Anda di halaman 1dari 54

BAGIAN IKM-IKK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

PENANGANAN DM TIPE 2 DALAM KEDOKTERAN KELUARGA

PENYUSUN:
Stevie Dwi Haryani
K1A1 14 073

PEMBIMBING:
dr. Indria Hafizah, M.Biomed

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN IKM-IKK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Stevie Dwi Haryani


NIM : K1A1 14 073
Judul Refarat : Penanganan DM Tipe 2 Dalam Kedokteran Keluarga
Program Studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan tugas refarat dalam rangka kepanitraan klinik pada Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo.

Kendari, Agustus 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Indria Hafizah M.Biomed


NIP. 19801125 2009122001

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan refarat ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan refarat
ini dengan baik. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan laporan kasus ini sebagai tugas dalam
rangka menyelesaikan stase ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu kedokteran
komunitas dengan judul “Penanganan DM Tipe 2 Dalam Kedokteran
Keluarga”.
Penulis tentu menyadari bahwa refarat ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk refarat ini, supaya
nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada refarat ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen pembimbing kami yang telah membimbing dalam penulisan refarat
ini.
Demikian, semoga refarat ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kendari, 2 Agustus 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii

KATA PENGANTAR ............................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iv

DAFTAR TABEL .................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. vii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................... 1

1.2. Tujuan ................................................................................ 3

1.3. Manfaat .............................................................................. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus Tipe 2. .................................................... 5

2.2. Ilmu Kedokteran Keluarga .............................................. 22

BAB III. METODE PENGUMPULAN DATA

3.1. Data yang Dikumpulkan .................................................. 26

3.2. Cara Pengambilan Data .................................................. 26

BAB IV. HASIL KEGIATAN PUSKESMAS DAN HASIL PENGUMPULAN


DATA

4.1 Gambaran Singkat Puskesmas…………………………….27

4.2. Data Sekunder Hasil Pelaporan Puskesmas………………29

4.3. Data Primer……………………………………………….30

iv
BAB V. MASALAH KESEHATAN

5.1. Mandala Of Health .......................................................... 37


5.2. Diagnosis Holistik ........................................................... 39
BAB VI. PEMECAHAN MASALAH PRIORITAS DAN USULAN KEGIATAN

6.1. Rencana Penatalaksanaan ................................................ 41

6.2. Pembahasan ..................................................................... 41

BAB VII. PENUTUP

7.1. Simpulan .......................................................................... 45

7.2. Saran ................................................................................ 45

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 46

v
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 1 Klasifikasi Etiologi DM 6


Tabel 2 Kriteria Diagnosis DM 11
Tabel 3 Kadar Tes Laboratorium Darah Untuk Diagnosis 11
Diabetes dan Prediabetes
Tabel 4 Distribusi Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas 27
Abeli
Tabel 5 Jumlah penderita DM di Puskesmas Abeli tahun 30
2018
Tabel 6 Daftar Keluarga 33

Tabel 7 Apgar Keluarga 34

Tabel 8 Fungsi S.C.R.E.E.M 36

Tabel 9 Analisis masalah kesehatan dengan pendekatan 38


Mandala of Health

vi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman


Gambar 1 Obat hipoglikemik oral 18
Gambar 2 Algoritme pengelolaan DM tipe 2 19
Gambar 3 Genogram 33
Gambar 4 Mandala of Health 37

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak
ditularkan dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang dan
umumnya berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah
penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner, stroke), kanker, penyakit
pernafasan kronis (asma dan penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.1
Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah triple
burden diseases. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai
dengan masih sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu,
munculnya kembali beberapa penyakit menular lama (re-emerging diseases),
serta munculnya penyakit-penyakit menular baru (new-emergyng diseases)
seperti HIV/AIDS, Avian Influenza, Flu Babi dan Penyakit Nipah. Di sisi lain,
PTM menunjukkan adanya kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu
ke waktu. Salah satu PTM yang semakin meningkat prevalensinya yaitu
diabetes.2
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa),
atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkannya. Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting,
menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi
target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi
diabetes terus meningkat selama beberapa dekade terakhir.3
Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes
pada tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Prevalensi
diabetes di dunia (dengan usia yang distandarisasi) telah meningkat hampir dua
kali lipat sejak tahun 1980, meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi
orang dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan faktor risiko terkait seperti
kelebihan berat badan atau obesitas. Selama beberapa dekade terakhir,

1
prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan
menengah daripada di negara berpenghasilan tinggi.3
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
Bentuk paling umum dari diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 2. Pada
diabetes melitus tipe 2 atau Non‐Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM), dapat terjadi dua kondisi yakni pankreas memproduksi insulin tetapi
jumlah insulin yang diproduksi tidak adekuat atau terjadinya resistensi insulin.4
Penyakit Diabetes Melitus tipe 2 bisa dilakukan pencegahan dengan
mengetahui faktor risiko. Faktor risiko penyakit DM terbagi menjadi faktor
yang berisiko tetapi dapat diubah oleh manusia, dalam hal ini dapat berupa pola
makan, pola kebiasaaan sehari-hari seperti makan, pola istirahat, pola aktivitas
dan pengelolaan stress. Faktor yang kedua adalah faktor berisiko terapi tidak
dapat diubah seperti usia, jenis kelamin, serta faktor pasien dengan latar
belakang keluarga dengan penyakit diabetes.5
UU Kesehatan No 36 tahun 2009 pasal 9 menyebutkan setiap orang
berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kewajiban sebagaimana
dimaksud pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya
kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan. Keluarga
perlu memberikan informasi guna meningkatkan pengetahuan pasien tentang
pengendalian penyakitnya. Menggunakan pendekatan berpusat pada pasien
dengan mengidentifikasi banyak hambatan untuk kontrol gula darah seperti
ketidaktahuan dokter dari pasien bahwa mereka ketakutan, keyakinan, harapan
dan keterbatasan pendekatan biomedis ke pasien yang kurang patuh. Anggota
keluarga sangat berperan serta dalam pemberian intervensi pada pasien DM
tipe 2 dalam memberikan dukungan emosional dan psikologis, membantu
mengembangkan pengetahuan, sikap dan perilaku penderita yang sehat, serta
mempromosikan manajemen diabetes secara mandiri. American Diabetes
Association (ADA) mengatakan bahwa perencanaan pengelolaan diabetes
harus dibicarakan sebagai terapetik individual antara pasien dan keluarganya,
dan pasien harus menerima perawatan medis secara terkoordinasi dan integrasi

2
dari tim kesehatan, sehingga keluarga menyadari pentingnya keikutsertaan
dalam perawatan penderita DM agar kadar gula darah penderita dapat
terkendali dengan baik.6
Diabetes merupakan penyakit kompleks yang membutuhkan penanganan
secara holistic. Sehingga penanganan yang diberikan tidak hanya berpusat
kepada individu namun seyogyanya menggunakan pendekatan kedokteran
keluarga.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penanganan pasien diabetes melitus tipe 2
berdasarkan pendekatan kedokteran keluarga untuk mewujudkan
keluarga sehat di wilayah kerja Puskesmas Abeli.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik keluarga meliputi fungsi keluarga,
bentuk keluarga, dan siklus keluarga pada pasien DM tipe 2.
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
kesehatan pada pasien DM tipe 2.
c. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pada pasien DM tipe2
dan keluarganya.

1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang penanganan Diabetes
Melitus Tipe 2 dengan pendekatan Kedokteran Keluarga.
1.3.2. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar memberikan
penanganan kepada pasien DM secara holistik, terpadu, paripurna dan
berkesinambungan serta mempertimbangkan aspek keluarga dalam
proses penyembuhan.

3
1.3.3. Bagi Pasien dan Keluarga
Memberikan informasi kepada keluarga pasien bahwa keluarga
memiliki peranan yang begitu penting dalam kesembuhan pasien.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus Tipe 2


2.1.1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.4 Diabetes
melitus adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes
melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial,
aterosklerosis dan penyakit vaskular mikroangiopati.7
Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit
menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap
dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II
dianggap sebagai non insulin dependent diabetes melitus.8
2.1.2. Epidemiologi
Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan
diabetes pada tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun
1980. Prevalensi diabetes di dunia (dengan usia yang distandarisasi)
telah meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, meningkat dari
4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa. Hal ini mencerminkan
peningkatan faktor risiko terkait seperti kelebihan berat badan atau
obesitas. Selama beberapa dekade terakhir, prevalensi diabetes
meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan menengah
daripada di negara berpenghasilan tinggi.3
Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula
darah yang lebih tinggi dari batas maksimum mengakibatkan tambahan
2,2 juta kematian, dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular

5
dan lainnya. Empat puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini
terjadi sebelum usia 70 tahun. Persentase kematian yang disebabkan
oleh diabetes yang terjadi sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-negara
berpenghasilan tinggi.9
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995-2001 dan
Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa penyakit tidak menular seperti
stroke, hipertensi, diabetes melitus, tumor, dan penyakit jantung
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Pada tahun 2007,
sebesar 59,5% penyebab kematian di Indonesia merupakan penyakit
tidak menular. Selain itu, persentase kematian akibat penyakit tidak
menular juga meningkat dari tahun ke tahun, yaitu 41,7% pada tahun
1995, 49,9% pada tahun 2001, dan 59,5% pada tahun 2007.9
Jika dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi DM
berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun hasil
Riskesdas 2018 meningkat menjadi 2%. Prevalensi DM berdasarkan
diagnosis dokter dan usia ≥ 15 tahun yang terendah terdapat di Provinsi
NTT, yaitu sebesar 0,9%, sedangkan prevalensi DM tertinggi di
Provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%.9
2.1.3. Klasifikasi
Istilah lama dari insulin-dependent (IDDM) atau non-insulin-
dependent (NIDDM) yang diusulkan oleh WHO pada tahun 1980 dan
1985 telah hilang dan persyaratan sistem klasifikasi baru
mengidentifikasi empat jenis diabetes melitus: tipe 1, tipe 2 , tipe
spesifik lainnya dan diabetes gestasional. Klasifikasi etiologis diabetes
melitus tercantum dalam Tabel 1.10
Tabel 1. Klasifikasi Etiologi DM7
DM Tipe 1 A. Autoimun
B. Idiopatik
DM Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin

6
DM Tipe Lain A. Defek genetic fungsi sel beta
B. Defek genetic kerja insulin
C. Penyakit eksokrin pancreas
D. Endokrinopati
E. Obat atau zat kimia
F. Infeksi
G. Sebab imunologi yang jarang
H. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM
DM gestasional Terjadi pada sebagian besar pada wanita selama kehamilan.

A. DM tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 (diabetes remaja) ditandai oleh kerusakan
sel beta yang disebabkan oleh proses autoimun, biasanya mengarah
pada defisiensi insulin absolut. Tipe 1 biasanya ditandai dengan
adanya dekarboksilase asam anti-glutamat, antibodi sel islet atau
insulin yang mengidentifikasi proses autoimun yang menyebabkan
kerusakan sel beta. Akhirnya, semua pasien diabetes tipe 1 akan
memerlukan terapi insulin untuk mempertahankan
normoglikemia.11
B. DM tipe 2
Pentingnya defek sekresi insulin atau peran hormon di perifer dalam
terjadinya diabetes melitus tipe 2(DMT2) telah dan akan terus
menjadi penyebab untuk didiskusikan. DM tipe 2 meliputi 80%
hingga 90% dari semua kasus DM. Sebagian besar individu dengan
diabetes tipe 2 menunjukkan obesitas intra-abdominal (visceral),
yang terkait erat dengan adanya resistensi insulin. Selain itu,
hipertensi dan dislipidemia (trigliserida tinggi dan kadar kolesterol
HDL yang rendah; hiperlipidemia postprandial) sering ditemukan
pada individu ini. Ini adalah bentuk paling umum dari diabetes
melitus dan sangat terkait dengan riwayat keluarga diabetes, usia
yang lebih tua, obesitas dan kurang olahraga. Ini lebih sering terjadi

7
pada wanita, terutama wanita dengan riwayat diabetes gestasional,
dan pada orang kulit hitam, Hispanik dan penduduk asli Amerika.11
C. DM tipe lain
Jenis diabetes melitus dari berbagai etiologi yang diketahui
dikelompokkan bersama untuk membentuk klasifikasi yang disebut
"Jenis Spesifik Lainnya". Kelompok ini termasuk dengan defek
genetik fungsi sel-beta (tipe diabetes ini sebelumnya disebut MODY
atau diabetes onset kedewasaan pada masa muda) atau dengan defek
aksi insulin; orang dengan penyakit pada pankreas eksokrin, seperti
pankreatitis atau fibrosis kistik; orang dengan disfungsi yang terkait
dengan endokrinopati lainnya (mis. akromegali); dan orang-orang
dengan disfungsi pankreas yang disebabkan oleh obat-obatan, bahan
kimia atau infeksi. DM tipe ini meliputi kurang dari 10% kasus
DM.11
D. DM gestasional
Diabetes melitus gestasional adalah klasifikasi operasional (daripada
kondisi patofisiologis) yang mengidentifikasi wanita yang menderita
diabetes melitus selama kehamilan. Wanita yang menderita diabetes
melitus tipe 1 selama kehamilan dan wanita dengan diabetes melitus
asimptomatik tipe 2 yang tidak terdiagnosis yang ditemukan selama
kehamilan diklasifikasikan dengan Gestational Diabetes Mellitus
(GDM). Pada kebanyakan wanita yang mengembangkan GDM,
gangguan ini mulai muncul pada trimester ketiga kehamilan.11
2.1.4. Etiopatogenesis
Dua patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus DMT2
secara genetik adalah resistensi insulin dan defek fungsi sel beta
pankreas. Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-
orang dengan berat badan overweight atau obesitas. Insulin tidak dapat
bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa
pancreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak.
Ketika produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat guna

8
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa
darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia kronik pada DMT2 semakin merusak sel beta di satu sisi
dan memperburuk resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit
DMT2 semakin progresif.12
Secara klinis, makna resistensi insulin adalah adanya konsentrasi
insulin yang lebih tinggi dari normal yang dibutuhkan untuk
mempertahankan normoglikemia. Pada tingkat seluler, resistensi
insulin menunjukan kemampuan yang tidak adekuat dari insulin
signaling mulai dari pre reseptor, reseptor, dan post reseptor. Secara
molekuler beberapa faktor yang diduga terlibat dalam patogenesis
resistensi insulin antara lain, perubahan pada protein kinase B, mutasi
protein Insulin Receptor Substrate (IRS), peningkatan fosforilasi serin
dari protein IRS, Phosphatidylinositol 3 Kinase (PI3 Kinase), protein
kinase C, dan mekanisme molekuler dari inhibisi transkripsi gen IR
(Insulin Receptor).12
Sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas dapat
memproduksi insulin secukupnya untuk mengkompensasi peningkatan
resistensi insulin. Pada saat diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta
pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang adekuat untuk
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin oleh karena pada saat
itu fungsi sel beta pankreas yang normal tinggal 50%. Pada tahap lanjut
dari perjalanan DMT2, sel beta pankreas diganti dengan jaringan
amiloid, akibatnya produksi insulin mengalami penurunan sedemikian
rupa, sehingga secara klinis DMT2 sudah menyerupai DMT1 yaitu
kekurangan insulin secara absolut.12
Ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana terjadinya
kerusakan sel beta, diantaranya adalah teori glukotoksisitas,
lipotoksisitas, dan penumpukan amiloid. Efek hiperglikemia terhadap
sel beta pankreas dapat muncul dalam beberapa bentuk. Pertama adalah
desensitasi sel beta pankreas, yaitu gangguan sementara sel beta yang

9
dirangsang oleh hiperglikemia yang berulang. Keadaan ini akan
kembali normal bila glukosa darah dinormalkan. Kedua adalah ausnya
sel beta pankreas yang merupakan kelainan yang masih reversibel dan
terjadi lebih dini dibandingkan glukotoksisitas. Ketiga adalah
kerusakan sel beta yang menetap. 12
Pada DMT2, sel beta pankreas yang terpajan dengan hiperglikemia
akan memproduksi reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ROS
yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan sel beta pankreas.
Hiperglikemia kronik merupakan keadaan yang dapat menyebabkan
berkurangnya sintesis dan sekresi insulin di satu sisi dan merusak sel
beta secara gradual.12
2.1.5. Faktor risiko
Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2,
berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut
American Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan
faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan
DM (first degree relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayat melahirkan
bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah
(<2,5 kg). Faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas
berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan
≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi
dan diet tidak sehat.8
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita
polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolic
memiliki riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa
darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit
kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau peripheral rrterial Diseases
(PAD), konsumsi alkohol, faktor stres, kebiasaan merokok, jenis
kelamin, konsumsi kopi dan kafein.8

10
2.1.6. Diagnosis
PERKENI membagi alur diagnosis DM berdasarkan ada tidaknya
gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagi, dan berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM
diantaranya lemas, kesemutan, luka sulit sembuh, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi, (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan
gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak
ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan
glukosa darah abnormal. Diagnosis DM djuga dapat ditegakkan melalui
cara pada Tabel 2.7

Tabel 2. Kriteria diagnostik DM 13


Gejala klasik DM + GDS > 200 mg/dl. GDS merupakan hasil pemeriksaan sesaat
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Gejala klasik DM + GDP > 126 mg/dl. Puasa diartikan tidak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam
Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) >200 mg/dl.
TTGO dilakukan dengan beban glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air.

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau


kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang
meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).10

Tabel 3. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes.10

HbA1c (%) Glukosa darah puasa Glukosa plasma 2 jam


(mg/dl) setelah TTGO (mg/dl)

Diabetes > 6,5 > 126 > 200

Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199

11
Normal <5,7 <100 < 140

2.1.7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan
kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan
meliputi:10
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian
glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara komprehensif.10
A. Langkah-Langkah Penatalaksanaan Umum
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan
pertama, yang meliputi:10
1. Riwayat Penyakit
a. Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
b. Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat
perubahan berat badan.
c. Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
d. Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara
lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang
telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri.
e. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang
digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani.
f. Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik,
hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia).

12
g. Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit gigi, dan
traktus urogenital.
h. Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada
ginjal, mata, jantung dan pembuluh darah, kaki, saluran
pencernaan, dll.
i. Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap
glukosa darah.
j. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung
koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk
penyakit DM dan endokrin lain).
k. Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
l. Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status
ekonomi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran tinggi dan berat badan.
b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan
darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan
adanya hipotensi ortostatik.
c. Pemeriksaan funduskopi.
d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
e. Pemeriksaan jantung.
f. Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
g. Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan
vaskular, neuropati, dan adanya deformitas).
h. Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka,
hiperpigmentasi, necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan
bekas lokasi penyuntikan insulin).
i. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe
lain.10

13
3. Evaluasi Laboratorium
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jam setelah
TTGO.
b. Pemeriksaan kadar HbA1c.10
4. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita
yang baru terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan:10
a. Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High
Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein
(LDL), dan trigliserida.
b. Tes fungsi hati
c. Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR
d. Tes urin rutin
e. Albumin urin kuantitatif
f. Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
g. Elektrokardiogram.
h. Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit
jantung kongestif).
i. Pemeriksaan kaki secara komprehensif.
B. Langkah-Langkah Penatalaksanaan Khusus
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat
(terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan
intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral
dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan
sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergensi
dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya: ketoasidosis,
stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya
ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder
atau Tersier.10

14
1. Edukasi
Dalam praktek sehari-hari perlu dilakukan penyuluhan bagi para
diabetisi agar bisa melakukan pola hidup sehat yang meliputi
pola makan dan latihan fisik dengan mudah.7
2. Terapi Nutrisi
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
karbohidrat 45-65%, protein 15-20%, lemak 20-25%, kolesterol
<300 mg/hari. Jumlah kalori basal per hari, laki-laki 30
kal/kgBB idaman dan wanita 25 kal/kg BB idaman.10 Secara
umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung
dan komposisi tersebut di atas, dibagi dalam 3 porsi besar untuk
makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi
makanan ringan (10-15%) di antaranya. Tetapi pada kelompok
tertentu perubahan jadwal, jumlah dan jenis makanan dilakukan
sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang DM yang
mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan
dengan penyakit penyerta.7
3. Latihan Fisik
Latihan fisik merupakan salah satu pilar pengelolaan DM tipe 2
selain bisa memperbaiki sensitivitas insulin, juga untuk menjaga
kebugaran tubuh. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
teratur (3-5 kali seminggu selama kurang lebih 30-60 menit
minimal 150 menit/minggu intensitas sedang). Kegiatan sehari-
hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun, harus tetap dilakukan.7
4. Obat Antihiperglikemia Oral
Pengelolaan DMT2 dimulai dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani selama beberapa waktu. Apabila kadar glukosa
darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pemilihan obat untuk pasien DMT2

15
memerlukan pertimbangan yang banyak agar sesuai dengan
kebutuhan pasien. Pertimbangan itu meliputi, lamanya
menderita diabetes, adanya komorbid dan jenis komorbidnya,
riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat hipoglikemia
sebelumnya, dan kadar HbA1c. Dengan pertimbangan tertentu,
OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Pada keadaan dekompensasi
metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat
segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus
dijelaskan kepada pasien. Macam-macam obat OHO antara
lain:7
a. Pemicu sekresi insulin
Sekretorik insulin mempunyai efek hipoglikemia dengan
cara stimulasi sekresi insulin oleh sel beta pancreas.
Golongan ini meliputi sulfonylurea dan glinid. Sulfonilurea
merupakan pilihan utama untuk pasien berat badan normal
atau kurang. Glinid terdiri dari repaglinid dan nateglinid.
Cara kerja sama dengan sulfonylurea namun lebih
ditekannkan pada sekresi insulin fase pertama.14
b. Peningkat sensivitas insulin
Termasuk golongan biguanid dan tiazolindindion.
Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah
metformin. Metformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler,
distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa
hati. Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita
diabetes gemuk disertai dyslipidemia. Tiazolindindion
menrunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengankut glukosa sehingga meningkatkan

16
penga,bilan glukosa perifer. Tiazolindindion kontraindikasi
pada pasien gagal jantung karena meningkatkan retensi
cairan. 14
c. Penghambat glukosidase alfa
Acarbose bekerja mengurangi absorbsi glukosa di usus
halus. Obat ini menghambat pemecahan dan penyerapan
karbohidrat kompleks dengan menghambat enzim alpha
glukosidase. Acarbose juga tidak mempunyai efek samping
hipoglikemia, namun mempunyai efek samping pada
saluran cerna yaitu kembung dan flatulens. 14
d. Golongan incretin
Terdapat dua hormone incretin yang dikeluarkan saluran
cerna yaitu glucose dependent insulinotropic polupeptide
(GIP) dan glucagon like peptide-1 (GLP-1). Kedua
hormone ini dikeluarkan sebagai respon terhadap asupan
makanan sehingga meningkatkan sekresi insulin. Dan
penghambat glucagon.7
e. Penghambat Dipeptidyl peptidase IV (penghambat DPP-
IV)
Penghambat DPP-IV bekerja dengan memperpanjang masa
kerja GLP-1 sehingga membantu menurunkan
hiperglikemia. Terdapat dua macam yaitu sitagliptin dan
vildagliptin. 7

17
Gambar 1. Obat Hipoglikemik Oral10

18
5. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :7
a. HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
b. Penurunan berat badan yang cepat
c. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
d. Krisis Hiperglikemia
e. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
f. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard
akut, stroke)
g. Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang
tidak terkendali dengan perencanaan makan
h. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
i. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
j. Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Gambar 2.Algoritme pengelolaan DM tipe 27

19
2.1.8. Pencegahan
A. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya
hiperglikemia pada individu beresiko untuk jadi diabetes atau pada
populasi umum.4
B. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes
penyaringan terutama pada populasi berisiko tinggi. Sehingga
pasien dapat segera terdiagnosis dan mencegah komplikasi.4
C. Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat
komplikasi itu.4
2.1.9. Pola Hidup Sehat DM tipe 2
Di dalam praktek sehari-hari perlu dilakukan penyuluhan bagi para
diabetisi agar bisa melakukan pola hidup sehat yang meliputi pola
makan dan pola latihan fisik dengan mudah. Oleh sebab itu Askandar
Tjokroprawiro 1995-2010 telah menyusun sepuluh petunjuk sehat yang
disingkat GULOH-SISAR = SINDROMA-10. GULOH-SISAR
termasuk terapi non farmakologi oleh karena mengandung unsur terapi
nutrisi medis dan latihan fisik. Terapi ini didasarkan dengan pedoman
batasi, nikmati dan imbangi artinya bahwa para diabetisi bisa
menikmati semua jenis makanan namun jumlahnya harus dibatasi
kecuali yang manis sebaiknya dihindari. Tetapi bila mengonsumsi
makanan dengan jumlah berlebih harus diimbangi dengan melakukan
olahraga yang lebih dari biasanya dilakukannya.
1. G (gula) : artinya bagi para diabetisi sebaiknya pantang gula dan
bagi non DM membatasi asupan gula
2. U (urat) untuk mencegah atau mengatasi hiperurisemia maka batasi
konsumsi JAS-BUKET yaitu jerohan, alkohol, sarden, burung
dara, unggas, kaldu, kacang-kacangan, emping, tape.

20
3. L (lemak) batasi TEK-KUK-CS2: telor, keju-kepiting, udang,
kerang-cumi,susu, santan.
4. O (obesitas) lakukanlah penurunan berat badan bila terjadi obesitas
dengan target lingkar pinggang untuk laki-laki <90 cm, untuk
wanita <80 cm.
5. H (hipertensi) untuk pasien hipertensi batasi ekstra garam, ikan
asin, kacang asin dan lain-lain.
6. S (sigaret), stop merokok.
7. I (inaktivitas) lakukanlah olahraga setiap hari yang bisa
mengeluarkan kalori kurang lebih 300 kcal/hari atau jalan 3 km
atau sit up 50-200x/hari.
8. S (stress) usahakan tidur nyenyak 6-7 jam sehari, bila tidur malam
kurang maka bisa digantikan pada siang harinya.
9. A (alkohol) stop minum alkohol.
10. R (regular check up) lakukanlah control secara teratur, bagi umur
>40 tahun setiap 3,6,12 bulan, konsultasi kepada ahlinya dan
terapi.
2.1.10. Komplikasi
Diabetes melitus sering menyebabkan komplikasi makrovaskular dan
mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular terutama didasari oleh
karena adanya resistensi insulin, sedangkan komplikasi mikrovaskular
lebih disebabkan oleh hiperglikemia kronik. Kerusakan vaskular ini
diawali dengan terjadinya disfungsi endotel akibat proses glikosilasi
dan stress oksidatif pada sel endotel. Beberapa komplikasi DM yaitu
hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, koma hyperosmolar hiperglikemik
non ketotik, menngkatnya risiko penyakit jantung dan stroke, neuropati,
retinopati diabetikum, nefropati diabetic dan kaki diabetic.9
2.2. Ilmu Kedokteran Keluarga
Menurut PB IDI tahun 1983 ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang
mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran yang orientasinya adalah untuk
memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan

21
menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan masyarakat dengan
memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Dokter
Keluarga adalah dokter yang memberi pelayanan kesehatan yang berorientasi
komunitas dengan titik berat pada keluarga sehingga ia tidak hanya
memandang penderita sebagai individu yang sakit tapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan tidak anya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita atau keluarganya Dengan definisi demikian IDI
menggambarkan ciri pelayanan DK sebagai berikut:15
1. DK melayani penderita tidak hanya sebagai individu tetapi sebagai
anggota satu keluarga bakan anggota masyarakatnya
2. DK memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh dan memberikan
perhatian kepada penderitanya secara lengkap dan sempurna,jauh melebihi
apa yang dikeluhkannya
3. DK memberikan pelayanan kesehatan dengan tujuan utama meningkatkan
derajat kesehatan, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta
mengobatinya penyakit sedini mungkin
4. DK menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan tingkat pertama dan
ikut bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan
5. DK mengutamakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
dan berusaha memenuhi kebutuhan itu sebaik-baiknya.
A. Prinsip Kedokteran Keluarga
Prinsip-prinsip pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga adalah
memberikan/mewujudkan:15
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
2. Pelayanan yang kontinu
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integrasi dari
keluarganya.
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya.

22
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hokum.
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan.
9. Pelayanan yang sadar biaya dan mutu.
B. Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami-istri, atau suami istri dan anak; atau ayah dengan anak atau ibu
dengan anak (UU RI No. 10 Th 1992). Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas Kepala Keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan
saling ketergantungan (Depkes RI, 1998).15
C. Fungsi Keluarga
Fungsi-fungsi keluarga harus dipahami oleh dokter keluarga untuk
membantu menegakkan diagnosis masalah kesehatan yang dihadapi oleh
para anggota keluarga dan juga dalam mengatasi masalah kesehatan setiap
anggota keluarga tersebut. Fungsi keluarga banyak macamnya. Di
Indonesia fungsi keluarga dibedakan menjadi 8 macam menurut PP no.21
tahun 1994. 15
1. Fungsi keagamaan : memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota
keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala
keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur
kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
2. Fungsi sosial budaya : membina sosialisasi pada anak, membentuk
norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak,
meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
3. Fungsi cinta kasih : memberikan kasih sayang dan rasa aman,
memberikan perhatian diantara anggota keluarga
4. Fungsi melindungi : melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak
baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman
5. Fungsi reproduksi : meneruskan keturunan, memelihara dan
membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga

23
6. Fungsi sosialisasi dan pendidikan : mendidik anak sesuai dengan
tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak, bagaimana keluarga
mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik
7. Fungsi ekonomi : mencari sumber-sumber penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk
memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang
8. Fungsi pembinaan lingkungan : fungsi keluarga yang memberikan
kemampuan kepada setiap keluarga dapat menempatkan diri secara
serasi, selaras dan seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan
lingkungan yang berubah secara dinamis.
D. Pengukuran fungsi keluarga
Pengukuran fungsi keluarga dapat diukur dengan menggunakan ;15
1. APGAR family (Adaptation, Partnership, Growth, Affection,
Resolve) Diciptakan oleh Smilkstein untuk mengetahui fungsi
keluarga secara cepat. Merupakan instrumen skrening untuk
disfungsi keluarga dan mempunyai reliabilitas dan validitas yang
adekuat untuk mengukur tingkat kepuasan mengenai hubungan
keluarga secara individual, juga beratnya disfungsi keluarga. Bila
pertanyaan dijawab sering / selalu nilai 2, kadang-kadang nilai 1,
jarang / tidak nilai 0. Bila hasil penjumlahan kelima nilai diatas
adalah antara :
7-10 : fungsi keluarga baik
4-6 : fungsi keluarga kurang baik
0-3 : fungsi keluarga tidak baik
2. SCREEM (Social Cultural Religion Economic Education Medical).
Jika APGAR family untuk melihat fungsi keluarga secara
fisiologis, maka SCREEM adalah untuk melihat fungsi keluarga
secara patologis.15
a. Apakah antara anggota keluarga saling memberi perhatian,
saling membantu kalau ada kerepotan masing-masing.Apakah

24
interaksi dengan tetangga sekitarnya juga berjalan baik dan
tidak ada masalah (Social).
b. Apakah keluarga puas terhadap budaya yang berlaku di daerah
itu (Culture).
c. Apakah keluarga taat dalam beragama (Religion).
d. Apakah status ekonomi keluarga cukup (Economic)
e. Apakah pendidikan tergolong cukup (Education)
f. Apakah dalam mencari pelayanan kesehatan mudah dan ada alat
transportasi (Medical)
E. Genogram Keluarga
Genogram adalah suatu alat bantu berupa peta skema (visual map)
dari silsilah keluarga pasien yang berguna bagi pemberi layanan
kesehatan untuk segera mendapatkan informasi tentang nama anggota
keluarga pasien, kualitas hubungan antar anggota keluarga. Genogram
adalah biopsikososial pohon keluarga, yang mencatat tentang siklus
kehidupan keluarga, riwayat sakit di dalam keluarga serta hubungan antar
anggota keluarga.15
Di dalam genogram berisi : nama, umur, status menikah, riwayat
perkawinan, anak-anak, keluarga satu rumah, penyakit-penyakit spesifik,
tahun meninggal, dan pekerjaan. Juga terdapat informasi tentang
hubungan emosional, jarak atau konflik antar anggota keluarga, hubungan
penting dengan profesional yang lain serta informasi-informasi lain yang
relevan. 15
Genogram idealnya diisi sejak kunjungan pertama anggota
keluarga, dan selalu dilengkapi (update) setiap ada informasi baru tentang
anggota keluarga pada kunjungan kunjungan selanjutnya. Idealnya,
genogram dibuat minimal untuk 3 generasi. Genogram dapat membantu
dokter untuk :15
1. Mendapat informasi dengan cepat tentang data yang terintegrasi antara
kesehatan fisik dan mental di dalam keluarga
2. Pola multigenerasi dari penyakit dan disfungsi

25
BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA

3.1. Data yang Dikumpulkan


Pada refarat ini menggunakan data primer dan data sekunder. Menurut
Sugoiyono (2012) data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan
cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang
bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen.

3.2. Cara Pengambilan Data


Data diperoleh dari telaah jurnal berkaitan dengan judul referat dan
profil Puskesmas Abeli tahun 2018 serta wawancara pasien yang berkunjung
di Poli Lansia Puskesmas Abeli.

26
BAB IV
HASIL KEGIATAN PUSKESMAS DAN HASIL PENGUMPULAN DATA

4.1 Gambaran Singkat Puskesmas Abeli


Puskesmas Abeli merupakan salah satu dari 15 puskesmas yang ada di
kota kendari, sekitar 12 KM dari Ibukota Propinsi. Sebagian besar wilayah
kerja merupakan dataran rendah dan sebagian merupakan perbukitan sehingga
sangat ideal untuk pemukiman. Puskesmas Abeli terletak di kelurahan Abeli
kecamatan Abeli yang terdiri dari 8 (delapan) kelurahan.16
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Abeli pada Tahun 2018
sebanyak 20.098 jiwa yang tersebar di 8 wilayah kelurahan.Adapun untuk lebih
jelasnya distribusi penduduk perkelurahan, disajikan dalam tabel berikut ini:16

Tabel 4. Distribusi Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Abeli16

JUMLAH PENDUDUK JML


NO KELURAHAN RMH
PRIA TANGGA
WANITA TOTAL

1 Lapulu 2545 2494 5039 963

2 Talia 983 963 1946 450

3 Tobimeita 1299 1273 2572 383

4 Abeli 1187 1164 2351 490

5 Puday 1065 1044 2109 338

6 Poasia 999 979 1978 345

7 Anggalomelai 1035 1015 2050 430

8 Benua Nirae 1037 1016 2053 438

TOTAL 10.150 9.948 20.098 3.837

27
Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial dilaksanakan untuk mendukung

pencapaian Standar Pelayanan Minimal Kota Kendari di bidang Kesehatan

terdiri dari :16

1. Pelayanan Promosi Kesehatan termasuk UKS

2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan

3. Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM

4. Pelayanan Gizi yang bersifat UKM

5. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

6. Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan yang dilaksanakan oleh


Puskesmas Abeli, merupakan kegiatan yang sifatnya inovatif dan/ atau bersifat
ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan prioritas masalah
kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia.
UKM pengembangan di puskesmas Abeli terdiri dari :16

1. Pelayanan Kesehatan Jiwa

2. Pelayanan Kesehatan Gigi Masyarakat

3. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer

4. Pelayanan Kesehatan Olahraga

5. Pelayanan Kesehatan Indera

6. Pelayanan KesehatanLansia

7. Pelayanan Kesehatan Kerja

Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama di puskesmas

Abeli dilaksanakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan

Standar Pelayanan.dilaksanakan dalam bentuk :16

28
1. Pelayanan Pemeriksaan Umum

2. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

3. Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP

4. Pelayanan Gawat Darurat

5. Pelayanan Gizi Yang Bersifat UKP

6. Pelayanan Persalinan

7. Pelayanan Rawat Inap

8. Pelayanan Kefarmasian

9. Pelayanan Laboratorium

10. PONED (Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergency Dasar)

4.2 Data Sekunder Hasil Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas


Di Puskesmas Abeli penderita Diabetes Melitus merupakan kunjungan
rawat jalan cukup banyak, untuk mengurangi pasien dengan penderita tersebut
Puskesmas Abeli bekerja sama dengan BPJS melakukan kegiatan senam
Prolanis setiap hari jumat, PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan
kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang
melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka
pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit
kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien. Adapun data penderita Diabetes Melitus
(DM) menurut Kecamatan dan Puskesmas tahun 2018 dapat di lihat pada tabel
berikut ini:16

29
Tabel 5. Jumlah penderita DM di Puskesmas Abeli tahun 201816

PENDERITA DM YANG
MENDAPATKAN
JUMLAH PELAYANAN KESEHATAN
NO KELURAHAN PENDERITA SESUAI STANDAR
DM
JUMLAH %
1 2 3 4 5
1. Abeli 26 26 100

2. Anggalomelai 16 16 100

3. Tobimeita 16 16 100

4. Benua Nirae 14 14 100

5. Talia 19 19 100

6. Poasia 16 16 100

7. Lapulu 31 31 100

8. Puday 17 17 100

JUMLAH 155 155 100

4.3. Hasil Pengumpulan Data Primer


Data primer diperoleh dari hasil wawancara pasien terdiagnosis DM
yang berkunjung ke Poli Lansia Puskesmas Abeli.
A. Identitas Penderita

Nama : Ny. F

Usia : 61 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMP

30
Agama : Islam

Suku : Muna

Alamat : Lapulu

Tanggal Periksa : 23 Juli 2019

B. Anamnesis :

Keluhan Utama : Kram kedua kaki

Riwayat Penyakit sekarang :

Pasien datang ke Poli Lansia Puskesmas Abeli diantar oleh anaknya

dengan keluhan kram pada kedua kaki, terasa nyeri seperti tertusuk-tusuk

sejak 2 minggu yang lalu. Badan terasa lemas dan cepat merasa lelah

walaupun melakukan aktivitas ringan. Pasien juga mengeluhkan cepat haus

dan sering BAK.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengeluhkan gejala kram-kram sebelumnya.

Riwayat DM sejak 3 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Di dalam keluarga, orang tua (ibu) pasien menderita hipertensi,

kakak pasien menderita DM, Anak pertama pasien menderita hipertensi.

Saudara kedua pasien meninggal saat bayi.

Riwayat Kebisaaan :

Dalam kesehariannya, pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.

Sehari-hari melakukan pekerjaan di rumah namun beberapa hari terakhir

pasien merasa cepat lelah sehingga mengurangi aktivitas di rumah.

31
Riwayat Pengobatan :

Pasien sebelumnya sudah sempat berobat ke Puskesmas Abeli

dengan penyakit DM dan hipertensi namun sempat berhenti karena pasien

merasa gejala yang dulu dirasakan sudah membaik.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Saat ini Ny. F tinggal bersama suami dan anak terakhirnya. Aspek ekonomi

keluarga Ny. F tergolong menengah ke atas dengan pekerjaan suami Tn X.

sebagai pensiunan PNS. Keluarga pasien tidak mengeluh adanya kesulitan

dalam keuangan yang dihadapi.

Riwayat Gizi

Ny F makan 3 kali dalam sehari. Makanan yang dikonsumsi bebas,

masih makan makanan berlemah dan tinggi karbohidrat.

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Kesan: Sakit ringan Tekanan darah: 130/90 mmHg Anemis : (-)
Kesadaan : E4M6V5 Nadi : 72x/menit Ikterus : (-)
Gizi : Baik Suhu : 37 oC Sianosis : (-)
Pernapasan : 20x/menit
Pemeriksaan Toraks : dbn
Pemeriksaan Abdomen : dbn

Resume :

Pasien dengan keluhan kram pada kedua kaki, terasa nyeri seperti
tertusuk-tusuk sejak 2 minggu yang lalu, badan terasa lemas, cepat merasa
lelah walaupun melakukan aktivitas ringan. Pasien juga mengeluhkan cepat
haus dan sering BAK. Riwayat penyakit terdahulu DM dan hipertensi.
Riwayat penyakit dalam keluarga DM dan hipertensi. Riwayat pengobatan

32
terdahulu sempat minum obat hipertensi dan OHO namun berhenti. Riwayat
konsumsi makanan tidak ada diet khusus. Pemeriksaan fisik sakit ringan,
compos mentis, tekanan darah 130/90 mmHg. Pemeriksaan lain dbn.

D. Genogram

Gambar 3. Genogram
Keterangan :
: Meninggal

: Perempuan

: Laki-Laki

: Pasien

: Hipertensi

: Diabetes

Tabel 6. Daftar Keluarga

Umur Hubungan Pendidikan/P


No Nama JK
(Tahun) Keluarga ekerjaan

1 Tn. A L 77 (saat Ayah pasien Petani


meninggal)

33
2 Ny B P 85 (saat Ibu Pasien Petani
meninggal)

3. Tn C L 70 Saudara pasien Petani

4. Ny D P Meninggal Saudara pasien IRT


saat bayi

5. Ny E P 67 Saudara pasien Wiraswasta

6. Ny F P 61 Pasien IRT

7. Tn Z L 80 Mertua pasien Petani

8. Ny Y P 69 Mertua pasien Petani

9. Tn X L 60 Suami pasien PNS

10 Ny V P 59 Saudara suami PNS


pasien

11 Tn M L 41 Anak pasien PNS

12 Tn O L 36 Anak pasien Wiraswasta

13 Ny N P 34 Anak pasien Wiraswasta

Sering/ Kadang- Jarang/t


NO Pertanyaan Selalu kadang idak Nilai
(2) (1) (0)
Saya puas bahwa saya dapat
1 kembali ke keluarga saya bila √
1
saya menghadapi masalah.
Saya puas dengan cara keluarga
2 saya membahas dan membagi √
1
masalah dengan saya.
Saya puas dengan cara keluarga
3 saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
√ 2
kegiatan baru atau arah hidup
yang baru.

34
Saya puas dengan cara keluarga √
4 mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi
1
saya seperti kemarahan,
perhatian, dll
Saya puas dengan cara keluarga √
5 saya dan saya membagi waktu
1
bersama-sama.

TOTAL 6
E. Apgar Keluarga
Tabel 7. Apgar Keluarga

Apgar Keluarga menilai 5 (lima) Fungsi pokok Keluarga yaitu :


1. Adaptasi
Dinilai dari tingkat kepuasan anggota Keluarga dalam menerima
bantuan yang diperlukan dari anggota keluarga lainnya.
Pada kasus poin adaptasi bernilai 1(satu).
2. Kemitraan
Tingkat kepuasan dalam mengambil keputusan terhadap suatu
masalah yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.
Pada kasus poin Kemitraan bernilai 1 (satu).
3. Pertumbuhan
Tingkat kepuasan anggota Keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan pada tiap anggota keluarganya.
Pada kasus poin Pertumbuhan bernilai 2 (dua).
4.Kasih Sayang
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional dalam keluarga.
Pada kasus poin Kasih Sayang bernilai 1 (satu).
5. Kebersamaan
Tingkat kepuasan terhadap Kebersamaan dalam membagi waktu,
dan ruang antar keluarga.
Pada kasus poin Kebersamaan bernilai 1 (satu).
Keterangan:

35
Sering/selalu :2
Kadang-kadang :1
Jarang/tidak :0

Interpretasi :
0-3 : Tidak Sehat
4-6 : Kurang Sehat
7-10 : Sehat
Nilai APGAR yang diperoleh adalah 6 (Keluarga Kurang Sehat).
Fungsi keluarga adaptasi, kemitraan, kasih sayang dan kebersamaan
hanya kadang-kadang dirasakan oleh anggota keluarga. Namun anggota
keluarga menerima dan mendukung keinginan untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang baru.
F. Fungsi SCREEM
Fungsi patologis dinilai menggunakan alat S.C.R.E.E.M sebagai berikut:
Tabel 8. Fungsi S.C.R.E.E.M
Sumber Patologis Keterangan
Ikut berpartisipasi dalam kegiatan lingkungan -
Social
Kepuasan atau kebanggan terhadap budaya baik
dapat dilihat dari sikap pasien dan keluarga yang
-
Culture menghargai adat istiadat dalam kehidupan sehari-
hari
Pemahaman terhadap ajaran agama cukup,
-
Religious demikian juga dalam keataatan beribadah
Ekonomi keluarga termasuk cukup, pendapatan dari
-
Economic gaji sudah mencukupi untuk hidup layak sehari-hari
Tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga ini
+
Educational masih kurang
Keluarga menganggap pemeriksaan rutin kesehatan
masih kurang perlu, datang ke pelayanan kesehatan +
Medical
hanya saat ada keluhan

36
BAB V
MASALAH KESEHATAN

5.1. Mandala of Health


Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi,
digunakan konsep Mandala of Health.

Gaya hidup :
pola makan
dan olaraga
tidak teratur
Perilaku kesehatan:
berobat jika hanya Ling.psiko sosio-
ada keluahan ekonomi:Pendapatan
FAMILY keluarga cukup,
hubungan sosial baik

Pasien menderita
Pelayanan Lingkungan
DM dan hipertensi
kesehatan : kerja : tidak ada
sejak 2 tahun yang
akses ke
lalu.
puskesmas sulit
Pasien tidak
berobat secara
teratur

Faktor biologi: Lingkungan fisik:


Saudara pasien Ventilasi dalam
ada yang rumah cukup, jarak
menderita DM kamar mandi dan
kamar lain dekat,

Komunitas: Tidak ada


Komunitas : dilingkungan sekitar juga ada yang mengalami
gangguan jiwa

37
Gambar 4. Mandala of Health
Tabel 9. Analisis Masalah Kesehatan dengan Pendekatan Mandala of Health
No Masalah Skor Upaya Penyelesaian
1 Fungsi Biologis  Pengobatan dengan dokter
 Saudara pasien spesialis penyakit dalam
2
ada yang  Pemeriksaan anggota keluarga lain
menderita DM
2 Fungsi sosial
Pendapatan keluarga
5
cukup, hubungan sosial
baik
3. Faktor Perilaku  Edukasi mengenai penyakit DM
Kesehatan Keluarga  Edukasi mengenai perilaku bersih
 Pengobatan dan sehat
2
kurang teratur  Edukasi untuk rajin
memeriksakan kesehatan dan
teratur minum obat.
4. Lingkungan Rumah
Ventilasi dalam rumah
5
cukup, jarak kamar
mandi dan kamar lain
dekat
5. Pelayanan kesehatan :  Edukasi anggota keluarga agar
 Akses ke dapat meluangkan waktu untuk
3
Puskesmas sulit mengantar pasien berobat

6. Lingkungan kerja :
Tidak ada

7. Komunitas
Tidak ada

38
Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah kesehatan:

Skor 1 : tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi

Skor 2 : keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya

keiinginan); penyelesaian masalah sepenuhnya dilakukan oleh Provider

Skor 3 : keluarga mau melakukan namum perlu penggalian sumber yang belum

dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan oleh sebagian besar

provider.

Skor 4 : keluraga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung

pada upaya provider

Skor 5 : dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

5.2. Diagnosa Holistik


1. Aspek Personal
Keluhan : Kram-kram pada kedua kaki dan terasa nyeri seperti tertusuk-
tusuk, badan terasa lemas serta cepat merasa lelah, cepat haus dan sering
BAK. Harapan agar keluhannya dapat sembuh, bisa terlepas dari obat.
2. Aspek Klinis
Diagnosis Klinis: Diabetes Melitus dengan neuropati perifer
3. Aspek Resiko Internal
Usia pasien 61 tahun, pola berobat kuratif, pola makan dan olahraga tidak
teratur, kebiasaan minum obat dan memeriksakan gula darah yang tidak
teratur, faktor keturunan diabetes mellitus dalam keluarga yaitu kakak
pasien.
4. Aspek Psikososial Keluarga
Kurangnya keinginan keluarga untuk memotivasi pasien dengan cara
mengingatkan pasen untuk control dan minum obat serta mengantar pasien
berobat ke puskesmas. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki keluarga
pasien mengenai diabetes mellitus tipe 2.

39
5. Derajat fungsional
Derajat fungsional didapatkan nilai 2 yaitu mampu melakukan aktivitas
ringan sehari-hari di dalam dan di luar rumah.
6. Penanganan
a. Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang sedang diderita oleh
pasien dan komplikasinya, mengatur gaya hidup dan pola makan yang
baik bagi penderita DM serta memberikan motivasi untuk minum obat
secara teratur dan kontinu serta mengontrol gula darah
b. kepada pasien dan anggota keluarga,
c. Memberikan edukasi kepada keluarga untuk berperan dalam
mengingatkan pasien dengan pola hidup sehat dan keteraturan minum
obat serta kontrol kesehatan di pelayanan kesehatan.
d. Terapi farmakologis : Metformin tab 1x 500 mg, amlodipine 5 mg 1x1,
Vitamin B complex tab 2x1

40
BAB VI
PEMECAHAN MASALAH

6.1.Rencana Penatalaksanaan
Tindakan yag perlu dilakukan adalah yaitu ,
1. Pasien diberikan obat antihipoglikemik oral (metformin), amlodipine 5 mg
dan vitamin B kompleks untuk menangani keluhan pasien serta
memberiksan edukasi mengenai pengobatan DM tipe 2
2. Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang sedang diderita oleh
pasien dan komplikasinya kepada pasien dan anggota keluarga
3. Memberikan penjelasan tentang mengatur gaya hidup dan pola makan yang
baik bagi penderita diabetes melitus dengan memperhatikan aktivitas fisik
keseharian
4. Memberikan edukasi kepada keluarga untuk berperan dalam mengingatkan
pasien dengan pola makan, gaya hidup dan rutinitas minum obat serta
kontrol kesehatan di pelayanan kesehatan
5. Puskesmas melakukan deteksi dini pasien yang mengalami DM tipe 2 dan
deteksi dini komplikasi DM tipe 2
6. Puskesmas memberikan penyuluhan mengenai DM tipe 2
7. Puskesmas melakukan kegiatan home visit pada peserta PROLANIS DM
8. Puskesmas lebih mensosialisasikan program PROLANIS seperti senam
sehat PROLANIS kepada masyarakat.
6.2. Pembahasan
Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan
upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah
mandiri, tanda, dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus

41
diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan
secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Terapi nonfarmakologis dilakukan untuk menambah pengetahuan
pasien dan keluarga mengenai kebutuhan gizi pada DM tipe 2 dan konsumsi
makanan yang dapat membantu menurunkan kadar gula darah. Pada penderita
DM tipe 2 penatalaksanaan nonfarmakologis dilakukan dengan perubahan
gaya hidup. Hal ini sesuai dengan anjuran yang meliputi diet, penurunan berat
badan, dan peningkatan aktivitas fisik. Pola makan dan olahraga pasien perlu
diatur untuk mencegah komplikasi yang dapat muncul karena DM tipe 2. Pola
makan yang baik bagi pasien, selain menyesuaikan dengan gizi seimbang,
perlu untuk memperbanyak konsumsi serat. Pola olahraga yang baik bagi
pasien yaitu dilakukan terus menerus. Pasien dapat melakukan olahraga jalan
kaki, naik sepeda, ataupun senam, disesuaikan dengan kemampuan dan
kesenangan pasien, yang penting dapat dilakukan secara terus menerus.
Dari segi aspek psikososial keluarga, diperlukan keluarga untuk
memotivasi pasien dengan cara mengingatkan pasien untuk kontrol dan untuk
minum obat serta mengenai masalah‐masalah lainnya seperti psikososial
dengan memberikan konseling terhadap keluarga untuk menghindari hal‐hal
yang menyebabkan semakin parahnya keluhan, perilaku terhadap sarana
kesahatan, dengan memberikan konseling mengenai pentingnya pengobatan
preventif bukan hanya kuratif, dan perilaku untuk menjaga pola makan, faktor
lingkungan rumah dengan konseling tentang pentingnya menjaga kebersihan
lingkungan rumah.
Banyak penyandang diabetes di Indonesia yang tidak mengetahui
dirinya diabetes, sehingga tidak melakukan deteksi dini. Padahal, jika
dilakukan deteksi dini maka komplikasi dapat dicegah. Dengan demikian,
penyandang diabetes dapat tetap produktif, tidak mengalami kecacatan dan
dapat hidup dengan sehat.
Deteksi dini faktor risiko terintegrasi melalui Posbindu PTM sangat
penting dalam penemuan dini kasus DM. Dengan memeriksakan diri ke
Posbindu PTM secara berkala, setiap 6-12 bulan sekali, maka seseorang dapat

42
diskrining jika menderita PTM, termasuk Diabetes, untuk segera diobati.
Selain itu, dapat melihat kondisi kesehatan tertentu, seperti tekanan darah
tinggi atau kegemukan agar dapat disikapi dengan tepat atau apakah harus
segera menghentikan perilaku yang tidak sehat, seperti makan makanan yang
tidak sehat, makan berlebihan, kurang aktivitas fisik, merokok, atau minum
alkohol, serta memperoleh informasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS).
Upaya pencegahan dan pengendalian Diabetes yang paling utama
adalah dengan menerapkan gaya hidup sehat CERDIK, Cek kesehatan secara
berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin berolah raga/beraktifitas fisik. Diet
seimbang, banyak mengkonsumsi sayur dan buah, Istirahat Cukup, dan Kelola
stress, serta secara berkala memeriksakan diri untuk mengetahui faktor
risikonya terhadap Diabetes Melitus, serta merujuk lebih lanjut ke fasilitas
kesehatan terdekat untuk memperoleh pengobatan.
Penanganan Diabetes Melitus melibatkan berbagai sektor termasuk
pemerintah pusat. Langkah pemerintah dalam upaya pencapaian prioritas
pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 dalam Program Indonesia Sehat
dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat.
Pembangunan kesehatan dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu
keluarga.
Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga.
Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam
gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di
wilayah kerjanya.
Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini
merupakan pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan
perluasan dari upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang
meliputi kegiatan berikut.

43
a. Kunjungan keluarga untuk pendataan/ pengumpulan data Profil Kesehatan
b. Keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan datanya.
c. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya
d. promotif dan preventif.
e. Kunjungan keluarga untuk menidaklanjuti pelayanan kesehatan dalam
f. gedung.
g. Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga untuk
pengorganisasian/ pemberdayaan masyarakat dan manajemen Puskesmas.
Dalam rangka mengendalikan penyakit tidak menular, khususnya
Diabetes Mellitus dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
a. Peningkatan deteksi dini faktor risiko PTM melalui Posbindu.
b. Peningkatan akses pelayanan terpadu PTM di fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP).
c. Penyuluhan tentang dampak buruk merokok.
d. Menyelenggarakan layanan upaya berhenti merokok.

44
BAB VII
PENUTUP

7.1. Kesimpulan
a. Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkannya.
b. Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi
salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target
tindak lanjut oleh para pemimpin dunia.
c. DM membutuhkan layanan komprehensif dan integratif sehingga perlu
penanganan dengan pendekatan kedokteran keluarga
7.2. Saran
a. Untuk Puskesmas perlu peningkatan upaya pelayanan kesehatan baik
dilakukan dengan layanan yang berkesinambungan, holistik, dan
komprehensif serta diperlukan edukasi terhadap pasien mengenai
penyakit, penularan dan cara penggunaan obat yang benar sehingga
terbentuk hubungan interpersonal yang efektif antara dokter dan pasien.
b. Untuk pasien dan keluarga, diperlukan kerja sama antara anggota keluarga
dengan provider kesehatan dalam menyelesaikan semua permasalahan
yang ditemukan. Pasien dan keluarganya agar lebih terbuka kepada
pemberi pelayanan kesehatan jika ingin mengetahui tentang penyakitnya.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Batllitbang Kemenkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Kemenkes RI


2. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2012. Gambaran Penyakit Tidak
Menular di Rumah Sakit di Indonesia tahun 2009-2010. Buletin Jendela
Data & Informasi Kesehatan 2(2)
3. Pusat data dan Informasi Kemenkes RI.2014. Situasi dan Analisis Diabetes.
Jakarta. Kemenkes RI
4. Raditya B, Aditya M. 2016. Penatalaksanaan DM tipe 2 dengan
Hiperkolesterolemia Pada Seorang Pria Usia 60 Tahun dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga. J Medula Unila 5(2).
5. Isnaini N. Ratnasari. 2018. Faktor Risiko Mempengaruhi Kejadian Diabetes
Melitus Tipe Dua. Purwukerto. Universitas Muhammadiyah Purwokerto
6. Muhibuddin N, Sugiarto dan Hari W. 2016. Hubungan Pengetahuan dan Sikap
Keluarga dengan Terkendalinya Kadar Gula Darah pada Pasien DM tipe 2.
JSK 2 (1).
7. Purnamasari D. 2014. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus pada Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta. Interna Publishing
8. Fatima RN. 2015. Diabetes Melitus tipe 2. J Majority 4 (5)
9. Pusat data dan Informasi Kemenkes RI.2018. Hari Diabetes 2018. Jakarta.
Kemenkes RI
10. PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di
Indonesia 2015. Jakarta. PB PERKENI
11. Baynest HW. 2015. Classification, Pathophysiology, Diagnosis and
Management of Diabetes Mellitus. J Diabetes Metab 6 (5)
12. Decroli E. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
13. IDI. 2017. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama. Jakarta. PB IDI
14. Ndraha S. 2014. Diabetes Melitus tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Medicinus 27
(4)

46
15. Anggraini MT, Novitasari A dan Setiawan MR. 2015. Buku Ajar Kedokteran
Keluarga. Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Semarang
16. Puskesmas Abeli. 2018. Profil Puskesmas Abeli Tahun 2018. Kendari.
Puskesmas Abeli

47

Anda mungkin juga menyukai