Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

GAGAL JANTUNG (DEKOMPENSASI KORDIS)


Dosen pengampu : Ns. Eny Widaryanti, S.Kep

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 :

1. MINARTI PANJUKANG (S16166)


2. MITA PUSPITANINGRUM (S16167)
3. MUHAMMAD ALFAUZI P (S16168)
4. NANDA YUSRIL RIZAL M (S16169)
5. NILUH PUTU ERIKAWATI (S16170)
6. NOVITA JUNIATI (S16172)
7. OKTA FIYANTI (S16173)
8. PUPUT ISTU WIDODO (S16174)
9. PUTRI TIARA ELSABY (S16175)
10. RETNO WULANDARI (S16176)
11. SALMA DEVIYANA (S16179)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan patofisiologis adanya
kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
Gagal jantung dibagi menjadi tiga macam, yaitu pertama Gagal jantung
kiri ditandai dengan pernapasan memendek, kesulitan bernapas kecuali kalau
berdiri tegak lurus, bersin, batuk, kekurangan oksigen dibadan, kulit pucat atau
kebiruan, ritme jantung irreguler, dan tekanan darah meningkat. Yang kedua
Gagal jantung kanan ditandai dengan kaki membengkak, hati dan limpa
membesar, pembengkakan vena di leher, pembentukan cairan di lambung,
perut busung, penurunan berat badan, ritme jantung irreguler, mual, muntah,
nafsu makan berkurang, kelelahan, gelisah dan bisa pingsan.
Dan yang ketiga adalah Gagal jantung kongestif adalah gabungan gagal
jantung kiri dan kanan yang ditandai dengan kelelahan dan kelamahan,
takikardi, sianosis pada kegagalan jantung yang hebat, pucat, kehitam-hitaman,
kulit berkeringat, berat badan bertambah, murmur systole abnormal, irama
galop diastole (bunyi jantung ketiga selama diastole), oliguria, meningkatnya
tekanan pada arteri pulmonal dan kapiler yang menyempit, meningkatnya
tekanan atrium kanan (juga disebut tekanan vena sentral, CVP). Maka dari itu
penulis akan membahas lebih lanjut tentang dekompensasi kordis.
Gagal jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia (Goodman & Gilman, 2011). risiko terjadinya gagal jantung
semakin meningkat sepanjang waktu. Menurut data WHO 2013, 17,3 juta
orang meninggal akibat gangguan kardiovaskular pada tahun 2008 dan lebih
dari 23 juta orang akan meninggal setiap tahun dengan gangguan kadiovaskular
(WHO, 2013). Lebih dari 80% kematian akibat gangguan kardiovaskular
terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (Yancy, 2013).
Pada penelitian di Amerika, risiko berkembangnya gagal jantung adalah
20% untuk usia ≥40 tahun, dengan kejadian >650.000 kasus baru yang
didiagnosis gagal jantung selama beberapa dekade terakhir. Kejadian gagal
jantung meningkat dengan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk gagal
jantung sekitar 50% dalam waktu 5 tahun (Yancy, 2013). Berdasarkan data
Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal jantung di Indonesia sebesar 0,3%.
Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil wawancara pada
responden umur ≥ 15 tahun berupa gabungan kasus penyakit yang pernah
didiagnosis dokter atau kasus yang mempunyai gejala penyakit gagal jantung
(Riskesdas, 2013). Prevalensi faktor risiko jantung dan pembuluh darah, seperti
makan makanan asin 24,5%, kurang sayur dan buah 93,6%, kurang aktivitas
fisik 49,2%, perokok setiap hari 23,7% dan konsumsi alkohol 4,6% (Depkes
RI, 2009).
Penyebab gagal jantung dapat dibagi menjadi dua, meliputi penyakit
pada miokard (antara lain: penyakit jantung koroner, kardiomiopati,
miokarditis), dan gangguan mekanis pada miokard (antara lain: hipertensi,
stenosis aorta, koartasio aorta) (Kabo, 2012). Penyebab pemicu kardiovaskular
ini dapat digunakan untuk menilai kemungkinan morbiditas kardiovaskuar
(Aaronson & Ward, 2010).
Akibat bendungan di berbagai organ dan low output, pada kasus gagal
jantung akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi: dyspnea,
orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-kadang
hemoptisis, ditambah gejala low output seperti: takikardia, hipotensi dan
oliguri, beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti
keluhan angina pektoris pada infark miokard akut. Pada keadaan sangat berat
akan terjadi syok kardiogenik (Kabo, 2012).

