Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Maksud dan Tujuan ......................................................................................... 4
1.2.1 Maksud ............................................................................................................. 4
1.2.2 Tujuan .............................................................................................................. 4
1.3 Hipotesis ............................................................................................................ 4
BAB II ................................................................................................................................. 5
TINJUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 5
2.1 Zat Warna Alam ................................................................................................ 5
2.1.1 Daun Jambu Biji ............................................................................................. 5
2.2 Serat Kapas....................................................................................................... 8
2.3 Metoda Pencelupan ......................................................................................... 9
2.4 Pengujian Tahan Luntur Warna ................................................................... 11
2.4.1 Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian .............................................. 12
2.4.2 Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan ................................................. 13
BAB III .............................................................................................................................. 14
PERCOBAAN ................................................................................................................. 14
3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................... 14
3.2 Resep ............................................................................................................... 15
3.3 Diagram Alir..................................................................................................... 15
3.4 Skema Proses................................................................................................. 16
3.5 Cara Kerja ....................................................................................................... 17
BAB IV.............................................................................................................................. 20
DISKUSI .......................................................................................................................... 20
4.1 Pengaruh Suhu Dalam Pencelupan ............................................................ 20
4.2 Hasil Pencelupan ........................................................................................... 20

1
4.2.1 Ketuaan Warna ............................................................................................. 20
4.2.2 Kerataan Warna ........................................................................................... 20
4.2.3 Ketahanan Luntur Warna ............................................................................ 20
BAB V ............................................................................................................................... 20
PENUTUP ....................................................................................................................... 20
5.1 Simpulan ............................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 20
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 21

2
ABSTRAK

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud
Adapun maksud dilakukannya praktikum ini yaitu :
1. Melakukan ekstraksi zat warna yang berasal dari daun jambu biji putih.
2. Melakukan pencelupan pada kain kapas menggunakan larutan ekstrak zat
warna daun jambu biji putih dengan variasi suhu.
3. Melakukan mordanting pada kain hasil celupan menggunakan mordan
FeSO2 dan mordan tawas.
4. Melakukan pengujian tahan luntur terhadap pencucian dan terhadap
gosokan pada hasil kain celup.
5. Melakukan evaluasi hasil pengujian tahan luntur warna.

1.2.2 Tujuan
Berikut tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu :
1. Menganalisis pengaruh variasi suhu pada pencelupan menggunakan larutan
ekstrak zat warna daun jambu biji putih.
2. Mendapatkan suhu optimum dilakukannya pencelupan kain kapas sesuai
dengan evalusi yaitu kerataan warna, kecerahan warna, dan ketuaan warna
pada kain kapas dengan 3 variasi mordan.
3. Menganalisis hasil pengujian tahan luntur terhadap pencucian dan terhadap
gosokan pada hasil kain celup dengan evaluasi ketahanan luntur warna
pada 3 variasi mordan.

1.3 Hipotesis

4
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Zat Warna Alam


Berdasarkan sumber memperolehnya, zat pewarna dalam tekstil dapat
dibagi menjadi dua yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna sintetis. Zat
pewarna alami adalah sebuah pewarna yang berasal dari sumber daya alam
disekitar kita. Dalam hal ini sumber daya alam yang dapat dijadikan pewarna
alami yaitu tumbuhan dan hewan. Tumbuhan dan hewan merupakan makhluk
yang hidup berdampingan dengan manusia. Namun sebelum dijadikan zat
pewarna, tumbuhan dan hewan harus diekstrasi terlebih dahulu. Sebagian besar
zat pewarna alami yang dipakai dalam pencelupan bahan tekstil merupakan
ekstrasi dari tumbuhan.

“Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil
ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun
bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-
tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah
: daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana
arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar
mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum),
kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava).” (Sewan,
1973)

Zat pewarna alami dalam proses pencelupan bahan tekstil sebagian besar
didapatkan dari pigmen jaringan tumbuhan atau organ lain dari tumbuhan.
Pigmen-pigmen yang terdapat di dalam tumbuhan itulah yang menghasilkan
berbagai macam warna yang nantinya akan dilakukan teknik ekstrasi
menggunakan pelarut air melalui proses fermentasi, pendidihan atau perlakuan
kimiawi.

2.1.1 Daun Jambu Biji


Tumbuhan jambu biji atau yang biasa disebut jambu batu adalah salah satu
tumbuhan yang menghasilkan buah yang banyak dijumpai di negara tropis
seperti halnya di Indonesia. Buah yang manis dan memiliki banyak khasiat ini
menjadi buah konsumsi favorit banyak orang. Tanpa disadari ternyata ada
bagian dari tumbuhan ini yang dapat bermanfaat dalam bidang tekstil, yaitu

5
daunnya. Daun dari tumbuhan jambu biji memiliki pigmen warna yang cocok
untuk dijadikan bahan baku zat warna untuk tekstil. Melalui beberapa penelitian,
daun ini dapat menghasilkan warna yang bagus dan rata ketika dilakukan
pencelupan. Dalam penelitian yang telah dilakukan, daun jambu biji memiliki
banyak kandungan senyawa, seperti polifenol, karoten, flavonoid dan tannin.
Flavonoida merupakan kelompok flavonol turunan senyawa benzena yang dapat
digunakan sebagai senyawa dasar zat warna alam dan menghasilkan pigmen
warna kuning sampai coklat.
Pada umumnya warna daun dipengaruhi oleh pigmen klorofil. Klorofil atau
yang sering disebut zat hijau daun merupakan pigmen penghasil warna hijau
yang banyak terdapat pada dedaunan. Semakin hijau warna daun maka semakin
tinggi kandungan klorofilnya. Klorofil menghasilkan warna hijau untuk proses
fotosintesis.

Gambar 2.1 Struktur Klorofil

Pigmen tidak memiliki gugus yang dapat berikatan dengan serat. Maka
agar pigmen dapat menempel pada serat harus diberikan binder atau zat yang
dapat membatu penyerapan zat warna. Syarat zat warna dapat berwarna adalah
adanya gugus kromofor, ausokrom, dan adanya resonansi elektron pada
struktunya.
Flavonoid merupakan kandungan warna yang terdapat dalam daun jambu
biji. Flavonoid adalah zat yang menghasilkan warna kuning. Secara numeris
bahan ini lebih penting dibanding warna merah, biru, dan warna lainnya, namun
zat warna alam berwarna kuning umumnya ketahanan luntur warnanya lebih
rendah dibanding zat warna alam lainnya.

6
Ditinjau dari stukturnya zat warna alam warna kuning ini dibagi menjadi 2
golongan kimia, yaitu jenis Flavonoid dan Poliena.
1. Flavonoid dan turunannya
Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik yang dapat
ditemukan di buah dan sayur. Senyawa tersebut memiliki 15 atom karbon, terdiri
dari dua cincin benzena tersubstitusi yang dihubungkan oleh satu rantai alifatik
yang mengandung tiga atom karbon. Secara umumnya kromogen flavonoid
mengandung gugus hidroksi, biasanya pada posisi 3, 5, 7, 3’, dan 4’, senyawa
denga R1 = H dikenal sebagai flavonon, sedang bila R1 = OH disebut flavonol.
Flavonon mempunyai ketahanan luntur cahaya lebih baik dibanding flavonols.
Beberapa contoh yang dikenal baik adalah
- Persian berries (R1 = R2 = R4 = R5 = -OH ; R3 = OCH3)
- Quersitin (R1 = R2 = R4 = R5 = -OH)
- Weld ( R1 = H ; R2 = R4 = R5 = -OH)

Gambar 2.2 Struktur Flavonoid


Flavonoid umumnya berwarna kuning dan intensitas cahayanya akan lebih kuat
bila gugus pada posisi yang berdekatan adalah gugus OH, contoh R4 = R5 = -OH
Turunan Flavonoid seperti maclurin merupakan benzofenon yang tersubstitusi
dan mempunyai warna kuning kecoklatan.
Pewarna alam ini akan memberikan warna kuning hingga kuning kecoklatan
pada wol dan sutera ketika dicelup dengan cara dimordan dengan alumunium.
Flavonoid dapat ditemukan pada bunga-bungaan, jeruk, dan ceri.

2. Poliena
Zat warna ini kurang penting untuk pewarna tekstil karena pewarna alam tersebut
lebih banyak digunakan sebagai bahan pewarna untuk makanan. (Karyana,
Nuramdhani, & Harnirat, 2005)

7
2.2 Serat Kapas
Serat kapas merupakan serat alam yang dihasilkan dari tanaman
Gossypium. Sifat dan kualitas kapas bergantung pada tempat kapas itu
berkembang. Tempat yang baik untuk kapas tumbuh ialah pada daerah lembab
dan banyak sinar matahari. Untuk mendapatkan serat kapas, serat diambil dari
biji tanaman kapas tersebut. Morfologi serat kapas:

Gambar 2.3 Morfologi Serat Kapas

Komposisi selulosa murni diketahui sebagai suatu zat yang terdiri dari
unit-unit anhidro-β-glukosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n , dimana n
merupakan derajat polimerisasi yang tergantung dari besarnya molekul.
Hubungan antara selulosa dan glukosa telah lama dikenal yaitu pada peristiwa
hidrolisa selulosa oleh asam sulfat dan asam klorida encer, yang menghasilkan
suatu hasil akhir yang memiliki bentuk glukosa. Hal ini membuktikan bahwa
selulosa terbentuk dari susunan cincin glukosa.

Gambar 2.4 Struktur Kimia Selulosa

Sifat kimia serat kapas:


- Beberapa zat oksidasi atau penghidrolisa dapat menyebabkan penurunan
kekuatan.
- Asam-asam menyebabkan hidrolisa ikatan-ikatan glukosa dalam rantai
selulosa membentuk hidroselulosa.
- Kerusakan karena oksidasi ditadai dengan terbentuknya oksiselulosa.
- Alkali kuat dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan penggelembungan
pada serat seperti pada proses merserisasi.

8
Sifat fisika serat kapas:
- Warna kapas tidak betul-betul putih, biasanya sedikit krem.
- Kekuatan serat per bundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci
persegi. Dalam keadaan basah kekuatannya makin tinggi (akan meningkat
10 %).
- Mulur serat kapas berkisar antara 4-13 % bergantung pada jenisnya dengan
mulur rata-rata 7 %.
- MR serat kapas pada kondisi standar berkisar antara 7 – 8,5%.
- Berat jenisnya berkisar 1,50-1,56.
- Jika serat kapas sudah menjadi kain akan mudah kusut, maka untuk
mengatasi kekusutan dapat dicampur serat polyester.

BAGIAN DARI STRUKTUR KAPAS YANG MENYERAP ZAT WARNA

2.3 Metoda Pencelupan


Metoda pencelupan pada umumnya ada tiga cara, yaitu dengan cara metoda
exhaust (perendaman), pad-batch (rendam-peras), dan pad-steam
(pengukusan). Metoda yang sering digunakan dalam skala kecil-menengah dan
mudah untuk dilakukan adalah metoda perendaman.
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat
warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil kedalam
larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat.
Penyerapan zat warna kedalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan
reaksi keseimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali,
atau lainnya ditambahkan kedalam larutan celup dan kemudian pencelupan
diteruskan hingga diperoleh warna yag dikehendaki.
Terjadi dua peristiwa dalam proses pencelupan yaitu :
1. Difusi
Serat tekstil didalam larutan bersifat negatif. Molekul zat warna dalam larutan
terus bergerak dan gerakannya lebih cepat jika pada suhu tinggi. Maka antara
serat tekstil dengan molekul zat warna ada kemungkinan untuk tertarik atau
tertolak menjauh dari serat. Sehingga perlu ditambahkan dengan zat pembantu
agar zat warna terdorong masuk pada serat.

9
2. Adsorpsi
Gaya tolakan pada permukaan serat dapat diatasi jika zat warna tersebut
memiliki tenaga yang cukup besar sehingga zat warna dapat terserap menempel
pada permukaan serat. (Ir. Rasjid Djufri, Kasoenarno Bk.Teks., Salihima S.Teks.,
& Lubis S.Teks., 1976)

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pada hasil pencelupan, salah
satunya yaitu suhu. Pengaruh suhu dalam pencelupan sebagai berikut :
1. Mempercepat pencelupan
2. Menurunkan jumlah zat warna yang terserap
3. Mempercepat migrasi yakni perataan zat warna dari bagian-bagian yang
tercelup tua kebagian-bagian yang tercelup lebih muda hingga terjadi
kesetimbangan
4. Mendorong terjadinya reaksi antara serat dan zat warna pada pencelupan
zat warna reaktif.
5. Pengaruh suhu celup yang dinaikan akan tampak pada hasil celupan yang
lebih tua.

Zat warna alam adalah zat warna yang tidak memiliki struktur yang dapat
berikatan dengan serat secara baik. Maka dalam pencelupan bahan tekstil
dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi yaitu proses penguncian warna
setelah bahan dicelup dengan zat warna alam agar memiliki ketahanan luntur
yang baik. Ada beberapa jenis larutan penguat yang biasa digunakan, salah
satunya yaitu tunjung atau ferosulfat (FeSO4) dan tawas (Al2(SO4)3).
Tawas adalah garam aluminium sulfat berbentuk kristal putih yang
biasanya digunakan sebagai penjernih air yang keruh atau dapat digunakan juga
sebagai campuran bahan celup yang bersifat penguat warna. Fero Sulfat atau
yang dikenal tunjung merupakan jenis garam berwarna kuning yang bersifat
higroskopis, artinya mudah menyerap uap air dari udara. Air akan terikat secara
kimia dalam molekul kristal dan disebut air kristal. Ferosulfat larut dalam air, tidak
berbau dan beracun, dan menguap pada suhu 30°C.
Hasil dari proses pencelupan perlu dilakukan pengujian terhadap
penyerapan warnanya pada bahan. Pengujian tersebut dilakukan menggunakan
alat spektrofotometer. Jumlah zat warna yang diserap oleh kain katun ditentukan

10
dengan cara mengukur absorbansi zat warna sebelum dan sesudah proses
perendaman. Semakin besar selisih antara absorbansi zat warna sebelum dan
setelah proses perendaman artinya semakin besar zat warna yang diserap kain
katun.

2.4 Pengujian Tahan Luntur Warna


Pengujian tahan luntur warna terhadap kain yang telah dilalukan pencelupan
dapat diidentifikasi secara kualitatif (visual). Ada atau tidaknya perubahan warna
yang terjadi merupakan penilian yang dapat dilakukan pada pengujian ini dengan
membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan suatu standar perubahan
warna.
Standar perubahan warna yang telah dikenal dan sering digunakan adalah
Standar yang dibuat oleh Society of Dyeis and Colourist (S.D.C.) di Inggris dan
oleh Ameican Association of Chemist and Colourist (AATCC) di Amerika Serikat,
yaitu berupa standar “Grey Scale” untuk perubahan warna karena kelunturan
warna dan standar “Staining Scale” untuk perubahan warna karna penodaan
pada kain putih. Staining Scale dan Grey Scale digunakan untuk menilai
perubahan warna yang terjadi pada uji luntur warna terhadap pencucian,
keringat, gosokan, setrika, khlor, sinar matahari, obat-obat kimia, air laut dan
sebagainya. (Wibowo Moerdoka, Isminingsih, M.Sc., Wagimun, S.Teks., &
Soeripto, Br.Teks., 1973)
Perbedaan antara Grey Scale dengan Staining Scale terletak pada kain yang
diujinya. Grey Scale yaitu penilaian dengan cara membandingkan perbedaan
pada contoh yang telah diuji dengan contoh asli terhadap deret standar
perubahan warna. Sedangkan Staining Scale membandingkan kain putih yang
ternodai dengan kain putih tidak ternodai sesuai kekontrasan warna.

Tabel 2.1 Nilai dan Evaluai Tahan Luntur Warna


Nilai
Evaluasi
Tahan Luntur Warna
5 Baik Sekali
4/5 Baik
4 Baik
3/4 Cukup Baik

11
3 Cukup
2/3 Kurang
2 Kurang
1/2 Jelek
1 Jelek

A B
Gambar 2.5 Grey Scale (gambar A) dan Staining Scale (gambar B)

2.4.1 Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian


Kelunturan warna merupakan hal yang sangat dihindari terjadi pada kain
hasil pencelupan, sehingga dalam prosesnya perlu dilakukan pengujian
ketahanan luntur warna pada kain yang telah dicelup.
Tahan luntur warna terhadap pencucian sangat penting dalam
penggunaan dari bahan tekstil tersebut yang disesuaikan dengan pemakaiannya.
Prinsip pengerjaannya yaitu dengan mencuci sehelai kain yang diambil dari
contoh dengan ukuran tertentu, kemudian dijahitkan diantara dua helai kain putih
dengan ukuran yang sama. Pencucian dilakukan pada kondisi alat, suhu, waktu,
dan deterjen tertentu, sesuai dengan cara pengujian yang telah ditentukan.
Penilaian dilakukan dengan membandingkan contoh yang telah dicuci dan
penodaan warna pada kain putih. Perubahan warna pada contoh dinilai dengan
skala abu-abu, sedangkan penodaan warna dinilai dengan skala penodaan.
“Salah satu contoh cara pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian
dari DSTI yaitu sebagai berikut :
Contoh uji yang telah dijahit diantara kain putih dan pasangannya dicuci
pada suatu alat Launderometer (gambar 2.6) atau alat yang sejenis, yang
pengaturan suhunya dilakukan secara termostatik dngan kecepatan 42
putaran per menit. Alat ini dilengkapi dengan piala baja dan kelereng-
kelereng baja yang tahan karat. Proes pencucianya dilakukan sedemikian

12
rupa sehingga pada kondisi suhu, alkalinitas, pemutihan dan gosokan yang
sesuai, berkurngnya warna yang dikehendaki terjadi dalam waktu yang
singkat.
Gosokan diperoleh dengan lemparan, gesekan, tekanan bersama-sama,
perbandingan larutan yang rendah dan sejumlah kelereng yang sesuai.
Perubahan warna pada contoh uji dan penodaan pada kain putih dinilai
dengan skala abu-abu (Grey Scale) dan Skala penodaan (Staining Scale).”
(Wibowo Moerdoko, Isminingsih, M.Sc., Budiarti, M.Sc., & Widayat,
S.Teks., 1975)

Gambar 2.6 Mesin Launderometer

2.4.2 Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan


Dalam pemakaiannya, bahan tekstil tentunya akan sering bergesekan
dengan benda lain atau dengan penggunanya. Jika bahan pakai tekstil
mengalami kelunturan karena terjadi gosokan dapat merugikan bagi
penggunanya. Maka perlu dilakukan pengujian tahan luntur warna terhadap
gosokan yang dimaksudkan untuk menetukan penodaan tekstil berwarna pada
kain lain yang disebabkan karena gosokan. Pengaruh atau hasil dari gosokan
tersebut dinilai dalam keadaan kering dan basah.
“Prinsip pengerjaannya yaitu dengan menggosokkan kain putih kering dan
basah yang telah dipasang pada crockmeter pada contoh uji dengan
ukuran tertentu.
Penggosokkannya dilakukan pada kondisi tertentu. Kain putih yang
digunakan dalam pengujian ini adalah kain kapas dengan kontruksi 100 x
96 helai per inch, beratnya 135,3 gram per m2, telah diputihkan, tidak
dikanji dan tidak disempurnakan, dipotoh dengan ukuran 5 x 5 cm.
penodaan pada kain putih dinilai dengan menggunakan standar Skala
penodaan (Staining Scale).” (Wibowo Moerdoko, Isminingsih, M.Sc.,
Budiarti, M.Sc., & Widayat, S.Teks., 1975)

13
Gambar 2.7 Mesin Crockmeter

BAB III

PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


 Ekstraksi
Alat :
 Kompor  Gelas Ukur Air Plastik
 Panci  Corong
 Pengaduk  Wadah Ember

Bahan :
 Daun Jambu Biji Putih
 Air

 Pencelupan
Alat :
 Beaker Glass  Pipet Ukur
 Batang Pengaduk  Neraca Analitik
 Bunsen Gas  Gelas Ukur
 Kaki Tiga
Bahan :
 Larutan Ekstrak Zat Warna Daun Jambu Biji
 Kain Kapas

14
 Na2CO3
 Zat Pembasah

 Evaluasi
Alat :
 Mesin Launderometer
 Mesin Crockmeter
Bahan :
 Kain Kapas yang Telah Berwarna 5 x 10 cm (9 buah)
 Kain Kapas ukuran 5 x 10 cm (9 buah)
 Kain Poliester ukuran 5 x 10 cm (9 buah)
 Kain Kapas yang Telah Berwarna 4 x 20 cm (18 buah)
 Kain Kapas ukuran 5 x 5 cm (18 buah)

3.2 Resep
 Ekstraksi
Daun Jambu Biji Putih = 1 kg
Air = 15 liter
Waktu = 3 jam
Suhu = 100°C

 Pencelupan
Vlot = 1 : 20
Konsetrasi zat warna ekstrak = 0,928 %
Zat pembasah = 1 cc/L
Garam = 0 g/L
Suhu = Suhu kamar (30°C), 60°C, 80°C
Waktu = 30 menit
NaOH = 0 g/L
Na2CO3 = 2 g/L

3.3 Diagram Alir


 Ekstraksi

15
 Pencelupan
 Evaluasi

3.4 Skema Proses


 Ekstraksi
Daun Jambu Biji
Air 100°C

Suhu kamar

15’ 60’ 70’

 Pencelupan
Larutan Ekstrak
Na2CO3
Zat Pembasah
Kain Kapas

30°C

10’ 15’ 30’

Larutan Ekstrak
Na2CO3 Kain Kapas
Zat Pembasah ↓ 60°C dan 80°C

16
30°C

10’ 15’ 30’ 40’

3.5 Cara Kerja


 Ekstraksi
1. Daun jambu biji putih dipetik dari pohonnya sebanyak 1 kg.
2. Daun dicuci bersih lalu dimasukkan ke dalam bejana (panci) dan
ditambahkan air sebanyak 5 liter.
3. Daun direbus hingga didapatkan ekstrak sebanyak 1 liter.
4. Ekstrak disaring dan dituangkan kedalam wadah bersih.
5. Daun sisa ditambahkan lagi air sebanyak 5 liter dan dilakukan lagi
pengekstakan.
6. Pengekstrakan dilakukan sebanyak 3 kali hingga didapatkan ekstrak daun
jambu biji sebanyak 3 liter.
7. Ekstrak yang sudah dingin dimasukkan kedalam botol.

 Pengukuran Konsentrasi Larutan Ekstrak


1. Masukkan larutan ekstrak kedalam labu ukur 50 ml dengan masing-masing
variasi (1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml; 3 ml) dari larutan induk.
2. Larutkan dengan aquades dan homogenkan.
3. Jika variasi konsentrasi larutan telah siap maka masing-masing larutan variasi
diuji spektrofotometri. Didapatkan nilai transmitasi dan absorbansi.

 Pencelupan
1. Tentukan resep pencelupan yang sesuai dengan jenis bahan dari metode
yang akan dikerjakan. Buat resep pencelupan dengan konsentrasi yang
sama pada setiap jenis dan metode pencelupan.

17
2. Lakukan proses pencelupan sesuai dengan rencana proses, termsuk proses
proses iringnya.
3. Evaluasi kain kain pencelupan dengan menggunakan spektrofotometer. (
Data yang diperoleh, selain akan digunakan untuk menganalisa kualitas
hasil, juga dapat menjadi informasi pendukung untuk mengidentifikasi jenis
zat warna yang disintesa, jika belum diketahui sebelumnya, disamping dapat
digunakan untuk menilai kemampuan pencelupan bahan alam yang sudah
dibuat ).

 Mordanting
Mordan Fero :
1. Ditimbang 5 gram FeSO4 lalu dilarutkan menggunakan 1 liter air (5 g/L). Atau
1 gram FeSO4 dalam 200 ml air.
2. Larutan fero dituangkan kedalam baki plastik.
3. Kain hasil celupan dan telah dipotong menjadi 3 bagian memanjang, salah
satunya dimasukkan kedalam lautan mordan fero.
4. Kain di goyang-goyangkan dan direndam selama ±15 menit
5. Kain dicuci bersih dan dikeringkan.

Mordan Tawas:
6. Ditimbang 5 gram tawas lalu dilarutkan menggunakan 1 liter air (5 g/L). Atau
1 gram tawas dalam 200 ml air.
7. Larutan tawas dituangkan kedalam baki plastik.
8. Kain hasil celupan dan telah dipotong menjadi 3 bagian memanjang, salah
satunya dimasukkan kedalam lautan mordan tawas.
9. Kain di goyang-goyangkan dan direndam selama ±15 menit
10. Kain dicuci bersih dan dikeringkan.

 Evaluasi
Cara pengujian tahan terhadap pencucian pada suhu 40°C :
1. Siapkan kain yang telah dicelup dengan ukuran dan jenis bahan pelapis
sesuai dengan standar.
2. Kerjakan proses pencucian pada mesin “launderometer” sesuai dengan
standar yang digunakan.

18
3. Kedalam bejana dimasukan 150 ml larutan yang mengandung 0,5% volume
sabun dan 5 buah kelereng baja tahan karat. Kemudian bejana ditutup rapat
dan dipanasi lebih dulu sampai 40°C.
4. Bejana tersebut diletakan pada tempatnya dengan penutupnya menghadap
keluar. Pemasangan bejana diatur dengan sedemikian rupa sehingga pada
setiap sisi mesin terdapat bejana bejana yang jumlahnya sama.
5. Untuk pemanasan pendahuluan paling sedikit mesin dijalankan selama 2
menit. Dilakukan pencucian selama 45 menit.
6. Mesin dihentikan, bejana-bejana diambil dan isinya dikeluarkan; masing
masing contoh uji dicuci 2x selama ±1 menit dengan diaduk dan diperas
dengan tangan.
7. Setelah itu contoh uji dikeringkan.
8. Analisa hasilnya dengan menggunakan staining scale dan grey scale.

Cara pengujian tahan terhadap gosokan :


 Siapkan kain yang telah dicelup dengan ukuran sesuai standar, beserta bahan
penggosok basah dan keringnya.
 Lakukan penggosokan dengan menggunakan “crockmeter” sesuai standar
yang digunakan.
 Analisanya hasilnya dengan menggunakan staining scale dan grey scale.

Gosokan Kering
1. Contoh uji diletakan rata diatas alat penguji dengan sisi panjang searah
dengan arah gosokan.
2. Jari crockmeter dibungkus dengan kain putih kering dengan anyaman nya
miring terhadap arah gosokan. Kemudian digosokan 10x maju mundur (20
kali gosokan) dengan cara memutarkan alat pemutrar 10x dengan kecepatan
1 putaran per detik.
3. Kain putih diambil dan dievaluasi.

Gosokan Basah
1. Basahi kain putih dengan air suling, kemudian diperas diantara kertas saring.
2. Dikerjakan dengan cara seperti pada cara gosokan kering secepat mungkin
untuk menghindari penguapan.

19
3. Kain putih dikeringkan diudara sebelum dievaluasi.

BAB IV

DISKUSI

4.1 Pengaruh Suhu Dalam Pencelupan

4.2 Hasil Pencelupan

4.2.1 Ketuaan Warna

4.2.2 Kerataan Warna

4.2.3 Ketahanan Luntur Warna

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

DAFTAR PUSTAKA

1. Ir. Rasjid Djufri, M., Kasoenarno Bk.Teks., G., Salihima S.Teks., A., & Lubis
S.Teks., A. (1976). Teknologi Penggelantangan, Pencelupan dan Pencapan.
Bandung: Institut Teknologi Tektil.
2. Karyana, D., Nuramdhani, I., & Harnirat, H. (2005). Bahan Ajar Praktikum
Kimia Zat Warna. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.

3. Sewan, S. (1973). Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: BPKB.

4. Wibowo Moerdoka, S., Isminingsih, M.Sc., Wagimun, S.Teks., & Soeripto,


Br.Teks. (1973). Evaluasi Tekstil (bagian fisika). Bandung: Institut Teknologi
Tekstil.

20
5. Wibowo Moerdoko, S., Isminingsih, M.Sc., Budiarti, M.Sc., & Widayat,
S.Teks. (1975). Evaluasi Tekstil (bagian kimia). Bandung: Institut Teknologi
Tekstil.

LAMPIRAN

 KONSENTRASI ZAT WARNA LARUTAN EKSTRAK


Konsentrasi zat warna dari data grup 2K2
Konsentrasi zat warna
Larutan Ekstraksi
%T=23,63 Abs=0,6265 14 L → 124 gram zat warna bubuk
Y = ax + b 124 𝑔
= 9,28 g/L
14 𝐿
0,6265 = 3,189 x +0,035
0,5915=3,19X
X =0,1854 g/L
100
Fp = 𝑥 0,1854 =9,275g/L≈9,28g/L
2

Konsentrasi zat warna dari data grup 2K1


ZAT WARNA EKSTRAK
A = 2 – log 27,16 = 0,5662
Y = a + bx
0,5662 = 0,0477 + 0,01088 x
X = 46,73 ppm
2336,5
[ZW] = 46,73 x 50 = = 2,3365 g/l
1000

2,3365 g/l = 0,23365 %

 PERHITUNGAN RESEP PENCELUPAN


Resep
Vlot = 1 : 20
Konsetrasi zat warna ekstrak = 0,928 %
Zat pembasah = 1 cc/L

21
Garam = 0 g/L
Suhu = Suhu kamar (30°C), 60°C, 80°C
Waktu = 30 menit
NaOH = 0 g/L
Na2CO3 = 2 g/L

Perhitungan Resep
1. Kain 1
Berat kain = 13,11 g
Vlot = 1 : 20 (13,11 g : 262,2 ml)
Zat warna = 262,2 ml

Zat Pembasah = 1ml/l


1 𝑚𝑙
x 262,2 ml = 0,2622 ml
1000 𝑚𝑙

Na2CO3 (2 g/l)
2𝑔
𝑥 262,2 𝑚𝑙 = 0,5244 𝑔
1000 𝑚𝑙

2. Kain 2

Berat kain = 13,20 g


Vlot = 1 : 20 (13,20 g : 265 ml)
Zat warna = 265 ml

Zat Pembasah = 1ml/l


1 𝑚𝑙
1000 𝑚𝑙
x 265 ml = 0,265 ml

Na2CO3 (2 g/l)
2𝑔
𝑥 265 𝑚𝑙 = 0,53 𝑔
1000 𝑚𝑙

3. Kain 3

22
Berat kain = 13,28 g
Vlot = 1 : 20 (13,11 g : 265,6 ml)
Zat warna = 265,6 ml
Zat Pembasah = 1ml/l
1 𝑚𝑙
1000 𝑚𝑙
x 265,6 ml = 0,2656 ml

Na2CO3 (2 g/l)
2𝑔
𝑥 265,6 𝑚𝑙 = 0,5312 𝑔
1000 𝑚𝑙

K/S K/S
Suhu Mordan L a B
Perhitungan Spektrometri
30 Non 1,2324 1,2325 74,75 3,9 16,1
30 Non 1,2282 1,2282 74,53 3,88 15,94
30 Non 1,1727 1,1728 75,24 3,76 15,88
30 Non 1,19925 1,1993 75,22 3,83 16,15
30 Non 1,2198 1,2198 75,16 3,72 16,07
30 Tawas 1,6193 1,6194 74,29 2,31 22,67
30 Tawas 1,4486 1,4487 74,67 2,18 21,12
30 Tawas 1,6807 1,6807 74,28 2,33 23,28
30 Tawas 1,6205 1,6206 74,85 1,98 23,06
30 Tawas 1,5472 1,5472 74,38 2,19 21,86
30 Ferro 4,7580 4,7580 43,37 1,43 6,78
30 Ferro 4,3327 4,3327 45,16 1,38 7,03
30 Ferro 4,56406 4,5641 44,36 1,37 7,08
30 Ferro 4,4574 4,4575 44,42 1,22 6,62
30 Ferro 4,7066 4,7067 44,28 1,32 7,39
60 Non 1,5657 1,5657 73,75 4,16 20,69
60 Non 1,4979 1,4979 73,69 3,86 20,08
60 Non 1,4217 1,4218 74,55 4,01 19,89
60 Non 1,6402 1,6403 73,02 4,04 21,36
60 Non 1,57507 1,5751 73,36 3,67 21,01

23
60 Tawas 2,1655 2,1656 69,37 3,05 21,45
60 Tawas 1,9702 1,9702 69,8 3,42 20,7
60 Tawas 1,7386 1,7387 71 3,23 20,05
60 Tawas 2,0549 2,0550 70,04 3,11 21,25
60 Tawas 1,8455 1,8456 70,8 2,93 20,3
60 Ferro 4,0748 4,0749 45,13 1,48 6,43
60 Ferro 4,383 4,383 44,02 1,42 6,33
60 Ferro 4,3493 4,3494 44,19 1,46 6,39
60 Ferro 4,3051 4,3052 44,3 1,49 6,46
60 Ferro 4,1407 4,1407 44,93 1,57 6,34
80 Non 2,0464 2,0465 68,18 6,07 20,43
80 Non 1,7811 1,7812 69 5,16 19,24
80 Non 1,8737 1,8738 68,47 5,98 19,28
80 Non 1,6515 1,6515 69,43 5,25 18,12
80 Non 1,4968 1,4968 70,12 5,11 17,24
80 Tawas 2,6717 2,6717 66,25 5,45 22,68
80 Tawas 2,8175 2,8176 66,23 5,42 23,38
80 Tawas 2,4214 2,4214 67,43 5,08 21,88
80 Tawas 2,8680 2,8680 65,53 5,84 23,31
80 Tawas 2,5752 2,5752 66,66 5,44 22,52
80 Ferro 5,0369 5,0369 41,33 1,65 5,47
80 Ferro 4,9594 4,9594 41,81 1,59 5,87
80 Ferro 5,0655 5,0656 41,65 1,72 6,08
80 Ferro 5,0369 5,0369 41,55 1,65 5,87
80 Ferro 4,7249 4,694 42,31 1,66 5,54

24

Anda mungkin juga menyukai