yang baik. Selang ventilasi hanya efektif selama durasi waktu tinggalnya.
Sebagian besar selang ventilasi dapat bertahan hingga 6-9 bulan setelah
ditempatkan.

Serupa dengan AOM, banyak anak dengan OME tidak memerlukan pengobatan
karena tingginya angka resolusi spontan. Namun, jika OME bilateral dan persisten
selama lebih dari tiga bulan, kemungkinan resolusi alamiah menjadi lebih rendah
dan lebih baik menganjurkan pengobatan. Pedoman USA dan UK terbaru
menganjurkan durasi 3 bulan untuk observasi dengan membuat penilaian derajat
gangguan pendengaran, dampaknya terhadap perkembangan anak, dan audiometri
serial sebelum menentukan kebutuhan pengobatan. Pedoman-pedoman
menganjurkan alat bantu dengar atau pembedahan untuk menempatkan ventilasi.
Insersi selang ventilasi terjadi bersamaan dengan sejumlah risiko, seperti otorea
purulen (10-26%), kantung retraksi (21%), miringosklerosis (39-65%) dan
perforasi membran timpani persisten (3%). Sebagai tambahan, ketika selang
dibuka, OME dapat terjadi kembali. Satu penelitian mengenai selang jangka
pendek menunjukkan bahwa sekitar 25% anak memerlukan penempatan selang
ventilasi ulang dalam 2 tahun. Dipercayai bahwa adenoidektomi memainkan
peran penting dalam pencegah OME rekuren, kecuali jika persisten atau infeksi
traktus respiratorius atas rekuren. Telah dianjurkan beberapa rencana manajemen
lainnya untuk OME, meliputi steroid, antibiotik dan antihistamin.

Tidak seperti OME dan AOM, manajemen utama untuk CSOM biasanya operatif,
dengan beberapa teknis berbeda yang di desain untuk memperbaiki gendang
telinga dan mengontrol infeksi. Manajemen konservatif digunakan pada kelompok
pasien tertentu dan discharge telinga biasanya berhubungan dengan gangguan
pendengaran. Pendekatan yang paling konservatid adalah rangkaian bilas aural
setelah itu menggunakan antibiotik, steroid topikal, dan antiseptik. Quinolon
topikal, seperti ciprofloxacin, tercatat menjadi pengobatan yang paling bermanfaat
dalam sebuah tinjauan terbaru, namun, meskipun terdaftar di USA, saat ini
quinolon tidak terdaftar sebagai tetes telinga di beberapa negara lainnya, termasuk
UK. Beberapa tetes telinga yang umum digunakan adalah formulasi berdasarkan
aminoglikosida, dan terdapat kekhawatiran akan kemungkinan efek samping
ototoksisitas ketika digunakan pada membran timpani yang perforasi, persetujuan
terbaru adalah penggunaannya aman dalam rangkaian jangka pendek, yang
dipantau secara ketat, dan akhirnya tidak bersifat lebih ototoksik dibandingkan
infeksinya sendiri. Manajemen konservatif biasanya dipilih berdasarkan keinginan
pasien sendiri, jika pasien memiliki kontraindikasi pembedahan, gangguan
pendengaran pada telinga yang tidak terkena, atau ketika risiko pembedahan lebih
besar dibandingkan manfaat yang diperoleh.

Tindakan preventif

AOM merupakan alasan umum penggunaan antibiotik pada kelompok usia


pediatrik, dan merupakan penyebab operasi tersering pada anak di negara
berkembang merupakan manajemen OME dan AOM dengan insersi selang
ventilasi. Biasanya penggunaan antibiotik dapat menimbulkan resistensi dan efek
samping, sedangkan selang ventilasi biasanya memerlukan anestesi umum, dibuka
setelah periode waktu tertentu, dan beberapa anak memerlukan operasi ulangan.
Diperlukan pengobatan yang lebih baik untuk AOM dan OME. Manajemen yang
ideal adalah pencegahan; sehingga penelitian terbaru terfokus untuk mencapai
target ini.

