Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

Kreativitas Pendidik dalam Mengembangkan Kurikulum Formal dan Pesantren di


Kelas
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ILMU PENDIDIKAN ISLAM”
Dosen Pengampu :

Dr. Hj. Retno Indayati, M.Si.

Disusun Oleh :

1. Bintan Aulia R (12208183103)


2. Umi Shofiana (12208183028)
3. Anif Qurziyadah (12208183161)
4. Binti Ngafifah (12208183110)
5. Ilmi Indah Ayu N (12208183029)
6. Vira Azizah R (12208183034)
7. Afidatul Mudzakiroh (12208183104)
8. Nurul Fauziyah (12208183041)

PROGAM STUDI TADRIS BIOLOGI 2B

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

APRIL 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kreativitas Pendidik dalam
Mengembangkan Kurikulum Formal dan Pesantren di Kelas” ini. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam
semoga tetap terlimpah kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Pendidikan Islam” dan juga
sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga bisa bermanfaat.

Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini, maka penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Maftukin, M.Ag., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung.
2. Ibu Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Institut Agama Islam Negeri Tulungagung.
3. Ibu Dr. Eny Setiyawati, S.Pd., M.M., selaku Ketua Jurusan Tadris Biologi.
4. Dr. Hj. Retno Indayati, M.Si.., selaku Dosen Pengampu Matakuliah Ilmu Pendidikan
Islam
5. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penyusunan makalah ini.

Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT. dan tercatat sebagai
amal shalih. Akhirnya, karya ini penulis suguhkan kepada segenap pembaca dengan harapan
adanya kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dapat
bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Tulungagung, 25 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang .................................................................................................. 2

B.Rumusan Masalah ............................................................................................. 2

C.Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Hubungan dalam Kurikulum............................................................................ 3

B. Kompetensi dan Kewajiban Pendidik .............................................................. 8

C. Usaha pendidik dalam pengembangan kurikulum ........................................... 13

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan ....................................................................................................... 26

B.Saran .................................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu pelu disadari bahwasanya kehidupan ini memiliki
kandungan pendidikan yang ternyata lebih ditentukan oleh ilmu pengetahuan. Dalam
proses melewati dunia ini perlu diketahui dalam segala macam aktivitas. Dalam
seluruh aktivitas untuk mencapai tujuan pendidikan itulah terjadi suatu perkembangan
untuk bisa mencapai dunia keilmuan. Tidak asing lagi dalam pendidikan kita akan
mengenal terkait kurikulum.
Kurikulum merupakan alat yang sangat penting dalam keberhasilan suatu
pendidikan, tanpa adanya kurikulum yang baik dan tepat maka akan sulit dalam
mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang telah dicita-citakan oleh suatu lembaga
pendidikan, baik formal, informal maupun non formal. Karena segala sesuatu harus
ada manajemennya bila ingin menghasilkan sesuatu yang baik, sesuai dengan yang
diharapakan. Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang saling terkait dan tak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Sistem pendidikan modern tak mungkin berjalan baik tanpa melibatkan
keikutsertaan kurikulum. Tak mungkin pula ada kegiatan pendidikan tanpa
kurikulum. Dalam kurikulum itulah tersimpul segala sesuatu yang harus dijadikan
pedoman bagi pelaksanaan pendidikan. Pemikiran tentang adanya kurikulum adalah
sesuai dengan adanya sistem pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, kaitannya
dengan dunia pendidikan pengembangan dan pembenahan kurikulum harus senantiasa
dilakukan secara berkesinambungan.
Apabila hal ini dikaitkan dengan pesantren sebagai lembaga pendidikan bahwa
konsep kurikulum yang digunakan dalam pondok pesantren tidak hanya mengacu
pada pengertian kurikulum sebagai materi semata, melainkan jauh lebih luas dari itu,
yakni menyangkut keseluruhan pengalaman belajar santri yang masih berada dalam
lingkup koordinasi pondok pesantren. Termasuk didalamnya sistem pendidikan dan
pengajaran yang berlaku di pesantren, yang mana perlu diadakan suatu rekonstruksi
sesuai dengan tuntutan masyarakat dan jaman. Sehingga misi dan cita-cita pondok
pesantren dapat berperan dalam pembangunan masyarakat.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hubungan dalam Kurikulum?
2. Bagaimana Kompetensi dan Kewajiban Pendidik?
3. Bagaimana usaha pendidik dalam pengembangan kurikulum?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Hubungan dalam Kurikulum.
2. Untuk mengetahui Kompetensi dan Kewajiban Pendidik.
3. Untuk mengetahui usaha pendidik dalam pengembangan kurikulum
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hubungan dalam Kurikulum


1. Pengertian Kurikulum Pesantren dan formal
Pengertian Kurikulum Pesantren
David Pratt mendefinisikan kurikulum pada dasarnya merupakan seperangkat
perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam
mewujudkan tujuan yang diinginkan. Menurut KH. Ahmad Siddiq, kurikulum itu
menyangkut keseluruhan usaha dan kegiatan bahkan penciptaan suasana yang
baik menuju tercapainya tujuan pendidikan. Dengan demikian, kurikulum
melingkupi: tujuan, materi pelajaran, metode, dan evaluasi. Sebagai lembaga
pendidikan, pesantren juga telah memuat hal-hal tersebut.
Apabila ditinjau dari mata pelajaran yang diberikan secara formal oleh
pengasuh atau kyai, maka pelajaran yang diberikan dan dianggap sebagai bagian
dari kurikulum adalah ilmu pegetahuan agama. Materi pelajaran pesantren
kebanyakan bersifat keagamaan yang bersumber pada kitab-kitab klasik yang
meliputi sejumlah bidang studi, antara lain : tauhid,tafsir, hadits, fiqih, ushul-
fiqih, tasawuf, bahasa Arab, ( nahwu, sharaf, balaqhah, tajwid), mantiq, dan
akhlak.1
Pengertian Kurikulum formal
Kurikulum formal secara sederhana adalah sebagai rencangan program
pembelajaran secara lengkap dan umum dengan tujuan agar pengetahuan
pendidikan dan tujuan dari tingkat pendidikan tercapai. Bentuk dari kurikulum ini
sendiri adalah sebuah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan
bertanggung jawab atas penyusunan kurikulum.
Menurut Ornstein, AC dan Hunkins, F (1983) kurikulum formal ialah
rancangan eksplisit dan sistem operasional yang dikehendaki oleh badan
pendidikan yang dikelola oleh guru mata pelajaran dan harus terdefenisikan
dengan jelas. Bisa dikatakan kurikulum ini adalah bentuk dari undangudang
mengenai kurikulum, standar isi dan apapun yang terkait dengan kurikulum yang
berbentuk dokumen lengkap disertai dengan defenisi yang termuat didalamnya.

