Anda di halaman 1dari 29

Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana

© FH UI 2015

RANGKUMAN ASAS HUKUM PERBURUHAN SETELAH UTS

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Hubungan kerja : hubungan antara pemberi kerja dengan pekerja, ada pada saat perjanjian
kerja (Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan).

Pegawai Negeri dan Bukan Pegawai Negeri memiliki perbedaan:

- Pegawai Negeri  menerima Surat Keputusan Pengangkatan sebagai Pegawai Negeri


 tidak mengadakan perjanjian untuk terjadinya hubungan hukum seperti biasanya.
- Bukan Pegawai Negeri  hubungan hukum karena adanya perjanjian antara kedua
belah pihak  perjanjian kerja  menggunakan ketentuan hukum perburuhan.

Ada 3 jenis perjanjian untuk melakukan pekerjaan:

- Perjanjian Kerja: suatu perjanjian untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 BW) 
hubungan subordinasi (Atasan-bawahan)
Dalam Pasal 1601 c KUHPerdata, muncul Pengertian mengenai:
o Kumulasi: pemberlakuan ketentuan mengenai perjanjian kerja dan ketentuan
mengenai perjanjian macam lainnya
o Absorbsi: bila terdapat pertentangan penggunaan ketentuan tentang perjanjian
kerja atau perjanjian macam lainnya, maka yang berlaku: ketentuan mengenai
perjanjian kerja.
Ciri Perjanjian Kerja menurut KUHPerdata:
o Kerja tidak boleh dianggap sebagai benda
o Ketentuan bersifat perdata, tidak boleh dijamin ketentuan pidana
o Ketentuannya bersifat memaksa
o Ketentuannya seragam
o Ada kebebasan hakim dalam hal terjadi sengketa
Unsur-unsur perjanjian kerja:
o Pekerjaan tertentu:
 Dilakukan sendiri oleh pekerja yang menerima pekerjaan
 Tidak boleh dialihkan kepada pihak lain

1
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

o Perintah pengusaha / majikan  penerima kerja berada di bawah perintah


pemberi kerja
o Upah: imbalan, dapat berbentuuk uang atau bukan uang. Dilihat dari segi
nominal (jumlah nyata yang diterima) dan segi riil (kegunaan upah tersebut
dalam memenuhi kebutuhan hidup pekerja).
Prinsip umum dalam masyarakat tentang upah:
 Dalam setiap hubungan kerja selalu terkait dengan masalah upah
 Adanya asas non-diskriminasi, tidak ada perbedaan dalam hal upah
 Prinsip “no work no pay” diberlakukan dengan pengecualiannya
 Pihak-pihak yang terkait dalam hubungan kerja dapat memperjanjikan
mengenai upah, asalkan lebih menguntungkan pihak pekerja
 Larangan pembelanjaan upah
 Dalam hal potongan terhadap upah, maka harus dengan persetujuan
pekerja yang bersangkutan
 Penerapan denda, potongan, ganti rugi, dan lain sebagainya yang akan
diperhitungkan dalam upah, tidak boleh lebih dari 50%.
o Waktu  seberapa lama pekerjaan harus dilakukan. Ada beberapa perjanjian
kerja berdasarkan waktu tersebut:
 Perjanjian kerja waktu tertentu  waktu ditentukan dalam perjanjian 
status pekerja tetap
 Perjanjian kerja dengan batas waktu (sampai batas maksimum)  batas
usia pensiun pekerjaan yang ditentukan  status pekerja tetap
 Perjanjian kerja waktu tidak tertentu  tidak ditentukan waktu
berlakunya perjanjian  status pekerja tidak tetap / kontrak
Bentuk perjanjian kerja:
o Konsensuil / Tidak tertulis
Pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan
 ada keterangan: nama, alamat pekerja, tanggal mulai bekerja, jenis
pekerjaan, besarnya upah
o Tertulis
 Kontrak pekerjaan kedua belah pihak, yaitu pekerja dan pemberi kerja
 Kontrak kerja berlaku pada pekerjaan tertentu saja

2
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

 Yang boleh dimasukkan dalam kontrak kerja sesuai Pasal 59 UU


Ketenagakerjaan dan Kepmen No. 100:
 Pekerjaan yang sekali selesai / sementara sifatnya
 Pekerjaan yang penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun
 Pekerjaan musiman
 Pekerjaan terkait produk baru
- Perjanjian Pemberian Jasa / Pekerjaan Tertentu: sesuai keahlian pihak yang
menerima pekerjaan, tidak perlu petunjuk pemberi kerja.  bersifat koordinatif
- Perjanjian Pemborongan Pekerjaan: hal yang utama adalah hasil pekerjaan dan
upah yang harus dibayarkan, tidak ada persoalan apakah pekerjaan dilakukan oleh
pihak yang melakukan perjanjian atau pihak lain.  koordinatif

POLA PIKIR:

PERJANJIAN KERJA  HUBUNGAN KERJA  STATUS PEKERJA  HAK


DAN KEWAJIBAN

HUBUNGAN INDUSTRIAL

Hubungan industrial  mengedepankan fungsi para pihak untuk mencapai cita-cita negara

Sarana yang dibutuhkan untuk terciptanya hubungan industrial yang ideal:

- Serikat Pekerja
Didirikan dari dan oleh pekerja, untuk meningkatkan kesejahteraan pekera.
Dapat memperjuangkan hak-hak pekerja terutama kepentingan anggotanya.
UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja  minimal 10 orang pekerja 
dimungkinkan 1 perusahaan ada beberapa serikat pekerja.
Kalau antar serikat pekerja berselisih  dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial.
(UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial).
Dapat menciptakan kedamaian melalui:
o Lembaga Kerja Sama
o Perundingan Perjanjian Kerja Bersama

3
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

- Organisasi Pengusaha
- Lembaga Kerja Sama Bipartit
Forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal tentang hubungan industrial di 1
perusahaan  anggota: pengusaha dan serikat pekerja/perwakilan pekerja di
perusahaan yang bersangkutan.
Keharusan bagi perusahaan yang mempekerjakan minimal 50 orang pekerja.
Kalau tidak ada, maka dikenakan sanksi:
o Teguran
o Peringatan tertulis
o Pembatasan kegiatan usaha
o Pembatalan persetujuan
o Pembatalan pendaftaran
o Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi
o Pencabutan izin
- Lembaga Kerja Sama Tripartit
Anggota: Serikat pekerja, Organisasi Pengusaha, Pemerintah  memberikan saran
kepada Pemerintah untuk penyusunan kebijakan terkait penyusunan kebijakan dan
pemecahan masalah ketenagakerjaan
- Peraturan Perusahaan
Merupakan ketentuan yang diadakan oleh pihak pengusaha dalam kaitan dengan
hubungan kerja  tertulis, memuat syarat kerja dan tata tertib perusahaan, hak dan
kewajiban pengusaha dan pekerja.
Perubahan atas isi atau penyimpangannya harus atas persetujuan pekerja.
UU Ketenagakerjaan: peraturan perusahaan harus disahkan dulu oleh pemerintah
- Perjanjian Kerja Bersama
Hasil musyawarah antara pengusaha dan serikat pekerja untuk lebih menjamin dan
melindungi hak-hak pekerja.  memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua
belah pihak (UU Ketenagakerjaan Pasal 1 butir 21).
Terkandung hal-hal yang bersifat:
o Obligator: memuat hak dan kewajiban para pihak yang mengadakan perjanjian
o Normatif : mengenai suatu hal yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan
Dalam Perjanjian Kerja Bersama, dimungkinkan untuk memuat kaidah yang bersifat:

4
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

o Horizontal: pengaturan dari pihaknya sendiri


o Vertikal: pengaturan dari pihak yang lebih tinggi tingkatannya
o Diagonal: ketentuan dari pihak yang tidak langsung terlibat dalam hubungan
kerja
- Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2004.

Fungsi Pemerintah dalam hubungan industrial:

- Menyusun / membuat peraturan / kebijakan


- Mengawasi pelaksanaan peraturan
- Memberikan pelayanan
- Menyelenggarakan peradilan dan tindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-
undangan
- Pembinaan hubungan industrial

Pengaruh Hubungan Internasional:

Konvensi ILO menetapkan 3 hal penting:

- Bahwa tenaga kerja bukanlah barang dagangan, sehingga harus diperlakukan sesuai
harkat dan martabatnya sebagai manusia
- Adanya kemerdekaan mengeluarkan pendapat dan berserikat
- Solidaritas dalam ekonomi, kemiskinan harus ditanggulangi bersama.

Ada 8 konvensi ILO mengenai hak pekerja:

- Konvensi Nomor 29 Tahun 1930: kerja paksa / wajib kerja


- Konvensi Nomor 87 Tahun 1948: kebebasan berserikata dan perlindungan hak
berorganisasi
- Konvensi Nomor 98 Tahun 1949: hak berorganisasi dan berunding bersama
- Konvensi Nomor 100 Tahun 1951: pengupahan yang sama bagi laki-laki dan wanita
- Konvensi Nomor 105 Tahun 1957: penghapusan kerja
- Konvensi Nomor 111 Tahun 1958: diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan
- Konvensi Nomor 138 Tahun 1973: usia minimum untuk diperbolehkan bekerja

5
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

- Konvensi Nomor 182 Tahun 1999: pelarangan dan tindakan segera penghapusan
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak

PERBEDAAN HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL:

Hubungan kerja: dibuat oleh para pihak yang berkepentingan  sumber hukum yang bersifat
otonom

Hubungan industrial: selain para pihak yang berkepentingan ,ada campur tangan pemerintah
 pemerintah melindungi buruh dan melindungi majikan

CATATAN DARI BAPAK WIDODO SURYANDONO MENGENAI HUBUNGAN


INDUSTRIAL

Terdapat 3 pendekatan dalam hubungan Industrial, yakni:

1. Hubungan Industrial dengan Pendekatan Konflik


Pendekatan yang mendasarkan pada Teori Spencer yang menyatakan bahwa yang
kuat akan menekan yang lemah. Oleh karena itu harus diciptakan kedua pihak yakni
buruh dan majikan dalam keadaan sama-sama kuat agar terjadi détente. Teori ini biasa
diterapkan oleh Negara-negara liberal
2. Hubungan Industrial dengan Pendekatan Kooperatif
Pendekatan dengan menempatkan kekuatan terbesar pada Pemerintah. Oleh karena itu
apapun yang menjadi kehendak Pemerintah dalam persoalan pemerintah, baik pihak
buruh ataupun pihak majikan akan tunduk terhadapnya. Pihak buruh/serikat buruh dan
majikan/organisasi pengusaha ditempatkan pada satu jangkar yang sama, agar dapat
lebih mudah dikendalikan. Teori ini biasa diterapkan di Negara-negara sosialis
3. Hubungan Industrial dengan Pendekatan Campuran/Harmonisasi
Pendekatan ini menggabungkan kedua pendekatan lainnya yang diterapkan secara
kasuistis, yakni dapat menggunakan pendekatan konflik dan juga menggunakan
pendekatan kooperatif. Faktor penunjang dari pendekatan ini adalah pendidikan
hukum perburuhan. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan harmoni, ketenangan
bekerja dan ketenangan berusaha (industrial peace). Contohnya adalah Indonesia
dengan Hubungan Industrial Pancasila/Hubungan Perburuhan Pancasila. Hubungan

6
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

Industrial Pancasila tersebut didukung oleh 3 pilar yang disebut Tridharma, yakni:
rasa memiliki (rumangsa melu handarbeni), rasa mempertahankan (rumangsa melu
hangrungkebi), rasa toleran satu dengan yang lain (mulat sarira hangrasa wani).
Contoh lainnya adalah Jerman yang menggunakan prinsip codetermination, yang
kuncinya adalah buruh harus mengerti perkembangan perusahaan.

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Latar Belakang Sejarah (baca lagi halaman 75 – 79)

 Perlindungan pekerja untuk menanggulangi dampak buruk perkembangan doktrin


laissez-faire i.e. liberalisasi ekonomi, intervensi pemerintah tidak diperkenankan,
maraknya pengabaian peraturan demi mengedepankan mekanisme kompetisi bebas.
Negara hanya menjadi “penjaga malam.”
 Revolusi industri  tempat kerja yang berbahaya, eksploitasi pekerja, dll.
 Rober Owen: upaya penghapusan eksploitasi
 The Health and Morals of Apprentices Act
o Perlindungan Kesehatan Kerja (gezondheid/health)
o Keselamatan/keamanan kerja (veiligheid/safety)

Arbeidsbeschermingsrecht

 Undang-undang perlindungan pekerja/buruh


 HL Bakels = hukum publik yang mengatur keadaan perburuhan di perusahaan//
seluruh norma-norma hukum publik yang memengaruhi serta mengancam keamanan,
kesehatan kerja dan kesejahteraan pekerja/buruh dalam menjalankan pekerjaa
o Aspek materil: keamanan & perawatan fisik
o Aspek immaterial: waktu kerja & peningkatan perkembangan jasmani &
psikis

7
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

MG Rood = contoh hukum sosial berdasarkan Teori Ketidakseimbangan Kompensasi


(pemberi kerja dan penerima kerja tidak mempunyai kedudukan yang sama sehingga hukum
antar keduanya bertujuan untuk memberikan kompensasi atas ketidakseimbangan)

Kesehatan Kerja

Untuk melindungi pekerja dari tindakan/kondisi yang dapat mengganggu kesehatan fisik,
psikis, dan kesusilaan

Iman Soepomo: aturan & usaha untuk melindungi pekerja dari kejadian/keadaan perburuhan
yang merugikan/dapat kesehatan, kesusilaan dalam seseorang melakukan pekerjaan dalam
hubungan kerja

Keselamatan Kerja

Perlindungan teknis mencegah timbulnya kecelakaan

Iman Soepomo: aturan yang menjaga keamanan pekerja/buruh atas bahaya kecelakaan dalam
menjalankan pekerjaan di tempat kerja yang menggunakan alat/mesin/bahan berbahaya

Dasar Pemikiran

 Teori Domino: setiap kecelakaan yang menimbulkan cedera mencakup 5 faktor


berurutan i.e. kebiasaan, kesalahan, perbuatan, hazard (kondisi tidak aman),
kecelakaan, cedera
 Teori Manajemen: faktor berurutan i.e. manajemen, sumber penyebab dasar, gejala,
kontak, kerugian

Birds: gunung es – rasio biaya yang dikeluarkan perusahaan sebagai akibat kecelakaan 1:5-50

Tujuan

 Melindungi buruh dari risiko pelaksanaan pekerjaan


 Mengatur hak & kewajiban para pihak
 Meningkatkan level kesehatan & keselamatan kerja
 Meningkatkan produktivitas & kesejahteraan
 Memelihara kelangsungan pekerjaan
 Mengurangi kerugian

8
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

Prinsip

Prinsip #1: Perlindungan pekerja/buruh

 Iman Soepomo – 3 Perlindungan


o Ekonomis – penghasilan yang cukup i.e. upah
o Sosial – usaha kemasyarakatan agar pekerja dapat mengembangkan
kehidupannya i.e. kesehatan kerja
o Teknis – dari bahaya kecelakaan oleh alat i.e. keselamatan kerja
 Soetiksno: arti luas – semua peraturan perburuhan bersifat perlindungan / arti sempit –
peraturan kesehatan kerja

Prinsip #2: Jaminan kesehatan & keselamatan pekerja = hak

Prinsip #3: Tanggung jawab pengusaha

 Pasal 1602 w KUHPer


 Teori risk profesionnele, Employer’s liability, Reasonable care, derivasi analog
vicarious liability
 Pengusaha harus melakukan upaya preventif
 Gagal  pengusaha tetap bertanggung jawab  kompensasi/ganti rugi
 Memastikan pekerja memahami risiko dan langkah pencegahan + sarpras pencegahan
kondisi baik
 Tanggung jawab tidak terwakilkan & tidal dapat dialihkan

Prinsip #4 Campur Tangan Negara

Realisasi dari teori ketidakseimbangan kompensasi

Ruang Lingkup Kesehatan Kerja

 Pekerja Anak
o UU Ketenagakerjaan Ps. 1 #26: di bawah 18 tahun yang bekerja dengan
menerima upah/imbalan
o Memiliki kekhususan tertentu e,g, fisik, perkembangan moral & kesusilaan
o PRINSIP #1: larangan pemekerjaan

9
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

o PENGECUALIAN:
 Pekerjaan ringan: tidak mengganggu perkembangan, 13-15 thn, izin
tertulis ortu/wali, perjanjian kerja dgn ortu/wali, max. 3 jam/hari, tidak
mengganggu waktu sekolah, tidak berlaku bagi usaha keluarga
 Bagian dari kurikulum pendidikan: disahkan pejabat, min. 14 thn,
petunjuk jelas, jaminan kesehatan & keselamatan, mengembangkan
bakat & minat, max. 3 jam/hari
o PRINSIP #2: anak dianggap bekerja bilaman berada di tempat kerja kecuali
dapat dibuktikan sebaliknya
 Pekerja Orang Muda
o ILO: di atas 14, di bawah 18 (3 sub-kategori)
o Klasifikasi didasarkan pemikiran bahwa orang muda dapat dipekerjakan
dengan pembatasan tertentu
o Bepalingen: di bawah 16 tidak boleh bekerja sebagai tukang api/batubara
kapal
o Mijnpolitie-reglement: <16 tidak boleh menjalankan pekerjaan bawah tanah
o Indonesia: diatur dalam pekerja anak
 Pekerja Perempuan
o Tidak ada definisi
o PRINSIP #1: Perlindungan Kekhususan khususnya fisik biologis, psikis moral
& sosial kesusilaan e.g. melanjutkan keturunan, batas usia & kondisi
penghalang pemekerjaan (uraian lebih lanjut hlm. 89-90)
o PRINSIP #2: larangan diskriminasi atas dasar kelamin/jender
 Pembedaan seharusnya dilakukan atas persyaratan khas tugas
 Diskriminasi = pembedaan berdasarkan
ras/kulit/kelamin/agama/politik/kebangsaan/asal yang
menghilangkan/menghapus persamaan kesempatan/perlakuan
 Waktu
o Perlu diatur karena walaupun pekerja adalah salah satu faktor produksi,
mereka mempunyai keterbatasan fisik, psikis & harkat martabat
o Waktu Kerja: 42 jam per minggu utk 6 hari kerja // 40 jam per minggu untuk 8
hari kerja  tergantung sekotr & jenis pekerjaan

10
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

 Pengecualian  lembur/melebihi batas waktu kerja yang


diperbolehkan  max. 14 jam per minggu +upah
o Waktu istirahat
 Antar waktu kerja: 30 min setelah 4 jam bekerja – tidak dihitung dalam
waktu kerja
 Istirahat mingguan: 1 hari utk 6 hari kerja / 2 hari untuk 5 hari kerja
 Istirahat tahunan: min 12 hari/tahun
 Istirahat panjang: min. 2 bulan pada tahun ke-7 dan ke-8 bagi pekerja
yang telah bekerja selama 6 thn* (tidak berhak lagi atas istirahat
tahunan selama 2 tahun berjalan & berlaku untuk kelipatasn masa kerja
6 thn)
 Cuti e.g. ibadah, hamil, melahirkan, gugur kandung
 Hari libur: pekerja tidak wajib bekerja pada hari libur
o Tempat kerja
 Setiap tempat digunakan untuk melakukan pekerjaan
 Ps. 85 UU Keselamatan kerja: yang ada sumber berbahaya

Harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menunjang kesehatan kerja (uraian hlm. 93)

Ruang Lingkup Keselamatan Kerja

 Upaya pencegahan terhadap risiko yang dapat timbul berupa kecelakaan, kebakaran,
peledakan
 Pengusaha wajib menerapkan keselamatan kerja  ancaman pidana
o Wajib mengatur & memelihara ruangan, alat, perkakas
o Mengadakan aturn & memberi petunjuk
 RISIKO: Kemungkinan Terjadinya situasi/peristiwa tertentu yang berdampak paka
objek
o Analisis risiko – proses penentuan prioritas pengendalian terhadap tingkat
risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja dengan menghitung peluang
insiden/konsekuensi insiden/kombinasi/pemeringkatan risiko  daftar
prioritas risiko kerja

11
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

 KECELAKAAN KERJA: kejadian tiba-tiba, tidak direncanakan, timbul


dari/berhubungan dengan pekerjaan (termasuk perjalanan menuju/dari tempat kerja
lwt jalan biasa). Timbul dari…
o Tindakan berbahaya: pekerja kurang
pengetahuan/keterampilan/sehat/kebiasaan tidak aman/kurangnya mekanisme
pengawasan internal
o Kondisi berbahaya: alat, bahan, tempat kerja, lingkungan berbahaya

PENYAKIT AKIBAT KERJA: penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan/lingkugan kerja


secara langsung, bertahap, jangka panjang

Tanggung Jawab Para Pihak

 PENGUSAHA: pihak yang lebih kuat secara ekonomi untuk menjalankan peraturan
K3 i.e. mematuhi, menjelaskan kondisi & prosedur kerja e.g. menyediakan peralatan,
pasang poster, bayar ganti rugi
o Pasal 1602w KUHPer: tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi hanya
dapat dituntut/dimintakan oleh pekerja kecuali pengusaha dapat membuktikan
tidak terpenuhiny kewajiban karena keadaan memaksa
o UU Kecelakaan Nomor 33 Tahun 1947: pekerja tidak diharuskan
membuktikan adanya kesalahan
o Kecelakaan kerja  Prinsip Risk Professionel
 Sanksi: pidana, perdata, administrative
 PEKERJA: memenuhi dan mematuhi syarat & peraturan e.g. pakai peralatan,
memberikan informasi sebenar-benarnya

PEMERINTAH: menyusun peraturan, bantuan teknis & asistensi, pengawasan, sanksi

12
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

PENGUPAHAN

Pengertian Upah

 PP 8/1981: Imbalan dari pengusaha  buruh untuk suatu pekerjaan// bentuk uang//
ditetapkan suatu persetujuan/peraturan//atas perjanjian kerja//termasuk tunjangan
 Ps. 1 bt. 30 UU 13/2003: hak pekerja//bentuk uang//imbalan dari pengusaha//menurut
perjanjian kerja/kesepakatan/peraturan//termasuk tunjangan
 UUD 1945: upah harus memenuhi penghidupan layak  upah = hak konstitusional

Intervensi Pemerintah

13
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

 Penyelarasan upah yang layak dengan pencapaian produktivitas kerja 


memerhatikan kebutuhan hidup, kesenjangan sosial, prestasi kerja, nilai kemanusiaan
& harga diri
 Penetapan Upah Minimum berdasarkan Kebutuhan Hidup Minimum (berlaku secara
mikro-regional) untuk…
o Jaring pengaman
o Peningkatan taraf hidup
o Pemerataan pendapatan
o Pemberian di atas UM diatur internal perusahaan
 Masalah pokok
o Rendahnya upay bagi pekerja bawah
o Kesenjangan upah
o Variasi komponen upah
o Tidak jelas hub. Upah dengan produktivitas
 Upah Minimum Pendapatan (Makro-Nasional) untuk meningkatkan
o Pemerataan pendapatan
o Daya beli pekerja
o Perubahan struktur biaya
o Produktivitas nasional
o Ethos & disiplin kerja
o Kelancaran komunikasi antara pekerja – pengusaha

Kewajiban Pengusaha

 Faktor pengaruh pemberian upah:


o Pendidikan & Latihan
o Kondisi pasar kerja
o Prorporsiupah dengan biaya lain
o Penggunaan teknologi
o Kemampuan perusahaan
o Kemampuan organisasi pekerja
o Kebijakan dan intervensi pemerintah harmonisasi hub. Industrial

14
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

 UU 13/2003 Pasal 92: pengusaha wajib memberikan kepastian pendapatan dan


penyesuaian dengan perkembangan tingkat kehidupan melalui
o Penyusunan struktur & skala upah berdasarkan gol./jabatan/masa
kerja/pendidikan/kompetensi
o Peninjauan upah berkala

No Work No Pay

 Pasal 93 ayat 1 UU 13/2003: upah tidak dibayar kalau pekerja tidak melakukan
pekerjaan
 Pengecualian
o Sakit, keperluan keluarga, kewajiban negara, ibadah, pekerja bersedia
melakukan pekerjaan tapi tidak dipekerjakan  Pasal 93 ayat 2
o Pekerja sakit terus menerus selama setahun sampai PHK  93 ayat 3
o Izin pernikahan, pernikahan anak, khitan/baptis anak, melahirkan, anggota
keluarga meninggal dunia  93 ayat 4

Komponen Upah

Pasal 94 UU 13/2003: Upah pokok +Tunjangan Tetap

Upah pokok minimum = 75% x (Upah Pokok + Tunjangan tetap)

Daluwarsa Penuntutan Upah

Pasal 96 UU 13/2003  2 tahun

Memberikan kepastian hukum bagi pengusaha yang pengurus perusahaan bisa berganti-ganti

15
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

JAMINAN SOSIAL

Sejarah
 Jaminan Sosial = perlindungan yang dberikan oleh masyarakat dari economic &
social distress
 Social security
 Bantuan pribadi shifting  salah satu bentuk intervensi pemerintah e.g. Poor Law
 Bentuk usaha penanggulangan kemiskinan = kewajiban publik
 Pekerja pabrik  rentan karena bergantung pada upah  upaya2
o Tabungan bank disponsori pemerintah
o Employment liability terhadap pekerja sakit/kecelakaan
o Organisasi masyarakat tolong menolong
o Asuransi i.e. tunjangan kematian & penguburan

Sistem Jaminan Sosial


1. Sistem Asuransi Sosial
 Jerman (1883 – 1889) Eropa, Amerika, Kanada: dari dana tolong menolong
dari antar pegawai diurus oleh organisasi pengusaha  dikelola pemerintah
lokal

16
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

 Didanai oleh iuran peserta sendiri + rasa solidaritas


 Unsur pokok
o Iuran dibayar oleh pengusaha & pekerja + pemerintah sebagai pelengkap
o Partisipasi pekerja dan pengusaha = wajib
o Diakumulasikan dalam suatu dana khusus untuk bayar tunjangan
Hak setiap orang ditentukan dokumen pembayaran iuran
2. Sistem Bantuan Sosial
 Skandinavia  Australia & New Zealand
 Lebih banyak dari anggaran negara
 Sebagai “jaring pengaman nasional” (social safety net) untuk membantu orang-
orang yang tidak/blm mendapat perlindungan asuransi sosial
 Ciri:
o Dibiayai pendapatan negara  tidak membebani penerima bantuan
o Didasarkan atas tes kebutuhan/kriteria tertentu
 UU No. 6 tahun 1974 tentang Kesejahteraan Sosial: Bantuan sosial untuk mereka
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan karena bencana alam, ketunaan, yatim-
piatu, jompo, dll.
3. Sistem Dana Cadangan
 Sistem tabungan wajib: pekerja & pengusaha membayar ke pusat dana
 Tidak konvensional karena bukan pengganti upah  membayar tunjangan tapi
juga bisa untuk dipinjamkan
4. Sistem Kewajiban Pengusaha
 Prinsip: tanggung jawab hukum kepasa pengusaha untuk memberikan
kompensasi kecelakaan  pengusaha menanggung sendiri/asuransi komersial
 (+) sederhana, pemerintah cukup mengawasi
 (-) kemampuan perusahaan beda-beda
 UU No. 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja
5. Sistem Kepesertaan Universal
 Seluruh penduduk negara dari pendapatan negara
 Program asuransi sosial untuk tunjangan pension, kesehatan, bantuan
penambahan penghasilan
 Indonesia  program pelayanan kesehatan biaya rendah

17
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

 (+) keluasan peserta


 (-) pembiayaan terlalu besar
6. Sistem Pelayanan Sosial
Perkembangan secara bersama dengan jaminan sosial e.g. pelayanan kesehatan,
rehabilitasi, fasilitas bagi orang cacat/tua, klinik KB

Jaminan Sosial = HAM


 Universal Declaration of Human Rights
 Perancangan Konvensi Perburuhan Internasional sebagai patokan perumus undang-
undang
(Selengkapnya baca halaman 111-112)

Jaminan Sosial di Indonesia


UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional  Pasal 5 ayat (2): ada 4
penyelenggara asuransi sosial:
1. TASPEN untuk PNS
 UU No. 11 tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda  sbg
jaminan hari tua & penghargaan jasa
 Pegawai (diberhentikan dengan hormat + memenuhi syarat
o Min. usia 50 thn
o Diberhentikan scr hormat
o Masa kerja minimal 20 tahun
 Janda/Duda  yang terdaftar di Badan Administrasi Kepegawaian Negara; kalau
engga ada berarti ke istri/suami yang ada
 Anak  kalau tidak ada suami/istri; belum 25 thn/menikah/mempunyai penghasilan
sendiri
 Uang duka: meninggal dunia  3 x penghasilan sebulan (min. 100rb) // tewas  6 x
penghasilan sebulan (min. 500rb)
o PP Mo. 12/SE No. 368/Men.Kes/EB/VII/198 & 09/SE/1981
 UU 11/1956: Pembiayaan pension PN/janda dari APBN
o PP No. 29/1964 ttg Penanggungan Iuran Pensiun Pegawai Negeri/Janda,
Yatim Piatu oleh Negara
 Program Tabungan Hari Tua

18
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

o PP 11/1963  PP 25/1981
 Program Pemeliharaan Kesehatan dari iuran peserta (Keppres No. 8/1977)
o Keppres 230/1968  PP 22/1984
2. ASABRI untuk ABRI
 UU 6/1966
 Pensiun: diberhentikan dengan hormat + memenuhi syarat + masih hidup (kalau
sudah meninggal, pensiun waraka wuri & tunjangan anak yatim piatu) diberikan
kepada suami/istri & anak-anak
 Tunjangan bersifat pensiun: kalau belum memenuhi syarat
 Tunjangan: berlaku beberapa tahun sesudah diberhentikan dengan hormat +
memenuhi syarat menerima pensiun
 Hak pensiun diberikan secara otomatis
 Dibedakan dari PNS karena sifat populasi berbeda i.e. usia pensiun lebih muda &
risiko pekerjaan
 Program Asuransi Sosial
o PP 44/1971
o Diwajibkan menjadi peserta ASABRI (membayar iuran 1,25% dari
penghasilan setiap bulan)
o Terdiri dari: asuransi dengan pembayaran berkala, asuransi risiko kematian &
biaya penguburan
3. Umum
a. Penumpang Kendaraan Bermotor
UU 33/1964: penumpang kendaraan bermtor berhak pembayaran ganti kerugian dari
Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penimpang
Iuran dari penumpang kendaraan umum melalui badan asuransi
b. Korban Lalu Lintas
UU 34/1964: ahli waris dari orang yang meninggal dunia karena kecelakaan lalin
berhak ganti rugi yang berasal dari sumbangan wajib para pengusaha/pemilik alat
angkutan yang dihimpun oleh badan asuransi yang ditunjuk menteri (Pasal 4 UU Lalin
& Angkutan Jalan Raya & KA)
c. Bantuan Sosial
 UU 6/1974

19
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

 Kepada kelompok orang yang kehilangan kemampuan melaksanakan peranan


sosial (disfungsi sosial) karena sebab-sebab di luar/dalam e.g. korban banjir,
pengungsi, dll.
 Kepada kelompok orang yang mendapat gangguan kemampuan mempertahankan
hidup sehingga menjadi terasing supaya mendapat kesempatan lebih luas e.g.
jompo, penyandang ketunaan, yatim piatu, dll.
 Meningkatkan kesadaran & tanggung jawab sosial
 Penghargaan kepada pahlawan/penjuang perintis kemerdekaan & keluarga
4. JAMSOSTEK untuk Pekerja Swasta
UU No. 3 Tahun 1992: untuk setiap tenaga kerja i.e. setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan; di luar atau di dalam hubungan kerja
Perkembangan:
 UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS
 Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan = Jamsostek + Taspen +
Asabri
 BPJS Kesehatan = Askes
 Peraturan pelaksana: Perpres 12 / 2013
Jaminan Kecelakaan kerja:
 Sejarah (Hlm. 119-120)
o Revolusi industry Eropa dan kondisi kerja yang mengenaskan
o Pengaturan pabrik & perlindungan K3 buruh e.g. Moral Apprentices Act
o Majikan bertanggung jawab secara terbatas  harus dapat dibuktikan
o Berkembang menjadi prinsip risiko profesional (risque profesionnel)  tidak
mempermasalahkan ada/tidak kesalahan
 Kecelakaan kerja = kecelakaan yang berhubungan dengan kerja
 Kapankah itu? Menurut UU, diputus kasuistis
 Perusahaan yang diwajibkan membayar tunjangan  secara potensial dianggap
berbahaya
 Badan Penyelenggara: PT Asuransi Sosial Tenaga Kerja
 Iuran ditanggung perusahaan
 Meliputi: biaya pengangkutan, pemeriksaan, pengobatan, perawatan, rehabilitasi,
santunan

20
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

Hari Tua:
 Tabungan wajib untuk bekal pekerja di hari tua
 PP 33/1977: dibayarkan sekaligus/berkala kepada TK yang
o Udah 55 thn
o Cacat total tetap
 Ditanggung bersama antara pekerja & perusahaan

Kematian:
 Sebelum usia 55 tahun bukan karena kecelakaan kerja
 Meliputi biaya pemakaman & santunan uang
 Ditanggung pengusaha

Pemeliharaan Kesehatan:
 Upaya penanggulangan dan pencegahan ganggungan kesehatan e.g. pemeriksaan,
pengobatan, perawatan (termsk dalam hal kehamilan & persalinan)
 Untuk tenaga kerja, suami/istri, anak
 Badan penyelenggara: PT Jamsostek

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN


HUBUNGAN KERJA

Perselisihan bisa saja terjadi tanpa suatu pelanggaran, akibat wanprestasi yang dilakukan
pihak buruh atau pihak pengusaha dan ditambah dengan kondisi masyarakat yang juga
berpengaruh tehadap kelanggengan hubungan kerja.
Penyebab munculnya keresahan akan timbulnya perselisihan adalah tingkat pendidikan
pekerja yang masih rendah yang menyebabkan kendala. Hal ini telah ditanggulangi dengan
penyuluhan dan pembinaan serta adanya pengaruh ekonomi, sosial, dan budaya.
Prosedur penanganan keresahan pada tingkat perusahaan diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja bersama.
Bentuk PHI
Imam Soepomo:
1. Perselisihan Hak → masalah termasuk bidang hubungan kerja yaitu hal yang diatur
dalam suatu perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan atau
dalam peraturan perundang-undangan.
Dapat terjadi karena perbedaan pelaksanaan aturan, perbedaan perlakuan, atau
pebedaan penafsiran.

21
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

2. Perselisihan Kepentingan → tidak adanya kesesuaian paham mengenai perubahan


syarat kerja dan keadaan perburuhan.
Dapat berupa tuntuan perubahan atau perbaikan syarat kerja.
UU No. 2 Tahun 2004
1. Perselisihan Hak → tidak dipenuhinya hak karena perbedaan pelaksanaan atau
penafsiran
2. Perselisihan Kepentingan → tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan
atau perubahan syarat kerja
3. Perselisihan PHK → tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja oleh salah satu pihak
4. Perselisihan anta Serikat Pekerja → tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.

Pengertian perselisihan perburuhan berbeda → kewenangan lembaga perselisihan juga


berbeda
1. Mediasi : kewenangan menangani perselisihan
a. Hak
b. Kepentingan
c. PHK
d. Serikat Pekerja
2. Konsiliasi : kewenangan menangani perselisihan
a. Kepentingan
b. PHK
c. Antar serikat
3. Arbitrasi : kewenangan menangani perselisihan
a. Kepentingan
b. Antar serikat
4. Pengadilan Hubungan Industrial dan MA : kewenangan menangani perselisihan
a. Hak
b. Kepentingan
c. PHK
d. Serikat Pekerja

Model Hubungan Industrial (Bram Peper dan Reynert)


Model Konsensus Konflik Penyelesaian
Harmonie
Tinggi Rendah Konsensus
Arbeidsoverhoudingen Model
Konsensus dulu, Konflik
Coalitie AM → Indonesia Sedang Sedang
adalah jalan akhir
Conflict AM Rendah Tinggi Konflik

Sistem Penyelesaian Perselisihan dengan Pihak Ketiga:

22
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

1. Melalui Pengadilan : tujuannya adalah memenangkan perkara


2. Diluar Pengadilan : tujuannya adalah adanya penyelesaian yang cepat dengan
hasil lonjong serta biaya murah
Proses:
a. Konsiliasi → melibatkan pihak ketiga yang netral untuk mencari penyelesaian
perselisihan secara win-win solution. Hasilnya adalah perjanjian melalui perantara
konsiliator. Jika tidak ada perjanjian, konsiliator mengeluarkan putusan anjuran
namun dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak.
b. Mediasi → melibatkan pihak ketiga yang netral untuk mencari jalan penyelesaian
win-win solution. Hasilnya adalah perjanjian. Mediator berperan sebagai saksi.
Jika negosiasi gagal, mediator tampil sebagai perantara dan mengeluakan putusan
anjuran.
c. Arbitrase →melibatkan pihak ketiga yang netral. Keputusan bersifat final dan
mengikat pihak yang berselisih berdasarkan perjanjian sebelum diselesaikan
arbiter. Dasar putusan adalah win-win solution.
UU No. 20 Tahun 2004:
a. Konsiliator → seseorang atau lebih ditetapkan oleh MTK. Bertugas
mempertemukan para pihak untuk berunding. Jika berhasil, pihak tersebut
melakukan apa yang telah diperjanjikan dan konsiliator memberikan anjuran
tertulis.
b. Mediator → PNS dibidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat sebagai
mediator yang ditetapkan Menteri Tenaga Kerja. Memberikan anjuran tertulis.
c. Arbiter → seseorang atau lebih yang ditetapkan oleh pihak yang serselisih.
Memberikan putusan yang final dan mengikat.

Hak Mogok
Ketika terjadi perselisihan, baik buruh maupun pengusaha memiliki senjatanya masing-
masing:
1. Buruh : hak mogok
2. Pengusaha : lock out atau menutup perusahaan

Kedua hal ini tidak boleh dilakukan untuk perusahaan yang melayani kepentingan umum dan
keselamatan jiwa.
Dalam waktu 7 hari kerja sebelum mogok (cooling periode), buruh harus memeberitahu
kepada pengusaha atau instansi yang berisi:
1. Waktu mulai dan berakhir mogok
2. Tempat mogok
3. Alasan atau sebab
4. Ttd ketua dan sekretaris atau masing-masing ketua dan sekretaris serika buruh sebagai
penanggung jawab mogok kerja.

Contoh surat pemberitahuan mogok kerja

23
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

Nomor          :      /PSP-SPN/AR/II/2013                           Jakarta,12 Februari 2013


Perihal          : Pemberitahuan Mogok Kerja
Lampiaran    :

Kepada Yth,
Pimpinan perusahaan PT.Angin Ribut
Di - Jakarta

Dengan Hormat
Sehubungan tidak tercapainya kesepakatan dan tidak ada titik temu dalam perundingan yang sudah di
laksanakan sejak tanggal........tahun.......maka dengan ini PSP -SPN PT .Angin Ribut memberitahukan
akan melakukan mogok kerja pada:

                           Hari/tanggal           :......... 15 s/d 20 Februari 2013


                           Lokasi                    : Area dan Halaman PT .Angin Ribut
                           Waktu                     :07 s/d selesai
                           Perlengkapan         : Bendera,sound system,Mobil komando     

Adapun tuntutan kami adalah :

1. pekerjakan kembali Tukiyem,Saritem,paijo,Bejo dan Tarjo yang di PHK sepihak


2. Bayar tunjangan Transport yang sudah di atur dalam PKB
3. Keluarkan HRD Tarimin yang semena-mena
Demikian surat pemberitahuan mogok kerja ini kami sampaikan atas perhatianya di ucapkan terima
kasih

Pimpinan serikat pekerja


serikat pekerja nasional
PT.Angin ribut

Bejo                       Timbul
Ketua                    sekertaris

Setelah mendapat surat pemberitahuan, instansi atau perusahaan itu harus memberikan tanda
terima dan wajib menyelesaikan masalah penyebab serta merundingkan dengan para pihak
yang berselisih:
1. Jika ada kesepakatan : dibuat perjanjian bersama
2. Tidak ada kesepakatan : menyerahkan kepada pengadilan hubungan industrial

PHK
Jenis-jenis PHK
1. Putus demi hukum
Bisa terjadi karena waktu yang sudah diperjanjikan sudah selesai (didasarkan jangka
waktu) atau karena pekerjaan yang dilakukan sudah selesai (selesainya suatu
pekerjaan tertentu).
Tidak ada pesangon.
2. Diputuskan oleh buruh dengan mengundurkan diri

24
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

Pemutusan kerja karena buruh mengundurkan diri dan mengetahui pekerjaan baru
sudah di tangan.
Tidak berhak mendapat pesangon tetapi dapat uang penghargaan.
3. Diputuskan oleh pengusaha karena buruh dianggap mengundurkan diri
Pekerja mangkir 5 hari kerja berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis dan telah
dipanggil 2 kali secara patut.
Berhak atas uang penghargaan masa kerja dan uang pisah.
4. Diputus oleh pengusaha
Bisa terjadi karena pekerja melakukan kesalahan berat, ringan atau tanpa kesalahan.
Pekerja berhak atas uang pesangon + uang penghargaan masa kerja.
5. Diputus oleh pengadilan
Hubungan kerja tidak dapat berlangsung terus tetapi buuh tidak mau diakhiri
hubungan kerjanya.
Dapat pesangon atau tidak tergantung Pengadilan Hubungan Industrial
6. Putus karena perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan
kepemilikan perusahaan atau kemauan pengusaha atau buruh
Atas kemauan pengusaha sehingga buruh mendapat pesangon sebesar 2x ketentuan.
Atas kemauan buruh sehingga buruh mendapat pesangon sebesar 1x ketentuan.
7. Putus kaena kerugian terus menerus selama 2 tahun atau force majeur
Buruh berhak atas pesangon sebesar 1x ketentuan.
Jika disebabkan oleh kebijakan pengusaha untuk efisiensi, maka buruh berhak atas
pesangon sebesar 2x ketentuan.
8. Putus karena perusahaan pailit
Pesangon 1x ketentuan
9. Putus karena buruh meninggal
2x pesangon, 1x uang penghargaan masa kerja, dan penggantian hak
10. Putus karena pensiun
Jika pengusaha membayar iuran pensiun kepada perusahaan pensiun, maka buruh
tidak mendapat berhak uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja tetapi berhak
atas uang penggantian hak.
Jika uang pensiun lebih kecil daripada 2x pesangon dan uang penghagaan, maka
sisanya ditanggung pengusaha
Jika pengusaha tidak membayar uang pensiun, maka pengusaha wajib memberikan 2x
uang pesangon, 1x uang penghargaan dan penggantian hak
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Penyelesaian atas masalah dapat dilakukan melalui proses di luar pengadilan dan/atu melalui
Pengadilan Khusus Hubungan Industrial. Proses penyelesaian melalui pengadilan agak unik
karena pengadilan memiliki beraneka ragam bentuk, sifat, dan fngsi yang berbeda di setiap
Negara.
Disharmoni yang dimulai karena perselisihan dapat bersumber dari adanya diskriminasi.
Disharmoni yang tidak dimulai dengan perselisihan dapat bersumber karena adanya beda
penafsiran, maupun adanya perubahan syarat kerja.
1. Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

25
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

Terdapat suatu asas yaitu industrial peace (buruh tenang dalam bekerja, majika
tenang dalam berusaha) dimana tercipta suatu kondisi dan keadaan di mana antara
buruh dan majikan menjadi mitra yang baik.
Proses penyelesaian perselisihan ada yang melalui bipatrit dan tripatrit. Bisa melalui
ajudikasi dan non-ajudikasi.

Menurut UU No. 2 Tahun 2002, penyelesaian diluar pengadilan hanya ada melalui
arbitrase sementara penyelesaian perselisihan melalui ajudikasi dilakukan oleh
pengadilan hubungan industrial. Sebagai prasyarat, sebelum dilakukan dalam
pengadilan, haruslah diselesaikan mediasi atau konsiliasi.
2. Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
a. Menurut pasal 3:1 UU PPHI, pertama kali yang dilakukan adalah harus dimulai
dengan musyawarah
b. Apabila tidak memberikan hasil, barulah meminta bantuan pihak ketiga diluar
pengadilan
c. Jika musyawarah juga tidak menyelesaikan persengketaan dan keduanya ingin
menyelesaikan dengan pengadilan maka ada Pengadilan Hubungan Industrial.

Penyelesaian diluar pengadilan


1. Tingkat Perusahaan
a. Penyelsaian keluh kesah karyawan
b. Penyelesaian oleh LKS Bipatrit → teknik negosiasi
2. Mediator
Pasal 4:1 UU PPHI : Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui
perundingan bipartit telah dilakukan; Pasal 10 UU PPHI : Dalam waktu selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan
mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera
mengadakan sidang mediasi.
Pasal 11 UU PPHI : (1) Mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk
hadir dalam sidang mediasi guna diminta dan didengar keterangannya. (2) Saksi atau
saksi ahli yang memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya perjalanan
dan akomodasi yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 12 UU PPHI : (1) Barang siapa yang diminta keterangannya oleh mediator
guna penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang ini,
wajib memberikan keterangan termasuk membukakan buku dan memperlihatkan
surat-surat yang diperlukan. (2) Dalam hal keterangan yang diperlukan oleh mediator
terkait dengan seseorang yang karena jabatannya harus menjaga kerahasiaan, maka
harus ditempuh prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku. (3) Mediator wajib merahasiakan semua keterangan yang diminta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 13 UU PPHI : (1) Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui mediasi, maka 6 / 53 www.hukumonline.com dibuat

26
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator
serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah
hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti
pendaftaran. (2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui mediasi, maka: a. mediator mengeluarkan anjuran
tertulis; b. anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah
disampaikan kepada para pihak; c. para pihak harus sudah memberikan jawaban
secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis
dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran
tertulis; d. pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada
huruf c dianggap menolak anjuran tertulis; e. dalam hal para pihak menyetujui anjuran
tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya
3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai
membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-
pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. (3)
Pendaftaran Perjanjian Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf e dilakukan sebagai
berikut: a. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran
dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama; b. apabila
Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf e tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi; c.
dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama,
maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi
untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang
berkompeten melaksanakan eksekusi.
3. Konsiliator
Pasal 4:3 : Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan
kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau
melalui arbitrase;
Pasal 4:5 : Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan untuk penyelesaian
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh;
Pasal 21 : Konsiliator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam
sidang konsiliasi guna diminta dan didengar keterangannya; (2) Saksi atau saksi ahli
yang memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya perjalanan dan
akomodasi yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 22 : Barang siapa yang diminta keterangannya oleh konsiliator guna
penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang ini, wajib
memberikan keterangan termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat

27
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

yang diperlukan. (2) Dalam hal keterangan yang diperlukan oleh konsiliator terkait
dengan seseorang yang karena jabatannya harus menjaga kerahasiaan, maka harus
ditempuh prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku. (3) Konsiliator wajib merahasiakan semua keterangan yang diminta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 23 : Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani
oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan
Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. (2) Dalam hal tidak
tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi,
maka: a. konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis; b. anjuran tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak
sidang konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak; c. para pihak
harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya
menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis; d. pihak yang tidak
memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak
anjuran tertulis; e. dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf a, maka, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja
sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak
membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian
Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. (3) Pendaftaran Perjanjian
Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf e dilakukan sebagai berikut: a. Perjanjian
Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama; 9 / 53 www.hukumonline.com b.
apabila Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di
wilayah Perjanjian Bersama di daftar untuk mendapat penetapan eksekusi; c. dalam
hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka
pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi
untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang
berkompeten melaksanakan eksekusi.
Pasal 24 : Dalam hal anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (2) huruf a ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu pihak
atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan
Industrial pada pengadilan negeri setempat. (2) Penyelesaian perselisihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh
salah satu pihak.
4. Arbiter
Pasal 32

28
Disusun oleh Dominique Virgil – Nina Aliya – Gessica Freshana
© FH UI 2015

Pasal 38
Pasal 42
Pasal 44
Pasal 45
Pasal 50
Pasal 51
Pasak 53
Pasal 54
Penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial
Pasal 55
Pasal 57
Pasal 56
Pasal 58
Pasal 82

29

Anda mungkin juga menyukai