TRACHOMA
A. PENGERTIAN
Trakoma adalah salah satu bentuk radang konjungtiva (selaput lendir mata)
yang berlangsung lama dan disebabkan oleh Chlamydia Trachomatis. Infeksi ini
menyebar melalui kontak langsung dengan sekret kotoran mata penderita trakoma
atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan
lain-lain. Penyakit ini sangat menular dan biasanya menyerang kedua mata. Bila
ditangani secepatnya, trakoma dapat disembuhkan dengan sempurna. Namun bila
terlambat dalam penanganannya, trakoma dapat menyebabkan kebutaan.
B. PENYEBAB
C. TANDA DA GEJALA
D. PATOFISIOLOGI
Melalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang terkena
infeksi atau dari discharge nasofaring melalui jari atau kontak tidak langsung dengan
benda yang terkontaminasi, seperti handuk, pakaian dan benda-benda lain yang
dicemari discharges nasofaring dari penderita. Lalat terutama musca sorbens di afrika
dan timur tengah dan spesies jenis hippelates di amerika bagian selatan, ikut berperan
pada penyebaran penyakit. Pada anak-anak yang menderita trachoma aktif,
chylamidia dapat ditemukan dari nasofaring dan rectum. Namun didaerah endemis
untuk serovarian dari trachoma tidak ditemukan reservair genital.
Masa inkubasi sukar ditentukan karena timbulnya penyakit ini adalah lambat.
Penyakit ini termasuk penyakit mata yang sangat menular.
Gambaran kliniknya dibagi atas 4 stadium:
1. Stadium I; disebut stadium insipient atau stadium permulaan, didapatkan terutama
folikel di konjungtiva tarsal superior, pada konjungtiva tarsal inferior juga terdapat
folikel, teapi ini tidak merupakan gejala khas trakoma. Pada kornea di daerah
limbus superior terdapat keratitis pungtata epitel dan sub epitel. Kelainan kornea
lebih jelas apabila diperiksa dengan melakukan tes fluoresin, dimana akan terlihat
titik-titik hijau pada defek kornea.
2. Stadium II; disebut stadium established atau nyata, didapatkan folikel-folikel di
konjngtiva tarsal superior, beberapa folikel sudah matur berwarna lebih abu-abu.
Pada kornea selain keratitis pungtata superficial, juga terlihat adanya
neovaskularisasi, yaitu pembuluh darah baru yang berjalan dari limbus ke arah
kornea bagian atas. Susunan kreatitis pungtata superficial dan neovasikularisasi
tersebut dikenal sebagai panus.
3. Stadium III; disebut stadium parut, dimulai terbetuknya sikatriks pada folikel
konjungtiva tarsal superior yang terlihat sebagai garis putih halus. Pannus pada
kornea lebih nyata. Tidak jarang pada stadium ini masih terlihat trikiasis sebagai
penyakit. Pada stadium ini masih dijumpai folikel pada konjungtiva tarsal
superior.
4. Stadium IV; disebut stadium penyembuhan. Pada stadium ini, folikel pada
konjungtiva tarsal superior tidak ada lagi, yang ada hanya sikatriks. Pada kornea
bagian atas pannus tidak aktif lagi. Pada stadium ini dijumpai komplikasi-
komplikasi seperti entropion sikatrisiale, yaitu pinggir kelopak mata atas
melengkung kedalam disebabkan sikatriks pada tarsus bersamaan dengan
enteropion, bulu-bulu mata letaknya melengkung kedalam menggosok bola mata
(trikiasis). Bulu mata demikian dapat berakibat kerusakan pada kornea, yang
mudah terkena infeksi sekunder, sehingga mungkin terjadi ulkus kornea, apabila
penderita tidak berobat, ulus kornea dapat menjadi dalam dan akhirnya timbul
perforasi.
Meskipun trakoma dihapuskan dari Negara maju dalam abad terakhir penyakit
ini bertahan di banyak bagian dunia berkembang khususnya di masyarakat tanpa
akses yang memadai terhadap air dan sanitasi. Dalam banyak masyarakat ini, wanita
tiga kali lebih besar dari pada laki-laki akan dibutuhkan oleh penyakit ini, karena
peran mereka sebagai pengasuh dalam keluarga.
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan meliputi pemberian salep antibiotik yang berisi tetrasiklin dan
erithromisin selama 4 – 6 minggu. Selain itu antibiotik tersebut juga bisa diberikan
dalam bentuk tablet.
Doksisiklin
o Sediaan : kapsul atau tablet 100 mg (HCl)
o Dosis dewasa 100 mg per oral 2 x sehari selama 7 hari
Tetrasiklin
o Sediaan salep mata 1% (HCl)
o Dosis dewasa 2 x sehari selama 6 minggu
Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracycline,1-1,5
g/ hari per os dalam empat dosis selama 3-4 minggu ; doxycycline,100
mg per os 2 kali sehari selama 3 minggu; atau erythromycin, 1 g / hari
per os dibagi dalam empat dosis selama 3-4 minggu. Kadang-kadang
diperlukan beberapa kali kur ( pengobatan) agar benar –benar sembuh.
Tetracycline sistemik jangan diberi pada anak dibawah umur 7 tahun
atau untuk wanita hamil. Karena tetracycline mengikat kalsium pada
gigi yang berkembang dan tulang yang tumbuh dan dapat berakibat
gigi permanen menjadi kekuningan dan kelainan kerangkan (mis,
clavicula). Salep atau tetes topikal, termasuk preparat sulfonamide,
tetracycline, erythromycin dan rifampin, empat kali sehari selama
enam minggu, sama efektifnya. Saat mulai terapi, efek maksimum
biasanya belum dicapai selama 10 – 12 minggu. Karena itu, tetap
adanya folikel pada trasesus superior selama beberapa minggu setelah
terapi berjalan jangan dipakai sebagai bukti kegagalan terapi. Koreksi
bulu mata yang membalik kedalam melalui bedah adalah esensial
untuk mencegah parut trachoma lanjut di Negara berkembang.
Tindakan bedah ini kadang –kadang dilakukan oleh dokter bukan ahli
mata atau orang yang dilatih kusus.
G. KOMPLIKASI
Parut di konjungtiva dalah komplikasi yang sring terjadi pada
trachoma dan dapat merusak duktuli kelenjar lakmal tambahan dan
menutupi muara kelejar lakrimal.hal ini secara drastis mengurangi
komponen air dalam film air mata pre- kornea, dan komponen mukus film
mungkin berkurang karena hilangnya sebagian sel goblet.luka parut itu
juga mengubah bentuk palpebra superior dengan membalik bulu mata
kedalam (trikiasis) atau seluruh tepian palpebra (entropian), sehingga bulu
mata terus –menerus menggesek kornea.ini berakibat ulserasi pada
kornea,infeksi bacterial kornea, dan parut pada kornea. Ptosis , obstrusi
doktus nasolakrimalis, dan dakriosistitis adalah komplikasi umum lainnya
pada trachoma.
A. PENGKAJIAN
1. ANAMNESIS
Kaji gejala yang dialami klien sesuai dengan geajala yang ditimbulkan, meliputi
gatal dan rasa terbakar / sensasi benda asing pada infeksi bakteri akut da infeksi
virus, nyeri dan fotofobia, keluhan peningkatan produksi air mata, pada anak – anak
dapat disertai dengan demam dan keluhan pada mulut dan tenggorokan. Kaji riwayat
detail tentang masalah sekarang dan catat riwayat cedera atau terpajan lingkungan
yang tidak bersih. (Indriana N. Isitiqomah, 2004)
2. Pemeriksaan fisik
a. Pengkajian ketajaman mata
Kaji visus klien dan catat derajat pandangan perifer klien karena jika terdapat
sekret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus.