1
Ahmad Muthohar, Ideologi Pendidikan Pesantren, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007), hlm. 24

3
4

2. Perbedaan Kurikulum Formal dan Pesantren


a. Kurikulum Formal (Sekolah)
Kelebihan kurikulum formal, sebagai berikut:
1) Memiliki kurikulum tetap dan mengikuti perkembangan menyesuaikan
dengan standar pendidikan Nasional yang ditetapkan oleh Pemerinta
2) Memiliki buku ajar yang permanent untuk proses belajar mengajar yang
efektif.
3) Satuan Pelajaran yang sudah ditetapkan menjadi acuan dalam proses
belajar mengajar.
4) Menggunakan metode ceramah, bermain, praktikum, Tanya jawab dan
lain-lain yang disesuaikan dengan bidang studinya.
5) Proses Belajar Mengajar berlangsung 7 Jam min atau max 9 jam dalam
sehari.
6) Pembelajaran dilakukan di dalam kelas dan di luar kelas, termasuk ruang
praktikum.
7) Komponen warga belajar yaitu guru tetap, peserta didik, sekolah
berjenjang, wali murid atau orang tua.
Adapun kekurangan kurikulum formal, diantaranya:
1) Selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan
teknologi yang sedang terjadi.2
2) Kebanyakan tenaga pendidik merasa kewalahan terhadap perubahan
kurikulum yang dilakukan pemerintah.
3) Kebanyakan tenaga pendidik enggan melakukan berbagai pendekatan
dalam proses belajar mengajar.
4) Membutuhkan sarana prasarana yang lengkap.
5) Membutuhkan biaya pendidikan yang mahal.
6) Wali siswa kebanyakan kurang andil bagian dalam proses belajar
mengajar.
7) Tenaga pendidik kurang dalam menambah pengetahuan sehingga peserta
didik merasa bosan dengan apa yang disampaikan.
b. Kurikulum Pesantren

2
Junaidi dkk, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Konsep dan Implementasinya di madrasah, (Yogyakarta:
Pilar Media, 2007), hlm. 23.
5

Kelebihan dalam pendidikan kurikulum di pesantren, sebagai berikut:


1) Memberlakukan kurikulum yang berbentuk ketrampilan dan kursus secara
terencana dan terpogram melalui kegiatan ekstrakulikuler, tanpa
mengikuti standar pendidikan yang ditentukan oleh pemerintah.
2) Mampu memberikan nilai lebih dalam proses belajar mengajar dengan
pendekatan keilmuan yang dibutuhkan peserta didik.
3) Mampu mengembangkan metode-metode baru dalam menanamkan
konsep maupun mempraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari.
4) Membekali peserta didik untuk menjadi subjek pembangunan yang
mampu menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, dan
profesional pada bidangnya masing-masing.3
5) Proses belajar mengajar dilakukan 24 jam sehari semalam, sehingga
kekurangan yang terjadi akan tertanggulangi secara langsung.
6) Dukungan lingkungan terhadap proses belajar mengajar langsung
diperoleh peserta didik dari pendidik.
7) Bimbingan dan asuhan pendidik langsung pada peserta didik karena
dilakukan di dalam asrama.
8) Setidak-tidaknya didalamnya ada unsur kyai, pondok, masjid, santri, dan
pengajaran kitab-kitab kuning.4
9) Semua komponen mampu mengaplikasikan dan menjadikan hidup adalah
belajar dan ibadah.
Adapun kekurangan kurikulum dari pesantren, diantaranya:
1) Kurikulum selalu berubah tanpa ada pemberitahuan, dan sekehendak kyai.
2) Tidak adanya standar tetap keberhasilan seorang santri dikatakan telah
lulus atau tamat menempuh pendidikan pesantren.
3) Aktifitas santri untuk bertanya kurang.
4) Santri terlalu difokuskan pada hafalan dan konsep-konsep pada setiap
mata pelajaran, sehingga sebagian santri cepat bosan dengan metode
tersebut.
5) Kebersihan lingkungan terkadang diabaikan.
6) Kurangnya tempat untuk belajar lebih konsentrasi.

3
M. Zulmiadi, Strategi Pengembangan Kurikulum Pondok Pesantren, UIN Malang, hlm. 7
4
Zamachsary Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm.
44
6

7) Dikarenakan setiap santri diwajibkan belajar mandiri dapat


mengakibatkan seorang santri malas dan bahkan terjerumus kedalam
keburukan, karena kurangnya bimbingan dari para guru atau ustadz.
3. Manfaat Kurikulum formal dan pesantren
Manfaat Kurikulum formal
Manfaat kurikulim dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Manfaat kurikulum bagi guru
1) Kurikulum sebagai pedoman bagi guru dalam merancang,
malaksanakan, dan menilai kegiatan pembelajaran.
2) Membantu guru untuk memperbaiki situasi belajar.
3) Membantu guru menunjang situasi belajar ke arah yang lebih baik.
4) Membantu guru dalam mengadakan evaluasi kemajuan kegiatan
belajar mengajar.
5) Memberikan pengertian dan pemahaman yang baik bagi guru untuk
menjalankan tugas sebagai pengajar yang baik di kelas.
6) Mendorong guru untuk lebih kreatif dalam penyelenggaraan program
pendidikan.
b. Manfaat kurikulum bagi sekolah
1) Kurikulum dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu
tujuanpendidikan, baik itu dalam tujuan nasional, institusional,
kurikuler, maupun dalam tujuan instruksional. Dengan adanya suatu
kurikulum maka tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh
sekolah tertentu dapat tercapai.
2) Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan (KTSP).
3) Memberi peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan (KTSP).
c. Manfaat kurikulum bagi masyarakat
1) Sebagai acuan untuk berpartisipasi dalam membimbing putra/putrinya
di sekolah (dalam hal ini orang tua sebagai bagian dari masyarakat).
2) Dengan mengetahui suatu kurikulum sekolah, masyarakat dapat
berpartisipasi dalam rangka memperlancar program pendidikan, serta
dapat memberikan kritik dan saran yang membangun dalam
penyempurnaan program pendidikan di sekolah.
7

d. Manfaat kurikulum bagi OrangTua


Bagi orang tua, kurikulum bermanfaat sebagai bentuk adanya partisipasi
orang tua dalam membantu usaha sekolah dalam memajukan putra
putrinya. Bantuan yang dimaksud dapat berupa konsultasi langsung
dengan sekolah/guru mengenai masalah-masalah menyangkut anak-anak
mereka. Bantuan berupa materi dari orang tua anak dapat melalui lembaga
BP-3. Dengan membaca dan memahami kurikulum sekolah, para orang tua
dapat mengetahui pengalaman belajar yang diperlukan anak-anak mereka,
sehingga partisipasi orang tua ini pun tidak kalah pentingnya dalam
menyukseskan proses belajar mengajar disekolah.
e. Manfaat kurikulum bagi Siswa itu sendiri
Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun merupakan
suatu persiapan bagi anak didik. Anak didik diharapkan mendapatkan
sejumlah pengalaman baru yang dikemudian hari dapat dikembangkan
seirama dengan perkembangan anak, agar dapat memenuhi bekal hidupnya
nanti. Kalau kita kaitkan dengan pendidikan Islam, pendidikan mestinya
diorientasikan kepada kepentingan peserta didik, dan perlu diberi bekal
pengetahuan untuk hidup pada zamannya kelak.
Manfaat kurikulum pesantren
Kurikulum pondok pesantren selama ini menunjukan manfaat kurikulum
ditunjukan dengan mencetak ulama, di dalamnya terdapat pelajaran, pengalaman,
dan kesempatan yang harus ditempuh santri. pengajaran pengetahuan agama dalam
tingkatan dan layanan pendidikan, kurikulum bersifat fleksibel, kyai dan santri
berkesempatan menyusun kurikulum sendiri sepenuhnya.
Abdurrahman Wahid menggaris bawahi, bahwa yang berkembang dalam
pesantren adalah berkaitan dengan visi untuk mencapai penerimaan disisi Allah
dihari kelak menempati kedudukan terpenting, visi itu berkaitan dengan
terminologi “keikhlasan”, yang mengandung muatan nilai ketulusan dalam
menerima, memberikan dan melakukan sesuatu diantara makhluk. Hal demikian
itulah yang disebut dengan orientasi kearah kehidupan akherat (pandangan hidup
ukhrawi). Bentuk lain dari pandangan hidup tersebut adalah kesediaan tulus
menerima apa saja kadar yang diberikan kehidupan, walaupun dengan materi yang
terbatas, akan tetapi yang terpenting adalah terpuaskan oleh kenikmatan rohaniah
yang sangat keakhiratan. Maka dari hal demikian pranata nilai ini memiliki makna
8

positif, ialah kemampuan penerimaan perubahan-perubahan status dengan mudah


serta flesibilitas santri dengan melakukan kemandirian hidup.

B. Kompetensi dan Kewajiban Pendidik

W. Robert Houston mendefinisikan kompetensi dengan “competence ordinarily islam


defined as adequacy for a task or as possessi on of require knowledge, skill, and abilities” (
suatu tugas yang memadai atau pemikiran pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang
dituntut oleh jabatan seseorang). Definisi ini mengandung arti bahwa calon pendidik perlu
mempersiapkan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan
khusus yang terkait dengan profesi keguruan. Agar dapat mrnjalankan tugasnya dengan baik
serta dapat memenuhi keinginan dan hapapan peserta didik.

Seorang pendidik harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan,


sebagai penganut islam yang patut dicontoh dalam ajaran islam dan bersedia menularkan
pengetahuan dan nlai islam pada pihak lain.

1. Pendidik islam yang profesional harus memiliki kompetensi yang lengkap, meliputi:
a. Penguasaan materi al-islam yang komperehensif serta wawasan dan bahan
pengayaan, terutama pada bidang yang menjadi tugasnya.
b. Penguasaan strategi (memcakup pendekatan metode dan teknik) pendidikan
islam, terutama kemampuan evaluasinya.
c. Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan.
d. Memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna
keperluan pengembangan pendidikan islam dimasa depan.
e. Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang
mendukung kepentingan tugasnya.
Keberhasilan pendidik yakni “pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya
apabila mempunyai kompetensi personal-religius, sosial-religius dan peofesional-
religius. Kata religius selalu dikaitkan dengan tiap-tiap kompetensi, karena
menunjukkan adanya komitmen pendidik dengan ajaran islam sebagai kriteria utama,
sehingga segala masalah pendidikan dihadapi, dipertimbangkan dan dipecahkan. Serta
ditempatkan pada perspektif islam.
a. Kompetensi personal-religius
Kemampuan dasar yang menyangkut kepribadian agamis, artinya pada
dirinya melekat nilai-nilai lebih yang hendak ditransinternalisasikan
9

(pemindahan penghayatan nilai-nilai) kepada peserta didiknya. Misalnya


nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab, musyawarah,
keberhasilan, keindahan, kedisiplinan dan sebagainya.
b. Kompetensi sosial-religius
Kemampuan yang menyangkut kepedulian terhadap masalah-masalah sosial
selaras dengan ajaran dakwah islam. Sikap gotong royong, tolong menolong,
egalitarian (persamaan derajat antar manusia), sikap toleransi dan sebagainya
juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim.
c. Kompetensi profesional-religius
Kemampuan untuk menjalankan tugas keguruannya secara profesional,
dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta
mampu bertanggung jawab berdasarkan teori dan wawasan keahliannya
dalam perspektif islam.

Dalam versi yang berbeda, kompetensi pendidik dapat dijabarkan dalam beberapa
komperetensi sebagai berikut:
a. Mengetahui hal-hal yang perlu diajarkan, sehingga ia harus belajar dan
mencari informasi tentang materi yang diajarkan.
b. Menguasai keseluruhan materi yang akan disampaikan pada peserta didiknya.
c. Mempunyai kemampuan menganalisis materi yang diajarkan dan
menghubungkannya dengan komponen lain.
d. Mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah didapat sebelum disajikan
kepada peserta didik. (QS. Ash-Shaf : 2-3).
e. Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang segang dan sudah
dilaksanakan. (QS. Al-baqarah :31)
f. Memberi hafiah (tabsyir/reward) dan hukuman (tandzir/punishment) sesuai
dengan usaha dan upaya yang dicapai peserta didik dalam rangka memberikan
persuasi dan motivasi dalan proses belajar. (QS.Al-Baqarah : 119)
Di Indonesia, masalah kompetensi pendidikan terutama guru selalu dikembangkan.
Dalam kebijakan terakhir yaiti peraturan pemerintah no. 74/2008 tentang guru, bab II,
pasal 2 ditegaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Kebutuhan pendidik terkait pengembangan kurikulum formal dan pesantren
10

Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum.5


Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus
merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang
pendidikan. Kurikulum harus sesuai dengan falsafah dan dasar negara, yaitu Pancasila
dan UUD 1945 yang menggambarkan pandangan hidup suatu bangsa.
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di era globalisasi ini dapat
dilakukan dengan dua cara memperhatikan aspek pembinaan dan perkembangan
sosial. Guru selalu dituntut untuk meningkatkan kemampuannya sesuai dengan
perkembangan kurikulum, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, penguasaan guru terhadap kurikulum
merupakan suatu hal yang mutlak dan menjadi kewajibannya. Sebelum kebutuhan
pendidik tercapai dalam pengembangan kurikulum, pendidik mempunyai fungsi dan
tujuan. Pendidik merupakan kunci keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan
kurikulum di lapangan, tepatnya disatuan sekolah-sekolah. Peran pendidik dalam
pengembangan kurikulum di setiap instansi memiliki peringkat utama dalam
meningkatkan upaya keberhasilan pencapaian pendidikan sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional. Pengembangan kurikulum dari waktu ke waktu sebagai wadah
sarana mutu dalam mencetak sumber-sumber daya manusia yang diharapkan kelak
membawa bangsa ini kearah yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Kebutuhan pengembangan kurikulum memiliki tujuan salah satunya
membentuk pendidikan karakter. Dampak ditanamkan sejak dini kepada anak-anak.
Dari berbagai peristiwa saat ini,banyak memprihatinkan seperti tawuran,
penyalahgunaan narkotika, kebut-kebutan dijalan, globalisasi yang terjadi saat ini
membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa. Padahal,
pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu
dan kenakalan-kenakaln lainnya. Dalam hal ini, dunia pendidikan turut bertanggung
jawab karena menghasilkan lulusan-lulusan yang dari segi akademis sangat bangus,
namun tidak dari segi karakter.
Guru memegang peranan yang sangat strategis terutama dalam pembentukan
karakter serta mengembangkan potensi siswa. Keberadaan guru di tengah masyarakat
bisa di jadikan teladan dan rujukan masyarakat sekitar. Bisa dikiaskan, guru adalah
penebar cahaya kebenaran dan keagungan nilai. Hal inilah yang menjadikan guru

5
Siswanto,Pendidikan Islam dalam Dialektika Perubahan(Yogyakarta: SUKA-Press, 2012), hlm.55
11

untuk selalu on the right track, pada jalan yang benar, tidak menyimpang dan
berbelok, sesuai dengan ajaran agama yang suci, adat istiadat yang baik dan aturan
pemerintah.
Implementasi pendidikan karakter dalam islam, tersimpul dalam karakter
pribadi rasulullah SAW. dalam pribadi rasul, tersemai nilai-nilai akhlak yang mulia
dan agung.Dalam surah al-Qalam ayat 4 dijelaskan:

ٍ ُ‫َوإِنَّكَ لَعَلَ ٰى ُخل‬


‫ق َع ِظ ٍيم‬

Artinya: dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Kemudian dalam surah al-ahzab ayat 21 dijelaskan:

َّ ‫َّللاَ َو ْاليَ ْو َم ْاْل ِخ َر َوذَك ََر‬


ً ِ‫َّللاَ َكث‬
‫يرا‬ َ ‫َّللاِ أُس َْوة ٌ َح‬
َّ ‫سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ يَ ْر ُجو‬ ُ ‫لَقَدْ َكانَ لَ ُك ْم فِي َر‬
َّ ‫سو ِل‬

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Sesungguhnya rasulullah adalah contoh serta teladan bagi umat manusia yang
mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai karakter yang mulia kepada umatnya.
Sebaik-baik manusia adalah yang baik karakter dan budi pekertinya dan manusia yang
sempurna adalah yang memiliki akhlakul karimah, karena ia merupakan cerminan
iman yang sempurna.

Dari pengertian secara etimologi maupun terminologis di atas dapat


disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai universal perilaku manusia yang
meliputi seluruh aktivitas kehidupan, baik berhubungan dengan tuhan, diri sendiri,
sesama manusia, maupun dengan lingkungan, yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat

Guru memegang peranan yang sangat strategis terutama dalam pembentukan


karakter serta mengembangkan potensi siswa. Keberadaan guru di tengah masyarakat
bisa di jadikan teladan dan rujukan masyarakat sekitar. Bisa dikiaskan, guru adalah
penebar cahaya kebenaran dan keagungan nilai. Hal inilah yang menjadikan guru
untuk selaluon the right track, pada jalan yang benar, tidak menyimpang dan
12

berbelok, sesuai dengan ajaran agama yang suci, adat istiadat yang baik dan aturan
pemerintah.

Faktor Pendukung Dan Penghambat Kurikulum, yang dapat kalian jadikan


acuan untuk belajar di pesanteren. Dalam kurikulum terdapat sejumlah hal yang
mendukung terhadap proses kurikulum, antara lain dapat dikemumakan dibawah ini :

a. Faktor peserta didik dalam pengembangan kurikulum karena kurikulum


dikembangkan dan didesin sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik,
maka pola yang digunakan berpusat pada bahan ajar berupa isi atau materi
yang akan diajarkan kepada peserta didik
b. Faktor sosial budaya dalam manajemen kurikulum karena kurikulum
disesuaikan dengan tuntunan dan tekanan serta kebutuhan masyarakat yang
berbeda-beda.
c. Faktor politik dalam manajemen kurikulum merupakan hal yang berpengaruh
karena politik yang melandasi arah kebijakan dari pengembangan kurikulum
itu sendiri.
d. Faktor ekonomi dalam manajemen kurikulum merupakan hal yang memiliki
pengaruh yang cukup besar karena faktor ekonomi yang dapat
mengembangkan sekaligus mendorong pola pengembangan kurikulum mulai
dari tingkat atas sampai tingkat bawah, mulai dari pelaku kebijakan sampai
pada pelaku di lapangan ( di Sekolah-sekolah ).
e. Faktor perkembangan teknologi dalam manajemen kurikulum karena
perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor pendukung dalam
pengembangan kurikulum disebabkan pola fakir masyarakatpun yang semakin
komplek dalam perkembangan teknologi sehingga dituntut untuk dapat
melihat dan menyesuiakan dengan perubahan-perubahan yang terjadi didalam
masyarakat.6
Pendidikan di Indonesia di arahkan untuk menciptakan suatu individu atau
masyarakat yang memiliki sikap kemandirian sehingga tertanam sebuah
keterampilan dan pengetahuan yang baik yang dapat menunjang kehidupan
dirinya sendiri maupun orang disekitarnya. Tetapi pada kenyataannya di lapangan
pendidikan di Indonesia kurang terpola dengan baik dan kurang jelas arah

6
Sukmadinata,Pengembangan kurikulum Teori dan Praktek,(Bandung: Remaja Rosdakarya,2006),hlm.133
13

tujuannya, hal tersebut terkait erat dengan hambatan-hambatan yang terjadi pada
kurikulum itu sendiri, hal itu dapat dilihat dari :
a. Ketidaksinambungan dan ke tidak sinergian antara pendidik yang ada di
lapangan dengan pendidik yang memberikan kebijakan di atasnya.
b. Keterbatasan akan sarana dan prasarana.
c. Lemahnya pengawasan guru di lapangan yang menyebabkan tingkat
kedisiplinan cukup rendah.
d. Kualifikasi pendidikan guru yang tidak sesuai dengan bidangnya, yang
berujung pada tingkat profesionalisme guru dalam kegiatan pembelajaran
atau penyampaian materi pelajaran.

C. Usaha pendidik dalam pengembangan kurikulum

1. Implementasi pengembangan kurikulum formal dan pesantren

Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi
dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan
pengetahuan, ketrampilan, maupun nilai dan sikap. Implementasi kurikulum dapat
didefinisikan sebagai proses penerapan ide,konsep, dan kebijakan kurikulum
(kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik
menguasai perangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.

Implementasi Pengembangan Kurikulum Formal.

Implementasi kurikulum setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor konkrit:

a. Karakteristik kurikulum, yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu


kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna di lapangan.
b. Strategi implementasi yaitu strategi digunakan dalam implementasi, diskusi
profesi, seminar, penataran, lokakarya, dan kegiatan yang dapat mendorong
pengguna kurikulum di lapangan.
c. Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi menyebutkan, ketrampilan,
nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk
merealisasikan kurikulum dalam pembelajaran.
Dalam garis besarnya implementasi kurikulum mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu
pengembangan program atau pengorganisasian kurikulum, pelaksanaan
pembelajaran, dan evaluasi (penilaian).
14

a. Pengorganisasian kurikulum.
1) Kalender Pendidikan.
Penyusunan kalender pendidikan selama satu tahun pelajaran mengacu
pada efisiensi, efektifitas, dan hak-hak siswa. Kalender pendidikan untuk
setiap tahun pelajaran memuat hari efektif belajar antara 200 sampai
240hari.
2) Diversifikasi Kurikulum.
Dapat diperluas,diperdalam, dan disesuaikan dengan keberagaman
kondisi dan kebutuhan baik yang menyangkut kemampuan siswa ataupun
potensi lingkungan sekitarnya.
3) Penyusunan Silabus.
Penyusunan silabus mengacu pada perangkat yang komponennya disusun
oleh pusat kurikulum, badan penelitian, pengembangan Departemen
Pendidikan Nasional Sekolah yang mempunyai kemampuan mandiri
dapat membuat silabus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya,
setelah mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan setempat.
4) Kegiatan Kulikuler dan Pendekatan Pembelajaran.
Kegiatan kulikuler efektif perminggu dimungkinkan untuk dilaksanaan 5
hari kerja sesuai kebutuhan sosial.
5) Kegiatan Ekstra Kulikuler.
Kegiatan yang diselenggarakan untukmemenuhi tuntutan penguasaan
bahan kajian dan pelajaran dengan alokasi waktu yang diatur setara
tersendiri berdasarkan pada kebutuhan.
6) Tenaga Guru.
Guru di sekolah dasar adalah guru kelas yang harus mempunyai
kualifikasi kompetensi mengajar multi mata pelajaran,tetapi jika
mempunyai tenaga guru yang cukup jumlahnya dapat melaksanakan pola
pembelajaran satu guru untuk satu atau dua mata pelajaran. Guru sekolah
menengah adalah guru mata pelajaran yang mempunyai kualifikasi
kompetensi mengajar mata pelajaran yang disertifikasi secara periodik.7
7) Sumber dan Sarana Pelajaran.

7
Prof. Dr.Oemar Hamalik, Managemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012),hlm.181
15

Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran digunakan buku


pelajaran, sarana,dan alat belajar yang sesuai dengan tujuan kompetensi
yang ingin dicapai dalam kurikulum.
8) Bahasa Pengantar.
Pada tahun pertamadan kedua di sekolah dasar dapat digunakan bahasa
ibu sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan pembelajaran. Pada tahun
ketiga sampai keenam, bahasa pengantar mutlak menggunakan bahasa
Indonesia. Pada jenjang pendidikan menengah, bahasa pengantar
pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu selain menggunakan bahasa
Indonesia juga dapat menggunakan bahasa Inggris, bahasa Arab,atau
bahasa asing lainnya untuk mata pelajaran yang relevan.
9) Nilai-nilai Pancasila.
Penanaman nilai-nilai Pancasila yang disediakan oleh pusat kurikulum,
bada penelitian dan pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional
melalui kegiatan sekolah.
10) Pendidikan Budi Pengerti.
Dilaksanakan setiap saat selama kurun waktu berlangsungnya kegiatan
pembelajaran di dalam kelas atau kegiatan lainnya di lingkungan sekolah
dengan melibatkan seluruh masyarakat sekolah (school society).
11) Akselerasi Belajar.
Dimungkinkan untuk diterapkan sehingga siswa yang memiliki
kemampuan diatas rata-rata dapat menyelesaikan materi pelajaran lebih
cepat dari masa belajar yang ditentukan dengan tetap harus mempelajari
seluruh materi pelajaran yang semestinya dipelajari (belajar tuntas).
12) Remedial dan Pengayaan.
Sekolah perlu memberikan perlakuan khusus bagi siswa yang mendapat
kesulitan belajar dengan melalui kegiatan remedial. Siswa cemerlang
diberikan kesempatan untuk tetap mempertahankan kecepatan belajarnya
yang di atas rata-rata dengan melalui kegiatan pengayaan.
13) Bimbingan dan Konseling Pendidikan.
Memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa yang menyangkut
tentang pribadi, sosial, belajar, dan karier.
b. Pelaksanaan Pembelajaran.
16

Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik


dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah
mengkoordinasi lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku
bagi peserta didik umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakuptiga hal:
pretest, proses,dan posttest.
c. Penilaian
1) Penilaian Kelas.
Dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa,
mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan
proses belajar mengajar, dan penentuan kenaikan kelas
2) Tes kemapuan Dasar.
Dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program
pembelajaran (program remedial).
3) Penilaian Akhir Satuan Pendidikan.
Diselenggrakan kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara
utuh dan menyeluruh pencapaian ketuntasan belajar siswa dalam satuan
waktu tertentu.
4) Benchmarking.
Suatu penilaian terhadap proses dan hasil untuk menuju ke suatu
keunggulan yang memuaskan untuk memberikan peringkat sekolah
sebagai salah satu dasar untuk pembinaan guru dan kinerja sekolah.
5) Penilaian Program.
Dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar,
fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta sesuai dengan tuntutan
perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.
d. Peningkatan Kualitas Pembelajaran.
1) Peningkatan aktivitas dan kreatifitas peserta didik
Dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan
diri,dan pengawasan yang tidak terlalu ketat
2) Peningkatan disiplin sekolah.
Membantu peserta didik menemukan dirinya, dan mengatasi, serta
mencegah timbulnya problem disiplin, dan berusaha menciptakan situasi
17

yang menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran sehingga mereka


mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan oleh sekolah.8

1. Implementasi Pengembangan Kurikulum Pesantren.


Metode pembelajaran di pondok pesantren dalam pelaksanaannya masih ada
yang orientasi pendidikannya bersifat tradisional, yang menekankan kepada
ajaran buku dasar yang pada perkembangannya menyempit hanya pada bidang
fiqh. Model ini memang dirasa cukup dominan ketimbang wacana ushul fiqh,
logika (mantiq), tafsir, hadits Nabi, filsafat maupun muqaranah al-madzahib
(perbandingan madzab). Solusinya hendaknya system pengajaran yang selama
ini induksi diganti dengan deduksi, yalni pengembangan kajian yang menjadi
alat bantu dalam memahami ajaran dasar dan diimplemaentasikan dalam kajian
particular, dikembangkan dengan proses penalaran, kreativitas dan dinamika
dalam memahami Islam secara lebih kontekstual ketimbang sekedar
pemahaman doctrinal atau teoritis .9
Menurut Nurcholish Madjid dalam aspek kurikulum terlihat pelajaran agama
masih dominan di lingkungan pesantren, bahkan materinya hanya khusus yang
disajikan dalam berbahasa Arab. Mata pelajara meliputi fiqh (paling utama),
aqaid, nahwu Sharaf (juga mendapat kedudukan yang penting, dan lain-lain.10
Sedangkan tasawuf dan semangat serta rasa agama (religiustas) yang merupakan
inti dari kurikulum “keagamaan” cenderung terabaikan. Mayoritas di pesantren
hanya terbatas pada ajaran madzab Syafi’I dan kurang mengakomodir pendapat
madzab lain. Wawasan yang bersifat rasional dalam mengambil kesimpulan
hukum (istinbath), legalitas formal dari sumbernya dari dasar relative kurang
diperhatikan dan diberdayakan. Sebaiknya pesantren harus lebih menerapkan
fiqh lintas madzab (muqaranah al-madzab), pesantren juga mengadakan re-
evaluasi dan rekontruksi dalam kitab kuning. Inilah satu kelemahan pesantren
dimana pengetahuan umum tampaknya masih dilaksanakan secara setengah-

8
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi, Evaluasi, dan Inovasi, (Surabaya:
eLKAF, 2006), hlm.123-129
9
Baharudin, Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press (Anggota IKAPI),
hlm.137
10
Prof. Dr. Mujamil Qomar, M. Ag, Pesantren, Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi,
(Jakarta:Erlangga, 2002), hlm. 109-110
18

setengah, sehingga kemampuan santri biasanya sangat terbatas dan kurang


mendapat pengakuan dari masyarakat umum.
Akan tetapi hal ini tidak akan terwujud jika dari dalam pesantren itu sendiri
tidak mempunyai semangat membangun dan masih mempertahankan asumsi
bahwa pesantren adalah lembaga alternative, tereliminasi, terisolasi, eksklusif
dan konservatif. Seharusnya pesantren menjadi lembaga Pendidikan yang
kompatibel dan sebagai pembentuk produk ulama yang intelek dan
menggunakan penguatan pendidikan dasar (basic education) sesuai dengan
perkembangan zaman mampu mengadaptasi dirinya dengan alasan global. Maka
sudah saatnya pesantren mengadopsi hal-hal yang baru (khalifiyah) namun tetap
mempertahankan nilai-nilai otentik kepesantrenan (salafiyah), dan kiranya tidak
salah jika nantinya terjadi proses konservasi antara paradigma-paradigma
Pendidikan umum Indonesia dengan system tradisional yang merupakan wajah
asli dari paradigma pemdidikam pesantren.11

Teknik Pengembangan Kurikulum Formal dan Pesantren.


1) Teknik Pengembangan Kurikulum Formal.
a. Studi kelayakan dan kebutuhan.
Pengembangan kurikulum melakukan kegiatan analisis kebutuhan
program dan merumuskan dasar-dasar pertimbangan bagi
pengembangan kurikulum tersebut. Untuk itu perlu melakukan studi
dokumentasi dan/atau studi lapangan.
b. Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum.
Konsep awal ini dirumuskan berdasarkan rumusan kemampuan,
selanjutnya merumuskan tujuan,isi,strategi pembelajaran sesuai dengan
pola kurikulum sistematik.
c. Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum.
Penyusunan rencana ini mencakup penyusunan silabus, pengembangan
bahan pelajaran dan sumber-sumber material lainnya.
d. Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan.

11
Dr. Hj. Binti Maunah, M. Pd.I, Tradisi Intelektual Santri, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 53-55
19

Dimaksud unntuk mengetahui tingkat keandalannya, kemungkinan


pelaksanaan dan keberhasilannya, hambatan dan masalah-masalah
yang timbul dan faktor-faktor pendukung yang tersedia,dan lain-lain.
e. Pelaksanaan kurikulum.
Ada 2 kegiatan yang perlu dilakukan, ialah:
a) Kegiatan desiminasi, yakni pelaksanaan kurikulum dalam lingkup
sampel yang lebih luas.
b) Pelaksanaan kurikulum secara menyeluruhyang mencakup semua
satuan pendidikan pada jenjang yang sama.
f. Pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum.
Selama pelaksanaan kurikulum perlu dilaksanakan penilaian dan
pemantauan yang berkenaan dengan desain kurikulum dan hasil
pelaksanaan kurikulum serta dampaknya.
g. Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian.
Berdasarkan penilaian dan pemantauan kurikulum diperoleh data dan
informasi yang akurat,yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan
untuk melakukan perbaikan pada kurikulum tersebut bila diperlukan,
atau melakukan penyesuaian kurikulum dengan keadaan. Perbaikan
dilakukan terhadap beberapa aspek dalam kurikulum tersebut.
2. Teknik Pengembangan Kurikulum Pesantren.
Sesuai dengan tujuan pendidikan dan pendekatan pesantren yang bersifat
holistic serta fungsinya yang komprehensif sebagai sebuah lembaga pendidikan
maka prinsip-prinsip system pendidikan pesantren adalah theosentris, sukarela
dan mengabdi, kearifan, kesedeharnaan, kolektif, kebebasan terpimpin, mandiri,
tempat mencari ilmu dan mengabdi, mengamalkan ajaran agama, tanpa ijazah,
dan restu kiai.12
Dalam melaksanakan proses Pendidikan sebagian besar pesantren di Indonesia
pada umumnya menggunakan beberapa system/teknik pendidikan dan
pengajaran yang bersifat tradisional. Yaitu system yang berangkat dari pola
pengajaran yang sangat sederhana seperti pengajaran sorogan, bandongan,
wetonan dan musyawarah dalam mengkaji kitab-kitab agama yang ditulis oleh
para ulama zaman abad pertengahan yang dikenal dengan “kitab kuning”.

12
Prof. H. Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), hlm.227
20

Pengajaran (kurikulum) yang dilaksanakan di pesantren terletak pada kiai atau


ustadz dan sekaligus yang menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar di
pondok pesantren. Sebab otoritas kiai sangat dominan di dalam pelaksanaan
pendidikannya, selain dia sendiri yang memimpin pondok itu.
Di dalam pengembangan pondok pesantren, tidaklah semata-mata tumbuh atas
pola lama yang bersifat tradisional, melainkan dilakukan suatu inovasi
pembaruan dalam pengembangan suatu system. Dalam perkembangannya ada
tiga system yang diterapkan pada pondok pesantren yaitu, pertama system
klasikal; pola penerapan system klasikal ini adalah dengan pendirian sekolah-
sekolah baik kelompok yang mengelola pengajaran agama maupun ilmu yang
dimasukkan dalam kategori umum dalam arti termasuk di dalam disiplin ilmu-
ilmu kauni (ijtihad- hasil perolehan/pemikiran manusia) yang berbeda dengan
agama yang sifatnya tauqifi (dalam arti kata langsung ditetapkan bentuk dan
wujud ajarannya).
Kedua, system kursus-kursus, pola pengajaran yang ditempuh melalui
ditekankan pada pengembangan ketrampilan tangan yang menjurus kepada
terbinanya kemampuan psikomotorik. Pengajaran system kursus ini mengarah
kepada terbentuknya santri-santri yang mandiri dan menopang ilmu-ilmu agama
yang mereka terima dari kiai. Sebab pada umumnya santri diharapkan tidak
tergantung kepada pekerjaan di masa mendatang, melainkan harus mampu
menciptakan pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka. Ketiga, sistem
pelatihan, yang mana dikembangkan untuk menumbuhkan kemampuan praktis
yang mendukung terciptanya kemandirian integrative.
Dalam menghadapi tuntutan masyarakat dan perubahan zaman, sekaligus
untuk menumbuhkan kemampuan berfikir rasional. Oleh karena itu sejak tahun
1970-an telah dikenalkan berbagai kursus ketrampilan ke dalam pesantren.
Selain itu sejak dua dasawarsa terakhir telah banyak buku-buku agama Islam
yang ditulis dalam Bahasa Indonesia masuk ke dalam kurikulum pesantren dan
dipelajari oleh para santri dalam bentuk kegiatan belajar kelompok, sehingga
pada perkembangan selanjutnya jarigan kehidupan pesantren lebih terbuka
terhadap unsur luar yang dating pada dirinya. Hal ini dilatarbelakangi oleh
manifestasi dan realisasi pembaharuan system Pendidikan Islam, upaya
penyempurnaan system pendidikan, sebagai upaya menjembatani system
21

pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan system modern hasil
akulturasi.

Prosedur Pengembangan Kurikulum


1. Formal
Pengembangan kurikulum formal meliputi empat langkah, yaitu:
a. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective)
b. Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar
(selection of learning experiences)
c. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of
learning experiences)
d. Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum
Menurut Cece Wijaya, dkk., (1991) bahwa proses perkembangan
kurikulummempunyai beberapa tahapan, yaitu “invention,
development,diffusion, dan adoption”. Sedangkan, (planning), adopsi
(adoption), penerapan (implemention), evaluasi(evaluation)”.
a. Invention, meliputi penemuan-penemuan baru yang biasanya
merupakan adaptasi dari apa yang telah ada. Upaya untuk mengubah
situasi atau menciptakan cara-cara baru untuk menggantikan cara-cara
yang tradisional.
b. Development, yaitu suatu proses sebelum masuk ke dalam skala yang
lebih besar. Pengembangan seringkali bergandengan dengan penelitian
sehingga prosedur “research and development” (R&D) meliputi
berbagai aktivitas, antara lain penelitian dasar. Penelitian ini
mengetengahkan proses pengembangan bahan-bahan kurikulum yang
baru.
c. Diffusion, Difusionisme adalah pandangan dalam antropologi yang
menjelaskan perubahan masyarakat tertentu sebagai hasil pengenalan
inovasi dari masyarakat lainnya. Difusionisme ini tidak banyak diikuti
sekarang. Pandangan yang dominan sekarang adalah bahwa perubahan
sosial itu disebabkan oleh invensi dan difusi yan biasanya terjadi secara
berurutan.
d. Adoption, pada tahap penyerapan(adoption) terdapat beberapa unsur
penting yang perlu dipertimbangkan,antara lain: penerimaan, waktu,
22

