Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingginya angka kematian ibu dan bayi menunjukan masih rendahnya kualitas
pelayanaan kesehatan. Delapan puluh persen persalinan di masyarakat masih di
tolong oleh tenaga non kesehatan, seperti dukun. Dukun di masyarakat masih
memegang peranan penting, dukun di anggap sebagai tokoh masyarakat.
Masyarakat masih mempercayakan pertolongan persalinan oleh dukun, karena
pertolongan persalinan oleh dukun di anggap murah dan dukun tetap memberikan
pendampingan pada ibu setelah melahirkan, seperti merawat dan memandikan
bayi.
Untuk mengatasi permasalahan persalinan oleh dukun, pemeritah membuat
suatu terobosan dengan melakukan kemitraan dukun dan bidan. Salah satu bentuk
kemitraan tersebut adalah dengan melakukan pembinaan dukun yan merupakan
salah satu tugas dan tanggung jawab bidan. Maka dari itu tugas dan tanggung
jawab bidan terhadap dukun bayi sangat memberikan kontribusi yang cukup
penting. Tenaga yang sejak dahulu kala sampai sekarang memegang peranan
penting dalam pelayanan kebidanan ialah dukun bayi atau nama lainnya dukun
beranak, dukun bersalin, dukun peraji.
Dalam lingkungan dukun bayi merupakan tenaga terpercaya dalam segala soal
yang terkait dengan reproduksi wanita. Dukun bayi biasanya seorang wanita
sudah berumur ± 40 tahun ke atas. Pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga
atau karena ia merasa mendapat panggilan tugas ini. Pengetahuan tentang
fisiologis dan patologis dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat terbatas
oleh karena itu apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya,
bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan
pengalaman dan kurang professional.
Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayinya seperti kecacatan
bayi sampai pada kematian ibu dan anak. Dalam usaha meningkatkan pelayanan

1
kebidanan dan kesehatan anak maka tenaga kesehatan seperti bidan mengajak
dukun untuk melakukan pelatihan dengan harapan dapat meningkatkan
kemampuan dalam menolong persalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-
tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan dan segera minta pertolongan pada
bidan.
Dukun bayi yang ada harus ditingkatkan kemampuannya, tetapi kita tidak
dapat bekerjasama dengan dukun bayi dalam mengurangi angka kematian dan
angka kesakitan (Prawirohardjo, 2005)
Tingginya angka kematian ibu dan bayi menunjukan masih rendahnya kualitas
pelayanaan kesehatan. Delapan puluh persen persalinan di masyarakat masih di
tolong oleh tenaga non-kesehatan, seperti dukun. Dukun di masyarakat masih
memegang peranan penting, dukun di anggap sebagai tokoh masyarakat.
Masyarakat masih memercayakan pertolongan persalinan oleh dukun, karena
pertolongan persalinan oleh dukun di anggap murah dan dukun tetap memberikan
pendampingan pada ibu setelah melahirkan, seperti merawat dan memandikan
bayi. Untuk mengatasi permasalahan persalinan oleh dukun, pemeritah membuat
suatu terobosan dengan melakukan kemitraan dukun dan bidan. Salah satu bentuk
kemitraan tersebut adalah dengan melakukan pembinaan dukun.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana peran dalam Penyuluhan gizi dan keluarga berencana?
2. Bagimana peran dalam Pencatatan Kelahiran Dan Kematian Ibu atau
Bayi?
3. Apa saja program kesehatan lainya?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui peran dalam Penyuluhan gizi dan keluarga berencana
2. Untuk mengetahui peran dalam Pencatatan Kelahiran Dan Kematian Ibu
atau Bayi
3. Untuk mengetahui pogram kesehatan lainya

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyuluhan gizi dan keluarga berencana


a. Penyuluhan Gizi Ibu Hamil
Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan
usia kehamilan. Berat badan yang bertambah dengan normal,
menghasilkan anak yang normal. Kenaikan berat badan ideal pada ibu
hamil sebanyak 7 kg (untuk ibu yang gemuk) dan 12,5 kg (untuk ibu yang
tidak gemuk). Di luar batas itu, dinilai abnormal.
Dalam 3 bulan pertama, berat badan ibu hamil akan naik sampai 2
kg. Kemudian, dinilai normal jika setiap minggu berat badan naik 0,3 kg.
Pada kehamilan tua, rata-rata kenaikan berat badan ibu akan mencapai 12
kg. Jika kenaikan berat badan lebih dari normal, akan berisiko mengalami
komplikasi preeklamsia dan janin terlalu besar sehingga menimbulkan
kesulitan persalinan.
Demam tinggi pada masa nifas. Pada masa nifas, selama 42 hari
setelah melahirkan, ibu yang mengalami demam tinggi lebih dari 2 hari,
dan disertai keluarnya cairan (dari liang rahim) yang berbau, mungkin
mengalami infeksi jalan lahir. Cairan Hang rahim yang tetap berdarah,
keadaan ini dapat mengancam keselamatan ibu.
Zat makanan yang dibutuhkan ibu hamil, yaitu:
1. Energi, dihasilkan dari karbohidrat, protein, dan zat patinya. Protein Ibu
hamil membutuhkan protein lebih banyak dari biasanya.
2. Protein hewani lebih besar dibandingkan protein nabati. Contoh: ikan,
daging, susu, dan telur harus lebih banyak dikonsumsi jika dibandingkan
dengan tahu, tempe, dan kacang. Protein dapaa diperoleh dari susu, telur,
dan keju. Tambahannya diperoleh dan gandum dan kacang-kacangan.
Manfaat dari protein yaitu:
a. Protein untuk membangun tubuh janin dimulai dari sebesar sehingga
menjadi tubuh seberat 3,5 kg.

4
b. Protein digunakan untuk membuat ari-ari.
c. Protein digunakan untuk menambah unsur dalam cairan darah
terutama haemoglobin dan plasma darah.
d. Protein digunakan untuk pembuatan cairan ketuban.
3. Vitamin
Ada beberapa jenis vitamin yang penting untuk ibu hamil. Jika ibu hamil
sampai kekurangan vitamin, pembentukan sel-sel tubuh anak akan
berkurang. Anak dapat kurang darah, cacar bawaam kelainan bentuk,
bahkan ibu dapat keguguran. Vitamin yang dibutuhkan oleh ibu hamil,
yaitu B6, C, A, D, E, dan K.Mineral.
4. Kalsium
Kalsium sangat penting karena dibutuhkan untuk pembentukan tulang.
Apabila kekurangan kalsium, bayi yang dikandung akan menderita
kelainan tulang dan gigi. Sumber kalsium yang tinggi diperoleh dari
semua makanan yang berasal dari susu. seperti keju, es krim, dan kue.
Selain itu, juga banyak terdapat pada kacang-kacangan dan sayuran
berdaun hijau.

b. Penyuluhaan KB
Sebelum pemberian metode kontrasepsi, misalnya pil, suntik, atau
KDR terlebih dahulu menentukan apakah ada keadaan yang membutuhkan
perhatian khusus. Salah satu usaha untuk menciptakan kesejahtreraan
adalah dengan memberi nasihat perwakinan, pengobatan kemandulan, dan
memperkecil angka kelahiran (Depkes RI 1999).
Program KB adalah bagian yang terpadu dalam program
pembangunan nasional dan bertujuan untuk turut serta menciptak
kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial penduduk Indonesia. Tujuan
program KB adalah memperkecil angka kelahiran, menjaga kesehatan
ibuanak, serta membatasi kehamilan jika jumlah anak sudah mencukupi.
Peserta KB akan mendapat pelayanan dengan cara sebagai berikut.

5
1) Pasangan usia subur yang istrinya mempunyai keadaan “ 4 terlalu”
yaitu terlalu muda, terlalu banyak anak, terlalu sering hamil, dan terlalu
tua akan mendapat prioritas pelayanan KB.
2) Peserta KB diberikan pengertian mengenai metode kontrasepsi dengan
keuntungan dan kelemahan masing-masing sehingga ia dapat :
menentukan pilihannya.
3) Harus mendapat informasi mengenai metode kontrasepsi dengan
keuntungan dan kelemahannya sehingga ia dapat menentukan
pilihannya
4) Harus dilakukan pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan
kepada klien agar dapat ditentukan metode yang paling cocok dengam
hasil pemeriksaannya.
5) Harus mendapatkan informasi tentang kontraindikasi pemakai. berbagai
metode kontrasepsi.
Kegiatan IM merupakan salah satu komponen dari pelayanan i;;-sehatan
reproduksi esensial (PKRE) yang dapat dilaksanakan di tiap tingkat pelayanan
sesuai dengan kewenangannya, yaitu:
a) Pelayanan di tingkat desa.
1. Konseling KB.
2. Pelayanan KB, kecuali implant dan metode operatif.
3. Pertolongan pertama efek samping KB.
4. Rujukan pelayanan KB.

b) Pelayanan di tingkat puskesmas.


1. Konseling KB.
2. Pelayanan KB, sesuai dengan kemampuan.
3. Pertolongan pertama komplikasi dan kegagalan KB serta penananganan
efek samping KB.
4. Rujukan pelayanan KB.
5. Pembinaan pelayanan di tingkat Desa.

6
c) Pelayanan di tingkat rujukan KB.
1. Konseling KB.
2. Pelayanan semua jenis metode KB.
3. Penanganan komplikasi dan kegagalan KB serta penanganan efek
samping KB.
4. Penanganan kasus rujukan pelayanan KB.
5. Pembinaan pelayanan di tingkat puskesmas.

2.2 Pencatatan Kelahiran Dan Kematian Ibu atau Bayi

a. Angka Kematian Bayi (AKB)


Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia dari tahun 1967 sampai
dengan tahun 1996 menunjukkan kecenderungan menurun. Estimasi AK
yang dilakukan Biro Pusat Statistik adalah berdasarkan perhitungan dari
data hasil sensus atau survei (tentang rata-rata yang dilahirkan hidup
menurut ibu).
Pada kurun waktu tahun 1967-1976 (9 tahun), penurunan AKB
ratarata per tahun adalah 3,2%, yaitu 145 per 1000 kelahiran hidup pada
tahun 1967, menjadi 109 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1976.
Untuk periode 1986-1992, penurunan AKB rata-rata per tahun adalah
4,1% yaitu 71 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 60 per
1000 kelahiran hidup pada tahun 1992. Dari hasil proyeksi, terlihat bahwa
AKB pada tahun 1992 sebesar 60 per 1000 kelahiran hidup yang
cenderung menurun menjadi 54 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1996.
Berdasarkan jenis kelamin, terlihat bahwa angka kematian pada bayi laki-
laki tampaknya lebih besar dibandingkan bayi perempuan.
Pola penyakit penyebab kematian bayi dari SKRT tahun 1986 ber-
beda dengan hasil SKRT tahun 1992. Perbedaan proporsi antara tahun
1986 dan 1992 ini mungkin disebabkan oleh cakupan sampel SKR.T 1986
yang hanya mencakup 7 provinsi, sedangkan pada tahun 1992 mencakup

7
37 provinsi. Proporsi penyakit penyebab kematian pada bayi hasil SKRT
,ahun 1986 yang tertinggi adalah penyakit tetanus neonatorum (19,3%),
sedangkan hasil SKRT 1992 adalah penyait ISPA (36%). Jika dibanding-
~an hasil SKRT 1992 dengan hasil SKRT 1995, penyakit sistem pernapas-
an menduduki urutan pertama, sedangkan gangguan pranatal naik dari
.irutan kelima pada SKRT 1992 dan menjadi urutan kedua pada SKRT
:995. Jika dibandingkan pola penyakit penyebab kematian bayi antara
lawa-Bali dan luar Jawa-Bali, terlihat urutan tertinggi di Jawa-Bali
cisebabkan gangguan pranatal (33,5%), sedangkan di luar Jawa-Bali
cisebabkan penyakit sistem pernapasan.

b. Angka Kematian Balita (AKABA)


Angka kematian balita (0--4 tahun) adalah jumlah kematian anak
usia C-4 tahun per 1000 kelahiran hidup. AKABA menggambarkan
tingkat perm asalahan kesehatan anak dan faktor lain yang berpengaruh
terhadap keseatan anak balita, seperti gizi, sanitasi, penyakit menular, dan
kecelakaan.
Estimasi angka kematian balita di Indonesia yang dihitung dari
data iro Pusat Statistik, mengalami penurunan yang cukup berarti, yaitu an
111 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 81 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 1993. Angka kematian balita tertinggi d
Provinsi Nusa Tenggara Barat (162 per 1000 kelahiran hidup), sedangkar
Provinsi DKI Jakarta (4 per 1000 kelahiran hidup.
Hasil SKRT 1995 menunjukkan 5 penyakit penyebab kematian.
anak balita, yaitu sistem pernapasan (30,8%), gangguan pranatal (21,6%),
diare (15,3%), infeksi dan parasit lain (6,3%), dan saraf (tetanus) (5,5%).

c. Angka Kematian Ibu (AKI)


Angka kematian ibu berguna untuk menggambarkan tingkat
kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi
kesehatar lingkungan, dan tingkat pelayanan kesehatan (terutama untuk

8
ibu hamil ibu waktu melahirkan, dan masa nifas). Angka kematian ibu
sampai saal ini baru diperoleh dari survei terbatas seperti penelitian dan
pencatatar pada 12 rumah sakit pendidikan (1977-1980) diperoleh AKI
370 per 100.00( kelahiran hidup. Penelitian oleh Universitas Padjadjaran
di Ujung Berun€ (1978-1980) AKI 170, dan di Kabupaten Sukabumi
tahun 1982 sebesar 450 dan hasil SKRT 1980 adalah 150 per 100.000
kelahiran hidup. Hasil in relatif rendah karena survei tidak mencakup
semua provinsi. Menurut hasi: SKRT tahun 1992, angka kematian ibu
sebesar 425 per 100.000 kelahirar hidup. Hasil survei demografi
Kesehatan Indonesia tahun 1994 menunjuk kan angka 390 per 100.000
kelahiran hidup, sedangkan pada hasil SKRZ 1995, angka kematian ibu
sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup.

d. Angka Kematian Kasar (AKK)


Dari hasil sensus tahun 1971 dan 1980, SUPAS tahun 1967 dan
1985 terlihat bahwa angka kematian kasar cenderung menurun dan
menurut hasil perkiraan BPS angka kematian kasar (AKK) pada kurun
waktL 1985-1990 akan menjadi 7,9 per 1000 penduduk dan selanjutnya
pade kurun waktu 1990-1995 menjadi sebesar 7,5 per 1000 penduduk.
Penyakit penyebab kematian per 100 kematian hasil SKRT 1986 se. bagai
urutan pertama adalah penyakit diare sebesar 12 per 1000 kema. tian,
sedangkan dari hasil SKRT 1992 dan SKRT 1995 adalah penyakit sistem
sirkulasi, yaitu sebesar 16 per 100 kematian tahun 1992 menjad 18,9 per
100 kematian tahun 1995. Sementara itu, dari hasil SKRT 1991: untuk
daerah Jawa-Bali menunjukkan bahwa penyakit kematian utama adalah
sistem sirkulasi (24,2 per 100 kematian). Penyakit sistem sirkulasi ini
mencakup hipertensi, penyakit jantung iskemia, penyakit paru yang
berkaitan dengan jantung, komplikasi penyakit jantung yang kausanya
tidak jelas, dan penyakit serebrovaskular. Untuk daerah luar Jawa-Bali,
menunjukkan bahwa penyakit penyebab kematian utama adalah sistem

9
pernapasan (16,0 per 100 kematian) yang diikuti penyakit sistem sirkulasi
(14,3 per kematian) dan tuberkulosis (10,9%).
Untuk tahun 1995, pola penyakit penyebab kematian bukan penye-
bab langsung secara nasional, berbeda dengan pola penyakit penyebab
kematian pada rumah sakit umum kelas A, B, C maupun D. Secara nasi-
onal dan menurut rumah sakit umum kelas B, penyakit serebrovaskular
merupakan penyebab utama kematian. Pada rumah sakit umum kelas A,
penyakit karena cedera dan keracunan merupakan penyebab utama,
sedangkan pada rumah sakit umum kelas C dan D, penyebabnya adalah
penyakit saluran napas bawah.
Jika dilihat pola penyakit pada tahun 1995, penyakit utama yang
terbanyak secara nasional bukan merupakan penyebab utama yang men-
dasari kematian. Untuk kasus penyakit terbanyak secara nasional, yaitu
penyakit infeksi usus, penyakit karena cedera, dan keracunan di rumah
sakit umum kelas A, komplikasi obstetri dan abortus di rumah sakit umum
kelas B, sedangkan di rumah sakit umum kelas C dan D sama dengan
tingkat nasional, yaitu penyakit infeksi usus.

2.3 Progam Kesehatan lainnya


a. Kesehatan
Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan masyarakat
untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya melalui
peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuaserta pengembangan
lingkungan sehat. Sasaran promosi kesehatan adalah individu, keluarga,
masyarakat, dan petugas pelaksana program.

b. Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin)


Tabulin merupakan institusi masyarakat dengan anggota para ibu
hamil atau PUS (Pasangan Usia Subur) yang belum hamil, dengan bentuk

10
kegiatan yang berupa pengumpulan dana di lingkungan anggotanya, ma
syarakat, atau subsidi dari pemerintah.

c. Donor darah berjalan


Donor darah berjalan merupakan pendonoran darah secara
bertahaa. beberapa kali, atau secara berangsur-angsur selama 3 bulan
sekali agar mendonorkan darahnya ke PMI. Tujuan utama diadakannya
donor darah adalah untuk membantu PMI dalam ketersediaan stok darah di
PMI yang berkurang sejak terjangkitnya penyakit demam berdarah.
d. Ambulans Desa
Ambulans desa merupakan sistem yang dikembangkan oleh peme-
rintah, swasta, dan masyarakat untuk mengangkut ibu bersalin yang perlu
dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas.
e. Suami Siaga
program ini suami diharapkan:
Siap:
a. Secara mental : Ketika ibu menghadapi persalinan, siapkan mentalnya
untuk memberikan dukungan atau semangat kepada istri.
b. Secara fisik : suami mempersiapkan dirinya untuk menjaga dan me-
lindungi istrinya.
c. Secara materil : suami mempersiapkan dana untuk persalinan istrinya

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan usia
kehamilan. Berat badan yang bertambah dengan normal, menghasilkan anak yang
normal. Suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang masyarakat pemerintah dalam
rangka meningkatkan ketrampilan dan mempersempit kewenangan sesuai dengan
fungsi dan tugasnya.Pembinaan dukun merupakan suatu pelatihan yang di
berikan kepada dukun bayi oleh tenaga kesehatan yang menitik beratkan pada
peningkatan pengetahuan dukun yang bersangkutan, terutama dalam hal hygiene
sanitasi, yaitu mengenai kebersihan alat-alat persalinan dan perawatan bayi baru
lahir, serta pengetahuan tentang perawatan kehamilan, deteksi dini terhadap resiko
tinggi pada ibu dan bayi, KB, gizi serta pencatatan kelahiran dan kematian.

3.2 Saran

Untuk mengatasi permasalahan persalinan oleh dukun, pemeritah


seharusnya membuat suatu terobosan dengan melakukan kemitraan dukun dan
bidan sehingga kemitraan tedapat membina dukun bayi yang merupakan salah
satu tugas dan tanggung jawab bidan. Maka dari itu tugas dan tanggung jawab
bidan terhadap dukun bayi sangat memberikan kontribusi yang cukup penting.

12

Anda mungkin juga menyukai