Anda di halaman 1dari 27

Mekanisme Sistem Pernapasan pada Penderita Sesak Napas

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

Abstrak
Sistem pernafasan atau respirasi adalah sistem pada manusia yang berfungsi untuk mengambil
oksigen dari udara luar yang dikarenakan sistem metabolik dalam sel tubuh terus menerus
menggunakan oksigen untuk reaksi metabolik untuk menghasilkan energi. Pada hasil akhir reaksi
metabolik tersebut juga akan dihasilkan karbondioksida yang harus dibuang atau dikeluarkan dari
tubuh melalui paru-paru. Organ-organ yang ikut berperan saat kita melakukan pernapasan yaitu
hidung bagian luar, rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus pulmonalis, bronkus principalis,
dan alveoli. Perbedaan tekanan antara udara di atmosfer dengan alveolus maupun di jaringan
menyebabkan oksigen dan karbondioksida dapat masuk dan keluar.
Kata kunci: sistem pernapasan, organ pernapasan, tekanan, oksigen, karbondioksida

Abstract
Respiratory system or respiration is a system in humans that functions to extract oxygen from the
outside air due to the metabolic system in the body's cells continuously using oxygen for metabolic
reactions to produce energy. At the end of the metabolic reaction carbon dioxide will also be
produced which must be removed or removed from the body through the lungs. The organs that
play a role when we do breathing are the outer nose, nasal cavity, pharynx, larynx, trachea,
pulmonary bronchi, bronchial principalis, and alveoli. The pressure difference between the air in
the atmosphere and the alveolus in the tissues causes oxygen and carbon dioxide to enter and exit.
Keywords: respiratory system, respiratory organs, pressure, oxygen, carbon dioxide

Pendahuluan

1
Setiap makhluk hidup termasuk manusia harus bernafas agar dapat mempertahankan
dirinya untuk tetap hidup. Hal ini dikarenakan sel – sel dalam tubuh terus menerus menggunakan
oksigen untuk reaksi metabolik yang menghasilkan energi bagi tubuh. Pada waktu yang sama,
reaksi tersebut melepaskan karbondioksida. Konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida
terjadi di dalam mitokondria seiring dengan terjadinya respirasi seluler.1
Sistem respirasi merupakan sistem pengambilan oksigen dan pengeluaran gas
karbondioksida sebagai sisa produksi oksidasi. Sistem pengambilan oksigen ini dinamakan
inspirasi, sedangkan proses pengeluaran karbondioksida disebut ekspirasi. Fungsi sistem respirasi
adalah memfasilitasi pertukaran gas antara atmosfer, paru-paru dan sel-sel jaringan dalam
tubuh.1Sistem respirasi melibatkan sejumlah saluran pernapasan yang dibagi atas saluran
pernapasan bagian atas dan bawah. Saluran pernapasan atas antara lain hidung, mulut, dan faring
sedangkan saluran pernapasan bawah antara lain trachea, bronchus, dan paru.2
Selain itu, volume respirasi setiap orang berbeda- beda tergantung oleh berbagai faktor
yaitu ukuran paru- paru, kekuatan bernapas, dan cara bernapas seseorang selain itu jika seseorang
mengalami gangguaan pada salah satu atau beberapa saluran pernapasan juga dapat menurunkan
volume respirasi.1 Terdapat tiga proses dasar yang terlibat dalam pertukaran gas tersebut. Proses
pertama ventilasi paru adalah pengaturan inspirasi dan ekspirasi udara antara atmosfer dan paru.
Proses kedua respirasi eksternal (respirasi paru) adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida
antara paru dan kapiler darah paru. Proses ketiga respirasi internal (respirasi jaringan) adalah
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara kapiler darah jaringan dan sel-sel jaringan.3
Dengan demikian, tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang
mekanisme pernapasan yang terjadi di dalam tubuh manusia, yang tentunya harus memahami
terlebih dahulu secara makroskopis dan mikroskopik saluran dan organ pernapasan yang terlibat
dalam respirasi, serta menjelaskan juga tentang volume respirasi pada manusia.

Makroskopis Saluran Pernapasan


Hidung Bagian Luar
Penyangga hidung terdiri atas tulang dan tulang-tulang rawan hialin. Rangka bagian tulang
terdiri atas os nasale, processus frontalis maxillae dan bagian nasal ossis frontalis. Rangka tulang
rawannya terdiri atas cartilago septi nasi, cartilago nasi lateralis dan cartilago ala nasi major dan
minor, yang bersama-sama dengan tulang di dekatnya saling berhubungan. Keterbukaan bagian

2
atas hidung dipertahankan oleh os nasale dan processus frontalis maxillae dan di bagian bawah
oleh tulang-tulang rawannya.2

Gambar 1. Rangka hidung.2


Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari m.
nasalis dan m. depressor septi nasi.2

Rongga Hidung
Secara sagital rongga hidung dibagi oleh sekat hidung. Kedua belah rongga ini terbuka ke
arah wajah melalui nares dan ke arah posterior berkesinambungan dengan nasopharynx melalui
apertura nasi posterior (choana). Masing-masing belahan rongga hidung mempunyai dasar, atap,
dinding lateral dan dinding medial (sekat hidung).2
Dinding lateral hidung memperlihatkan tiga elevasi, yakni concha nasalis superior, medius,
dan inferior (Lihat gambar 2). Inferolateral terhadap masing-masing concha nasalis ini terdapat
meatus nasi yang sesuai. Di sebelah cranial dan dorsal terhadap concha nasalis superior terdapat
recessus spheno-ethmoidalis yang mengandung muara sinus sphenoidalis. Meatus nasi superior
yang letak inferior terhadap concha nasalis superior, memperlihatkan sebuah lubang sebagai muara
sinus ethmoidalis posterior. Meatus nasi medius berada inferolateral terhadap concha nasalis
medius dan ke arah anterior berkesinambungan dengan fossa dangkal di sebelah cranial vestibulum
dan limen nasi, yakni atrium meatus nasi medius. Setinggi meatus medius ini dinding lateral
rongga hidung memperlihatkan sebuah elevasi bulat, yakni bulla ethmoidalis.2
Di sebelah bawah bulla ethmoidalis ini terdapat celah berbentuk lengkung yang meluas ke
atas sampai di sebelah depan bulla, yakni hiatus semilunaris. Ke arah depan dan atas, hiatus ini
menjadi sebuah saluran lengkung, yakni infundibulum ethmoidale. Ke dalam infundibulum
ethmoidale ini bermuara sinus ethmoidalis anterior dan umumnya infundibulum ethmoidale

3
tersebut berkesinambungan dengan duktus nasofrontalis. Meatus nasi inferior, di caudal dan lateral
terhadap concha nasalis inferior, berisi muara duktus nasolakrimalis.2
Dinding medial atau septum nasi dibentuk oleh lamina perpendicularis ossis ethmoidalis,
os vomer, dan cartilago septi nasi.1 Dari belakang ke arah depan, atap cavum nasi terdiri atas 3
daerah, yang sesuai dengan tulang yang membentuk atap tersebut, yakni regio sphenoidalis,
ethmoidalis, dan frontonasal.1 Dasar rongga hidung dibentuk oleh processus palatinus ossis
maxilla dan lamina horizontalis ossis palatini. Dasar ini memisahkan rongga hidung dari rongga
mulut, namun mempunyai hubungan dengan rongga mulut lewat canalis incisivus.2

Gambar 2. Rongga Hidung4

Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis (invaginasi dari kavum nasi) terdiri atas sinus frontalis, ethmoidalis,
sphenoidalis, dan maxillaris. Fungsi sinus adalah untuk meringankan tulang tengkorak dan
menambah resonansi suara merubah ukuran dan bentuk wajah setelah pubertas. Sebagian besar
sinus rudimenter atau tidak ada sejak kelahiran. Sinus membesar semenjak erupsi gigi permanen
dan sesudah pubertas, yang secara nyata mengubah ukuran dan bentuk wajah.2
Berikut bagian-bagian sinus paranasalis :
1. Sinus maksilaris dalam korpus os maksila, membuka ke meatus media. Karena orifisium
terletak di bagian atas sinus, pengosongannya tidak mudah.
2. Sinus frontalis pada kedua sisi garis tengah, tepat di atas bagian medial orbita. Mengalir ke
meatus media.
3. Sinus ethmoidalis dalam korpus os ethmoid sehingga terletak dalam dinding medial orbita.
Mengalir ke meatus media dan superior.
4. Sinus sphenoidalis dalam korpus os sphenoid. Mengalir ke recessus spheno-ethmoidalis.2

4
Gambar 3. Sinus Paranasalis5

Faring
Faring merupakan saluran pertigaan ke saluran pencernaan (esofagus), saluran pernapasan
(tenggorakan), dan saluran yang menuju ke rongga hidung.6 faring merupakan rongga pertemuan
dari ketiga saluran tersebut. Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang
dari bagian dasar tulang tengkorak sampai esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring
dan laringofaring.2
 Nasofaring berada di sebelah dorsal hidung dan sebelah cranial palatum molle. Ke arah ventral
nasofaring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, yang masing-masing terpisah
oleh septum nasi. Nasofaring dan orofaring berhubungan melalui isthmus pharyngeum.
Sewaktu proses menelan dan berbicara isthmus pharyngeum ini tertutup oleh elevasi palatum
molle dan pembentukan lipatan Passavant di dinding dorsal pharynx. Nasofaring adalah bagian
posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui 2 naris internal (koana).
Pada naso-faring terdapat 2 tuba eustasius yang menghubungkan naso-faring dengan telinga
tengah yang berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga,
serta amandel (adenoid) faring yang merupakan penumpukan jaringan limfatik yang terletak
di dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.2
 Orofaring terbentang mulai dari palatum molle sampai tepi atas epiglottis atau setinggi corpus
vertebra cervival 2 dan 3 bagian atas. Di sebelah ventral berhubungan dengan cavum oris
melalui isthmus oropharygeum dan berhadapan dengan aspek pharyngeal lidah.Orofaring
dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan palatum keras
tulang. Pada oro-faring terdapat uvula (anggur kecil) adalah posessus kerucut (conical) kecil

5
yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak dan amandel palatinum
terletak pada kedua sisi orofaring posterior.2
 Laryngopharynx membentang dai tepi cranial epiglottis sampai tepi inferior cartilago cricoidea
atau mulai setinggi bagian bawah corpus vertebra cervical 3 sampai bagian atas vertebra
cervical 6. Ke arah caudal laryngopharynx dilanjutkan sebagai oesophagus. Di dinding
anteriornya yang tidak sempurna, terdapat pintu masuk ke dalam larynx (aditus laryngis) dan
di bawah aditus laryngis ini terdapat permukaan posterior cartilago arytaenoidea dan cartilago
cricoidea. Pada masing-masing sisi ventro-caudo-lateral aditus laryngis ini terdapat fossa /
recessus piriformis yang dibatasi di sebelah medial oleh plica aryepiglottica dan di sebelah
lateral oleh cartilago thyreoidea dan membrana thyreohyoidea.2

Gambar 4. Faring6

Laring
Laring menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk
seperti kotak triangular dan ditopang oleh 9 kartilago, dimana 3 berpasangan dan 3 tidak
berpasangan.2
Kartilago tidak berpasangan meliputi :
 Kartilago tiroid (jakun) terletak dibagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih
besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat sekresi hormon pada pubertas.
 Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bagian
bawah kartilago tiroid.
 Epiglotis adalah katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat
menelan epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masukanya
makanan dan cairan.2

6
Gambar 5. Kartilago Tidak Berpasangan2
Kartilago berpasangan meliputi :
 Kartilago aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat
pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium skuamosa bertingkat.
 Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.
 Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membentu menopang jaringan lunak.2

Gambar 6. Kartilago Berpasangan2


Rongga laring dibagi dengan 2 pasang lipatan lateral, yaitu pasangan bagian atas adalah
lipatan (plika) ventrikular (pita suara semu) yang tidak berfungsi saat produksi suara. Sedangkan
pasangan bagian bawah adalah plika vokalis (pita suara sejati) yang melekat pada kartilago tiroid
dan pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid. Pembuka antara kedua pita ini adalah glotis.
Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik terbuka) oleh otot laring dan glotis berbentuk
triangular. Saat menelan pita suara teradduksi (tertarik menutup) dan glotis membentuk celah
sempit. Dengan demikian kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat
ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara.2

7
Trakea
Trakea atau yang biasa disebut sebagai saluran udara, adalah suatu saluran yang
menghubungkan laring dan paru-paru, dimana trakea ini akan berfungsi dalam penyaluran udara
yang berasal dari luar tubuh ke dalam paru-paru.2 Trakea tersusun dari 16-20 cincin trakea
(cartilagines tracheales) yang akan membentang dari laring, tepatnya di sebelah inferior dari
cartilago cricoidea menuju ke arah paru-paru dan diselingi oleh jaringan ikat yang disebut Lig.
anularia.2
Cincin trakea berbentuk huruf C yang terbuka ke arah belakang, dan bagian yang kosong
ini akan diisi oleh jaringan ikat dan otot polos, yaitu M. trachealis, salah satu otot polos yang
berfungsi untuk mengatur besar kecilnya otot trakea. Trakea akan membentang dari ketinggian C6
sampai ke Th5. Trakea akan bercabang menjadi dua, yaitu pada bagian bifurcatio tracheae setinggi
Th6, menjadi bronkus principalis dekster dan sinister, di sebelah inferior dari angulus sterni.2

Gambar 7. Trakea Pandangan Anterior7 Gambar 8. Trakea Pandangan Posterior7

Trakea akan berbatasan dengan beberapa bagian organ tubuh yang berada di dalam rongga
thorax. Di sebelah anterior, bagian cervical trakea akan tertutup oleh kulit, fascia cervicalis
superficialis dan fascia pretrachealis, kemudian disilang oleh arcus venosus juguli dan ditutup
oleh M. Sternothyroideus dan M. Thyrohyoideus yang saling bertumpang tindih. Di sebelah
posterior terdapat oesophagus yang memisahkan trakea dengan columna vertebralis.Di sebelah
anterolateralnya, terdapat glandula thyroidea yang turun sampai ke cincin trakea 2 atau 3, A.
carotis communis dan A. thyroidea inferior. 2

8
Gambar 9. Trakea dan Perbatasannya7

Bronkus
Bronkus merupakan saluran utama udara yang merupakan kelanjutan dari trakea. Bronkus
tersusun dari tulang rawan hialin seperti pada trakea, namun bentuknya berbeda. Pada bagian
trakea, bentuk tulang rawannya adalah bentuk huruf C, sedangkan pada bagian bronkus, tulang
rawan hialinnya berbentuk spiral terputus-putus. Bronkus merupakan hasil percabangan trakea di
bagian bifurcatio tracheale setinggi Th6, kemudian menjadi bronkus principalis dekster dan
bronkus principalis sinister. Bronkus pada akhirnya akan mengalami percabangan setelah masuk
ke dalam paru-paru sebagai bronkus sekunder, tersier atau segmentorum dimana setiap bronkus
ini akan memberikan udara pada tiap-tiap segmen paru yang hanya dimasuki oleh bronkus tertentu
saja.2
Bronkus principalis dekster lebih lebar, pendek, dan lebih vertical dan curam dibandingkan
dengan bronkus principalis sinister. Bronkus principalis dekster akan memasuki paru setinggi kira-
kira Th5. Bronkus principalis dekster dibagi menjadi tiga bronkus sekunder. Ketiga bronkus
sekunder ini akan mengalirkan udara ke masing-masing lobus pada paru kanan, dimana kita
mengetahui terdapat tiga lobus pada paru kanan. Vena azygos akan melewati di bagian
posteriornya, dan arteri pulmonalis kanan akan berjalan di bagian superiornya kemudian ke bagian
anteriornya. Pada bagian ini juga terdapat bronkus eparterialis atau bronkus lobaris superior kanan,
dimana hal ini akan menyebabkan paru kanan pada bagian hilus pulmonis akan memiliki dua
lubang, tempat masuknya bronkus utama kanan dan bronkus eparterialis.2

9
Bronkus principalis sinister lebih kecil dalam ukuran dan diameternya, namun lebih
panjang dari bronkus principalis dekster., sekitar 5 cm lebih panjang. Hal ini dikarenakan terdapat
arcus aortae yang melewati bagian superior dari bronkus principalis sinister sehingga seakan-
akan, seiring dengan waktu, bronkus kiri akan menyesuaikan. Bronkus principalis sinister akan
melewati bagian depan esophagus, duktus thoracicus dan aorta descendens. Bronkus principalis
sinister tidak memiliki cabang eparterialis. Bronkus principalis sinister akan dibagi menjadi dua
bronkus sekunder yang masing masing akan memasuki lobusnya masing-masing yaitu lobus
superior dan inferior.2

Gambar 6. Bronkus Principalis Dekster dan Sinister7

Bronkiolus
Bronkiolus merupakan percabangan dari bronkus tersier Diameter bronkiolus kira-kira
kurang dari atau sama dengan 1 mm. Dindingnya yang tidak lagi ditutupi oleh tulang rawan hialin
akan menempel pada bagian dalam paru dan ditopang ukurannya dengan serat elastis.Pada
bronkiolus juga terdapat lapisan otot polos yang dapat berkontraksi oleh rangsangan parasimpatis.
Bronkiolus yang semakin mengecil akan menjadi bronkiolus terminalis dimana pada bagian inilah
batas terakhir dimana tidak terjadi pertukaran gas atau hanya berfungsi sebagai saluran napas.
Bronkiolus terminalis akan melakukan percabangan ke-17 untuk menjadi bronkiolus respiratorius
sampai pada akhirnya menjadi alveolus di percabangan ke-23.2

10
Gambar 7. Bronkiolus7

Alveolus
Alveolus merupakan bagian terakhir dari ductus alveolaris, yang merupakan tempat
pertukaran gas utama yang berada di dalam parenkim paru. Alveolus dibatasi oleh sel alveolar tipis
atau pneumocyte type I. Alveolus akan membentuk dinding yang membatasi antar alveolus yaitu
septum interalveolar. Pada alveolus, selain pneumocyte type I, terdapat pneumocyte type II yang
akan berfungsi untuk menghasilkan surfaktan yang berguna dalam pengembangan paru saat
inspirasi. kemudian pneumocyte type III, yang juga disebut sel debu berfungsi dalam fagositosis
atau makrofag. Bagian yang terpenting dalam alveolus adalah kapiler dimana kapiler ini
merupakan anastomosis antara A. pulmonalis yang miskin O2 dengan V. pulmonalis yang kaya
O2. Pada kapiler inilah O2 dan CO2 berdifusi sederhana untuk proses respirasi tubuh.2,8

Gambar 8. Alveolus7

11
Mikroskopik Saluran Pernapasan
Rongga Hidung
Hidung merupakan organ berongga yang terdiri dari tulang, tulang rawan hialin, otot
bercorak, dan jaringan ikat. Kulit luar hidung terdiri daripada epitel berlapis gepeng dengan lapisan
tanduk, tedapat rambut-rambut halus dan kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.1 Rongga hidung
terdiri atas 2 ruangan yaitu vestibulum nasi dan kavum nasi yang dibagi lagi menjadi regio
olfaktorius dan regio respiratorius.8
 Vestibulum nasi merupakan ruangan yang melebar di belakang nares anterior, bagian
dindingnya dilapisi oleh kulit dengan epitel berlapis gepeng dengan keratin yang semakin ke
belakang menjadi tidak berkeratin. Terdapat vibrissae yiaitu rambut-rambut kasar yang
berfungsi menyaring udara pernafasan serta kelenjar sebasea dan kelenjar keringat di
vestibulum nasi.
 Kavum nasi, pada dinding lateral kavum nasi terdapat 3 penonjolan yang disebut konka nasalis
superior, medius, dan inferior. Konka nasalis superior dilapisi epitel khusus yaitu epitel
olfaktorius yang merupakan reseptor untuk penghidu, epitel olfaktorius adalah epitel
bertingkat tinggi dengan tebal sekitar 60µm dan terdiri dari :

- Sel olfaktorius yang terdiri atas neuron bipolar dengan dendrit di bagian apical, dan di
permukaannya terdapat 6-8 silia olfaktorius sebagai reseptor.
- Sel sustentakular yang merupakan sel penyokong berbentuk silindris tinggi dengan
sitoplasma bergranul kuning kecoklatan, permukaannya terdapat mikrovili. Sel
sustentakular berfungsi untuk memberi dukungan fisik dan nutrisi serta sebagai isolator
listrik bagi sel olfaktori.
- Sel basal berfungsi sebagai pengganti sel olfaktori dan sel sustentakular yang telah rusak.
- Lamina propria mengandung banyak vena dan kelenjar serosa/ bowman yang berfungsi
untuk membasahi epitel dan silia dan melarutkan zat- zat kimia dalam bentuk bau.8
Sedangkan konka nasalis media dan konka nasalis inferior dilapisi epitel bertingkat torak
bersilia bersel goblet (epitel respiratorius). Epitel yang melapisi konka nasalis inferior terdapat
banyak plexus venosus yang disebut swell bodies yang berperan untuk menghangatkan udara
yang melalui hidung. Bila alergi berlaku akan terjadi pembengkakan swell bodies yang
abnormal pada konka nasalis media dan konka nasalis inferior, sehingga aliran udara yang

12
masuk sangat terganggu. Dibawah konka nasalis inferior terdapat plexus venosus berdinding
tipis , sehingga mudah terjadi perdarahan. Epitel respiratorius terdiri dari :
- Sel silindris/ torak bersilia, lebih kurang 3000 silia di permukaan apikalnya yang berfungsi
mendorong lender kea rah belakang nasofaring untuk dibatukkan atau ditelan.
- Sel goblet yang merupakan kelenjar uniseluler yang mengandung granul yang berisi musin
sebagai pelumas.
- Sel sikat yang merupakan sel silindris tidak bersilia tetapi memilki mikrovili yang
berfungsi sebagai transduksi sinyal.
- Sel basal yang merupakan sel punca untuk meregenerasikan sel epitel respiratorik.
- Lamina propria yang mengandung granula nasalis berupa kelenjar seromukosa yang
berfungsi untuk menjaga kelembaman kavum nasi dan menangkap partikel debu saat
inspirasi.9

Gambar 9. Epitel olfaktorius dan respiratorius8

Sinus Paranasalis
Epitel sinus paranasalis adalah epitel bertingkat silindris/ torak dengan sedikit sel goblet.
Sel goblet akan menghasilkan mukosa. Mukosa sinus relatif tipis dan mengandung lebih sedikit
kalenjar mukosa yang lebih kecil berbanding di hidung. Kalenjar-kalenjar di sini memproduksi
mukos yang akan dialirkan ke kavum nasi oleh gerakan-gerakan silianya. Sinus-sinus paranasalis
sering merupakan tempat timbulnya radang, yaitu sinusitus dan kadang-kadang memerlukan
tindakan secara bedah.8

13
Gambar 10. Epitel sinus paranasalis8
Faring
 Nasofaring
Nasofarings dilapisi epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet. Terdapat jaringan
limfoid pada bagian posterior yang membentuk tonsila faringea. Pada lapisan lamina
proprianya pula terdapat kalenjar campur. Terdapat muara dari saluran yang menghubungkan
rongga hidung dan telinga tengah disebut osteum faringeum tuba auditiva. Di sekelilingnya
juga terdapat banyak kelompok jaringan limfoid yang dikenal sebagai tonsila tuba.9
 Orofaring
Orofarings terletak di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah, dilapisi
oleh epitel sel berlapis gepeng. Orofaring berlanjut ke bagian atas dan menjadi epitel mulut
sedangkan yang berlanjut ke bawah akan ke epitel oesofagus. Di sini terdapat tonsila palatina
yang sering mengalami peradangan yang disebut tonsilitis.9
 Laringofaring
Laringofaring terletak di belakang faring. Dilapisi oleh epitel yang berbagai jenis
namun sebagian besarnya adalah epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. 9

Gambar 11. Epitel Faring 9

14
Laring
Larings dilapisi oleh epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet kecuali ujung plika
vokalis berlapis gepeng. Dindingnya dibentuk oleh tulang rawan hialin dan elastin, jaringan ikat,
muskulus vokalis (otot skelet), dan juga terdapat kalenjar campur. Fungsi laring adalah untuk
membentuk suara(fonasi), dan menutup trakea sewaktu menelan untuk mencegah masuknya
makanan dan liur ke dalam saluran napas dan paru. Selain itu, ia juga mencegah benda asing
memasuki jalan napas dengan adanya refleks batuk. Kontraksi otot skelet menyebabkan perubahan
bentuk dan perubahan celah pita suara. Ukuran celah dan tingkat ketegangan otot inilah yang
menentukan nada suara yang dilalui laring9

Gambar 12. Epitel laring 9

Epiglottis
Mempunyai 2 permukaan yaitu lingual dan laringeal. Permukaan lingual dilapisi oleh epitel
berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Permukaan ini menghadap ke lidah dan merupakan bagian
anterior yang paling sering berkontak dengan akar lidah sewaktu menelan. Permukaan laringeal
pula dilapisi oleh epitel bertingkat torak bersel goblet. Parmukaan ini menghadap ke laring dan
merupakan bagian posterior yang sering berkontak dengan makanan. Kerangka epiglotis yaitu
tulang rawan elastis.9

Gambar 13. Epiglottis potongan memanjang9

15
Trakea
Mukosa trakea dilapisi epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet. Tulang rawan yang
menjadi rangka adalah tulang rawan hialin berbentuk huruf C. Bagian trakea yang mengandung
tulang rawan ini disebut pars kartilaginea. Celah pada huruf C ini ditutup oleh jaringan ikat dengan
kerangka jaringan otot polos. Bagian ini disebut pars membranasea. Jaringan penyambung padat
fibroelastis dan retikulin menghubungkan tulang rawan satu dengan yang lain dan membentuk
lig.anulare yang berperan untuk mencegah agar lumen trakea tidak meregang berlebihan. Otot
polos pula berperan untuk mendekatkan kedua tulang rawan. Di sekeliling trakea, meliputi bagian
luar trakea baik pars kartilaginea maupun pars membranasea, terdapat selubung jaringan ikat
jarang (jaringan fibroelastis) yang disebut tunika adventisia yang mengandung kalenjar campur.8

Gambar 14. Trakea Potongan Melintang 8


Bronkus
 Bronkus ekstrapulmonal
Struktur bronkus ekstrapulmonal sama dengan trakea yaitu lempeng tulang rawan
masih berbentuk huruf C, dengan epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet, ada kelenjar
seromukosa dan jaringan limfoid.10
 Bronkus Intrapulmonal
Bronkus intrapulmonal biasanya dikenali dari adanya beberapa lempeng tulang rawan
yang letaknya berdekatan. Epitelnya adalah epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel
goblet. Sisa dindingnya terdiri atas lamina propria tipis, selapis tipis otot polos, submukosa
dengan kelenjar bronkial, lempeng tulang rawan hialin, dan adventisia.10

16
Gambar 15. Bronkus Intrapulmonal10

Bronkiolus
 Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus terminalis memiliki diameter kecil, kira-kira 1 mm atau kurang. Terdapat
banyak lipatan mukosa yang menyolok dan epitelnya silindris bersilia tanpa sel goblet
Lapisan otot polos yang berkembang baik mengelilingi lamina propria tipis, yang pada
gilirannya dikelilingi oleh adventisia. Lempeng tulang rawan, kelenjar, dan sel goblet tidak
terdapat disini.10

Gambar 16. Bronkiolus Terminalis10


 Bronkiolus Respiratorius
Epitel bronkiolus respiratorius adalah epitel selapis kubis tanpa silia dan sel goblet yang
bisa berubah menjadi selapis gepeng. Di antara sel kubis juga terdapat sel clara yang mrmiliki
enzim sitokrom P450 pada RE halusnya untuk detoksifikasi toksin yang ikut terhirup serta
manghasilkan surfaktan untuk mengurangi tegangan permukaan bronkiolus dan menjaga
potensi bronkus. Sel clara juga memiliki kemampuan membelah diri untuk meregenerasikan
epitel bronkiolus. 10

17
Gambar 17. Bronkiolus Respiratorius10

Alveolus
Alveolus paru merupakan kantong yang dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang amat tipis.
Selain itu terdapat juga sel epitel yang berbentuk kuboid yaitu sel septal. Di dalam lumennya
terdapat sel debu . sel debu agak besar dan di dalam sitoplasmanya biasanya terdapat pertikel debu.
Pertukaran gas antara udara dan darah berlaku di sini. Di sekitar alveolus terdapat serat elastin
yang akan melebar saat inspirasi dan menciut saat ekspirasi. Terdapat juga serat kolagen yang
berperan untuk mnecegah regangan yang berlebihan. Pada dinding alveolus, terdapat lubang kecil
berbentuk bulat yang dinamakan stigma alveolaris/porus alveolaris/ porus kohn. Lubang ini
penting untuk menghubungkan alveoli yang berdekatan bagi membolehkan sirkulasi udara
kolateral yang mengalirkan udara ke alveolus lain yang mengalami sumbatan.10

Gambar 18. Alveolus10


 Duktus alveolaris
Bronkiolus respiratorius berlanjut sebagai duktus alveolaris. Ia merupakan saluran
yang dindingnya terdiri dari alveolus. Saluran ini sangat tipis dan dikelilingi sakus alveolaris.
Pada setiap pintu masuk ke alveolus, terdapat epitel selapis gepeng (sel alveolar tipe 1).8
 Sakus alveolaris
Dari ujung duktus alveolaris, terbuka pintu lebar menuju beberapa sakus alveolaris.
Saluran ini terdiri atas beberapa alveolus yang bermuara bersama membentuk ruangan serupa

18
rotunda yang disebut atrium ( kantung yang dibentuk oleh beberapa alveoli). Terdapat serat
retikulin dan serat elastin yang melingkari muara sakus alveoli, pada bagian ini sudah tiadak
terdapat otot polos. 8

Gambar 19. Duktus dan Sakus Alveolus8

Mekanisme Pernapasan
Ventilasi
Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan
rendah, yaitu menuruni gradien tekanan.1 Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan
bernapas karena berpindah mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik
arah bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan
penting dalam ventilasi:
 Tekanan atmosfer adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada
benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan ini sama dengan 760
mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas
permukaan bumi juga semakin menipis.1
 Tekanan intra-alveolus adalah tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan
dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni gradien
tekanannya setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer; udara terus
mengalir sampai kedua tekanan seimbang.1
 Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini adalah tekanan
yang ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thorax. Tekanan intrapleura biasanya lebih
rendah daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mmHg saat istirahat. 756 mmHg kadang-
kadang disebut sebagai tekanan -4 mmHg.1

19
Gambar 20. berbagai tekanan yang penting pada ventilasi.1

Tekanan intra-alveolus menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer pada 760 mmHg,
sedangkan tekanan intrapleural tidak menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer atau intra-
alveolus karena kantong pleura merupakan kantong tertutup. Tekanan intra-alveolus
menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer pada 760 mmHg, lebih besar daripada tekanan
intrapleura yang 756 mmHg, sehingga tekanan yang menekan keluar dinding paru lebih besar
daripda tekanan yang mendorong ke dalam.1
Perbedaan netto tekanan ke arah luar ini disebut gradien tekanan transmural yang
mendorong paru keluar, meregangkan, atau menyebabkan distensi paru (paru mengembang).
Karena gradien tekanan ini maka paru selalu dipaksa mengembang untuk mengisi rongga thorax.5
Terdapat gradien tekanan transmural serupa di kedua sisi dinding thorax. Tekanan atmosfer yang
mendorong ke arah dalam pada dinding thorax lebih besar daripada tekanan intrapleura yang
mendorong keluar dinding yang sama sehingga dinding dada cenderung “terperas” atau mengalami
kompresi dibandingkan dengan jika dalam keadaan tidak dibatasi.1
Karena baik dinding thorax maupun paru tidak berada dalam posisi alaminya ketika
keduanya saling menempel, maka keduanya secara terus menerus berupaya untuk kembali ke
dimensi-dimensi inheren mereka. Paru yang teregang memiliki kecenderungan tertarik ke dalam
menjauhi dinding thorax sedangkan dinding thorax yang tertekan cenderung bergerak keluar
menjauhi paru. Namun, gradien tekanan transmural dan daya rekat cairan intrapleura mencegah
kedua struktur ini saling menjauh kecuali untuk jarak yang sangat kecil.1

20
Inspirasi dan Ekspirasi
Sistem respirasi mencakup dua proses yaitu respirasi dalam (internal respiration/ celluler
respiration) dan respirasi luar (external respiration). Respirasi dalam meliputi proses metabolisme
intrasel yang terjadi di mitokondria termasuk konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida
selama pengambilan energi dari molekul nutrient. Sementara respirasi luar meliputi seluruh urutan
langkah kejadian antara sel tubuh dengan lingkungan luar.11 Mekanisme pernapasan terbagi
menjadi dua yaitu:
1. Inspirasi
Permulaan respirasi dimulai dengan kontraksi otot-otot inspirasi. Sebelum inspirasi
dimulai, otot-otot pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak ada udara yang mengalir, dan
tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi utama yang berkontraksi
untuk melakukan inspirasi tenang adalah diafragma dan muskulus interkostal eksternal. Otot-
otot ini dirangsang untuk berkontraksi sehingga rongga thorax membesar. Otot inspirasi utama
adalah diafragma, suatu lembaran otot rangka yang membentuk lantai rongga thorax dan
disarafi oleh N. Phrenicus. Diafragma dalam keadaan istirahat berbentuk kubah yang menonjol
ke atas ke dalam rongga thorax dengan luas permukaan kurang lebih 250cm2. Ketika
berkontraksi, diafragma akan turun atau mendatar dan memperbesar volume rongga thorax
dengan meningkatkan ukuran vertikal (atas ke bawah). Dinding abdomen, jika melemas,
menonjol keluar sewaktu inspirasi karena diafragma yang turun menekan isi abdomen ke
bawah dan ke depan. 75% pembesaran rongga thorax sewaktu bernapas tenang dilakukan oleh
kontraksi diafragma.1,11,13
Muskulus interkostal terletak antara iga-iga. Muskulus interkostal eksternus terletak di
atas muskulus interkostal internus. Kontraksi muskulus interkostal eksternus, yang serat-
seratnya berjalan ke bawah dan depan antara dua iga yang berdekatan, memperbesar rongga
thorax. Ketika berkontraksi, otot interkostal eksternus mengangkat iga dan selanjutnya
sternum akan bergerak ke anterior atas. Saraf interkostal mengaktifkan otot-otot interkostal
ini.1,12
Pada inspirasi kuat atau dalam, dapat dilakukan dengan mengontraksikan diafragma
dan muskulus interkostal eksternus secara lebih kuat dan dengan mengaktifkan otot-otot
inspirasi tambahan (aksesorius) untuk semakin memperbesar rongga thorax. Beberapa otot
inspirasi tambahan antara lain adalah muskulus sternocleidomastoideus dan muskulus

21
pectoralis mayor. Kontraksi otot-otot tambahan ini, yang terletak di leher, mengangkat
sternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian atas rongga thorax. Dengan semakin
membesarnya volume rongga thorax dibandingkan dengan keadaan istirahat maka paru juga
semakin mengembang, menyebabkan tekanan intra-alveolus semakin turun. Akibatnya, terjadi
peningkatan aliran masuk udara sebelum tercapai keseimbangan dengan tekanan atmosfer
yaitu, tercapai pernapasan yang lebih dalam.1,11,12,

2. Ekspirasi
Permulaan ekspirasi adalah relaksasi otot inspirasi. Pada akhir inspirasi, otot inspirasi
melemas, diafragma mengambil posisi aslinya yang seperti kubah ketika melemas. Jaringan
paru yang semula teregang akan mengalami daya recoil ke kedudukan semula sesudah
teregang karena sifat-sifat elastiknya. Sewaktu paru kembali mengecil, tekanan intra-alveolus
meningkat, karena jumlah molekul udara yang lebih banyak yang semula terkandung di dalam
volume paru yang besar pada akhir inspirasi kini termampatkan ke dalam volume yang lebih
kecil. Udara kini meninggalkan paru menuruni gradien tekanannya dari tekanan intra-alveolus
yang lebih tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih rendah. Aliran keluar udara berhenti ketika
tekanan intra-alveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan gradien tekanan tidak ada
lagi.1,13,14
Selama pernapasan tenang, ekspirasi normalnya merupakan suatu proses pasif, karena
dicapai oleh daya recoil paru ketika otot-otot inspirasi melemas, tanpa memerlukan kontraksi
otot atau pengeluaran energi. Sebaliknya, inspirasi selalu aktif karena ditimbulkan hanya oleh
kontraksi otot inspirasi dengan menggunakan energi. Ekspirasi dapat menjadi aktif untuk
mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih cepat daripada yang dicapai selama
pernapasan tenang, misalnya sewaktu pernapasan dalam ketika olahraga. Tekanan intra-
alveolus harus lebih ditingkatkan di atas tekanan atmosfer daripada yang dicapai oleh relaksasi
biasa otot inspirasi dan recoil elastik paru. Untuk menghasilkan ekspirasi paksa atau aktif
tersebut, otot-otot ekspirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi volume rongga thorax
dan paru.1,13,14
Otot ekspirasi yang paling penting adalah otot dinding abdomen. Sewaktu otot
abdomen berkontraksi terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen yang menimbulkan gaya ke
atas pada diafragma, mendorongnya semakin ke atas ke dalam rongga thorax daripada posisi

22
lemasnya sehingga ukuran vertikal rongga thorax menjadi semakin kecil. Otot ekspirasi lain
adalah muskulus interkostal internus, yang kontraksinya menarik iga turun dan masuk,
mendatarkan dinding dada dan semakin mengurangi ukuran rongga thorax, tindakan ini
berlawanan dengan muskulus interkostal eksternus.1,14,15
Sewaktu kontraksi aktif otot ekspirasi semakin mengurangi volume rongga thorax,
volume paru juga menjadi semakin berkurang karena paru tidak harus teregang lebih banyak
untuk mengisi rongga thorax yang lebih kecil; yaitu, paru dibolehkan mengempis ke volume
yang lebih kecil. Tekanan intra-alveolus lebih meningkat sewaktu udara di paru tertampung di
dalam volume yang lebih kecil. Perbedaan antara tekanan intra-alveolus dan atmosfer kini
menjadi lebih besar daripada ketika ekspirasi pasif sehingga lebih banyak udara keluar
menuruni gradien tekanan sebelum tercapai keseimbangan. Dengan cara ini, selama ekspirasi
paksa aktif pengosongan paru menjadi lebih tuntas dibandingkan ketika ekspirasi tenang
pasif.1,13
Selama inspirasi, tekanan intra- alveolus lebih kecil daripada tekanan atmosfer,
sedangkan sselama ekspirasi, tekanan intra- alveolus lebih besar daripada tekanan atmosfer.
Namun demikian, sepanjang siklus pernapasan tekanan intrapleural lebih kecil daripada
tekanan intra alveolus sehingga selalu terdapat gradien transmural yang menyebabkan selalu
teregang.1

Gambar 21. Otot Inspirasi dan Ekspirasi13

23
Transport O2 dan CO2
Terdapat gradien tekanan parsial antara udara di alveolus dengan darah kapiler paru serta
gradien tekanan parsial antara udara darah kapiler sistemik dan jaringan sekitar.
 Tekanan O2 alveolus tetap relatif tinggi yaitu sekitar 160 mmHg dan tekanan CO2 alveolus
relatif lebih rendah yaitu 0,23 mmHg karena sebagian dari udara alveolus ditukar dengan udara
atmosfer baru setiap kali bernapas.
 Sebaliknya, darah vena sistemik yang masuk ke paru relatif rendah O2 yaitu 40 mmHg dan
tinggi CO2 yaitu 46 mmHg karena telah menyerahkan O2 dan menyerap CO2 di tingkat kapiler
sistemik
 Hal ini menciptakan gradien tekanan parsial antara udara alveolus dan darah kapiler paru yang
memicu difusi pasif O2 ke dalam darah dan CO2 keluar darah sampai tekanan parsial darah dan
alveolus setara
 Karena itu, darah yang meninggalkan paru relatif mengandung O2 tinggi yaitu 100 mmHg dan
CO2 rendah yaitu 40 mmHg. Darah ini disalurkan ke jaringan dengan kandungan gas darah
yang sama dengan ketika darah tersebut meninggalkan paru
 Tekanan parsial O2 relatif rendah di jaringan yaitu kurang dari 40 mmHg dan CO2 relatif tinggi
di jaringan yaitu lebih dari 46 mmHg yang mengonsumsi O2 dan memproduksi CO2
 Akibatnya, gradien tekanan parsial untuk pertukaran gas di tingkat jaringan mendorong
perpindahan pasif O2 keluar darah menuju sel untuk menunjang kebutuhan metabolic sel- sel
tersebut dan juga mendorong pemindahan secara simultan CO2 ke dalam darah
 Setelah mengalami keseimbangan dengan sel- sel jaringan, darah yang meninggalkan jaringan
relatif mengandung O2 rendah yaitu kurang dari 40 mmHg dan tinggi CO2 yaitu lebih dari 46
mmHg
 Darah ini kemudian kembali ke paru untuk kembali diisi oleh O2 dan dikeluarkan CO2 nya.1

24
Volume dan Kapasitas Paru
Volume udara dalam paru-paru dan kecepatan pertukaran saat inspirasi dan ekspirasi
dapat diukur melalui spirometer. Pada dasarnya spirometer terdiri dari drum/tong terisi udara yang
mengapung dalam ruang berisi air. Sewaktu seseorang menghirup dan menghembuskan udara dari
dan ke dalam drum melalui suatu selang yang menghubungkan mulut dengan wadah udara, drum
naik turun dalam wadah air. Naik-turunya drum ini dapat direkam sebagai spirogram, yang
dikalibrasikan terhadap perubahan volume. Pena merekam inspirasi sebagai defleksi ke atas dam
ekspirasi sebagai defleksi kebawah. Volume dan kapasitas paru berikut dapat diukur:
 Tidal volume: Nilai rerata pada kondisi istirahat. Nilai rerata: 500 ml.
 IRV (Volume cadangan inspirasi): Volume udara tambahan yang dapat secara maksimal
dihirup di atas volume alun napas istirahat. Nilai rerata: 3000 ml.
 IC (Kapasitas inspirasi): Volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi
tenang normal (IC = IRV + TV). Nilai rerata: 3500 ml.
 RV (Volume residual): Volume udara maksimal yang tertinggal di paru bahkan setelah
ekspirasi maksimal. Nilai rerata: 1200 ml.
 FRC (Kapasitas residual fungsional): Volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif
normal (FRC = ERV + RV). Nilai rerata: 2200 ml.

25
 VC (kapasitas vital): Volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dalam satu kali
bernapas setelah inspirasi maksimal. Subyek pertama-tama melakukan inspirasi maksimal
lalu ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). Nilai rerata: 4500 ml.
 TLC (Kapasitas paru total): Volume udara maksimal yang dapat ditampung paru (TLC =
VC + RV). Nilai rerata: 5700 ml.
 FEV1 (Volume ekspirasi paksa dalam satu detik): Volume udara yang dapat dihembuskan
selama detik pertama ekspirasi dalam suatu penentuan VC.1

Gambar 16. Grafik Volume Udara Paru1


Kesimpulan
Sistem pernapasan pada manusia melibatkan berbagai macam struktur sistem repirasi dari
hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus hingga alveolus. Mekanisme pernapasan
melibatkan adanya gradien parsial antara udara di alveolus dengan darah kapiler paru serta gradien
tekanan parsial antara udara darah kapiler sistemik dan jaringan sekitar sehingga menyebabkan
oksigen dan karbondioksida dapat berdifusi dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah. Jika
ada gangguan pada salah satu organ pernapasan dapat mengganggu mekanisme pernapasan seperti
pada kasus ini perempuan tersebut mengalami sesak napas sehingga ekspirasi memanjang dan ada
wheezing, ekspirasi memanjang terjadi akibat penurunan fungsi ekspirasi penyebabnya dapat
berupa sumbatan mucus, kontraksi otot polos berlebih pada bronkiolus terminalis,
bronkokontriksi, selain itu juga dapat berupa allergen dan iritan seperti debu dan asap . Wheezing
merupakan suara memanjang yang disebabkan oleh penyempitan saluran pernapasan . suara
tersebut dihasilkan oleh vibrasi dinding saluran pernapasan dan jaringan sekitarnya karena saluran
pernapasan lebih sempit saat ekspirasi.

26
Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Human physiology; From cells to systems. 9th ed. Boston: Cengage Learning;
2016. 487-512p
2. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
3. Guyton AC. Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2007 hal 516-29.
4. Diunduh dari http://webanatomy.net/histology/respiratory/nasal_bones_lateral.jpg, 19 Mei
2019.
5. Diunduh dari http://www.edutv.com/Sinus.gif, 19 Mei 2019.
6. Diunduh dari http://4.bp.blogspot.com/-
xNaMTfw1ZTc/TsN_st6eOLI/AAAAAAAAAKs/9ehZa6UijJQ/s1600/pharynx.jpg, 19 Mei
2019.
7. Netter FH. Atlas of human anatomy. 6th ed. Philadelphia: Saunders; 2014.
8. Junquira LC, Carneiro J. Histologi dasar. Edisi 10. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2007;hal 336-44
9. Mescher AL. Histologi dasar junqueira teks dan atlas. Ed. 12. Jakarta: EGC; 2011. H. 296-301.
10. Eroschenko VP. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;
2003.h.231-43
11. Mexcorry E. Sistem respirasi. Jakarta: Ukrida; 2016. H. 75-82.
12. William F. Ganong. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: EGC; 2008.h.683-
94.
13. Silverthorn DE. Human physiology an integrated approach. 6th ed. Boston: Pearson Education,
Inc.; 2013. p. 568-625.
14. Djojodibroto D. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2009. h. 6-7, 21-2.
15. Shier D, Butler J, Lewis R. Hole’s essentials of human anatomy and physiology. Ed. 11.
America: McGraw-Hill; 2012. H. 447; 459-60.

27

Anda mungkin juga menyukai