Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PATOFISIOLOGI

PENYAKIT ASMA

OLEH :

Adrian W Nababan (160205224)


Elsa Monara (160205
Janius Naibaho (160205094)
Juni E Simamora (160205071)
Roy Indra Sinaga (160205155)
Sanjaya A Lumbangaol (160205072)
Waldo F Tumangger (160205064)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2018

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pernapasan atau respirasi adalah proses mulai dari pengambilan oksigen,

pengeluaran karbondioksida hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia

dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang

karbondioksida ke lingkungan. Sistem pernapasan pada dasarnya dibentuk oleh

jalan atau saluran napas dan paru-paru beserta pembungkusnya (pleura) dan

rongga dada yang melindunginya. Normalnya manusia butuh kurang lebih 300

liter oksigen per hari. Dalam keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2

yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kali

lipat. Namun dalam pernapasan juga dapat mengalami gangguan atau kelainan

salah satunya yang kita kenal dengan penyakit asma.

Asma adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran napas

sehingga penderita mengalami keluhan sesak napas atau kesulitan bernapas.

Tingkat keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam

menyimpan oksigen. Asma merupakan penyakit yang tidak bisa dianggap sepele.

Berdasarkan data WHO tahun 2006, sebanyak 300 juta orang menderita asma dan

225 ribu penderita meninggal karena asma di seluruh dunia. Angka kejadian asma

80 % terjadi di negara berkembang akibat kemiskinan, kurangnya tingkat

pendidikan, pengetahuan dan fasilitas pengobatan. Angka kematian yang

disebabkan oleh penyakit asma di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat 20

persen untuk sepuluh tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik.

Hasil penelitian International study on asthma an alergies in childhood

pada tahun 2006, menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala penyakit

asma tidak dapat disembuhkan, namun dalam penggunaan obat-obat yang ada
saat ini hanya berfungsi untuk menghilangkan gejala saja. Kontrol yang baik

diperlukan oleh penderita untuk terbebas dari gejala serangan asma dan bisa

menjalani aktivitas hidup sehari-hari. Untuk mengontrol gejala asma secara baik,

maka penderita harus bisa merawat penyakitnya, dengan cara mengenali lebih

jauh tentang penyakit tersebut (Sundaru, 2008).

Selama asma menyerang, saluran napas akan mengalami penyempitan

dan mengisinya dengan cairan lengket yang diproduksi oleh dinding bagian

dalam yang menyebabkan jalan udara menyempit dan mengurangi aliran keluar

masuknya udara ke paru-paru. Pada asma kambuhan sering menyebabkan

gangguan seperti sulit tidur, kelelahan, dan mengurangi tingkat aktivitas sehari-

hari.

Asma secara relatif memang memiliki tingkat kematian yang rendah

dibandingkan dengan penyakit kronis lainnya, namun demikian sedikitnya

ratusan ribu orang meninggal karena asma pada tahun 2005. Banyaknya penderita

asma yang meninggal dunia, dikarenakan oleh kontrol asma yang kurang atau

kontrol asma yang buruk (Depkes, 2008).

Walaupun asma merupakan penyakit yang dikenal luas oleh masyarakat,

namun penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari

sebagian perawat dan masyarakat bahwa asma merupakan penyakit yang

sederhana serta mudah diobati dan pengelolaan utamanya dengan obat-obatan

asma khususnya bronkodilator. Maka timbul kebiasaan dari dokter atau perawat

dan pasien untuk mengatasi gejala penyakit asma saja, bukannya mengelola asma

secara lengkap. Khususnya terhadap gejala sesak nafas dan mengi dengan

pemakaian obat-obatan. Pengetahuan yang terbatas tentang asma membuat


penyakit ini seringkali tidak tertangani dengan baik (Ramaiah, 2006).

Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka penyusun akan membahas lebih

lanjut tentang penyakit asma. Sehingga masyarakat lebih memahami tentang

penyakit asma, faktor yang mempengaruhinya serta hal-hal apa yang dilakukan

untuk perawatan penyakit asma.

1.2 Tujuan

Yang menjadi tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu :

a. Agar mahasiswa mengetahui pengertian asma

b. Agar mahasiswa mengetahui apa saja penyebab terjadinya serangan

asma

c. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana klasifikasi dari penyakit

asma

d. Agar mahasiswa mengetahui tentang mekanisme tejadinya asma

e. Agar mahasiswa mengetahui cara penanganan atau pengendalian

penyakit asma

f. Agar mahasiswa mengetahui tentang asuhan keperawatan asma


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Asma

Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa

yunani yang berarti “sukar bernapas”. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala

sesak napas, batuk yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asma juga

disebut penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas.

Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran napas,

peradangan, rasa nyeri, pembengkakan dan iritasi pada saluran napas di paru-paru.

Hal lain disebut juga bahwa asma adalah penyakit yang disebabkan oleh

peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam-macam stimuli

yang di tandai dengan penyempitan bronkus atau bronkiolus dan sekresi berlebih

dari kelenjar di mukosa bronkus.

Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP)

pada National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini asma

bronkial) didefinisikan sebagai penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, yang

dikarakterisir oleh adanya :

a. Penyumbatan saluran nafas yang bersifat reversible (dapat balik), baik

secara spontan maupun dengan pengobatan.

b. Peradangan pada jalan nafas.

c. Peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiper-

responsivitas) (NAEPP, 1997).


Pada saat seseorang menderita asma terkena faktor pemicunya, maka

dinding saluran mafasnya akan menyempit dan membengkak menyebabkan sesak

napas. Kadang dinding saluran napas dilumuri oleh lendir yang lengket sehingga

dapat menyebabkan sesak napas yang lebih parah. Jika tidak dapat ditangani

dengan baik maka asma dapat menyebabkan kematian.

2.2 Klasifikasi Penyakit Asma

2.2.1 Berdasarkan Penyebabnya

Berdasarkan penyebabnya asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,

yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh alegren yang

spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan

aspirin) dan spora jamur yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka

yang sehat.

Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik

terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada alegren spesifik seperti yang disebutkan

di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. Reaksi yang timbul pada

asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi

mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal

dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan

antigen spesifikasinya. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan

bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang

tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,

diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan

leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Dengan kata lain

Antibodi ini mencari dan menempelkan dirinya pada sel-sel batang. Peristiwa ini

terjadi dalam jumlah besar di paru-paru dan saluran pernafasan lalu

membangkitkan suatu reaksi. Batang-batang sel melepaskan zat kimia yang

disebut mediator. Salah satu unsur mediator ini adalah histamin. Dan akibat

pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah reaksi penegangan/pengerutan

saluran pernafasan dan meningkatnya produksi lendir yang dikeluarkan jaringan

lapisan sebelah dalam saluran tersebut.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap faktor

yang tidak spesifik atau tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen.

Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti

cuaca, kelembaban dan suhu udara, polusi udara, dan juga oleh aktivitas olahraga

yang berlebihan. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan

berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.

Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan

tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang

kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia).

Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena asma intrinsik.

3. Asma Campuran
Asma campuran adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini

mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non

alergik.

2.2.2 Klasifikasi Asma Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit Derajat

Asma)

Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya adla sebagai

berikut :

1. Intermiten

Intermitten ialah derajat asma yang paling ringan. Pada tingkatan derajat

asma ini, serangannya biasanya berlangsung secara singkat. Dan gejala ini juga

bisa muncul di malam hari dengan intensitas sangat rendah yaitu ≤ 2x sebulan.

2. Persisten Ringan

Persisten ringan ialah derajat asma yang tergolong ringan. Pada tingkatan

derajat asma ini, gejala pada sehari-hari berlangsung lebih dari 1 kali seminggu,

tetapi kurang dari atau sama dengan 1 kali sehari dan serangannya biasanya dapat

mengganggu aktifitas tidur di malam hari.

3. Persisten Sedang

Persisten sedang ialah derajat asma yang tergolong lumayan berat. Pada

tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya di atas 1 x seminggu dan

hampir setiap hari. Serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di

malam hari.

4. Persisten Berat

Persisten berat ialah derajat asma yang paling tinggi tingkat

keparahannya. Pada tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya
hampir setiap hari, terus menerus, dan sering kambuh. Membutuhkan

bronkodilator setiap hari dan serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas

tidur di malam hari.

2.3 Gejala - Gejala Penyakit Asma

Secara umum gejala penyakit asma adalah sesak napas, batuk berdahak,

dan suara napas yang berbunyi dimana serinya gejala ini timbul pada pagi hari

menjelang waktu subuh, hal ini dikarenakan pengaruh keseimbangan hormon

kortisol yang kadarnya rendah ketika pagi hari.

Penderita asma akan mengeluhkan sesak napas karena udara pada waktu bernapas

tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran napas yang sempit hal ini juga

yang menyebabkan timbulnya bunyi pada saat bernapas. Pada penderita asma,

penyempitan saluran napas yang terjadi dapat berupa pegerutan dan tertutupnya

saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlebihan dan menimbulkan batuk

sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut.

Salah satu ciri asma adalah hilangnya keluhan diluar serangan. Artinya, pada saat

serangan, penderita asma bisa kelihatan amat menderita (banyak batuk, sesak

napas, hebat bahkan sampai tercekik) tetapi diluar serangan penderita sehat-sehat

saja. Inilah salah satu yang membedakannya dengan penyakit lain.

2.4 Patofisiologi Penyakit Asma

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang

menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma

tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi

mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi Ig E abnormal


dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan

antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat

pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus

kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi Ig E orang tersebut

meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya

histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),

faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema

lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam

lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan

tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat Pada asma , diameter bronkiolus

lebih berkurang selama ekspirasi dari pada inspirasi.

Selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa

menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,

maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang

menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma

biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali

melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional

dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat

kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan

barrel chest.
2.5 Manifestasi Klinis

2.5.1 Asma Kronik

Asma kronik ditandai dengan episode dispnea yang disertai dengan

bengek, tapi gambaran klinik asma beragam. Pasien dapat mengeluhkan sempit

dada, betuk atau bunyi saat bernapas. Hal ini sering terjadi saat latihan fisik yang

dapat terjadi secara spontan atau berhubungan dengan allergen tertentu. Tanda-

tandanya termasuk bunyi disaat ekspirasi dengan pemeriksaan auskultasi, batuk

kering yang berulang atau tanda atopi. Asma dapat bervariasi dari gejala harian

kronik sampai gejala yang berselang. Terdapat keparahan dan remisi berulang dan

interval antar gejala mingguan, bulanan atau tahunan. Keparahan ditentukan oleh

fungsi paru-paru dan gejala sebelum terapi disamping jumlah obat dalam

mengontrol gejala. Pasien dapat menunjukkan gejala berselang ringan yang tidak

memerlukan pengobatan atau hanya penggunaan sewaktu-waktu agonis beta

inhalasi.

2.5.2 Asma Parah Akut

Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi akut dimana

inflamasi, edema jalan udara, akumulasi mukus yang berlebihan dan

bronkospasmus parah yang menyebabkan penyempitan jalan udara yang serius

tidak responsif terhadap terapi bronkodilator biasa. Pasien mengalami kecemasan

dan mengeluhkan dispnea parah, nafas pendek, sempit dada atau rasa terbakar.

Penderita mungkin hanya dapat mengucapkan kata dalam satu napas. Gejala tidak

responsif terhadap penanganan biasa. Tanda termasuk bunyi yang terdengar

dengan auskultasi saat inspirasi dan ekspirasi, batuk kering yang berulang,

takhipnea, kulit pucat atau kebiruan dan dada yang mengembang disertai dengan
retraksi interkostal dan supra klavilar. Bunyi nafas dapat hilang bila obstruksi

sangat parah.

2.6 Pengobatan Asma

Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agar penderita dapat hidup

normal, bebas dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin,

mengurangi reaktifasi saluran napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan

angka kematian akibat asma Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma dalam

jangka pendek dapat menyebabkan kematian , sedangkan jangka panjang dapat

mengakibatkan peningkatan serangan atau terjadi obstruksi paru yang menahun.

Untuk pengobatan asma perlu diketahui juga perjalanan penyakit, pemilihan obat

yang tepat cara untuk menghindari faktor pencetus Dalam penanganan pasien

asma penting diberikan penjelasan tentang cara penggunaan obat yang benar,

pengenalan dan pengontrolan faktor alergi. Faktor alergi banyak ditemukan dalam

rumah seperti tungau debu rumah alergen dari hewan, jamur, dan alergen di luar

rumah seperti zat yang berasal dari tepung sari, ja mur, polusi udara. Obat aspirin

dan anti inflamasi non steroid dapat menjadi faktor pencetus asma. Olah raga dan

peningkatan aktivitas secara bertahap dapat mengurangi gejala asma.

Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu

sebagai berikut:

a. Pengetahuan

Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan penyakitnya

dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan (GINA, 2005).

b. Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit asma.

Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi terhadap

penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta memonitor

perkembangan fungsi paru (GINA, 2005).

c. Menghindari Faktor Resiko

Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala

asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala asma.

Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya

(GINA, 2005).

d. Pengobatan Medis Jangka Panjang

Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan

tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten,

tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten,

menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh

Teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten,

menggunakan pilihan obat β. Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol

asma :

 Glukokortikosteroid Inhalasi

Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi

gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi

hiperresponsive dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup

(GINA, 2005). Obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal,

menimbulkan iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek
sistemik, menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast (GINA,

2005).

 Glukokortikosteroid Oral

Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat

kortikosteroid inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes,

penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma, obaesitas

dan kelemahan (GINA, 2005).

 Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)

Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma.

Obat ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsive pada

imun nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian

dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).

 β2-Agonist Inhalasi

Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah

pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam,

meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian

musculoskeletal, menstimulasi kerja cardiovascular dan hipokalemia (GINA,

2005).

 β2-Agonist Oral

Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada

waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja jantung,

dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal (GINA, 2005).

 Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma

bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh

darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa mual, muntah,

diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35

mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardi,

kerusakan otak dan kematian.

 Leukotriens

Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk

mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan menurunkan

gejala asma (GINA, 2005).

Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (reliever) asma:

 β2-Agonist Inhalasi

Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk

mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsive jalan napas. Obat

ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA,

2005).

 β2-Agonist Oral

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja

jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).

 Antikolinergic

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru.

Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus (GINA, 2005)

e. Metode Pengobatan Alternative


Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam

penelitian. Buteyko merupakan salah satu pengobatan alternative yang terbukti

dapat menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma,

selain itu memperbaiki gejala yang ditimbulkan asma. Buteyko ini merupakan

tehnik bernapas yang dirancang khusus untuk penderita asma dengan prinsip

latihan tehnik bernapas dangkal (GINA, 2005).

f. Terapi Penanganan Terhadap Gejala

Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan

kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan

dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah

penderita asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2 -agonist

inhalasi dan glukokortikosteroid oral (GINA, 2005)

g. Pemeriksaan Teratur

Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara

teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat

perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).

Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola hidup

sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan pemenuhan

nutrisi yang memadai, menghindari stress, dan olahraga atau yang biasa disebut

latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma Foundation of Victoria,

2002).

Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stress akan menjaga

penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat memperburuk asma
dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita asma (The Asthma

Foundation of Victoria, 2002).

Latihan fisik dapat membuat tubuh menjadi lebih bugar, sehingga tubuh

tidak menjadi lemas. Latihan fisik dapat merubah psikologis penderita asma yang

beranggapan tidak dapat melakukan kerja apapun, anggapan ini dapat

memperburuk keadaan penderita asma. Sehingga dengan latihan fisik, kesehatan

tubuh tetap terjaga dan asupan oksigen dapat ditingkatkan sejalan dengan

peningkatan kemampuan latihan fisik (The Asthma Foundation of Victoria, 2002)

h. Inhaler

Inhaler merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memberikan obat

ke dalam tubuh melalui paru-paru. Hal ini terutama digunakan dalam pengobatan

asma. Yang paling umum adalah MDI (Metered Dose Inhaler) yang diberi

tekanan udara dan diukur dosis pengisapnya. Pada MDI, obat-obatan biasanya

disimpan dalam bentuk larutan yang diberi tekanan udara dalam tabung kecil yang

berisi propellan, meskipun mungkin juga bisa dalam bentuk suspensi. Prosedur

yang benar untuk menggunakan MDI adalah pertama, mengambil nafas dan

keluarkan sepenuhnya, masukkan pompa ke dalam mulut kemudian ambil nafas,

tekan ujung tabung untuk melepaskan obat.

Cara penggunaan MDI:

1. MDI menghasilkan kadar tertentu obat PPOK dalam bentuk aerosol. MDI

memungkinkan bagi Anda untuk menghirup obat PPOK Anda, bukan

minum pil. Dengan demikian, obat PPOK anda kemudian langsung

menuju ke paru-paru anda.


2. Sebelum menggunakan MDI, lepaskan tutup mulut dan kocok secara

menyeluruh. Jika Anda belum menggunakan inhaler selama seminggu atau

lebih, atau itu adalah pertama kalinya anda menggunakan inhaler, semprot

ke udara pertama untuk memeriksa bahwa ia bekerja.

3. Ambil napas panjang beberapa kali dan kemudian bernapas keluar dengan

lembut.

4. Segera tempat corong di mulut Anda dan menempatkan Anda di sekitar

gigi itu (tidak di depan dan jangan digigit), dan segel bibir Anda di sekitar

mulut, memegang di antara bibir Anda.

5. Mulai untuk bernapas dalam perlahan dan me ndalam melalui corong

telepon. Ketika Anda bernapas dalam, secara bersamaan tekan ke bawah

tabung inhaler untuk melepaskan obat. Satu siaran pers satu kali

semprotan obat.Lanjutkan bernapas dalam-dalam untuk memastikan obat

masuk ke paru-paru Anda.

6. Tahan nafas Anda selama 10 detik atau selama Anda nyaman bisa,

sebelum bernapas perlahan-lahan.

7. Jika Anda perlu mengambil puff lain, tunggu selama 30 detik.

8. Kocok inhaler Anda lagi kemudian ulangi langkah 2 sampai 6.

9. Ingatlah untuk membilas mulut Anda secara menyeluruh dengan a ir

setelah setiap kali digunakan untuk membantu mengurangi efek samping

mengganggu.

i. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut :
a. Riwayat kesehatan dahulu

Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.

 Kaji riwayat reaksi alergi, sentisifitas terhadap faktor lingkungan dll.

 Kaji riwayat pekerjaan pasien.

b. Aktifitas

 Tidak mampunya melakukan aktifitas, karena gangguan bernafas.

 Adanya penurunan kemampuan, dan aktifitas pasien.

c. Aktifitas sehari-hari

 Tidur dalam posisi duduk tinggi

d. Pernafasan

 Dispnea saat istirahat atau latihan

 Nafas memburuk saat berbaring terlentang

 Menggunakan gerakan meninggikan bahu atau melebarkan bahu, agar

membantu pernafasan.

e. Hidung

 Ada bunyi nafas mengi

 Ada batuk berulang

f. Sirkulasi

 Adanya peningkatan tekanan darah

 Adanya peningkatan frekuensi jantung

 Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu,sianosis.

 Kemerahan atau berkeringat

g. Integrita Ego

 Ansietas
 Ketakutan

 Peka rangsangan

 Gelisah

h. Asupan Nutrisi

 Ketidakmampuan untuk makan, karena gangguan pernafasan.

 Penurunan bb karena anoreksia

i. Hubungan Sosial

 Keterbatasan mobilitas fisik

 Susah bicara

 Adanya ketergantungan pada orang lain


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk

mengurangi gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara

pasien, keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya

harus diberi informasi lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan,

dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien

hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi penyebab timbulnya asma.

Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma kemanapun

dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek tanggal

kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas

hidup pasien semakin meningkat.

3.2 Saran

Dengan mengetahui apa dan bagaimana penyakit asma maka dapat lebih

mengenali cara penanganannya.


DAFTAR PUSTAKA

Adyana, I Ketut dkk, 2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI.Jakarta


Fairawan, Sulfan 2008. Hubungan antara tingkat pengetahuan
tentang penyakit asma dengan sikap penderita dalam perawatan
asma pada pasien rawat jalan di balai kesehatan paru masyarakat
(BBKPM).Skripsi.Surakarta

Anonim, 1998. Buku Saku Kedokteran Dorland edisi 25, Penerbit ECG, Jakarta

Anonim, 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta

Boushey H.A., 2001. Obat-obat Asma dalam Katzung, B.G., Farmakologi Dasar
& Klinik, Ed.I, diterjemahkan oleh Sjbana, D., dkk, Salemba
Medika, Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. ( 2008). Pedoman Penaggulangan
nasional TBC. Jakarta: Depkes RI.
GINA, 2005. Global Strategy For Asthma Management and Prevention Update August
2014. Global Initative for Asthma, Toronto.

Maryono.2009. Hubungan antara faktor lingkungan dengan kekambuhan asma


bronchial pada klien pasien rawat jalan di poliklinik paru instalasi
rawat jalan RSUD.DR MOEWARDI Surakarta.Skripsi
Mulia, yuiyanti J, 2002. Perkembangan patogenesis dan pengobatan
asmabronchial. Penerbit EGC, trisakti, Jakarta
NAEPP, 2007. Expert Panel Report 3: Guidelines for the Diagnosis and
Management of Asthma. National Heart, Lung, and Blood Institute
(US)
Sundaru, heru, 2008. asma bronkial. jakarta: Departemen ilmu penyakit dalam
FKUI Tanjung, dudut. 2003. Asuhan Keperawatan
Asma Bronchial. USU Digital library Sumatra Utara
The Asthma Foundations of Victoria. 2002. Terapi Pelengkap dan Penyakit Asma

Anda mungkin juga menyukai