b. Kaji rasa nyeri
Terjadi rasa tidak nyaman ringan sampai berat.
c. Kesimetrisan kelopak mata
Terjadi gangguan kesimetrisan kelopak mata akibat timbulnya jaringan parut
pada kelopak mata yang berakibat entropen dan trikiasis (inversi bulu mata).
d. Reaksi mata terhadap cahaya / gerakan mata
Timbul fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak
mata)
e. Kemampuan membuka dan menutup mata
Timbul gangguan penutupan kelopak mata secara efektif.
f. Pemeriksaan fisik (inspeksi)
Infeksi struktur luar mata dan inspeksi kelenjar untuk mengetahui adanya
pembengkakan akibat inflamasi. (Brunner dan Suddart, 2001)
3. Pemeriksaan penunjang
Inkulasi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang di pulas dengan
giemsa, namun tidak selalu ada. Inklusi ini tampak sebagai massa sitoplasma biru
atau ungu gelap yang sangat halus, yang menutupi inti dari sel epitel. Pulasan
antibody fluorescein dan tes immuno – assay enzim tersedia dipasaran dan banyak di
pakai di klinik laboratorium. Tes bari tu menggantikan pulasan giemsa untuk sediaan
hapus konjungtiva dan isolasi agen clamidial dalam biakan sel.
B. Analisa Data
1. Data objectif
Gatal – gatal
Nyeri (ringan sampai berat
Lakrimasi (mata selalu berair
Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak
mata)
2. Data subjectif
Klien mengeluh gatal
gatal pada bagian mata
Klien mengeluh nyeri pada bagian konjungtiva
Klien mengeluh matanya mengalami reaksi sensitif terhadap cahaya
klien mengatakan mengalami reaksi sensitif terhadap cahaya
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar getah
bening (edema), fotofobia dan inflamasia.
2. Resiko tinggi penularan penyakit pada mata yang lain atau orang lain berhubungan
dengan keterbatasan pengetahuan
3. Resiko tinggii cidera berhubungan dengan penurunan lapang pandang.
D. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar getah
bening (edema), fotofobia dan inflamasia.
Tujuan : nyeri hilang / terkontrol, ketidaknyamanan hilang / terkontrol
Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan tulang terkontrol
Pasien tampak rileks dan tenang
Intervensi :
a. Kaji derajat nyeri
Rasional : untuk mengetahui kemajuan / terjadinya komplikasi.
b. Beri kompres hangat
Rasional : untuk mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan membersihkan
mata
c. Anjurkan klien menggunakan kacamata hitam pada cahaya kuat
Rasional : cahaya yang kuat dapat menyebabkan rasa tak nyaman.
d. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.
2. Gangguan penglihatan / persepsi sensori visual berhubungan dengan kerusakan
kornea
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria hasil :
Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan lebih lanjut.
Intervensi :
a. Kaji derajat / tipe kehilangan penglihatan
Rasional : mengetahui harapan masa depan klien dan pilihan intervensi.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan
kehilangan penglihatan.
Rasional : intervensi dini untuk mencegah kebutaan, klien menghadapi kemungkinan /
mengalami kehilangan penglihatan sebagian atau total.
c. Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal,
tidak salah dosis.
Rasional : Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, misalnya agen osmotik sistemik.
Rasional : untuk mengurangi TIO
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan lapang pandang dan kebutaan.
Tujuan : peningkatan lapang pandang optimal
Kriteria hasil :
Tidak terjadi cedera.
Intervensi :
a. Bersihkan sekret mata dengan cara benar.
Rasional : sekret mata akan membuat pandangan kabur.
b. Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata yang terlibat.
Rasional : terjadi penurunan tajam penglihatan akibat sekret mata.
c. Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap
Rasional : mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.
d. Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes
mata dan salep mata
Rasional : membersihkan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas
berbahaya sesaat setelah penggunaan obat mata.