B. Rumusan Masalah
a) Apa Pengertian pengertian Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?.
b) Apa penyebab Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
c) Bagaimana tanda dan gejala Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
d) Bagaimana patofisiologi Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
e) Apa saja masifestasi klinis Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
f) Apa saja pemeriksaan penunjang pada Decomp Cordis/Gagal Jantung?
g) Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan Decomp Cordis/ Gagal
Jantung ?
h) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Decomp Cordis/
Gagal Jantung ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Decomp Cordis/ Gagal
Jantung ?
b) Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab Decomp Cordis/ Gagal
Jantung ?
c) Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala Decomp Cordis/
Gagal Jantung ?
d) Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Decomp Cordis/
Gagal Jantung ?
e) Mahasiswa mampu menjelaskan masifestasi klinis Decomp Cordis/
Gagal Jantung ?
f) Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada
Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
g) Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan
Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
h) Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Decomp Cordis/ Gagal Jantung ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah suatu keadaan
ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh, meskipun tekanan vena normal (Muttaqin, 2012).
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah sindrome klinis
(sekumpulan tanda dan gejala) yang ditandai dengan sesak nafas dan fatik
saat istirahat atau saat aktivitas yang disebabkan oleh kelainan struktur
atau fungsi pada jantung (Nurarif dan Kusuma, 2013).
Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan okseigen secara adekuat (Udjiati, 2013).

B. Etiologi
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otat
jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis
coroner, hiptertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi
2. Aterosklerosis coroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung , menyebabkan kontraktilitas
menurun
5. Penyakit jantung lainnya
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung
yang sebenarnya secara langsung mempengaruhi jantung.
C. Klasifikasi
1. Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya
a. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung
mengakibatkan pada akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak
dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa diatol berikutnya
akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi,
makin lama terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi
peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri (normal 10-12
mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh
pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan
masih sehat memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah yang
sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru
akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi
transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.

Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri


bronkhialis, terjadi transudasi cairanin tertisiel bronkus
mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya
ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang
lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila
tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah
akan keluar dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik
untuk, menampungnya (>25 mmHg) sehingga akan tertahan
dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama akan menggangu
alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru
disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal
dengan syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi
lemah dan rendah serta perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi
asidosis otot-otot jantung yang berakibat kematian.
b. Decompensasi cordis kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu
memeompa melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-
paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik,
peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel
masuk kedalam(edema perier) (long, 1996). Kegagalan ini akibat
jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan tidak bisa
berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan diatrium kanan dan
venakapa superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah
udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata
penurunan tekanan darah yang cepat., hal ini akibaat vetrikel kanan
pada saat sisitol tidak mampu mempu darah keluar sehingga saat
berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin meningkat
demikin pula mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti
oleh bendungan darah vena kava supperior dan vena kava inferior
serta selruh sistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya
bendungan vena jugularis eksterna, bven hepatika (tejadi
hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan bendungan-bedungan
pada pada ena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik pada di
pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma maka
terjadinya edema perifer.

