Anda di halaman 1dari 14

KELOMPOK 1

NAMA –NAMA KELOMPOK

Kelompok 1:

1). Agam Permana

2). Anugrah Putry H. Asidu

3). Heny Kurnia Sari

4). M. Sultan Firmansyah

5). Muh. Ghalib I. Hadad

6). Nabilla Suratman

7). Putri Febrianti

8). Rachma Aromatika H. Umar

9). Rizki A. Gafur

Scenario 3

Seorang perempuan umur 38 tahun, Ibu Rumah Tangga datang ke puskesmas dengan keluhan
nyeri dan bengkak pada jari-jari tangan kiri dan kanan, keluhan dialami sejak 3 bulan terakhir.
Pasien juga mengeluh kaku saat bangun pagi higga kadang selama 1 jam. Keluhan disertai
demam jika jari-jari bengkak

Pertanyaan:

1) Anatomi dan fisiologi sendi

2) Jelaskan defenisi nyeri sendi

3) Sebutkan klasifikasi dari nyeri

4) Sebutkan etiologi dari nyeri sendi

5) jelaskan patomekanisme dari nyeri sendi

6) Keterkaitan nyeri sendi dengan gejala lain yang di alami pasien

DD :
- Reumatoid arthritis

- Osteoarthritis

- Sistemik Lupus Erimtematosus

Jawaban:

1 OSSA CARPALIA

(kanan)

1. Os schapoideum

2. Os capitatum

3. Os trapezoideum

4. Os trapezium

Os lunatum

Os triguetrum

Os pisiforme

Os hamatum

OSSA METACARPALIA

OSSA DIGITORUM

a. phalanx proximalis

b. phalanx media

c. phalanx distalis
.

Articulatio manus terdiri atas articulationes intercarpea, articulatio mediocarpea, articulationes


carpometacarpea, articulationes intermetacarpeae, articulationes metacarpophalangeal, dan
articulatio interphalangea.

Fisiologi Struktur Sendi Ekstremitas Atas Sendi merupakan pertemuan antara dua atau
beberapa tulang dari kerangka yang dihubungkan dengan kapsul sendi, jaringan ikat fibrosa,
ligament, tendon, fascia, maupun otot. Sendi dibagi menjadi synarthrosis (tidak memiliki ruang
sendi) dan diarthrosis (memiliki ruang sendi Diarthrosis merupakan sendi yang memungkinkan
terjadinya gerakan. Ciri- ciri diarthosis adalah: memiliki facies articularis yang bersifat licin,
facies articularis ditutupi oleh cartilage articularis yang pada umumnya adalah kartilago hialin,
dan mempunyai capsula articularis yang membungkus persendian. Ruangan di dalamnya
disebut cavum articulare berisi cairan synovial .( Referensi ,Jurnal Undip)

2. Nyeri sendi merupakan nyeri yang dirasakan dibagian persendian dan sekitarnya akibat

proses inflamasi maupun terjadi secara idiopatik (Yatim F 2006).

3. Klasifikasi nyeri sendi terdiri dari 2 macam, yaitu :

- Nyeri mekanik : biasanya timbul setelah seseorang melakukan kegiatan atau aktivitas dan
hilang setelah beristirahat.
- Nyeri inflamasi : biasanya terjadi pada pagi hari setelah bangun tidur, biasanya nyeri hebat
saat digerakan dan akan hilang beberapa saat kemudian (Anisa 2015)

4. Etiologi Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui


secara pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik,
lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor
pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikroplasma dan
virus. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab nyeri

5.Mekanisme nyeri sendi


Nyeri Sendi

Proses Inflamasi Mekanik

Antigen - Antibodi Tekanan/ Irisan

Kompleks Imun Noxius

Sel Radang Potensial Aksi


Fagositosis

Kerusakan pada Sendi

pembebasan pembentukan
- Histamin - Prostaglandin
- serotonin Bradikinin
leokotrien

Tranduksi

Tranduksi

Modulasi

Persepsi
a. Proses Inflamasi
Pada proses inflamasi, misalnya pada arthritis, proses nyeri terjadi karena
stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses
inflamasi terjadi. Inflamasi tejadi akibat rangkaian proses imunologik yang dimulai
adanya antigen yang kemudian diproses oleh Antigen Precenting Cell (APC) yang
kemudian akan diekpresikan ke permukaan sel dengan determinan HLA yang sesuai.
Antigen yang diekspresikan tersebut akan diikat oleh sel T melalui reseptor sel T pada
permukaan sel T membentuk kompleks trimolekuler. Kompleks trimolekuler tersebut
akan mencetuskan rangkaian reaksi imunologik dengan pelepasan berbagai sitokin (IL-1,
IL2) sehingga terjadi aktivasi, mitosis, dan proliferasi sel T tersebut. Sel T yang
teraktivasi juga akan menghasilkan berbagai limfokin dan mediator inflamasi yang
bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan
merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibody.
Setelah berikatan dengan antigen, antibody yang dihasilkan akan membentuk
kompleks imun yang akan mengendap pada organ target dan mengaktifkan sel radang
untuk melakukan fagositosis yang diikuti oleh pembebasan metabolic asam arakidonat,
radikal oksigen bebas, enzim protease yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan
pada organ tersebut.
Kompleks imun juga dapat mengaktivasi system komplemen dan membebaskan
komplemen aktif seperti C3A dan C5A yang merangsang sel mast dan trombosit untuk
membebaskan amina vasoaktif sehingga timbul vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas vaskuler. Pada proses fagositosis oleh sel PMN dapat menyebabkan
depolimerisasi hialuronat sehingga dapat merusak tulang rawan sendi dan menurunkan
viskositas cairan sendi. Masing-masing mediator secara sendiri atau bersamaan
merangsang nosiseptor yang merupakan reseptor nyeri nosiseptik. Stimulasi nosiseptor
ini kemudian diikuti proses transduksi yaitu pengalihan stimulus menjadi proses
neuronal, yang kemudian diteruskan sepanjang serabut saraf eferen ke ganglion radiks
dorsalis medulla spinalis membentuk sinaps tempat sinaps tempat signal rasa sakit mulai
diproses dan ditransmisikan ke korteks serebri, menghasilkan rasa nyeri.
b. Mekanik
Nyeri yang disebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan, tusukan jarum, irisan
pisau dan lain-lain. Nyeri tersebut akan merangsang stimulus nosiseptor oleh stimulus
noxius di mana stimulus noxius tersebut akan diubah menjadi potensial aksi. Proses ini
disebut transduksi atau aktivasi reseptor. Selanjutnya potensial aksi tersebut akan
ditransmisikan menuju neuron saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Tahap
pertama transimisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis
medulla spinalis. Pada kornu ini neuron aferen primer bersinaps dengan neuron susunan
saraf pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik ke atas medulla spinalis menuju
medulla oblongata dan thalamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara
thalamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan
afektif yang berhubungan dengan nyeri. Tetapi rangsangan nosiseptik tidak selalu
menimbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi
dari nosisepti. Terdapat modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri
tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketehui adalah pada kornu dorsalis
medulla spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, di mana pesan nyeri di relay menuju ke
otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan.

6. Penyebab kaku hanya terjadi pada pagi hari

Adanya kekakuan pada pagi hari (morning stiffness) disebabkan imobilisasi pasien saat
tidur,sehingga otot tendo mengalami pemendekan. Sehingga memerlukan waktu untuk
mengembalikan otot dan tendo seperti normal. Pada pasien arthritis rheumatoid waktu yang
diperlukan lebih lama, yaitu sekitar 1-2 jam. Adanya nyeri dan pain of motion (kesakitan dalam
bergerak) disebabkan oleh erosi tulang dan tulang rawan, deformitas dan disarsitektur sendi
yang merupakan manifestasi dari pathogenesis arthritis rheumatoid. Gejala Klinis yang
berhubungan dengan aktivitas sinovitis adalah kaku pagi hari.

Kekakuan pada pagi hari merupakan gejala yang selalu dijumpai pada RA aktif. Berbeda
dengan rasa kaku yang dialami oleh pasien osteoarthritis atau kadang-kadang oleh orang
normal. Kaku pagi hari pada RA berlangsung lebih lama,yang pada umumnya lebih dari 1 jam.
Lamanya kaku pagi hari pada RA agaknya berhubungan dengan lamanya imobilisasi pada saat
pasien tidur serta beratnya inflamasi. Gejala kaku akan menghilang jika remisi dapat tercapai.

Faktor lain penyebab kaku pagi hari adalah inflamasi akibat sinovitis. Inflamasi akan
menyebabkan terjadinya imobilisasi persendian yang jika berlangsung lama akan mengurangi
pergerakan sendi baik aktif maupun pasif. Otot dan tendon yang berdekatan dengan
persendian yang mengalami peradangan cenderung untuk mengalami spasme dan pemendekan.

Hubungan demam dengan penyakit yang diderita

Sebagai respon terhadap masuknya mikroba, sel-sel fagositik tertentu (makrofag)


mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang selain efek-
efeknya dalam melawan infeksi, bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk
meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di tingkat
yang baru dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh. Jika, sebagai contoh,
pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 102o F (38,9oC), maka hipotalamus
mendeteksi bahwa suhu normal pra demam terlalu dingin sehingga bagian lotak ini
memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu menjadi 102oF.
Secara spesifik, hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas segera meningkat dan
mendorong vasokontriksi kulit untuk mengurangi pengeluaran panas. Kedua tindakan ini
mendorong suhu naik dan menyebabkan demam. Namun pada kasus ini, pasien tidak
menggigil karena pirogen endogen yang dikeluarkan hanya sedikit sehingga menyebabkan
pengeluaran prostaglandin juga sedikit maka tidak menyebabkan demam menggigil
(mengalami demam subfebris).

(Sumber : Fisiologi Manusia “Dari Sel ke Sistem”, Edisi 6, Lauralee Sherwood

1. Rheumatoid Artritis(RA)
A. Definisi
Rheumatoid Aristris(RA) adalah penyakit autoimun yang
etiologinya belom di ketahui dan di tandai oleh senovitis erosive
yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan
jaringan ekstraartikular.
Rheumatoid Atritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
perseendian (biasanya tangan dan kaki) kaki mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi.
B. Epidemiologi
Prevalensi dan insiden penyakit ini bervariasi antara
populasi satu dengan yang lain di amerika serikat dan beberapa
daerah di eropa lainnya prevalensi RA sekitar 1% pada kaukuasia
dewasa, perancis sekitar 0,3%, inggris dan Finlandia sekitar 8% dan
amerika serikat 1,1% sedangkan di cina sekitar 0,28%. Jepang
sekitar 1,7% dan india 0,75%. Insideng di amerika serikat dan eropa
utara mencapai 20-50/100.000 dan eropa selatan hanya 9-
24/100000. Di Indonesia dari hasil survei epidemiologi di bandung,
jawa tengah didapatkan prevalensi RA 0,3% sedangkan di malang
penduduk berusia di atas 40 tahun di dapatkan prevalensi RA 0,5%
di daerah kotamadya dan di daerah kabupaten 0,6%.

C. Factor resiko
Factor resiko yang berhubungan dengan peningkatan kasus
RA dibedakan menjadi 2 yaitu factor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan factor resiko yang dapat du modifikasi.
1. Yang tidak dapat di modifikasi
a. Faktor genetic
Factor genetic berperan 50% hingga 60% dalam perkembangan RA. Gen
yang berkaitan kuat adalah HLA-DRBI. Selain itu juga ada gen tirosin fosfatase
PTPN 22 di kromoson 1.

b. Usi
RA biasanya timbul antarah usia 40th-60th. Namun penyakit itu juga dapat
terjadi pada orang dewasa,tua,dan anak-anak.

c. Jenis kelamin
RA jauh lebih sering pada perempuan di banding pada laki-laki dengan
rasio 3:1. Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin masih belum jelas.
Perbedaan pada hormone seks kemungkinan mimiliki pengaruh.

1. Yang dapat dimodifikasi


a. Gaya hidup
- Status social ekonomi
Penelitian di inggris dan norwegia
menyatakan tidak terdapat kaitan antara factor
social ekonomi RA. Berbeda dengan penelitian
di swedia menyatakan bahwa terdapat kaitan
antara tingkat Pendidikan dan perbadaan
paparan saat bekerja dengan resiko RA.
- Merokok
Sejumlah study cohort dan case-control
menunjukan bahwa rokok tembakau
berhubungan dengan peningkatan resiko RA.
Merokok berhubungan dengan produksi dari
rheumatoid factor(RF) yang akan berkembang
setelah 10-20th. Merokok juga berhubungan
dengan gen ACPA-positif. RA di mana perokok
menjadi lebih tinggi di bandingkan bukan
perokok. Penelitian pada perokok pasif masih
belum terjawab namun peningkatan resiko
tetap ada.
- Diet
Banyaknya isu terkait factor resiko RA
salah satunya adalah makanan yang
mempengaruhi perjalanan DietBanyaknya isu
terkait faktor risiko RA salah satunya adalah
makanan yang mempengaruhi perjalanan RA.
Dalam penelitian Pattison dkk, isu mengenai
faktor diet ini masih banyak ketidakpastian dan
jangkauan yang terlalu lebar mengenai jenis
makanannya. Penelitian tersebut menyebutkan
daging merah dapat
6meningkatkan risiko RA sedangkan buah-
buahan dan minyak ikan memproteksi kejadian
RA. Selain itu penelitian lain menyebutkan
konsumsi kopi juga sebagai faktor risiko namun
masih belum jelas bagaimana
hubungannya.d.InfeksiBanyaknya penelitian
mengaitkan adanya infeksi Epstein Barr virus
(EBV) karena virus tersebut sering ditemukan
dalam jaringan synovial pada pasien RA. Selain
itu juga adanya parvovirus B19, Mycoplasma
pneumoniae, Proteus, Bartonella, dan
Chlamydiajuga memingkatkan risiko
RA.e.PekerjaanJenis pekerjaan yang
meningkatkan risiko RA adalah petani,
pertambangan, dan yang terpapar dengan
banyak zat kimia namun risiko pekerjaan
tertinggi terdapat pada orang yang bekerja
dengan paparan silica.2.Faktor hormonalHanya
faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA
yaitu pada perempuan dengan sindrom
polikistik ovari, siklus menstruasi ireguler, dan
menarche usia sangat muda. 3.Bentuk
tubuhRisiko RA meningkat pada obesitas atau
yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih
dari30
D. Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjangdan DiagnosisRheumatoid
Arthritis
1. Manifestasi Klinis
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa
minggu atau bulan. Sering pada keadan awal tidak menunjukkan
tanda yang jelas. Keluhan tersebut dapat berupa keluhan umum,
keluhan padasendi dan keluhan diluar sendi (Putra dkk,2013).
2. Keluhan umum Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah,
nafsu makan menurun,peningkatan panas badan yang ringan atau
penurunan berat badan.
3. Kelainan sendiTerutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu
sendi pergelangan tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi
lainnya juga dapat terkena seperti sendi siku, bahu sterno-klavikula,
panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang terbatas pada
leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan
dan nyeri sendi.
4. Kelainan diluar sendi
a. Kulit: nodul subukutan (nodul rematoid)
b. .Jantung: kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan,
namun 40% pada autopsi RA didapatkan kelainan perikard
c. Paru: kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan
kelainan pleura (efusi pleura, nodul subpleura)
d. Saraf: berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang
sering terjadi berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di
ekstremitas dengan gejala foot or wrist drop
e. Mata: terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa
kekeringan mata, skleritis atau eriskleritis dan skleromalase perfo
f. Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali,
limpadenopati, anemia, trombositopeni, dan neutropeni
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratoriuma.Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan
C-Reactive Protein(CRP) meningkatb.Rheumatoid Factor(RF) :
80% pasien memiliki RF positif namun RF negatif tidak
menyingkirkan diagnosisc.Anti Cyclic Citrullinated Peptide(anti
CCP) : Biasanya digunakan dalam diagnosis dini dan penanganan
RA dengan spesifisitas 95-98% dan sensitivitas 70%
namunhubungan antara anti CCP terhadap beratnya penyakit
tidak konsisten.
2. RadiologisDapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak,
penyempitan ruang sendi, demineralisasi “juxta articular”,
osteoporosis, erosi tulang, atau subluksasi sendi.
F. Diagnosis
Terdapat beberapa kesulitan dalam mendeteksi dini penyakit RA.
Hal ini disebabkan oleh onset yang tidak bisa diketahui secara pasti dan
hasil pemeriksaan fisik juga dapat berbeda-beda tergantung pada
pemeriksa. Meskipun demikian, penelitian sebelumnya telah
menunjukkan bahwa alat ukur diagnosis RAdengan ARA (American
Rheumatism Association) yang direvisi tahun 1987 memiliki sensitivitas
91%. Hasil laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis RA
ditemukan kurang sensitif dan spesifik. Sebagai contoh, IGM
Rheumatoid Factor memiliki spesifisitas 90% dan sensitivitas hanya
54%. (Bresnihan, 2002)Berikut adalah kriteria ARA (American
Rheumatism Association) yang direvisi tahun 1987 yang masih dapat
digunakan dalam mendiagnosis RA.

Osteoarthritis(OA)

1. Definisi
Osteoarthrosis atau osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi
degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra,
panggul, lutut, dan pergelangan kaki palingsering terkena OA

2. Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam
proses terjadinya osteoarthritis

3. Epidemiologi
OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak mengenai
terutama pada orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia 65
tahun menggambarkan OA pada gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-
50% hanya mengalami gejala.

4. Patologi
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh
kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa
mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.Pada
Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak
makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis
proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar
proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan
berkurangnya.kadarairtulangrawansendi.Padaprosesdegenerasidarikartilago
artikularmenghasilkansuatu substansi atau zat yang dapat menimbulkan
suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk menhasilkan IL-1
yang akanmeningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks
ekstraseluler.

5. Manifestasi Klinis
biasanya ditemukan Nyeri sendi, Kaku pada pagi hari
(morningstiffness), Hambatan pergerakan sendi, krepitasi, perubahan
bentuk sendi, dan perubahan gaya berjalan

6. Penatalaksanaan
nonfarmakologis : edukasi, menurunkan berat badan, terapi fisik dan
rehabilitasi medik/fisioterapi. Farnakologis: analgesik oral, NSAIDs,
Condroprotektif

7. Factor resiko

faktor sistemik: usia, jenis kelamin dan faktor herediter. Faktor


intrinsik: obesitas, penggunaan sendi yang terlalu sering

3. Sistemik Lupus Eritomatosus(SLE)


1. Definisi
Penyakit rematik autoimun yang di tandai dengan adanya inflamasi
tersebut luas yang memengaruhi setiap organ atau setiap system dalam
tubuh.

2. Etiologi
Factor pejamu (suspnsibillitas,hormonal) dan factor lingkungan
menyebabkan hilangnya self tolerance dan mengiduksi prosesautoimun.

3. Mekanisme
Gangguan imunitas yang di tandai oleh pesisten limfosit B dan T yang
bersifat autoreaktif. Antibody yang terbentuk akan di berikatan dengan
autoantigen membentuk kompleks imun yang mengedap berupa depot
dalam jaringan. Akibatnya akan terjadi aktifitas komplemen sehingga
terjadi reaksi inflamasi yang menimbulkan lesi di tempat tersebut.

4. Manifestasi klinis
Penyakit kronik dengan keluhan dan gejala intermiten sampai ke fase
akut yang fatal. Gejala kostitusional dapat berupa demam yang menetap
atau intermitan ,kelelahan,penurunan berat badan dan anoreksia.

4. Epidemiologi
Ensidensi SLE pada anak secara keseluruhan mengalami
peningkatan sekitar 15-17%. Penyakit SLE jarang terjadi pada usia di
bawah 5th dan menjelang remaja.

5. Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

6. Penatalaksanaan
Penyakit SLE adalah penyakit kronik yang di tandai dengan remesi
dan relaps. Terapi sportif tidak dapat di anggap remeh. Pemberian obat
anti inflamasi nonsteroid.

7. Prognosis
Akhir-akhir ini prognosis untuk berbagi bentuk penyakit lupus
sudah membaik dengan angka survival untuk masa 10th sebesar 90%.

Anda mungkin juga menyukai