Novita Andayani
Abstrak
Pendahuluan : Jumlah kasus TB paru dengan koinfeksi HIV/AIDS meningkat dengan cepat
pada negara-negara berkembang. Agar dapat mendiagnosis dan memulai terapi profilaksis,
perlu dilakukan penilaian gejala klinis, luas lesi radiologi dan pemeriksaan sputum BTA
dengan perhitungan jumlah CD4+ agar dapat menjadi standar baku. Jumlah dari CD4+
dibutuhkan untuk menentukan tingkat infeksi HIV/AIDS.
Metode : Bentuk penelitian ini berupa cross sectional dengan analisa deskriptif dengan
penyajian bentuk tabel. Untuk analisis hubungan akan dilakukan uji Kai Kuadrat dan uji
Fisher yang akan melihat hubungan antara gejala klinis, foto thoraks dan hasil sputum BTA
dengan nilai CD4+ terhadap 74 sampel penderita TB paru dengan koinfeksi HIV.
Hasil : Dari jumlah 74 pasien TB-HIV, 85,1% (n = 63) adalah laki-laki dan 14,9% (n = 11)
adalah wanita. Hanya gejala klinis batuk yang terdapat hubungan dengan nilai CD4+ yaitu
pada kelompok pasien dengan nilai CD4+ ≥ 200 sel/µl persentase lebih tinggi dibandingkan
dengan dengan nilai CD4+<200 sel/µl (100% vs 63,1%;P =0,027). Luas lesi foto thoraks dan
hasil sputum BTA tidak terdapat hubungan dengan nilai CD4+.
Kesimpulan : Nilai CD4+ tidak dapat memprediksi terjadinya gejala TB-HIV, hampir
semuanya mempunyai gejala tidak spesifik. Nilai CD4+ juga tidak dapat memprediksi
terdapatnya sputum BTA positif maupun negatif dan hasil foto thoraks dengan lesi luas
maupun minimal. (JKS 2012; 2: 81-89)
Kata kunci : Koinfeksi TB-HIV, jumlah CD4+, gejala klinis, luas lesi foto thoraks, sputum BTA
Abstract
Introduction : The number of cases of pulmonary tuberculosis with HIV/AIDS is increasing
rapidly in developing countries. In order to diagnose and initiate prophylactic therapy, it is
important to conduct clinical assessments, extensive radiological lesions and sputum smear
examination by assessing the number of CD4 + as a gold standards for TB HIV diagnosis.
The number of CD4 + is an important data to determine the infection rate of HIV/AIDS.
Methods : This is a cross sectional study with a descriptive analysis presented in tables. The
analysis of the relationship conducted by using Kai Square method and Fisher tests, which
determine the relationship between clinical symptoms, thoracic photos and sputum smear
results with CD4 + values on 74 samples of pulmonary TB patients co-infected with HIV.
Results : Out of 74 patients with TB-HIV infection, 85.1% (n = 63) were male and 14.9% (n
= 11) were female. Coughing is the only clinical symtomps that related with CD4 + values,
which the percentage of coughing group of patients with a value ≥ 200 CD4 + cells / mL is
higher than the percentage of the group with CD4 + <200 cells / mL (100% vs 63.1%, P =
0.027). The width of Thoracic lesions and the results of sputum smear have no correlation
with CD4 + values.
Conclusions : CD4 + value cannot predict the occurrence of symptoms of TB-HIV, almost
all of them have no-specific symptoms. CD4 + value can not predict neither the presence of
bacteria on sputum smear (positive or negative) or the images of thoracic lesions (extensive
or minimal). (JKS 2012; 2: 81-89)
Keywords : TB-HIV co-infection, CD4 +, clinical symptoms, broad picture of thoracic lesions, sputum
smear
81
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 2 Agustus 2012
sedunia. World Health Organization kematian. Infeksi HIV dapat terjadi pada
(WHO) tahun 1992 mencanangkan beberapa stadium HIV namun biasanya
tuberkulosis sebagai global emergency terjadi pada CD4+ kurang 400 sel/µl.
karena banyak terjadi di negara-negara Prognosis umumnya buruk tergantung
dunia ketiga dengan kemampuan ekonomi derajat imunosupresi dan respons terhadap
rendah untuk dapat memberantas TB. Data terapi. Penurunan CD4+ mengakibatkan
rumah sakit Persahabatan infeksi sistem imunitas melemah mendorong
oportunistik TB-HIV tahun 1995-2008 timbulnya TB.4
sebesar 53% sedangkan Perkumpulan Dari penelitian ini akan dilihat hubungan
Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia gejala klinis, foto thoraks dan sputum BTA
(PPTI) tahun 2005-2008 melaporkan dengan nilai CD4+.
infeksi TB-HIV akan menyulitkan
diagnosis dan penatalaksanaan kedua Tujuan Penelitian
penyakit tersebut terkait dengan gambaran
klinis atipik, gangguan absorbsi sehingga Tujuan umum
mengakibatkan gagal terapi dan terjadi Untuk menentukan hubungan antara
resistensi obat anti tuberkulosis (OAT). gejala klinis, hasil radiologis foto thoraks
Indonesia salah satu negara dengan dan hasil sputum BTA yan pada pasien
masalah TB terbesar kelima di dunia koinfeksi TB-HIV berdasarkan nilai CD4+
setelah India, Cina, Afrika Selatan dan (dilihat dari CD+<200 dan CD4+ ≥ 200)
Nigeria tetapi prevalens HIV tidak terlalu seiring dengan meningkatnya insiden TB
tinggi dan tidak menyebar merata di diindonesia dan kejadian HIV diinduksi
seluruh wilayah. Tiap tahun diperkirakan oleh immunosupresan yang menyebabkan
terjadi 239 kasus baru TB per 100.000 timbulnya berbagai gejala klinis pada
penduduk dengan estimasi prevalens HIV pasien TB-HIV.
diantara pasien TB sebesar 0,8% secara
nasional. Survei yang dilaksanakan oleh Tujuan Khusus
Balitbang Depkes (2003) menunjukkan 1. Untuk menentukan perbedaan pada
bahwa pasien dengan koinfeksi TB-HIV gejala klinis dari pasien koinfeksi TB-
pada umumnya ditemukan di RS dan HIV berdasarkan nilai hitung CD4+ dan
Rutan (Lapas) di beberapa propinsi dan TB juga untuk menentukan luas lesi
ditemukan sebagai infeksi oportunistik radiologis dan sputum BTA berdasarkan
utama pada pasien HIV.2 nilai hitung CD4+.
Human Immunodeficiency Syndrom dan 2. Untuk mengetahui tingakt keparahan
Mycobacterium tuberculosis merupakan dan timbulnya gejala TB-HIV, hasil
dua patogen intraselular yang berinteraksi foto toraks dan sputum BTA dengan
baik pada tingkat populasi dan klinis. nilai CD4+ sehingga bisa lebih dini
Pasien yang teinfeksi HIV mempunyai menentukan diagnostik agar pengobatan
mempunyai risiko 10-15 kali terkena TB TB-HIV lebih awal diberikan sebelum
dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi timbulnya berbagai komplikasi lainnya.
HIV.3 Tuberkulosis sebagai infeksi
oportunisitk lebih dini terjadi pada Manfaat Penelitian
penderita HIV/AIDS dibandingkan dengan
infeksi lain. Infeksi HIV menyebabkan A. Untuk Pelayanan Kesehatan
limfosit T Cluster of Difference (CD4+) Dari penelitian ini akan diketahui
menurun dalam jumlah dan fungsi. Infeksi hubungan antara gejala klinis, luas lesi
HIV menyebabkan kerusakan luas sistem radiologis dan sputun BTA dengan nilai
imunitas seluler sehingga terjadi koinfeksi CD4+. Data ini diharapkan dapat dipakai
M.TB yang mendorong kearah gradasi acuan program penatalaksaan HIV/AIDS
penyakit yang lebih berat hingga dengan kelainan infeksi TB Paru.
82
Novita Andayani, Hubungan Gejala Klinis, Luas Lesi Radiologi
83
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 2 Agustus 2012
84
Novita Andayani, Hubungan Gejala Klinis, Luas Lesi Radiologi
Luas Lesi Foto Toraks dan Tabel 6. Hubungan gejala klinis, luas lesi
Pemeriksaan Bakteriologis Sputum BTA radiologis, riwayat TB dan
pada Subjek Penelitian sputum BTA dengan hasil
Pada gambaran foto toraks didapatkan 55 pemeriksaan CD4+
pasien (74,3%) memiliki lesi luas dan Hasil CD4+ Nilai
Variabel
sebanyak 7 pasien diantaranya mempunyai ≥200 <200 P
gambaran efusi pleura (pleuritis TB) serta
Luas lesi
sebanyak 2 pasien mempunyai gambaran radiologis
foto toraks milier. Jumlah pasien yang
memiliki lesi minimal pada foto toraks Normal 0 8(12,3% 0,170
sebesar 11 pasien (14,9%) dan jumlah Minimal 0(0(((000
(0,0%) )
11
pasien yang memiliki foto toraks normal Luas 90(9(0,0 (99(99(1
(16,9%)
46
sebanyak 8 pasien.. batuk %)
(100%) 2,3%)
(70,8%)
Ya 9 41 0,027
Tabel 5. Luas lesi foto toraks dan hasil Tidak (100%)
0 (0,0%) (63,1%)
24 *
pemeriksaan sputum BTA batuk (36,9%)
Variabel N % darah
Ya 1 7 1,000
Luas lesi Tidak 8(11,1%) (10,8%)
58
Normal 8 10,8% kurang (88,9%) (89,2%)
Minimal 11 14,9% nafsu
Luas 55 74,3% makan
Ya 7 44 0,711
Sputum BTA Tidak 2(77,8%) (67,7%)
21
Positif 25 33,8% demam (22,2%) (32,3%)
Negatif 49 66,2% Ya 4 45 0,156
Tidak 5(44,4%) (69,2%)
20
Hubungan Gejala Klinis, Luas Lesi sesak nafas (55,6%) (30,8%)
Radiologis dan Sputum BTA dengan Ya 7 36 0,288
Hasil Pemeriksaan CD4+ Tidak 2(77,8%) (55,4%)
29
Pada tabel 6 dibawah ini ditunjukan hasil diare (22,2%) (44,6%)
analisis perbedaan hasil pemeriksaan CD4 + Ya 2 25 0,472
pada tiap-tiap kelompok luas lesi Tidak 7(22,2%) (38,5%)
40
radiologis, keluhan TB dan sputum BTA. Penurunan (77,8%) (61,5%)
Hasil analisis menggunakan uji Kai berat
badan
Ya 5 45 0,460
kuadrat dan uji Fisher yang menunjukan
bahwa terdapat perbedaan hasil Tidak 4(55,6%) (69,2%)
20
Keringat (44,4%) (30,8%)
pemeriksaan CD4+ yang bermakna secara
malam
statistik pada kelompok pasien dengan Ya 6 34 0,494
gejala klinis batuk dengan persentase Tidak (66,7%)
3 (52,3%)
31
pasien yan mengalami batuk pada TB (33,3%) (47,7%)
+
kelompok CD4 ≥200 sel/ µl lebih besar limfadenop
daripada kelompok pasien yang dengan ati Ya 2 13 1,000
nilai CD4+< 200 sel/µl (100% vs 63,1% ; Tidak (22,2%)
7 (20,0%)
52
P=0,027) (Tabel 6). SputumBT (77,8%) (80,0%)
A Negatif 5 44 0,476
Positif 4(55,6%) (67,7%)
21
(44,4%) (32,3%)
85
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 2 Agustus 2012
86
Novita Andayani, Hubungan Gejala Klinis, Luas Lesi Radiologi
Gambaran radiologis pada pasien koinfeksi lesi luas dan 10 pasien (13,5%) dengan lesi
TB-HIV biasanya tidak khas dan minimal dan 8 pasien (10,8%) foto normal.
cenderung normal, berbeda pada pasien TB Pada gambaran foto toraks pasien dengan
non HIV. Beberapa studi mengatakan status imunitas normal biasanya
bahwa pemeriksaan sputum BTA kurang memberikan gambaran luas lesi minimal.
sensitif pada pasien koinfeksi TB-HIV Pasien dengan sputum BTA negatif lebih
namun studi lainnya mengatakan hal sering dijumpai pada gambaran foto toraks
tersebut belum dapat dipastikan15,16. Sesuai yang normal (15%) dan hampir seluruh
dengan penelitian saya didapatkan pasien koinfeksi TB-HIV dalam penelitian
karakteristik subjek koinfeksi TB-HIV tersebut mempunyai gambaran foto torak
dengan hasil pemeriksaan sputum BTA yang abnormal dengan berbagai macam
positif mengkonfirmasi sebanyak 25 manifestasi termasuk sesuai dengan derajat
subjek (33,8%) dan lebih sedikit dari status imun. Beragamnya gambaran foto
pasien dengan sputum BTA negatif yaitu toraks pasien koinfeksi TB-HIV
sebanyak 49 subjek (66,2%) berbeda mempunyai implikasi klinis yang penting
dengan penelitan perlman dkk 17 disebabkan tingginya kerentanan pasien
didapatkan sputum BTA positif lebih kinfeksi TB-HIV terhadap berbagai kuman
tinggi yaitu 69%. Rendahnya angka respirasi dan tergantung pada status imun
kepositifan sputum BTA ini pasien. Walls.14 yang menyatakan bahwa
dipertimbangkan akibat status imunitas manifestasi klinis, radiologis dan
pasien koinfeksi TB-HIV yang bakteriologis pasien koinfeksi TB-HIV
mempengaruhi turunnya kepositifan tergantung derajat imunosupresi.14 Pada
pemeriksaan sputum BTA. Dari penelitian penelitian Dikromo18 menunjukkan
ini hasil hitung CD4+ pada kelompok persentase lesi lobus atas sebanyak 41%
pasien dengan sputum BTA positif dan dengan status imunitas pasien koinfeksi
sputum BTA negatif juga tidak berbeda TB-HIV yang masih baik dan lesi lobus
bermakna (P=0,476) artinya tidak tengah dan bawah didapatkan 78,3%, hal
didapatkan hubungan antara nilai CD4+ ini didapatkan bila ketahanan tubuh pasien
dengan hasil sputum BTA (positif maupun sudah turun akan cenderung memberikan
negatif) pada pasien koinfeksi TB-HIV gambaran lesi luas dan gambaran lesi luas
sehingga hasil sputum BTA pasien TB- foto toraks lebih sering terjadi pada pasien
HIV tidak dapat ditentukan berdasarkan dengan immunokompromise yang berat.
nilai hitung CD4+. Pada penelitian Ong dkk7 dijumpai
Pada penelitian ini didapatkan hubungan gambaran lesi abnormal lebih sering
antar gejala klinis batuk dengan nilai CD4 + ditemukan pada nilai CD4+< 200 yakni 74
(p=0,027), sedangkan dengan gejala klinis pasien (89,2%), pada penelitian Perlman
lainnya seperti batuk darah, kurang nafsu dkk17 gambaran radiologis abnormal
makan, demam, sesak napas, diare dan seperti kavitas, infiltrat, efusi pleura, nodul
penurunan berat badan serta keringat paru dan limfadenopati ditemukan pada
malam dan timbulnya limfadenopati tidak 92%. Pasien dengan koinfeksi TB-HIV
didapatkan hubungan dengan nilai CD4+, dengan nilai CD4+<200 sel/ul hampir
sehingga nilai CD4+ tidak dapat semuanya mempunyai gambaran foto
memprediksi terjadinya gejala TB paru thoraks yang tidak khas. pada penelitian ini
dengan HIV, hampir semua pasien tidak didapatkan hubungan bermakna pada
koinfeksi TB-HIV mempunyai gejala tidak luas lesi radiologis baik lesi luas dan
spesifik seperti penurunan berat badan, minimal dengan nilai CD4+ dan didapatkan
demam lama dan keringat malam. nilai P sebesar 0,170. Dalam studi ini nilai
Hasil pemeriksaan radiologis foto thoraks hitung CD4+ tidak dapat memprediksi luas
mengkonfirmasi 56 pasien (75,7%) dengan lesi pada foto thoraks pasien TB-HIV.
87
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 2 Agustus 2012
88
Novita Andayani, Hubungan Gejala Klinis, Luas Lesi Radiologi
89