2. Klasifikasi gagal jantung menurut derajat sakitnya


Derajat Keterangan
1 Pasien masih dapat melakukan aktivitas fisik sehari-
(Tanpa keluhan) hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak nafas.
2 Aktivitas fisik sedang menyebabakna kelelahan
(Ringan) atau sesak nafas tetapi jika aktivitas ini dihentikan
maka keluhan akan hilang.
3 Aktivitas fisik ringan menyebabakna kelelahan atau
(Sedang) sesak nafas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas
dihentikan.
4 Tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari
(Berat) bahkan pada saat istirahatpun keluhan masih tetap
ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas
walaupun aktifitas ringan.

D. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme
primer yang dapat di lihat :

1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik.


Menurunnya curah secukup pad gagal jantung akan mengakibtakan
respon simpatis kompensatorik.Meningkatnnya aktivitas adrenargik
jantung dan medula adrenal. Denyut jantung akan meningkat secara
maksimal untuk mempertahankan curah jantung.Juga terjadi vasokontriksi
arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah denganmengurangi aaliran darah ke organ-organ yang rendah
metabolismenya (seperti kulit dan ginjal) agar perfungsi kejantung dan
otak dapt diprtahankan. Venokontriksi akan meningkatkan aliran balik
vena kesisi kanan jantung, untik selanjutnya menambah kekuatan
kontraksi sesuai dengan hukum starling.Seperti yang diharapkan, kadr
ketabolamin yang beredar akan meningkat pada gagal jantung,terutama
selam latihan. Jantung akan semakin bergantung pad katelamin yang
beredar dalam sirkulasi untuk mempertahnkan kerja ventrikel.Namun,
pada akhirnya respon miokardium terhadap rangsangan simpatis akan
menurun.Katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja
ventrikel.
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin
aldosteron
Aktivitas sistem renin-angiotensi-aldosteron(RRA)mnyebabkan
retensi natrium dan air oleh ginja,m,eningkatkan volume ventrikel, serta
regangan serabut.Peningkatan beban awal ini akan menambah
kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum starling. Mekanisme pasti
yang mengakibatkan aktivitas sistem renin-angiotensi-aldosteron pada
gagal jantung masih belum jelas.Namun, beberapa faktor telah
diperkirakan, antara lain perangsangan sispatis adrenergik pada reseptor
beta didalam aparatus jukstaglomerurus,respon reseptor makula densa
terhadap perubahn pelepasan natrium pada tubulus distal,serta respon
barereseptor terhadap perubahan volume dan tekanan darah yang
bersikulasi.
3. Hipertrofi ventrikel.

