DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 :
A. Latar Belakang
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan patofisiologis adanya
kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
Gagal jantung dibagi menjadi tiga macam, yaitu pertama Gagal jantung
kiri ditandai dengan pernapasan memendek, kesulitan bernapas kecuali kalau
berdiri tegak lurus, bersin, batuk, kekurangan oksigen dibadan, kulit pucat atau
kebiruan, ritme jantung irreguler, dan tekanan darah meningkat. Yang kedua
Gagal jantung kanan ditandai dengan kaki membengkak, hati dan limpa
membesar, pembengkakan vena di leher, pembentukan cairan di lambung,
perut busung, penurunan berat badan, ritme jantung irreguler, mual, muntah,
nafsu makan berkurang, kelelahan, gelisah dan bisa pingsan.
Dan yang ketiga adalah Gagal jantung kongestif adalah gabungan gagal
jantung kiri dan kanan yang ditandai dengan kelelahan dan kelamahan,
takikardi, sianosis pada kegagalan jantung yang hebat, pucat, kehitam-hitaman,
kulit berkeringat, berat badan bertambah, murmur systole abnormal, irama
galop diastole (bunyi jantung ketiga selama diastole), oliguria, meningkatnya
tekanan pada arteri pulmonal dan kapiler yang menyempit, meningkatnya
tekanan atrium kanan (juga disebut tekanan vena sentral, CVP). Maka dari itu
penulis akan membahas lebih lanjut tentang dekompensasi kordis.
Gagal jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia (Goodman & Gilman, 2011). risiko terjadinya gagal jantung
semakin meningkat sepanjang waktu. Menurut data WHO 2013, 17,3 juta
orang meninggal akibat gangguan kardiovaskular pada tahun 2008 dan lebih
dari 23 juta orang akan meninggal setiap tahun dengan gangguan kadiovaskular
(WHO, 2013). Lebih dari 80% kematian akibat gangguan kardiovaskular
terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (Yancy, 2013).
Pada penelitian di Amerika, risiko berkembangnya gagal jantung adalah
20% untuk usia ≥40 tahun, dengan kejadian >650.000 kasus baru yang
didiagnosis gagal jantung selama beberapa dekade terakhir. Kejadian gagal
jantung meningkat dengan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk gagal
jantung sekitar 50% dalam waktu 5 tahun (Yancy, 2013). Berdasarkan data
Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal jantung di Indonesia sebesar 0,3%.
Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil wawancara pada
responden umur ≥ 15 tahun berupa gabungan kasus penyakit yang pernah
didiagnosis dokter atau kasus yang mempunyai gejala penyakit gagal jantung
(Riskesdas, 2013). Prevalensi faktor risiko jantung dan pembuluh darah, seperti
makan makanan asin 24,5%, kurang sayur dan buah 93,6%, kurang aktivitas
fisik 49,2%, perokok setiap hari 23,7% dan konsumsi alkohol 4,6% (Depkes
RI, 2009).
Penyebab gagal jantung dapat dibagi menjadi dua, meliputi penyakit
pada miokard (antara lain: penyakit jantung koroner, kardiomiopati,
miokarditis), dan gangguan mekanis pada miokard (antara lain: hipertensi,
stenosis aorta, koartasio aorta) (Kabo, 2012). Penyebab pemicu kardiovaskular
ini dapat digunakan untuk menilai kemungkinan morbiditas kardiovaskuar
(Aaronson & Ward, 2010).
Akibat bendungan di berbagai organ dan low output, pada kasus gagal
jantung akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi: dyspnea,
orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-kadang
hemoptisis, ditambah gejala low output seperti: takikardia, hipotensi dan
oliguri, beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti
keluhan angina pektoris pada infark miokard akut. Pada keadaan sangat berat
akan terjadi syok kardiogenik (Kabo, 2012).
B. Rumusan Masalah
a) Apa Pengertian pengertian Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?.
b) Apa penyebab Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
c) Bagaimana tanda dan gejala Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
d) Bagaimana patofisiologi Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
e) Apa saja masifestasi klinis Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
f) Apa saja pemeriksaan penunjang pada Decomp Cordis/Gagal Jantung?
g) Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan Decomp Cordis/ Gagal
Jantung ?
h) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Decomp Cordis/
Gagal Jantung ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Decomp Cordis/ Gagal
Jantung ?
b) Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab Decomp Cordis/ Gagal
Jantung ?
c) Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala Decomp Cordis/
Gagal Jantung ?
d) Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Decomp Cordis/
Gagal Jantung ?
e) Mahasiswa mampu menjelaskan masifestasi klinis Decomp Cordis/
Gagal Jantung ?
f) Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada
Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
g) Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan
Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
h) Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah suatu keadaan
ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh, meskipun tekanan vena normal (Muttaqin, 2012).
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah sindrome klinis
(sekumpulan tanda dan gejala) yang ditandai dengan sesak nafas dan fatik
saat istirahat atau saat aktivitas yang disebabkan oleh kelainan struktur
atau fungsi pada jantung (Nurarif dan Kusuma, 2013).
Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan okseigen secara adekuat (Udjiati, 2013).
B. Etiologi
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otat
jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis
coroner, hiptertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi
2. Aterosklerosis coroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung , menyebabkan kontraktilitas
menurun
5. Penyakit jantung lainnya
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung
yang sebenarnya secara langsung mempengaruhi jantung.
C. Klasifikasi
1. Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya
a. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung
mengakibatkan pada akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak
dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa diatol berikutnya
akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi,
makin lama terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi
peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri (normal 10-12
mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh
pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan
masih sehat memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah yang
sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru
akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi
transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.
D. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme
primer yang dapat di lihat :
Rasionalisasi :
1) Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2) Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah
cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja
jantung.
3) Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan
yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena
jugularis.
4) Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan keluaran urine.
5) Namun meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan
volume plasma.
Rasionalisasi :
1) Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan adanya
penurunan oksigen miokard.
2) Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.
3) Untuk mengurangi beban jantung.
4) Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous return.
5) Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
Rasionalisasi :
1) Variasi penampilan dan perilaku Klien dalam pemenuhan
istirahat serta tidur.
2) Posisi fisiologismana mengakibatkan asupan O2 dan rasa
nyaman.
3) Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
miokardium.
4) Meningkatkan istirahat/relaksasi dan membantu klien dalam
memenuhi kebutuhan tidur.
k. Risiko tinggi cedera yang berhubung dengan pusing dan
kelemahan.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi cidera kepala
pada klien.
Kriteria hasil : Klien tidak terjatuh, TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1) Catat pola istirahat dan tidur klien siang dan malam hari.
2) Pantau adanya pengaman pada tempat tidur klien.
3) Atur posisi fisiologis.
Rasionalisasi :
1) Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan
istirahat dan tidur sebagai temuan pengkajian.
2) Tempat tidur dengan adanya pengaman / pagar tempat tidur
dapat mencegah klien jatuh pada saat gelisah dan mengalami
kelemahan.
3) Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 dan rasa
nyaman.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan
mengukur pencapaian tujuan pasien dan menentukann keputusan
dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan
pencapaian tujuan.
a. Evaluasi proses
Fokus pada evaluasi proses atau formatif adalah aktivitas dari
proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan
keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah
perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu
menilai efektifitas intervensi tersebut.
b. Evaluasi hasil
Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau
status kesehatan pasien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe
evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara
paripurna.
Evaluasi pada decompensasi cordis antara lain:
1. penurunan curah jantung dapat teratasi.
2. klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada.
3. Klien menyatakan kecemasan berkurang
4. keluhan gangguan pemenuhan tidur berkurang
5. Nutrisi klien terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA
Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. et. al. 2001. Keperawatan Kardiovaskular. Harapan
Kita. Jakarta