Vaksin pneumokokal

Tindakan preventif untuk perkembangan dan progresi OM penting dengan tujuan


untuk membatasi dampak dari penyakit ini, efek samping dari penggunaan
antibiotik terkait, serta munculnya resistensi bakteri. Antigen untuk vaksinasi
telah teridentifikasi sebagai S. pneumoniae sebagai penyebab AOM tersering, M.
catarrhalis dan H. Influenza yang tidak dapat dikelompokkan. Vaksin konjugat
pneumokokal awalnya dikembangkan untuk penyakit pneumokokal invasif seperti
pneumonia, namun selanjutnya terbukti bermanfaat untuk menargetkan penyebab
AOM tersering, sehingga menarik banyak perhatian.

Beberapa tinjauan-tinjauan sistematik telah menetapkan efektivitas vaksin


pneumokokal dalam mencegah AOM pneumokokal. Setelah pemberian –valent
pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), insidensi AOM pada anak menurun di
Amerika Utara. Pada bayi, reduksi AOM sebesar 43%, 42% untuk peresepan
antibiotik, dan 32% biaya terkait AOM. Penelitian-penelitian di Kanada telah
menunjukkan penurunan hingga 25.2% AOM dari 2000 hingga 2007, dimana
vaksin merupakan penyebabnya sebesar 13.2% dan menunjukkan dampak
terbesar pada kelompok usia bayi. Penurunan yang penting untuk serotipe vaksin
nasofaring juga tercatat setelah pengenalan PCV7. Meskipun PCV7 menyebabkan
penurunan serotipe yang diliputi oleh vaksin tersebut, serotipe pneumokokal 19A
meningkat. Sayangnya, serotipe pneumokokal 19A yang diisolasi resisten
terhadap semua obat-obatan yang disetujui oleh US Food and Drug
Administration untuk pengobatan AOM pada anak.

Meskipun memiliki hasil yang menjanjikan, terdapat kekhawatiran mengenai


manfaat jangka panjang setelah imunisasi. Setelah mengenalkan vaksinasi,
komplikasi terkait AOM termasuk mastoiditis maupun komplikasi intrakranial
menurun; namun, hal yang mengejutkan adalah mereka kembali ke kadar periode
pre-vaksinasi hanya setelah beberapa tahun. Penurunan dan peningkat ini juga
tercatat untuk infeksi pneumokokal yang menginfeksi lokasi lainnya, meskipun
umumnya infeksi tersebut cenderung kurang lazim dibandingkan dengan tren
sebelum diperkenalkannya vaksinasi. Penggantian serotipe merupakan persoalan
akibat potensi resistensi, serupa dengan kasus patogen non-pneumokokal.

Kemungkinan metode untuk menanggulangi resistensi terhadap vaksin adalah


memformulasikan vaksin menggunakan antigen protein yang dikonservasi secara
luas; hal ini dapat tergantung dengan serotipe dan konon tidak terkait dengan
penggantian serotipe. Bentuk vaksin ini dapat lebih terjangkau dan tepat untuk
negara berkembang, karena kebutuhannya lebih besar. Beberapa vaksin
pneumokokal terbaru yang dapat melindungi dari serotipe tambahan telah
dikembangkan, meliputi vaksin konjugat polisakarida pneumokokal 11-valent
dengan protein D sebagai karier dan vaksin pneumokokal 13-valent, yang dapat
memiliki manfaat lebih lanjut terhadap OM H. Influenzae tak tertipe.

KESIMPULAN

Otitis media merupakan patologi tersering pada kelompok usia pediatrik


menjadikannya salah satu dari alasan kunjungan dokter tersering. Untungnya,
manajemennya sederhana dan menjanjikan, namun jika diabaikan, dapat
menimbulkan berbagai komplikasi termasuk gangguan pendengaran permanen.
Penelitian terbaru terfokus pada tindakan preventif seperti vaksin pneumokokal,
dan menghindari pembuatan spesies bakteri umum resisten yang menyebabkan
patologi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai