SeminarUniversitas
Seminar Nasional Hukum Nasional Hukum Universitas
Negeri Semarang Negeri Semarang 228
Law
Volume 4 Nomor 2 Tahun 2018, 228-237
Pendahuluan
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 230
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
231 Amarru Muftie Holish, Rohmat, Iqbal Syarifudin
1
Tjahjo Kumolo, 2015, Politik Hukum Pilkada Serentak, Bandung, PT Mizan Publika,
hlm. 155
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 232
a. Berbentuk Uang
Dalam masyarakat, tidak terkecuali masyarakat religius, uang
memang diakui sebagai senjata politik ampuh yang sangat strategis untuk
menaklukkan kekuasaan. Karena, pada dasarnya uang merupakan saudara
kembar kekuasaan. Uang merupakan faktor penting yang berguna untuk
mendongkrak personal seseorang, sekaligus untuk mengendalikan wacana
strategis terkait dengan sebuah kepentingan politik dan kekuasaan. Dimana,
seseorang leluasa mempengaruhi dan memaksakan kepentingan pribadi dan
kelompoknya pada pihak lain melalui berbagai sarana, termasuk uang.2
Dalam pemilihan Presiden, uang sangat berperan penting. Modus
Money Politic yang terjadi dan sering dilakukan, antara lain:
1) Sarana Kampanye. Caranya dengan meminta dukungan dari
masyarakat melalui penyebaran brosur, stiker dan kaos. Setelah
selesai acarapun, para pendukung diberi pengganti uang transport
dengan harga yang beragam.
2) Dalam Pemilu ada beberapa praktik tindakan Money Politic
misalnya: distribusi sumbangan, baik berupa barang atau uang
kepada para kader partai, penggembira, golongan atau kelompok
tertentu.Bantuan Langsung (Sembako Politik). Yaitu pemberian dari
calon tertentu untuk komunitas atau kelompok tertentu.3 Caranya,
dengan mengirimkan proposal tertentu dengan menyebutkan jenis
bantuan dan besaran yang diminta, jika proposal tersebut dikabulkan
maka secara otomatis calon pemilih harus siap memberikan
suaranya.
2
Ahmad Khoirul Umam, 2006, Kiai dan Budaya Korupsi di Indonesia, Semarang,
Rasail, hlm. 24.
3
L. Sumartini, 2004, Money Politics dalam Pemilu, Jakarta, Badan Kehakiman Hukum
Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, hlm. 148-149.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
233 Amarru Muftie Holish, Rohmat, Iqbal Syarifudin
4
Dedi Irawan, “Studi Tentang Politik Uang (Money Politic) dalam Pemilu Legislatif
Tahun 2014: Studi Kasus Di Kelurahan Sempaja Selatan”, Jurnal Ilmu Pemerintahan
(Maret, 2015), hlm. 3-4
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 234
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
235 Amarru Muftie Holish, Rohmat, Iqbal Syarifudin
Analisis
Dalam beberapa peraturan perundang-undangan, perbuatan
melakukan politik uang hanya dapat diinterpretasikan secara tersirat (tidak
secara langsung menyebutkan sebagai perbuatan politik uang), misalnya
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pembertantasan Tindak Pidana Korupsi
(UUTPK), dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak
Pidana Suap UUTPS).
‟Politik Uang‟. Politik uang sebagai suatu tindak pidana dapat
dilihat dalam perumusan Pasal 73 ayat (3) Undang-Undang tentang
PEMILU tahun 1999, yang menyebutkan bahwa: “Barangsiapa pada waktu
diselenggarakannya Pemilihan Umum menurut undang-undang ini dengan
pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak
menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya
dengan cara tertentu, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 3 (tiga)
tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap
berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.” Dalam UU N0.12 Th. 2003
Tentang Pemilu Tahun 2004, mengenai perbuatan seperti di atas
dirumuskan melalui Pasal 139 ayat (2) dengan menyebutkan bahwa:
“Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang
atau materi lainnya supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih
prserta Pemilu tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara
tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam pidana
penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau
paling banyak 1.000.000,00 (satu juta rupiah)“
Sudah jelas money politic adalah suatu bentu tindak pidana dalam
pemilu , hal ini dikarenakan akan merusak nilai – nilai Langsung umum
bersih dan rahasia itu sendiri, tentunya banyak faktor yang menyebabkan
seseorang melakukakn money politik faktor mengapa penerima mau
menerima barang tersebut ataupun sebaliknya. Akan tetapi memang sanagt
disadari kekurangan pengetahuan masyarakat dan lemahnya pengawasan
lembaga berwenang membuat praktik money politic sudah sangatlah subur
dalam setiap perhelatan demokrasi kita dan karena pembatasan Antara
money politic dan pembiyaan Pemilihan amatlah tipis membuat aparat juga
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 236
Kesimpulan
Kesimpulan dari apa yang telah dipaparkan diatas adalah money
politic dalam Prespektif Demokrasi di Indonesia adalah suartu pelangaran,
karena pada esensinya money politic di Indonesia akan merusa
elekttabilitas dari Pemilihan Umum itu sendiri. Sudah sangatlah jelas
bahwasannya money politic untuk mengendaliakn Hak seseorang adalah
pelangaran pidana, hal ini tertera dalam UU No 12 tahun 2003 pasal 139
(2) tentang pemilihan umum. Sehingga dapatalah diatrik kesimpulan Praktik
money Politik dengan bentuk apapau dan tujuan apapun adalah pelangaran
yang dikenakan sanksi Pidana yang tertera dalam Undang Undang.
Saran dari Penulisan paper ini adalah bagaimanapun pengawasan
terhadap Peserta Pemilu oleh lembaga yang berwenng haruslah
dilaksanakan untuk menciptakan kebersihan dari penyelengaran demokrasi
yang langsusng Umum bebas dan rahasia, selai itu pula penyuluhan dan
pencerdasan kepada masyarakat pun dibutuhkan untuk mengurangi
pelangaran money politic dikarenakan pengetahuan masyarakat yang rendah
pula menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pelangaran money politic
marak terjadi dikalangan Masyarakat Indonesia.
Daftar Pustaka
Irawan, Dedi. (2015). “Studi Tentang Politik Uang (Money Politic) Dalam
Pemilu Legislatif Tahun 2014: Studi Kasus Di Kelurahan
Sempaja Selatan” Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 3 No. 2, hlm
1-28.
I, Sriyanto. (2003). “Praktik Politik Uang dalam Perspektif Hukum Pidana”.
Lex Jurnalica, Vol.1, No.1, hlm. 1-20.
Kumolo, Tjahjo. (2015). Politik Hukum Pilkada Serentak. Bandung: PT
Mizan Publika.
Sumartini, L. (2004). Money Politics dalam Pemilu. Jakarta: Badan
Kehakiman Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia.
Umam, Ahmad Khoirul. (2006). Kiai dan Budaya Korupsi di Indonesia.
Semarang: Rasail.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
237 Amarru Muftie Holish, Rohmat, Iqbal Syarifudin
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pembertantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang