Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

DYSTONIA DRUG INDUCED


(DYSTONIA Yang Diinduksi Obat)

1
BAB I
PENDAHULUAN

Dystonia adalah gangguan gerakan yang ditandai dengan kontraksi otot yang
tidak terkendali. Dystonia merupakan gangguan neurologi yang ditandai oleh
kontraksi otot secara spontan yang menghasilkan gerakan memutar dan berulang
yang abnormal pada bagian leher, rahang, lidah maupun seluruh tubuh. (Woong et all,
2017)
Dystonia diklasifikasikan berdasarkaan karakteristik klinis dan penyebab.
Berdasarkan penyebabnya dystonia dibagi menjadi bentuk yang diwariskan dan
didapat. Bentuk yang didapat didefinisikan oleh penyebab khusus yang memiliki
korelasi histopatologi ( contohnya stroke dan cedera otak traumatis ) dan bentuk
lainnya yaitu dystonia yang diinduksi oleh obat. Secara khusus tulisan ini akan
membahas tentang dystonia yang diinduksi oleh obat. (Neychev et all, 2011)
Dystonia yang diinduksi oleh obat umumnya lebih sering terjadi pada anak-
anak, remaja dan dewasa muda rentang usia 5-45 tahun. Resiko menurun seiring
bertambahnya usia. Insiden reaksi dystonia lebih besar pada pria dibandingkan pada
wanita. (Kowalski, 2018)

2
BAB II
ISI

2.1 Definisi
Dystonia adalah gangguan gerakan yang ditandai dengan kontraksi otot yang
tidak terkendali. Dystonia merupakan gangguan neurologi yang ditandai oleh
kontraksi otot secara spontan yang menghasilkan gerakan memutar dan berulang
yang abnormal pada bagian leher, rahang, lidah maupun seluruh tubuh. (Woong et all,
2017)
Dystonia berasala dari bahasa Yunani yang berarti perubahan tonus otot.
Sindrom kontraksi otot berkelanjutan atau spasmodic yang melibatkan kontraksi
agonis dan antagonis. Gerakan biasanya lambat dan berkelanjutan, sering terjadi
secara berulang dan berpola. Namun tidak dapat diprediksi dan berfluktuasi. (Wolff,
2016)
Dystonia didefinisikan oleh gerakan karakteristiknya sebagai kontraksi otot
spontan yang menonjol yang mengarah ke gerakan yang terlalu kuat dan berulang.
Kontraksi otot pada dystonia sering menyebar ke otot-otot didekatnya yang tampak
sebagai gerakan memutar, postur abnormal dan kadang-kadang kontraksi otot
antagonis. (Jinnah, 2017)
Dystonia yang diinduksi oleh obat dapat merupakan efek ekstrapiramidal
reversible yang terjadi setelah pemberian obat neuroleptik, antipsikotik, antiemetik
dan beberapa obat batuk yang mengandung dekstrometorfan atau kodein dengan
antihistamin, dekongestan, ekspetoran dan antipiretik juga dapat dikaitkan dengan
dystonia yang diinduksi oleh obat. Dystonia yang diinduksi oleh obat dapat terjadi
dalam beberapa menit atau bahkan beberapa hari setelah terpapar dengan obat yang
memicu. (Woong et all, 2017), (Kowalski, 2018)

2.2 Epidemiologi
Insidensi dystonia yang diinduksi oleh obat umumnya jarang dilaporkan atau
terkadang terjadi kesalahan diagnose. Kasusnya cukup jarang untuk mengancam

3
nyawa, namun dapat menyebabkan kecacatan yang permanen. Tidak ada peningkatan
resiko berdasarkan ras. Insiden dystonia yang diinduksi oleh obat lebih besar pada
laki-laki dibandingkan pada wanita. Reaksi ini lebih sering pada anak-anak, remaja
dan dewasa muda dengan rentang usia 5-45 tahun, resiko reaksi ini menurun seiiring
bertambahnya usia. (Kowalski, 2018)

2.3 Neuroanatomi
Basal Ganglia terdiri dari striatum (nukleus kaudatus dan putamen), globus
palidus (eksterna dan interna), substansia nigra dan nukleus sub-thalamik. Nukleus
pedunkulopontin tidak termasuk bagian dari basal ganglia, meskipun dia memiliki
koneksi yang signifikan dengan basal ganglia. Korpus striatum terdiri dari nukleus
kaudatus, putamen dan globus palidus. Striatum dibentuk oleh nuldeus kaudatus dan
putamen. Nukleus lentiformis dibentuk oleh putamen dan kedua segmen dari globus
palidius. Tetapi letak anatomis perdarahan basal ganglia yang dibahas disini hanya
meliputi nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula interna terletak diantara
nuleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula intema adalah tempat relay dari
traktus motorik volunter, sehingga jika ada lesi pada lokasi ini akan menyebabkan
gangguan motorik seperti hemiparesis ataupun gangguan motorik lain.
Vaskularisasi yang mendarahi basal ganglia adalah cabang-cabang arteri yang
berasal dari arteri serebri anterior (ACA), serebri media (MCA), choroidal anterior,
posterior communicans (P-commA), serebri posterior (PCA) dan serebelar superior.
Cabang dari MCA, yang disebut Lenticulostriata lateral, adalah yang terbanyak
mendarahi striatum dan lateral dari pallidum. Perdarahan pada basal ganglia yang
tersering adalah dikarenakan ruptur arteri lenticulostriata media. Arteri Heubner,
disebut juga arteri striata media, berasal dari A2, yaitu segmen dari ACA,
memperdarahi putamen dan kepala dari nukleus caudatus. Arteri choroidalis anterior
memperdarahi sebagian dari globus palidus dan putamen, juga ekor dari nukleus
caudatus. Arteri posterior communicans memperdarahi bagian medial dari pallidum,
medial substansia nigra dan sebagian nukleus subthalamikus. Thalamo perforata dari

4
PCA adalah yang terbanyak memperdarahi substansia nigra dan sebagian dan STN.
Cabang dari SCA memperdarahi bagian lateral dari substatia nigra. (Tortora, 2009).

Gambar 1. Anatomi Ganglia Basalis (Kendall, 2014)


Beberapa penelitian menunjukan peran ganglia basalis dalam defek
neuropatologi pada dystonia. Studi penelitian ini didukung oleh hasil neuroimaging
termasuk CT-Scan dan MRI, dimana lesi fokal sering ditemukan di daerah ganglia
basalis terutama putamen, nukleus kaudatus dan area ventral posterior thalamus.
Disfungsi jalur nigrostriatal juga dianggap bertanggung jawab untuk reaksi dystonia
terkait dengan antagonis reseptor dopamin. Dystonia juga dapat terjadi bersamaan
dengan Chorea misalnya pada penyakit Huntington dimana ada degenerasi striatum
yang menonjol. Penelitian lebih lanjut juga menunjukan bahwa dystonia meningkat
pada pasien dengan lesi termolitik dari segmen internal globus pallidus.
Pada penelitian lainnya yang dilakukan terhadap hewan juga tercatat bahwa
lesi selektif dari jalur dopamin nigrostriatal dengan toksin 6-hydroxydopamine, lesi
striatum dengan toksin 3-nitropropionic acid dan lesi destruktif fokal dari putamen
posterior juga menyebabkan dystonia. (Neychev et all, 2011)
Penelitian pada hewan telah memberikan bukti mengenai daerah otak tertentu
yang bertanggung jawab untuk dystonia. Sejak itu, penelitian tambahan telah
memberikan bukti lebih lanjut bahwa dystonia dapat timbul dari disfungsi selektif

5
ganglia basalis atau serebelum, atau disfungsi gabungan dari beberapa area. (Jinnah,
2017)
Salah satu jalur yang menyampaikan informasi dari Globus Palidus (GP)
internal ke motor thalamus adalah ansa lenticularis. Ansa pada gambar level 16
digambarkan sebagai serat bundel tebal yang berhubungan dengan globus palidus
pada bagian bawah ventral ekstremitas posterior dari kapsul interna.

Gambar 2. Level 16
Selain ansa lenticularis (sering juga disebut jug hendle) informasi dari bagian
caudal globus palidus juga dapat mencapai motor thalamic nuclei (VA/VL) melalui
fasiculus lenticular. Serat fasiculus lenticular berjalan diatas nukleus subthalmic
gambar level 14 sebelum bagian dorsal berotasi terhadap VA/VL pada gambar 15.
Sementara perjalanan ke thalamus, ansa dan serat fasiculus lentikular bergabung
dengan serat lainnya menuju VA/VL, gabungan bundel serat ini disebut fasiculus
thalmic.

6
Gambar 3. Level 14

Gambar 4. Level 15
Semua daerah kortikal yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan
gerak di proyeksikan ke striatum (caudate dan putamen). Neuron striatal menerima
input kortikal dan di proyeksikan ke globus palidus, kemudian ke VA/VL, dan ke
motor cortex. Sehingga caudate, putamen dan globus palidus berespon pada motor
thalmic dan kortex motorik.

7
Dengan demikian ganglia basalis mempengaruhi fungsi dari ipsilateral
motorik kortex yang mengontrol gerakan tubuh kontralateral. Jadi antara striatum
sebagai input dan GP sebagai output, ada dua jualur penting yaitu: jalur langsung dan
tidak langsung. Kedua jalur memiliki efek berlawanan pada aktifitas motorik dan
membantu menjelaskan banyak gejala klinis dari pernyakit akibat lesi ganglia basalis.
Dalam jalur langsung, sel striatal di proyeksikan langsung pada GP internal,
untuk mningkatkan drive rangsang dari thalamus ke kortex. Proyeksi kortikal ke
striatum menggunakan rangsangan transmitter glutamat yang merangsang neuron
striatal untuk menghidupkan sel striatal. Sel striatal menggunakan inhibitor
transmitter GABA dan akson untuk menghambat sel di GP internal.

Gambar 5. Jalur Langsung


Jadi sinyal kortikal meningkatkan neuron striatal yang menghasilkan lebih
banyak inhibitor dari striatum ke GP internal, hal ini berarti kurangnya inhibitor
motor thalmic (VA/VL) sehingga meningkatkan sel VA/VL. Penurunan inhibitor ini

8
disebut dis-inhibition. Meskipun tidak sama dengan eksitasi langsung namun sama
dengan peningkatan aktivitas, jadi hasil akhir dari rangsangan kortikal ke neuron
striatal pada jalur langsung yaitu peningkatan VA/VL neuron dan mengaktifkan
motor cortex. Hal ini menyebabkan peningkatan aktifitas pada saluran kortikospinalis
dan akhirnya ke otot-otot.
Jalur tidak langsung, menambahkan bagian inti lainnya yaitu nukleus
subthalmic yang terletak pada bagian rostral dari substansia nigra gambar lever 13
dan 14. Sel di GP eksternal untuk memproyeksikan inti subthalmic kemudian
memproyeksikan lagi ke GP internal kemudian ke VA/VL dan terakhir di motor
cortex.

Gambar 6. Jalur Tidak Langsung


Pada jalur tidak langsung serat kortikal meningkatkan neuron striatal yang
memproyeksikan ke GP eksternal. Meningkatnya aktifitas GABA nergik dari neuron
striatal meurunkan aktifitas pada GP eksternal. Sel-sel GABA nergik di GP ekternal
menghambat sel-sel di dalam inti subthalmic, sehingga menurunkan aktifitas di GP

9
eksternal. Artinya neuron subthalmic dis-inhibition meningkat, sehingga hasil
akhirnya adalah peningkatan sel-sel GABA nergik di GP internal dengan proyeksi
pada VA/VL meningkat di inhibisi neuron thalmic.
Seperti yang diketahui, dopamin diproduksi oleh sel-sel di pars compacta dari
substansia nigra (SNC). Terminal akson nigrostriatal melepaskan dopamin ke
striatum. Dopamin memiliki efek merangsang sel-sel striatum pada jalur langsung
melalui D-1 reseptor. Dopamin memiliki efek menghambat sel-sel striatum pada jalur
tidak langsung melalui D-2 reseptor. Dengan kata lain, jalur langsung muncul karena
peningkatan aktifitas motorik, sedangkan jalur tidak langsung karena penurunan
aktifitas motorik.

Gambar 7. Peran Dopamin


Bagian terakhir dari sel sirkuit ganglia basalis yaitu kolinergik (Ach) neuron
di striatum yang disebut interneuron atau neuron sirkuit lokal. Interneuron kolinergik
sinaps pada GABA nergik neuron striatal memproyeksikan GP internal dan pada
neuron striatal memproyeksikan GP eksternal.

10
Gambar 8. Peran Kolinergik
Efek kolinergik adalah menghambat sel-sel striatal pada jalur langsung dan
merangsang sel-sel striatal pada jalur tidak langsung. Dengan demikian dikatakan
bahwa efek Ach dan dopamin saling berlawanan. (Neuroanatomi.edu)

2.4 Etiologi
2.5 Patofisiologi
2.6 Manifestasi Klinis

2.7 Diagnosa Banding


Diagnosis distonia akut yang disebabkan oleh obat antipsikotik dapat
ditegakan jika pasien telah dirawat dengan obat antipsikotik dalam beberapa hari
terakhir. Meskipun demikian, pasien mungkin dalam pengaruh obat psikotik sehingga
sulit memberikan informasi yang tepat, atau mungkin pasien telah mendapat suntikan

11
obat antipsikotik namun tidak menyadari sebagai obat antipsikotik. Kadang dokter
meresepkan antiemetic dopamine bloker (contoh;metoclopramide) tanpa menyadari
bahwa obat tersebut dapat menyebabkan distonia.
Diagnosis Banding:
1. Katatonia
Katatonia mungkin serupa dengan distonia. Katatonia sering disertai dengan
gejala seperti kekakuan, akinesis, cereaflexibilitas dan mutism yang tidak
ditemukan pada dystonia. Sebaliknya, katatonia tidak berhubungan dengan
penggunaan awal atau peningkatan dosis obat antipsikotik dan penggunaan
obat antikolinergik tidak memberikan respon yang segera.
2. Tardive dystonia
Gejala tardive dystonia dan distonia akut hampir sama. Namun tardive
distonia terjadi beberapa bulan atau tahun pada pengobatan dengan obat
antipsikotik dan tidak membaik secara berkala pada penggunaan obat
aantikolinergik.
3. Penyebab lain
Epilepsi temporal mungkin menyebabkan ganguan perilaku and gangguan
gerak dan sulit dibedakan dengan distonia. Hipokalemia dapat menyerupai
gejala pada distonia. Jika terapi distonia tidak berhasil maka kadar serum
kalsium harus diperiksa.

2.8 Terapi
A. Profilaksis
Obat profilaksis sering diberikan dengan menambahkan antikolinergik
(contoh, benzotropin 2 mg dua atau tiga kali sehari) untuk terapi dengan obat
antipsikotik. Penggunaan obat anti kolinergik orphenadrine tidak
direkomendasikan karena over dosis obat yang meningkat pada bebera organ.
Toksisitas Biperiden. Benzherol, procyclidine, atau benzotropine berkaitan
dengan manfaat sebagai obat antikolinergik. Efek samping antikolinergik
termasuk mulut kering, konstipasi, penglihatan buram, ganguan memory,

12
retensiurin (terutama pada pasien berumur) dan konfulsi atau delirium. Cara
pemberiaan obat yang aman adalah memperikirakan resiko distonia akut dengan
mengetahui faktor resiko pasien dan obat antipsikotik yang digunakan oleh pasien
( dosis, potensi, cara kerja antikolinergik). Semakin tinggi resiko distonia akut
maka dapat diberikan terapi profilaksis dan sehingga semakin efektif dalam
terapi. Profilaksis sering diberikan hingga tujuh hari. Setelah itu, dosis anti
kolinergik diturunkan secara bertahap, penghentian secara tiba-tiba dapat memicu
distonia. Efek samping ekstapiramidal akut seperti parkinsonism sering menjadi
alasan untuk melanjutkan obat antikolinergik lebih dari tujuh hari.
B. Terapi Adjuvan
Terapi distonia akut hampir selalu berhasil. Injeksi obat antikolinergik
(contoh, biperidin 5mg atauprocyclidine 5 mg) atau antihistamin (promethazine
50 mg) sering efektif dalam waktu 20 menit. Biasanya, injeksi kedua atau ketiga
sering dibutuhkan, penyuntikan harus dilakukan dalam rentang 30 menit. Jika
distonia masih berlanjut, maka penyebab lain harus diperkirakan. Jika pasien
memiliki oculogyric crisis yang tidak berespon terhadap obat antikolinergik,
terapi dengan clonazepam 0,5- 4 mg mungkin dapat bermanfaat. Penelitan terbaru
memfokuskan pada manfaat antimuskarinik pada terapi distonia, obat anti
kolinergik yang selektif terhadap reseptor muskarinik antagonis mampu menutup
deficit celah sinapsis. Ringkasnya bahwa antimuskarik dapat digunakan sebagai
terapi padadistonia. Toksin botulium telah mengalami suatu perubahan dalam
terapi distonia fokal. Toksin botilium bekerja dengan cara menginduksik
emodervasi pada otot yang terkena. Baru-baru ini beberapa toksin botilium telah
tersedia dan digunakan secara luas sebagai terapi distonia dan sebagai terapi
utama pada distonia fokal dan segmental distonia. Deep brain stimulation (DVB)
telah dilakukan sejak tahun 1999 pada distonia general. Deep brain stimulation
dipertimbangkan sebagai terapi yang efektif pada distonia general dan segmental.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil yang maksimal adalah umur saat
dilakukan operasi (<21 tahun) dan durasi gejala yang pendek (<15 tahun).

13
2.9 Prognosis
Distonia tidak berbahaya, namun merupakan kelainan kronik dan prognosis
suli tuntuk ditentukan. Pada kondisi yang sangat berbahaya seperti distonia
general, dapat mempengaruhi seluruh area tubuh sehingga dapat terjadi kelainan
yang memicu distonia sekunder yang dapat menyebabkan kesakitan. Namun
intensitas penyakit ini sangat cukup jarang dan umumnya dapat diobati.

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai