1. Penyelidikan
1
dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan
jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan
tindak pidana.
1.2 Penyelidik
Wewenangnya:
2
Status penyelidikan akan berubah menjadi penyidikan ketika hasil
penyelidikan yang dilakukan polisi ditemukan bukti/petunjuk yang kuat telah
terjadi perbuatan pidana/tindak pidana.
2. Penyidikan
Menurut KUHAP pasal I butir (1) penyidik adalah Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khususnya Undang-undang untuk melakukan penyidikan.
3
Penyidik adalah : (Pasal 6 KUHAP)
Namun, jika memang perkara pindana itu terjadi dalam ranah perbankan
dan melibatkan juga tindak pidana korupsi di dalamnya, maka penyidik yang
berwenang melakukan penyidikan tidak hanya penyidik kepolisian, tapi juga
penyidik KPK yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Lembaga lain yang ditunjuk khusus oleh UU untuk menjadi penyidik dalam
kasus kejahatan perbankan yaitu OJK. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (“UU OJK”),
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan,pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.
4
Penyidikan merupakan salah satu tugas penngawasan OJK seperti yang
disebut dalam Pasal 9 huruf c UU OJK yang berbunyi:
5
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
e. Melakukan pemeriksan surat dan penyitaan surat.
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseoarang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
6
a. Mengembalikan berkas perkara kepada penyidik untuk dilengkapi
disertai petunjuk. Penuntut umum menerbitkan P-18 dan P-19.
b. Melengkapi sendiri, dengan melakukan pemeriksaan tambahan (Pasal
30 ayat 1 huruf e Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan).
Berdasarkan Pasal 110 ayat 4 KUHAP, jika dalam waktu 14 hari penuntut
umum tidak mengembalikan berkas (hasil penyidikan) maka penyidikan dianggap
telah selesai.
3. Penangkapan
2. Dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.
7
Berkaitan dengan fungsi penangkapan itu sendiri, dari definisi penangkapan
di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa penangkapan dilakukan guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan.
8
berbeda dengan ketentuan dalam HIR, dahulu penangkapan dilakukan tanpa adanya
bukti sehingga tidak terdapat kepastian hukum.
9
Petugas yang berwenang melakukan penangkapan adalah Polisi Republik
Indonesia (Polri) sebagaimana diatur dalam Pasal 18 KUHAP. Jaksa penuntut
umum tidak berwenang melakukan penangkapan kecuali dalam kedudukannya
sebagai penyidik. Petugas keamanan seperti satpam atau hansip juga tidak
berwenang melakukan penangkapan, kecuali dalam hal tertangkap tangan, sebab
dalam kasus tertangkap tangan setiap orang berhak melakukan penangkapan.
10
c. Surat perintah penangkapan harus diperlihatkan kepada orang yang
disangka melakukan tindak pidana. Surat tersebut berisi:
1) Identitas tersangka, seperti nama, umur, dan tempat
tinggal. Apabila identitas dalam surat tersebut tidak sesuai,
maka yang bersangkutan berhak menolak sebab surat
perintah tersebut dinilai tidak berlaku.
2) Alasan penangkapan, misalnya untuk pemeriksaan atas
kasus pencurian dan lain sebagainya.
3) Uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan
terhadap tersangka, misalnya disangka melakukan
kejahatan pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362
KUHP.
4) Tempat pemeriksaan dilakukan.
11
yang diatur dalam Pasal 17 KUHAP. Mengenai bukti permulaan yang cukup,
KUHAP tidak mengaturnya, melainkan diserahkan kepada penyidik untuk
menentukannya. Menurut Kapolri dalam SKEP/04/1/1982 tanggal 18 Februari
1982, bukti permulaan yang cukup merupakan keterangan dan data yang
terkandung dalam laporan polisi; berkas acara permeriksaan di tempat kejadian
perkara (TKP); laporan hasil penyelidikan; keterangan saksi/ahli dan barang
Sedangkan menurut Rapat Kerja Makehjapol tanggal 21 Maret 1984 19 bukti.
menyimpulkan bukti permulaan yang cukup minimal laporan polisi ditambah salah
satu alat bukti lainnya.
12
b. Jika penangkapan dilakukan oleh penyelidik, pejabat penyidik
mengeluarkan surat perintah kepada penyelidik untuk membawa
dan menghadapkan orang yang ditangkap kepada penyidik.
4. Penahanan
13
c. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan
penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Adapun menurut Pasal 21 ayat (1) dan (4) alasan penahanan adalah sebagai
berikut:
14
1) Tindak pidana yang ancaman pidananya lima tahun atau lebih
Penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang memiliki
ancaman pidana minimal lima tahun. Apabila ancaman pidana yang
tercantum dalam pasal yang dilanggar di bawah lima tahun, maka
terhadap tersangka/terdakwa tidak dapat dikenakan penahanan.
2) Tindak pidana khusus yang ancaman pidananya kurang dari lima
tahun
Selain tindak pidana yang diancam pidana lima tahun, penahanan juga
dapat dikenakan terhadap tersangka/terdakwa tindak pidana khusus
yang didasarkan pada pertimbangan ketertiban masyarakat pada
umumnya dan ancaman keselamatan badan terhadap orang pada
khususnya. Tindak pidana khusus yang dimaksu adalah tindak pidana
yang terdapat dalam KUHAP Pasal 282 ayat (3); Pasal 296; Pasal335
ayat (1); Pasal 353 ayat (1); Pasal 378; Pasal 379a; Pasal 453; Pasal 454:
Pasal 455; Pasal 459; Pasal 480 dan Pasal 506, serta tindak pidana lain
yang diatur secara khusus dalam undang-undang.
a. Alasan Obyektif
b. Alasan Subyektif
15
merusak atau menghilangkan barang bukti atau khawatir
tersangka/terdakwa akan mengulangi tindak pidana, sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP.
16
a. Dengan Surat Perintah Penahanan atau Surat Penetapan
Instansi yang berwenang melakukan penahanan antara lain tiga (3) pejabat
atau instansi yang berwenang melakukan penahanan, yaitu penyidik atau penyidik
pembantu, penuntut umum dan hakim yang menurut tingkatan pemeriksaan terdiri
atas hakim pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.
17
jangka waktu masa penahanan dilakukan pelepasan atau pengeluaran demi hukum
terhadap tersangka/terdakwa.
18
Penahanan merupakan tindakan menghentikan kemerdekaan seseorang,
sedangkan kemerdekaan itu adalah hak asasi manusia. KUHAP merupakan undang-
undang yang sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, oleh karena
itu terdapat pembatasan jangka waktu penahanan.
5. Penggeledahan
19
mencampuri urusan pribadi dan kediaman seseorang. Oleh karena itu, demi
penegakan hukum dan melalui Undang-Undang diperbolehkanlah penggeledahan
tersebut.
Pemberian fungsi itu sesuai dan sejalan dengan tujuan dan pengertian
penggeledahan, yang bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan fakta dan bukti
serta dimasukan untuk mendapatkan orang yang diduga keras sebagai tersangka
pelaku tindak pidana.
20
5.3 Syarat-Syarat Penggeledahan
Dari apa yang tertulis dalam Pasal 33 KUHAP jelas bagaimana KUHAP
seakan menjamin agar hak asasi seseorang yang digeledah tidak dilanggar, sehingga
penyidik dalam tugasnya untuk menegakan hukum wajib untuk tunduk akan ke-
lima syarat penggeledahan tersebut. Namun, jika kita melihat dalam Pasal 34 ayat
(1), maka hal-hal di atas dapat dikesampingkan jika dalam keadaan yang sangat
perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin
untuk mendapat surat izin terlebih dahulu, maka penyidik dapat melakukan
penggeledahan pada:
1. Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan
yang ada di atasnya;
2. Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada;
3. Di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat berkasnya;
21
4. Di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.
Tetapi setelah melakukan penggeledahan penyidik dalam waktu dua hari harus
tetap dibuatkan berita acara penggeledahan dan disampaikan kepada pemilik atau
penghuni rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (5). Selain itu,
berdasarkan Pasal 34 ayat (2) “penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau
menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan
dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan
kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.”
Lebih lanjut, selain mengacu pada KUHAP penggeledahan juga di atur dalam
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012
Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang mana dalam Pasal 59 ayat (1)
menyatakan:
22
i. menyampaikan terima kasih atas terlaksananya penggeledahan; dan
j. setelah melakukan penggeledahan, penyidik segera membuat berita acara
penggeledahan.
Berdasarkan Peraturan Kapolri di atas, maka perlu diketahui beberapa hal yaitu
bahwa penggeledahan tidak boleh dilakukan atas kesewenang-wenangan oleh
mereka aparat penegak hukum melainkan harus melalui prosedur yang jelas karena
pada dasarnya negara pun tidak bisa mencampuri urusan privasi kita. Sehingga
harus adanya mekanisme yang tidak membuat warga negaranya merasa ditindas
atau diintimidasi oleh negara. Selain itu, kepolisian dalam hal ini bertindak demi
penegakan hukum pun diatur melalui Undang-Undang dan olehnya harus Undang-
Undang itu harus dihormati dan dituruti.
23
6. Penyitaan
24
menetapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat (Ratna Nurul
Afiah, 1988:13).
a. Penyitaan biasa
Penyitaan dengan bentuk biasa dan prosedur biasa merupakan aturan umum
penyitaan. Selama masih mungkin dan tidak ada hal-hal yang luar biasa atau
keadaan yang memerlukan penyimpangan, aturan bentuk dan prosedur biasa
ditempuh dan diterapkan penyidik.
Penyimpangan dari aturan bentuk dan tata cara biasa, hanya dapat dilakukan
apabila terdapat keadaan-keadaan yang mengharuskan untuk mempergunakan
aturan bentuk dan prosedur lain, sesuai dengan keadaan yang mengikuti peristiwa
itu dalam kenyataan (M.Yahya Harahap, 2007:266).
Adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk biasa atau umum adalah
Pertama, harus ada surat izin penyitaan dari ketua pengadilan. Kedua,
memperlihatkan dan menunjukkan tanda pengenal. Ketiga, memperlihatkan benda
yang akan disita. Keempat, dalam melakukan penyitaan harus disaksikan oleh
kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi. Kelima, menyampaikan
turunan berita acara penyitaan dan. Keenam, membungkus benda sitaan (M.Yahya
Harahap, 2007:266-268).
25
melakukan penyitaan tanpa melalui tata cara yang ditentukan Pasal 38 ayat (1)
KUHAP.
Dalam hal tertangkap tangan, penyidik berwenang menyita paket atau surat
atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos
dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengankutan
sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau bersal
daripadanya dan untuk itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat kantor pos dan
telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang
bersangkutan, harus diberikan tanda penerimaan (Mohammad Taufik Makarao,
2010 : 55).
26
sehingga terhadap benda-benda tersebut dapat dilakukan penyitaan “langsung” oleh
penyidik (M.Yahya Harahap, 2007:271-272).
Yang dimaksud dengan surat atau tulisan lain pada Pasal 43 KUHAP adalah
surat atau tulisan yang “disimpan” atau “dikuasai” oleh orang tertentu yang
menyimpan atau menguasai surat itu, “diwajibkan merahasiakannya” oleh undang-
undang, misalnya seorang notaris.
4. Kewenangan Penyitaan
Tindakan penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin Ketua
Pengadilan Negeri setempat. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak,
bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan
27
surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan 20 keharusan adanya izin
Ketua Pengadilan, penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak
dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat
guna memperoleh persetujuan (Bima Priya Santosa, dkk, 2010 : 12).
28