Respon terhadap kegagalan jantung lainnya adalah hipertrovi


miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan
jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium, bergantung pada jenis
bebanhemodinamik yang mengakibatka gagal jantung. Sarkomer dapat
bertambah secara paralel atau serial.
Pola terjadinya hiprtrofi ventrikel secara fungsional merupakan
resrons secara remodelling di mana pada jantung terjadi sebagai respons
terhadap berbagai macam rangsangan
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat
bergantung pada etiologinya. Namun, manifestasi tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Meningkatnya volume intravaskuler.
2. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat.
3. Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis, sehingga
cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan
dengan batuk dan nafas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekan
sistemik.
5. Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan
dan organ.
6. Tekanan perfusi ginjal menurun sehingga mengakibatkan terjadinya
pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan
sekresi aldostoron, retensi natrium, dan cairan, serta peningkatan
volume intravaskuler.
7. Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat, misalnya
disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri.
F. Penatalaksanaan
1. Glikosida jantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan
curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan
peningkatan diuresisidan mengurangi edema
2. Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air mlalui
ginjal.Penggunaan harus hati – hati karena efek samping hiponatremia
dan hipokalemia.
3. Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
4. Diet
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau
menghilangkan edema.
G. Pengkajian
1. Anamnnesa
a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat
b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Lemah saat meakukan
aktivitas, sesak nafas
c. Riwayat penyakit sekarang :
 Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan
sampai berat.
 Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan,
biasanya disertai sesak nafas.
 Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system
otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan.
 Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari.
 Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa
lamanya kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat
istirahat ataupun saat beraktifitas.
d. Riwayat Penyakit dahulu :
 Apakah sebelumnya pernah menderita nyeri dada, darah tinggi,
DM, hiperlipidemia.
 Obat apa saja yang pernah diminum yang berhubungan dengan
obat diuretic, nitrat, penghambat beta serta antihipertensi.
Apakah ada efek samping dan alergi obat.
e. Riwayat penyakit keluarga :
Penyakit apa yang pernah dialami keluarga dan adakah anggota
keluarga yang meninggal, apa penyebab kematiannya.
f. Riwayat pekerjaan/ kebiasaan :
- Situasi tempat kerja dan lingkungannya
- Kebiasaan dalam pola hidup pasien.
- Kebiasaan merokok
2. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat
istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental misalnya : letargi,
tanda vital berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat Hipertensi, Infark Miokardium baru/akut,
episode Gagal Jantung kongestif sebelumnya, penyakit
jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic,
bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda : TD karena mungkin rendah (gagal pemompaan),
Tekanan Nadi ; mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia,
Frekuensi jantung ; Takikardia. Bunyi jantung ; S3 (gallop)
adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin
melema. Murmur sistolik dan diastolic.Warna ; kebiruan,
pucat abu-abu, sianosis.
3. Eliminasi
a. Gejala:Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih
malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
4. Makanan/cairan
a. Gejala:Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan
berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas
bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
b. Tanda:Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen
(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).
5. Hygiene
a. Gejala:Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
b. Tanda:Penampilan menandakan kelalaian perawatan
personal.
6. Neurosensori
a. Gejala:Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda:Letargi, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
7. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala:Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen
kanan atas dan sakit pada otot.
b. Tanda:Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit danperilaku
melindungi diri.
8. Pernapasan
a. Gejala:Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau
dengan beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan
sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan
pernapasan.
b. Tanda:Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan
otot asesori pernapasan.Batuk: Kering/nyaring/non
produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pembentukan sputum.Sputum ; Mungkin bersemu darah,
merah muda/berbuih (edema pulmonal). Bunyi napas ;
Mungkin tidak terdengar.Fungsi mental; Mungkin menurun,
kegelisahan, letargi. Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis :
takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6
minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular.
b. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan
kontraktilitas ventricular.
c. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan pergerakan dinding.
d. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi
dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan sisi
kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi. Juga mengkaji potensi
arteri koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas.
e. Rontgen dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung,
bayangan mencerminkan dilatasiatau hipertropi bilik, atau
perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
4. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
a. Menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan
konduksi elektrikat.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah
jantung dapat teratasi.
kriteria hasil : Klien akan melaporkan penurunan episode
dispnea.
Intervensi :

1) Kaji dan laporkan tanda penurunan curah jantung.


2) Catat bunyi jantung.
3) Palpasi nadi perifer.
4) Istirahkan pasien dengan tirah baring optimal.
Rasionalisasi :
1) Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan
MI yang lebih dari 24 jam pertama.
2) S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi
murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral.
3) Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya nadi,
radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial.
4) Oleh karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-
benar istirahat untuk sembuh seperti luka pada patah
tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah
mengistirahatkan klien. Melalui inaktivitas, kebutuhan
pemompaan jantung.
b. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah
dan oksigen dengan kebutuhan miokardium sekunder daru
penurunan suplai darah ke miokardium, peningkatan produksi
asam laktat.
Tujuan :Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan
terdapat penurunan respons nyeri dada
Kriteria hasil :Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa
nyeri dada.
Intervensi :
1) Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama, dan
penyebarannya.
2) Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan
segera.
3) Lakukan manajemen nyeri keperawatan:
4) Atur posisi fisilogis.
5) Istirahatkan pasien.
6) Ajarkan teknik telaksasi pernapasan dalam
7) kolaborasi pemberian terapi farmakologis antiangina.
Rasionalisasi:
1) Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi
sebagai temuan pengkajian.
2) Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
berdampak pada kematian mendadak.
3) Posisi fisiologis akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan
perifer.
4) Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia jaringan otak.
5) Obat-obatan antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran
darah, baik dengan menambah suplai oksigen atau dengan
mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.

c. Kerusakan pertukaran gas yang berhungan dengan perembesan


cairan, kongesti paru sekunder, perubahan membran kapiler
alveoli, dan retensi cairan interstisial.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan sesak
atau terdapat penurunan respons sesak napas.
Kriteria hasil :Secara subjektif klien menyatakan penurunan sesak
napas.
Intervensi :
1) Berikan tambahan O2 6 liter/menit.
2) Koreksi keseimbangan asam basa.
3) Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan napas dalam.
4) Kolaborasi
- RL 500 cc/24 jam
- Digoxin 1-0-0
Rasionalisasi :
1) Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran
gas.
2) Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernapasan.
3) Kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas
sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.
4) Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat
mengurangi timbulnya edema dan dapat mencegah gangguan
pertukaran gas.
d. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan
paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder pada edema
paru akut.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan
pola napas.
Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas.
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi napas (krakles).
2) Kaji adanya edema.
3) Ukur intake dan output.
4) Kolaborasi dalam pemberian diet tanpa garam.
Rasionalisasi :
1) Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
2) Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
3) Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/air, dan penurunan keluaran urine.
4) Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume
plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja
jantung dan akan membuat kebutuhan miokardium meningkat.

e. Gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya


gurah jantung.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi perifer
meningkat.
Kriteria hasil : klien tidak mengeluh pusing,TTV dalam batas
normal.
Intervensi :
1) Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan.
2) Kaji warna kulit, suhu, sianosis
3) Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang sonde.
4) Pantau urine output.
5) Kolaborasi : Pertahankan cara masuk heparin (IV) sesuai indikasi.
Rasionalisasi :
1) Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel.
2) Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan
perifer.
3) Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya produksi
urine.
4) Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat.

f. Penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan


aliran darah ke otak.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan
tingkat kesadaran.
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas
normal.
Intervensi :
1) Kaji status mental klien secara teratur.
2) Observasi perubahan sensori dan tingkat kesadaran pasien.
3) Kurangi aktivitas yang merangsang timbulnya respons
valsava/aktivitas.
4) Catat adanya keluhan pusing.
Rasionalisasi :
1) Mengetahui derajat hipoksia pada otak.
2) Bukti aktual terhadap penurunan aliran darah ke jaringan
serebral adalah adanya perubahan respons sensori dan
penurunan tingkat kesadara.
3) Respons valsava akan meningkatkan beban jantung
sehingga akan menurunkan curah jantung ke otak.
4) Keluhan pusing merupakan manifestasi penurunan suplai
darah ke jaringan otak yang parah.

g. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan


cairan sistemik.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi kelebihan
volume cairan sistemik.
Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas
Intervensi :
1) Kaji adanya edema ekstremitas.
2) Kaji tekanan darah.
3) Kaji distensi vena jugularis.
4) Ukur intake dan output.
5) Kolaborasi berikan diet tanpa garam.

Rasionalisasi :
1) Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2) Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah
cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja
jantung.
3) Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan
yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena
jugularis.
4) Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan keluaran urine.
5) Namun meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan
volume plasma.

h. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari
penurunan curah jantung.
Tujuan : Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan
meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kriteria hasil : Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa
gejala-gejala yang berat.
Intervensi :
1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD, selama dan
sesudah beraktivitas.
2) Pertahankan klien pada posisi tirah baring sementara sakit akut.
3) Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.
4) Pertahankan penambahan O2 , sesuai kebutuhan.

Rasionalisasi :
1) Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan adanya
penurunan oksigen miokard.
2) Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.
3) Untuk mengurangi beban jantung.
4) Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous return.
5) Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.

i. Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan


tubuh yang berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan
anoreksia.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terdapat peningkatan
dalam pemenuhan nutrisi.
Kriteria hasil : klien secara subjektif termotivasi untuk melakukan
pemenuhan nutrisi sesuai anjuran.
Intervensi :
1) Jelaskan tentang manfaat makan bila dikaitkan dengan
kondisi klien saat ini.
2) Anjurkan agar klien memakan makanan yang disediakan di
rumah sakit.
3) Beri makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta
diet TKTPRG.
4) Kolaborasi : Dengan nutrisi tentang pemenuhan diet klien,
Pemberian multivitamin.
Rasionalisasi :
1) Dengan pemahaman klien akan lebih kooperatif mengikuti
aturan.
2) Untuk menghindari makanan yang justru dapat mengganggu
proses penyembuhan klien.
3) Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual, mempercepat
perbaikan kondisi, serta mengurangi beban kerja jantung.
4) Meningkatkan pemenuhan sesuai dengan kondisi klien.
5) Memenuhi asupan vitamin yang kurang dari penurunan asupan
nutrisi secara umum dan memperbaiki daya tahan.

j. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan


adanya sesak napas.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan gangguan
pemenuhan tidur berkurang
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh mangantuk.
Intervensi :
1) Catat pola istirahat dan tidur klien siang dan malam hari.
2) Atur posisi fisiologis.
3) Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker
sesuai dengan indikasi.
4) Kolaborasi pemberian obat sedatif.

Rasionalisasi :
1) Variasi penampilan dan perilaku Klien dalam pemenuhan
istirahat serta tidur.
2) Posisi fisiologismana mengakibatkan asupan O2 dan rasa
nyaman.
3) Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
miokardium.
4) Meningkatkan istirahat/relaksasi dan membantu klien dalam
memenuhi kebutuhan tidur.
k. Risiko tinggi cedera yang berhubung dengan pusing dan
kelemahan.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi cidera kepala
pada klien.
Kriteria hasil : Klien tidak terjatuh, TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1) Catat pola istirahat dan tidur klien siang dan malam hari.
2) Pantau adanya pengaman pada tempat tidur klien.
3) Atur posisi fisiologis.
Rasionalisasi :
1) Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan
istirahat dan tidur sebagai temuan pengkajian.
2) Tempat tidur dengan adanya pengaman / pagar tempat tidur
dapat mencegah klien jatuh pada saat gelisah dan mengalami
kelemahan.
3) Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 dan rasa
nyaman.

l. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian,


ancaman, atau perubahan kesehatan.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan klien
berkurang.
Kriteria hasil : Klien menyatakan kecemasan berkurang.
Intervensi :
1) Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan,
dan takut.
2) Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi
klien, dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku
merusak.
3) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas
yang diharapkan.
4) Kolaborasi: berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya
diazepam.
Rasionalisasi :
1) Cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan
jantung selanjutnya.
2) Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi,
marah, dan gelisah.
3) Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
4) Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

5. Evaluasi
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan
mengukur pencapaian tujuan pasien dan menentukann keputusan
dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan
pencapaian tujuan.
a. Evaluasi proses
Fokus pada evaluasi proses atau formatif adalah aktivitas dari
proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan
keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah
perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu
menilai efektifitas intervensi tersebut.
b. Evaluasi hasil
Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau
status kesehatan pasien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe
evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara
paripurna.
Evaluasi pada decompensasi cordis antara lain:
1. penurunan curah jantung dapat teratasi.
2. klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada.
3. Klien menyatakan kecemasan berkurang
4. keluhan gangguan pemenuhan tidur berkurang
5. Nutrisi klien terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram, (1995), Perawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta

Brunner dan Suddarth.2002.Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8.Jakarta:EGC.

Moyet Carpenito,Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi


10.Jakarta.EGC

Muttaqin, Arif.2009.Asuhan Keperwatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular dan Hematologi.Jakarta:Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne c, (2001). Keperawatan Medical Bedah Volume 2. EGC,


Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2.
Edisi8 EGC. Jakarta

Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. et. al. 2001. Keperawatan Kardiovaskular. Harapan
Kita. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai