Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sarana dan Prasarana


Ketersediaan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan yang aman dan
siap pakai di Puskesmas tidak saja mendukung pelayanan yang berkualitas tapi
juga akan mengurangi rujukan yang tidak perlu dengan alasan masalah sarana,
prasarana dan peralatan kesehatan. Kondisi ini hanya akan tercapai bilamana di
setiap fasilitas pelayanan kesehatan mampu melaksanakan manajemen peralatan
kesehatan di Puskesmas secara baik.[1]
Upaya penguatan kesehatan terutama di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama untuk mengoptimalisasi sistem rujukan agar Puskesmas dapat melakukan
pelayanan khususnya 155 penyakit seperti yang tertuang dalam Permenkes Nomor
05 Tahun 2014 Tentang panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer dan menjadi bagian dari Renstra Kemenkes Nomor 5 Tahun
2015-2019 pilar kedua. [1,2]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sarana merupakan sesuatu yang
dapat digunakan sebagai peralatan dalam pencapaian maksud dan tujuan
sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya suatu proses. Berdasarkan pengertian sarana dan prasarana
tersebut maka yang di maksud sarana dan prasarana fasilitas kesehatan adalah
segala sesuatu yang berfungsi sebagai penunjang dalam kegiatan pelayanan
kesehatan seperti gedung perawatan medis maupun peralatan medis lainnya.[3]
2.2 Puskesmas
Pusat pelayanan kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Pelayanan Kesehatan adalah pusat
pelayanan kesehatan yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.[4]

4
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan
kesehatan bermutu, hidup dalam lingkungan sehat, dan memiliki derajat kesehatan
yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas untuk mendukung terwujudnya
kecamatan sehat. [4]

Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi : [4]

a. Paradigma sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen


dalam upaya mencegah dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

b. Pertanggungjawaban wilayah

Puskesmas menggerakan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan


kesehatan di wilayah kerjanya.

c. Kemandirian masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,


kelompok dan masyarakat.

d. Pemerataan

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan


terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa
membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

e. Teknologi tepat guna

Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan


teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah
dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

5
f. Keterpaduan dan kesinambungan

Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM


dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan
yang didukung dengan manajemen Puskesmas.

Lokasi pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan : [4]

a. Geografis

Puskesmas tidak didirikan di lokasi yang berbahaya, yaitu

1. Tidak di tepi lereng

2. Tidak dekat kaki gunung yang rawan terhadap longsor

3. Tidak dekat anak sungai, sungai atau badan air yang dapat mengikir
pondasi

4. Tidak di atas atau dekat dengan jalur patahan aktif

5. Tidak di daerah rawan tsunami

6. Tidak di daerah rawan banjir

7. Tidak dalam zona topan

8. Tidak di daerah rawan badai, dan lain-lain

b. Aksesibilitas untuk Jalur Transportasi

Puskesmas didirikan di lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan


dapat diakses dengan mudah menggunakan transportasi umum. Tersedia jalur
untuk pejalan kaki dan jalur-jalur yang aksesibel untuk penyandang disabilitas.

c. Kontur Tanah

Kontur tanah mempunyai pengaruh penting pada perencanaan struktur, dan


harus dipilih sebelum perencanaan awal dapat dimulai. Selain itu kontur tanah
juga berpengaruh terhadap perencanaan sistem drainase, kondisi jalan terhadap
tapak bangunan dan lain-lain.

6
d. Fasilitas Parkir

Perancangan dan perencanaan prasarana parkir cukup penting karena prasarana


parkir kendaraan akan menyita banyak lahan. Kapasitas parkir harus memadai,
menyesuaikan dengan kondisi lokasi, sosial dan ekonomi daerah setempat.

e. Fasilitas Keamanan

Perancangan dan perencanaan prasarana keamanan sangat penting untuk


mendukung pencegahan dan penanggulangan keamanan minimal
menggunakan Pagar.

f. Ketersediaan Utilitas Publik

Puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan membutuhkan air


bersih, pembuangan air kotor/limbah, listrik, dan jalur telepon. Pemerintah
daerah harus mengupayakan utilitas tersebut selalu tersedia untuk kebutuhan
pelayanan dengan mempertimbangkan berbagai sumber daya yang ada pada
daerahnya.

g. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan

Puskesmas harus menyediakan fasilitas khusus untuk pengelolaan kesehatan


lingkungan antara lain air bersih, pengelolaan limbah B3 seperti limbah padat
dan cair yang bersifat infeksius dan non infeksius serta pemantauan limbah
gas/udara dari emisi incinerator dan genset.

h. Kondisi Lainnya

Puskesmas tidak didirikan di area sekitar Saluran Udara Tegangan Tinggi


(SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).

7
Persyaratan bangunan Puskesmas adalah sebagai berikut : [4]

a. Arsitektur Bangunan

1. Tata Ruang Bangunan

a) Rancangan tata ruang/bangunan agar memperhatikan fungsi sebagai


fasilitas pelayanan kesehatan.

b) Bangunan harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi


yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten/Kota dan/Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) yang bersangkutan.

c) Tata ruang Puskesmas mengikuti Peraturan Tata Ruang Daerah:

1) Ditetapkan nilai Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal


untuk Puskesmas adalah 60%.

2) Ditetapkan nilai Koefisien Lanti Bangunan (KLB) maksimal


untuk Puskesmas adalah 1,8.

3) Ditetapkan nilai Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimal untuk


Puskesmas adalah 15%.

4) Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sempadan Pagar


(GSP).

2. Desain

a) Tata letak ruang pelayanan pada bangunan Puskesmas harus diatur


dengan memperhatikan zona Puskesmas sebagai bangunan fasilitas
pelayanan kesehatan.

b) Tata letak ruangan diatur dan dikelompokkan dengan memperhatikan


zona infeksius dan non infeksius.

8
c) Zona berdasarkan privasi kegiatan:

1) Area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan


lingkungan luar Puskesmas, misalnya ruang pendaftaran.

2) Area semi publik, yaitu area yang tidak berhubungan langsung


dengan lingkungan luar Puskesmas, umumnya merupakan area
yang menerima beban kerja dari area publik misalnya
laboratorium, ruang rapat/diskusi.

3) Area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung Puskesmas,


misalnya ruang sterilisasi, ruang rawat inap.

d) Zona berdasarkan pelayanan

Tata letak ruang diatur dengan memperhatikan kemudahan pencapaian


antar ruang yang saling memiliki hubungan fungsi, misalnya:

1) Ruang rawat inap pasien letaknya mudah terjangkau dari ruang


jaga petugas.

2) Perawatan pasca persalinan antara ibu dengan bayi dilakukan


dengan sistem rawat gabung.

e) Pencahayaan dan penghawaan yang nyaman dan aman untuk semua


bagian bangunan.

f) Harus disediakan fasilitas pendingin untuk penyimpanan obat-obatan


khusus dan vaksin dengan suplai listrik yang tidak boleh terputus.

g) Lebar koridor disarankan 2,40 m dengan tinggi langit-langit minimal


2,80 m. Koridor sebaiknya lurus. Apabila terdapat perbedaan
ketinggian permukaan pijakan, maka dapat menggunakan ram dengan
kemiringannya tidak melebihi 7°.

9
3. Lambang

Bangunan Puskesmas harus memasang lambang sebagai berikut agar


mudah dikenal oleh masyarakat:

Gambar 1. Lambang Puskesmas[4]

Lambang Puskesmas harus diletakkan di depan bangunan yang


mudah terlihat dari jarak jauh oleh masyarakat. Arti dari lambang
Puskesmas tersebut yaitu:

a) Bentuk segi enam (hexagonal), melambangkan:

1) Keterpaduan dan kesinambungan yang terintegrasi dari 6 prinsip


yang melandasi penyelenggaraan Puskesmas.

2) Makna pemerataan pelayanan kesehatan yang mudah di akses


masyarakat.

3) Pergerakan dan pertanggung jawaban Puskesmas di wilayah


kerjanya.

b) Irisan dua buah bentuk lingkaran melambangkan dua unsur upaya


kesehatan, yaitu:

1) Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) untuk memelihara dan


meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan masyarakat.

10
2) Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan perorangan.

3) Stilasi bentuk sebuah bangunan, melambangkan Puskesmas sebagai


tempat/wadah diberlakukannya semua prinsip dan upaya dalam
proses penyelenggaraan kesehatan.

4) Bidang segitiga mewakili tiga faktor yang mempengaruhi status


derajat kesehatan masyarakat yaitu genetik, lingkungan, dan
perilaku.

5) Bentuk palang hijau didalam bentuk segi enam melambangkan


pelayanan kesehatan yang mengutamakan promotif preventif.

6) Warna hijau melambangkan tujuan pembangunan kesehatan yang


diselenggarakan Puskesmas, dalam rangka mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

7) Warna putih melambangkan pengabdian luhur Puskesmas.

4. Ruang

Jumlah dan jenis ruang di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu


ditentukan melalui analisis kebutuhan ruang berdasarkan pelayanan yang
diselenggarakan dan ketersediaan sumber daya. Program ruang minimal
pada Puskesmas dan Puskesmas Pembantu dapat dilihat pada lampiran
masing-masing, yaitu lampiran 1 dan 2 untuk Puskesmas dan lampiran 3
untuk Puskesmas Pembantu.

5. Persyaratan Komponen Bangunan dan Material[4]

a) Atap

1) Atap harus kuat terhadap kemungkinan bencana (angin puting


beliung, gempa, dan lain-lain), tidak bocor, tahan lama dan tidak
menjadi tempat perindukan vektor.

2) Material atap tidak korosif, tidak mudah terbakar.

11
b) Langit-langit

1) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan,


tanpa profil dan terlihat tanpa sambungan (seamless).

2) Ketinggian langit-langit dari lantai minimal 2,8 m.

c) Dinding

1) Material dinding harus keras, rata, tidak berpori, tidak


menyebabkan silau, kedap air, mudah dibersihkan, dan tidak ada
sambungan agar mudah dibersihkan. Material dapat disesuaikan
dengan kondisi di daerah setempat.

2) Dinding KM/WC harus kedap air, dilapisi keramik setinggi 150 cm.

3) Dinding laboratorium harus tahan bahan kimia, mudah dibersihkan,


dan tidak berpori.

d) Lantai

Material lantai harus kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin,
warna terang, mudah dibersihkan, dan dengan sambungan seminimal
mungkin.

e) Pintu dan Jendela

1) Lebar bukaan pintu utama dan ruang gawat darurat minimal 120 cm
atau dapat dilalui brankar dan pintu-pintu yang bukan akses brankar
memiliki lebar bukaan minimal 90 cm. Pintu harus terbuka ke luar.

2) Pintu khusus untuk KM/WC di ruang perawatan dan pintu KM/WC


penyandang disabilitas, harus terbuka ke luar dan lebar daun pintu
minimal 90 cm.

3) Material pintu untuk KM/WC harus kedap air.

f) Kamar Mandi (KM)/WC

1) Memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar untuk
pengguna.

12
2) Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin dan air buangan tidak
boleh tergenang.

3) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.

4) Kunci-kunci dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika


terjadi kondisi darurat.

5) Pemilihan tipe kloset disesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaan


pengguna pada daerah setempat.

6) Sebaiknya disediakan minimal 1 KM/WC umum untuk penyandang


disabilitas, dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol penyandang
disabilitas pada bagian luarnya dan dilengkapi dengan pegangan
rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan
dengan pengguna kursi roda dan penyandang disabilitas lainnya.
Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas
untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.

Gambar 2. Ruang Gerak KM/WC Pasien dan Penyandang Disabilitas[4]

13
g) Aksesbilitas Penyandang Disabilitas dan Lansia
1) Umum
Setiap bangunan Puskesmas harus menyediakan fasilitas dan
aksesibilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan, keamanan,
dan kenyamanan.
2) Persyaratan Teknis
Fasilitas dan aksesibilitas meliputi KM/WC, tempat parkir,
telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, tangga, pintu,
ram. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan
fungsi, luas, dan ketinggian bangunan Puskesmas.
b. Struktur Bangunan
1. Struktur bangunan Puskesmas harus direncanakan kuat/kokoh, dan
stabil dalam menahan beban/kombinasi beban, baik beban muatan tetap
maupun beban muatan sementara yang timbul, antara lain beban gempa
dan beban angin, dan memenuhi aspek pelayanan (service ability)
selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan
fungsi bangunan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap
gempa dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman
dan standar teknis yang berlaku.
Persyaratan Prasarana Puskesmas adalah sebagai berikut :[4]
a. Sistem Penghawaan (Ventilasi)
1. Merupakan proses untuk mensuplai udara segar ke dalam bangunan gedung
dalam jumlah yang sesuai kebutuhan, bertujuan menghilangkan gas-gas
yang tidak menyenangkan, menghilangkan uap air yang berlebih dan
membantu mendapatkan kenyamanan termal.
2. Ventilasi ruangan pada bangunan Puskesmas, dapat berupa ventilasi alami
dan/atau ventilasi mekanis. Jumlah bukaan ventilasi alami tidak kurang dari
15% terhadap luas lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi. Sedangkan
sistem ventilasi mekanis diberikan jika ventilasi alami yang memenuhi
syarat tidak memadai.

14
3. Besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruangan
di bangunan Puskesmas minimal 12x pertukaran udara per jam dan untuk
KM/WC 10x pertukaran udara per jam.
4. Penghawaan/ventilasi dalam ruang perlu memperhatikan 3 (tiga) elemen
dasar, yaitu: (1). jumlah udara luar berkualitas baik yang masuk dalam ruang
pada waktu tertentu; (2). arah umum aliran udara dalam gedung yang
seharusnya dari area bersih ke area terkontaminasi serta distribusi udara luar
ke setiap bagian dari ruangan dengan cara yang efisien dan kontaminan
airborne yang ada dalam ruangan dialirkan ke luar dengan cara yang efisien;
(3). setiap ruang diupayakan proses udara didalam ruangan bergerak dan
terjadi pertukaran antara udara didalam ruang dengan udara dari luar.
5. Pemilihan sistem ventilasi yang alami, mekanik atau campuran, perlu
memperhatikan kondisi lokal, seperti struktur bangunan, cuaca, biaya dan
kualitas udara luar.
b. Sistem Pencahayaan
1. Bangunan Puskesmas harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau
pencahayaan buatan.
2. Pencahayaan harus terdistribusikan rata dalam ruangan.
3. Lampu-lampu yang digunakan diusahakan dari jenis hemat energi.

Tabel 1. Sistem Pencahayaan Puskesmas[4]


Fungsi Ruang Tingkat Pencahayaan (Lux)
Ruangan administrasi kantor, ruangan Kepala
Puskesmas, ruangan rapat, ruangan
pendaftaran dan rekam medik, ruangan
pemeriksaan umum, ruangan Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA), KB dan imunisasi, ruangan 200
kesehatan gigi dan mulut, ruangan ASI,
ruangan promosi kesehatan, ruang farmasi,
ruangan rawat inap, ruangan rawat pasca
persalinan

15
Fungsi Ruang Tingkat Pencahayaan (Lux)
Laboratorium, ruangan tindakan, ruang gawat
300
darurat
Dapur, ruangan tunggu, gudang umum,
KM/WC, ruangan sterilisasi, ruangan cuci 100
linen

c. Sistem Sanitasi
Sistem sanitasi Puskesmas terdiri dari sistem air bersih, sistem pembuangan air
kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
1. Sistem Air Bersih
a) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem pengalirannya.
b) Sumber air bersih dapat diperoleh langsung dari sumber air berlangganan
dan/atau sumber air lainnya dengan baku mutu yang memenuhi dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Sistem Penyaluran Air Kotor dan/atau Air Limbah
a) Tersedia sistem pengolahan air limbah yang memenuhi persyaratan
kesehatan.
b) Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari sampah dan dilengkapi
penutup dengan bak kontrol untuk menjaga kemiringan saluran minimal
1%.
c) Di dalam sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari ruang
penyelenggaraan makanan disediakan perangkap lemak untuk
memisahkan dan/atau menyaring kotoran/lemak.
3. Sistem Pembuangan Limbah Infeksius dan Non Infeksius
a) Sistem pembuangan limbah infeksius dan non infeksius harus
direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas
pewadahan, Tempat Penampungan Sementara (TPS), dan
pengolahannya.
b) Pertimbangan jenis pewadahan dan pengolahan limbah infeksius dan non
infeksius diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau

16
pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat
dan lingkungannya serta tidak mengundang datangnya vektor/binatang
penyebar penyakit.
c) Pertimbangan fasilitas Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang
terpisah diwujudkan dalam bentuk penyediaan Tempat Penampungan
Sementara (TPS) limbah infeksius dan non infeksius, yang
diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan
volume limbah.
d) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara perencanaan, pemasangan, dan
pengolahan fasilitas pembuangan limbah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
d. Sistem Kelistrikan
1. Umum
a) Sistem kelistrikan dan penempatannya harus mudah dioperasikan,
diamati, dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu lingkungan,
bagian bangunan dan instalasi lain.
b) Perancangan dan pelaksanaannya harus memenuhi SNI 0225-2011,
tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2011) atau edisi yang
terbaru.
2. Sistem Distribusi
Sistem distribusi terdiri dari :
a) Panel-panel listrik
b) Instalasi pengkabelan
c) Instalasi kotak kontak dan sakelar
3. Sistem Pembumian
Nilai pembumian (grounding) bangunan tidak boleh kurang impedansinya
dari 0.5 Ω. Nilai pembumian (grounding) alat kesehatan tidak boleh kurang
impedansinya dari 0.1 Ω.
4. Sistem Komunikasi
Alat komunikasi diperlukan untuk hubungan/komunikasi di lingkup dan
keluar Puskesmas, dalam upaya mendukung pelayanan di Puskesmas. Alat

17
komunikasi dapat berupa telepon kabel, seluler, radio komunikasi, ataupun
alat komunikasi lainnya.
5. Sistem Gas Medik
Gas medik yang digunakan di Puskesmas adalah Oksigen (O2). Sistem gas
medik harus direncanakan dan diletakkan dengan mempertimbangkan
tingkat keselamatan bagi penggunanya. Persyaratan Teknis
a) Pengolahan, penggunaan, penyimpanan dan pemeliharaan gas medik
harus sesuai ketentuan berlaku.
b) Tabung/silinder yang digunakan harus yang telah dibuat, diuji, dan
dipelihara sesuai spesifikasi dan ketentuan dari pihak yang berwenang.
c) Tabung/silinder O2 harus di cat warna putih untuk membedakan dengan
tabung/silinder gas medik lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
d) Tabung/silinder O2 pada saat digunakan, diletakkan di samping tempat
tidur pasien, dan harus menggunakan alat pengaman seperti troli tabung
atau dirantai.
e) Tutup pelindung katup harus dipasang erat pada tempatnya bila
tabung/silinder sedang tidak digunakan.
f) Apabila diperlukan, disediakan ruangan khusus penyimpanan silinder gas
medik. Tabung/silinder dipasang/diikat erat dengan pengaman/rantai.
g) Hanya tabung/silinder gas medik dan perlengkapannya yang boleh
disimpan dalam ruangan penyimpanan gas medik.
h) Tidak boleh menyimpan bahan mudah terbakar berdekatan dengan ruang
penyimpanan gas medik.
i) Dilarang melakukan pengisian ulang tabung/silinder O2 dari
tabung/silinder gas medik besar ke tabung/silinder gas medik kecil.
6. Sistem Proteksi Petir
Sistem proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari bangunan
Puskesmas, termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan instalasi serta
peralatan lainnya terhadap kemungkinan bahaya sambaran petir.

18
7. Sistem Proteksi Kebakaran
a) Bangunan Puskesmas harus menyiapkan alat pemadam kebakaran untuk
memproteksi kemungkinan terjadinya kebakaran.
b) Alat pemadam kebakaran kapasitas minimal 2 kg, dan dipasang 1 buah
untuk setiap 15 m2.
c) Pemasangan alat pemadam kebakaran diletakkan pada dinding dengan
ketinggian antara 15 cm – 120 cm dari permukaan lantai, dilindungi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan kerusakan atau
pencurian.
d) Apabila bangunan Puskesmas menggunakan generator sebagai sumber
daya listrik utama, maka pada ruangan generator harus dipasangkan Alat
Pemadam Kebakaran jenis CO2.
8. Sistem Pengendalian Kebisingan
a) Intensitas kebisingan equivalent (Leq) diluar bangunan Puskesmas tidak
lebih dari 55 dBA, dan di dalam bangunan Puskesmas tidak lebih dari
45 dBA.
b) Pengendalian sumber kebisingan disesuaikan dengan sifat sumber.
c) Sumber suara genset dikendalikan dengan meredam dan membuat sekat
yang memadai dan sumber suara dari lalu lintas dikurangi dengan cara
penanaman pohon ataupun cara lainnya.
9. Sistem Transportasi Vertikal dalam Puskesmas
Setiap bangunan Puskesmas yang bertingkat harus menyediakan sarana
hubungan vertikal antar lantai yang memadai berupa tersedianya tangga dan
ram.
10. Puskesmas Keliling (Pusling) dan Ambulans
Ketentuan mengenai kendaraan Puskesmas keliling dan ambulans mengikuti
ketentuan teknis yang berlaku.
Persyaratan peralatan Puskesmas untuk diruang pemeriksaan umum, ruang
tindakan, ruang gawat darurat, ruang persalinan, ruang rawat pasca persalinan,
ruang kesehatan gigi dan mulut, ruang promosi kesehatan, ruang ASI,
laboratorium, ruang rawat inap, ruang sterilisasi, Puskesmas Keliling, Puskesmas

19
Pembantu dapat dilihat pada lampiran. Persyaratan kit Puskesmas juga tertera
pada lampiran.

2.3. Laboratorium
Laboratorium Puskesmas melaksanakan pengukuran, penetapan, dan
pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia untuk penentuan jenis
penyakit, penyebaran penyakit, kondisi kesehatan, atau faktor yang dapat
berpengaruh pada kesehatan perorangan dan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas.[5]
Ketentuan mengenai keharusan memenuhi kriteria dalam penyelenggaraan
Laboratorium Puskesmas yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
merupakan persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh setiap Puskesmas.
Dengan mempertimbangkan kompleksitas pelayanan Puskesmas bisa berbeda-
beda tergantung pada daerah/pengembangan wilayah setempat, maka persyaratan
minimal ini pun dapat dilengkapi sesuai kebutuhan. [5]
Untuk dapat melaksanakan fungsinya dan menyelenggarakan upaya wajib
Puskesmas, dibutuhkan sumber daya manusia yang mencukupi baik jumlah
maupun mutunya. Pola ketenagaan minimal harus dimiliki oleh Puskesmas,
Puskesmas Dengan Tempat Perawatan (PDTP), dan Puskesmas di Daerah
Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan terluar (PDTPK). Jenis, kualifikasi dan
Jumlah Tenaga Laboratorium Puskesmas dapat dilihat pada tabel 27.

Tabel 2. Jenis, Kualifikasi dan Jumlah Tenaga Laboratorium Puskesmas[5]


Jumlah
No. Jenis Tenaga Kualifikasi
PDPT Puskesmas PDTPK
1. Penanggung jawab Dokter 1 1 1
Analis Kesehatan
2. Tenaga teknis 2 1 1
(DIII)
Minimal
3. Tenaga non teknis 1 1 1
SMU/sederajat

20
2.3.1. Penanggung Jawab Laboratorium Puskesmas
Penanggung jawab Laboratorium Puskesmas mempunyai tugas dan
tanggung jawab : [5]
1. Menyusun rencana kerja dan kebijakan teknis laboratorium;
2. Bertanggung jawab terhadap mutu laboratorium, validasi hasil
pemeriksaan laboratorium, mengatasi masalah yang timbul dalam
pelayanan laboratorium;
3. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan
laboratorium;
4. Merencanakan dan mengawasi kegiatan pemantapan mutu.

2.3.4 Tenaga Teknis


Tenaga teknis Laboratorium Puskesmas mempunyai tugas dan
tanggung jawab : [5]
1. Melaksanakan kegiatan teknis operasional laboratorium sesuai
kompetensi dan kewenangan berdasarkan pedoman pelayanan dan
standar prosedur operasional;
2. Melaksanakan kegiatan mutu laboratorium;
3. Melaksanakan kegiatan pencatatan dan pelaporan;
4. Melaksanakan kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja
laboratorium;
5. Melakukan konsultasi dengan penanggung jawab laboratorium atau
tenaga kesehatan lain;
6. Menyiapkan bahan rujukan spesimen.

Tenaga non teknis Laboratorium Puskesmas mempunyai tugas dan


tanggung jawab : [5]
1. Membantu tenaga teknis dalam menyiapkan alat dan bahan;
2. Membantu tenaga teknis dalam menyiapkan pasien;
3. Membantu administrasi.

21
2.3.4. Sarana
Sarana laboratorium merupakan segala sesuatu yang berkaitan
dengan fisik bangunan/ruangan laboratorium itu sendiri, dalam lingkup ini
adalah ruangan Laboratorium Puskesmas. Persyaratan sarana/ruangan
Laboratorium Puskesmas adalah sebagai berikut : [5]
1. Ukuran ruang minimal 3x4 m2, kebutuhan luas ruang disesuaikan
dengan jenis pemeriksaan yang diselenggarakan oleh Puskesmas.
2. Langit-langit berwarna terang dan mudah dibersihkan.
3. Dinding berwarna terang, harus keras, tidak berpori, kedap air, dan
mudah dibersihkan serta tahan terhadap bahan kimia (keramik).
4. Lantai harus terbuat dari bahan yang tidak licin, tidak berpori, warna
terang, dan mudah dibersihkan serta tahan terhadap bahan kimia
(epoxi, vinyl).
5. Pintu disarankan memiliki lebar bukaan minimal 100 cm yang terdiri
dari 2 dua daun pintu dengan ukuran 80 cm dan 20 cm.
6. Disarankan disediakan akses langsung (lubang/celah) bagi pasien
untuk memberikan sampel dahak.
7. Pada area bak cuci disarankan untuk menggunakan pembatas
transparan (contoh: pembatas polikarbonat) untuk menghindari
paparan/tampias air cucian ke area sekitarnya.
8. Kamar kecil/WC pasien laboratorium dapat bergabung dengan WC
pasien Puskesmas.
2.3.5. Prasarana
Prasarana laboratorium merupakan jaringan/instalasi yang membuat
suatu sarana yang ada bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Prasarana-prasarana Laboratorium Puskesmas yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut : [5]
1. Pencahayaan harus cukup. Pencahayaan alami diperoleh setidaknya
dari jendela dengan luas minimal 1,6 m2 (yaitu terdiri dari 2 jendela
dengan ukuran lebar 80 cm x tinggi 100 cm). Cahaya dari jendela
tidak boleh langsung mengarah ke meja pemeriksaan dan rak reagen,

22
untuk menghindari terjadinya reaksi antara reagen dengan sinar
matahari yang panas.
Tabel 3. Kategori Pencahayaan Laboratorium Puskesmas[5]
Intensitas
No. Nama Ruangan/Area Bidang Kerja
Pencahayaan (lux)
Loket (area penerimaan Membaca, menulis,
1. sampel, pengambilan pengarsipan, 200 – 500
hasil) penerimaan sampel
Pengambilan
2. Area pengambilan sampel 200 – 500
sampel darah
Pengamatan dan
Area pemeriksaan
3. pemeriksaan 1000 – 2000
spesimen
spesimen
Pengambilan
4. Toilet 100 - 200
sampel urin, toilet

2. Ruangan harus mempunyai sirkulasi udara yang baik (ventilasi


silang/cross ventilation), sehingga pertukaran udara dari dalam
ruangan dapat mengalir ke luar ruangan. Pertukaran udara yang
disarankan adalah 12 s/d 15 kali per jam (Air Change per Hour; ACH
= 12–15 times).
3. Disarankan pada area pengambilan sampel dilengkapi exhauster
yang mengarah keluar bangunan Puskesmas ke area terbuka sehingga
pasien tidak dapat memapar/memajan petugas Puskesmas. Exhauster
dipasang pada ketinggian + 120 cm dari permukaan lantai.
4. Suhu ruangan tidak boleh panas, dengan sirkulasi udara yang baik
maka disarankan suhu dipertahankan antara 220C s/d 260C.
5. Pengambilan dahak dilakukan di ruangan terbuka yang telah
disiapkan.
6. Harus tersedia fasilitas air bersih yang mengalir dan debit air yang
cukup pada bak cuci. Air tersebut harus memenuhi syarat kesehatan.
7. Harus tersedia wadah (tempat sampah) khusus/terpisah yang
dilengkapi dengan penutupnya untuk pembuangan limbah padat

23
medis infeksius dan non infeksius pada laboratorium. Pengelolaan
(pewadahan, pengangkutan dan pemusnahan) limbah padat
dilakukan sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku.
8. Limbah cair/air buangan dari laboratorium harus diolah pada
sistem/instalasi pengolahan air limbah Puskesmas.

2.4. Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus
mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat
pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan
dan pelayanan kesehatan masyarakat.[6]
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan
untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah Obat dan masalah
yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care). [6]
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus
didukung oleh sumber daya manusia dan sarana dan prasarana. Pengelolaan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu kegiatan
pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta

24
pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan
ketersediaan dan keterjangkauan
Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab
untuk menjamin terlaksananya pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang baik. Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai meliputi : [6]
1. Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Perencanaan kebutuhan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas setiap periode
dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di Puskesmas. Proses seleksi Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan mempertimbangkan
pola penyakit, pola konsumsi Sediaan Farmasi periode sebelumnya, data mutasi
Sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus
melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter gigi,
bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan
pengobatan. Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun
dilakukan secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data
pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO).
Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan
analisa terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah kerjanya,
menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu
kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih.
2. Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah
memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di
Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat.

25
Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah
setempat.
3. Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu
kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dari
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara
mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar
Sediaan Farmasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat, dan mutu. Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan
bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan
dan penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan
catatan yang menyertainya.
Tenaga Kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah
kemasan/peti, jenis dan jumlah Sediaan Farmasi, bentuk Sediaan Farmasi sesuai
dengan isi dokumen LPLPO, ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian, dan
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka Tenaga
Kefarmasian dapat mengajukan keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari
Sediaan Farmasi yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di
Puskesmas ditambah satu bulan.
4. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu
kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman (tidak
hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap
terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar
mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan.

26
5. Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai merupakan
kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit
farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi
kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah
kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
6. Pemusnahan dan penarikan
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
7. Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu
kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan
strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
8. Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh rangkaian
kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai,
baik Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan,
didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
9. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai
Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai,
harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur
Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.

27
28

Anda mungkin juga menyukai