tipe pembaruan, unit pengadopsi, saluran komunikasi, struktur sosial,


dan budaya.
2. Pesantren
Sementara model Beauchamp sebagaimana dikutip oleh Sukmadinata
terdapat langkah-langkah dalam melakukan pengembangan kurikulum
pesanten di antaranya yaitu:
a. Menetapkan arena atau ruang lingkup wilayah yang dicakup oleh
kurikulum tersebut, dalam hal ini kurikulum dikembangkan mencakup
satu lembaga pendidikan pesantren.
b. Menetapkan personalia, dalam hal ini Pesantren menentukan anggota
dalam rapat yang terdiri atas beberapa personel yang berpengalaman
dalam bidang pendidikan dan pesantren (Pihak Yayasan/dewan
pengasuh/kyai) dan ustadz-ustadzah sesuai keahlian pada bidang/mata
pelajaran masing-masing, seperti ahli dalam pembelajaran al-Qur’an,
ahli dalam pembelajaran kitab salaf, yang kemudian disetujui oleh pihak
Yayasan Pondok pesantren. Pesantren dalam menentukan personel
dalam tim pengembangan kurikulum keagamaan/kepesantrenannya
hanya melibatkan tim ahli pendidikan dan guru-guru tingkat lokal
pesantren saja yang tentunya sudah berpegalaman dibidang pendidikan
dan pesantren, yang sebelumnya telah melakukan studi banding dengan
beberapa pesantren.
c. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Tahapan ini
dilaksankan dengan:
1) Membagi tim berdasarkan bidang dan keahlian, terdiri dari para
ustadz-ustadzah, kepala bidang dan ketua asrama, Dewan Pengasuh,
Kepala Bidang Pendidikan dan Pengajaran Yayasan Islam, Kepala
Bidang SDM dan beberapa ahli yang berpengalaman sesuai
bidangnya, seperti ahli dalam bahasa Arab, ahli dalam kitab kuning
(salaf) serta ahli dari ilmu al-Qur‟an. Kemudian membagi para
peserta rapat kerja tersebut dalam beberapa bagian atau komisi.
2) Mengadakan penilaian terhadap kurikulum yang sedang digunakan,
setelah itu meneliti apa saja yang menjadi kekurangan dari
kurikulum yang sedang digunakan untuk selanjutnya memberikan
23

masukan berupa beberapa usulan dari masing-masing komisi untuk


bahan pertimbangan bagi pelaksanaan kurikulum selanjutnya.
3) Merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru,
selanjutnya masing-masing tim yang terbagi menjadi beberapa
komisi di atas menentukan program-program masing-masing.
Program-program tersebut berupa program kegiatan
semester/tahunan, pedoman proses pembelajaran, dan pedoman
penilaian hasil belajar.
4) Setelah menentukan program-program sesuai bidang masing-masing,
pada masing-masing program tersebut di rumuskan komponen-
komponen kurikulum, yaitu:
a) Merumuskan tujuan pembelajaran
b) Memilih materi/isi: dengan menentukan kitab-kitab yang
digunakan dalam setiap jenjang dan tingkat pendidikan, dan
menyusun silabus pembelajaran, dan menentukan batasan-
batasan pencapaian minimum materi pembelajaran
c) Menentukan pengalaman belajar
d) Menentukan strategi atau metode pembelajaran pada masing-
masing bidang
e) Menentukan kriteria evaluasi/penilaian hasil belajar.
f) Penulisan dan penyusunan kurikulum baru.
g) Implementasi Kurikulum. Kurikulum yang telah direncanankan
kemudian dilaksanakan sesuai keputusan yang telah ditetapkan.

Syarat Perkembanan kurikulum formal dan pesantren


Dalam perkembangan sistem pendidikan di Indonesia telah dilakukan
berbagai upaya dalam perkembanan kurikulum dan pembelajaran seperti
tujuan perubahan kurikulum restrukturisasi kurikulum, penyesuaian materi
dan waktu, reorientasi pendekatan,dan strategi pembelajaran,serta sistem
penilaian. Untuk itu sering dilakukan percobaan-percobaan pada
sekolahtertentu. Apabila pada percobaan ini menunjukan hasil yang baik,
maka selanjutnya dituangkan dalam suatu kebijakan nasional untuk
digunkan diseluruh Indonesia. Ada beberapa faktor yan menjadi syarat
perkembangan kurikulum di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
24

Pertama, relevansi, yaitu masih adanya ketidaksesuain antara


kurikulum yang digunakan dengan kebutuhan di lapangan. Karena itu
kurikulum yang ada selalu ketinggalan dan sulit dikejar karena
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dan luar
biasa. Untuk mengatasi kesenjangan relevansi tersebut, maka inovasi
kurikulum harus dilakukan. Kedua, mutu pendidikan di Indonesia sangat
rendah. Jangankan skala internasional, dalam skala ASEAN saja, mutu
pendidikan Indonesia masih dibawah Malaysia dan Singapura, bahkan
Filiipina dan Thailand. Pada hal pada tahun 1970 an, orang –orang
Malaysia banyak belajar di Indonesia. Dalam Upaya penngkatan mutu
pendidikan ini, maka inovasi kurikulum harus dilakukan.
Ketiga, masalah pemerataan. Pembangunan pendidikan di Indonesia
masih saat ini masih kurang sangat merata. Disatu sisi, pendidikan di kota
dapat berjalan dengan baik sesuai tuntutan kurikulum, sedangkan di kota
kecil atau desa sangat jauh ketinggalan. Hal ini disebabkan karena dikota
besar pembangunan infrastruktur sudah tersedia sehingga kurikulum dapat
berjalan lebih baik. Keempat, masalah keefektifan dan efisiensi pendidikan
keefektifan berkenaaan dengan keampuhan pelaksanaan kurikulum. Baik
tentang struktur kurikulum, metodologi, evaluasi, guru, pengawasan
maupun instrumental input lainnya. Masalah efisiensi berkenaan dengan
manajemen kurikulum itu sendiri. Keterbatasan dana dan daya menuntut
sistem manajemen kurikulum yang efisien dan terpadu, baik terpadu secara
vertikal maupun horizontal. Dalam efisiensi juga menyangkut aspek waktu,
yaitu penggunaan waktu dalam setiap mata pelajaran.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, maka diperlukan
berbagai upaya dan pemikiran yang mendalam serta pendekatan progesif
dalam bentuk perkembanan kurikulum sehingga diharapkan ada
peningkatan mutu pendidikan, baik pada masa sekarang maupun masa yang
akan datang. Setelah bentuk atau wujud inovasi kurikulum itu ada,
kemudian dilaksanakan dalam situasi yang sebenarnya. Untuk itu ada
beberapa faktor yang diperhatikan, yaitu :
1. Faktor Guru (Pendidik)
Guru sebagai ujung tombak dalam pengembangan kurikulum
merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran.
25

Kewibawaan guru sangat menentukan keefektifan kurikulum, baik di


sekolah maupun di luar sekolah . Oleh karena itu, guru memiliki peran
utama dan pertama, baik sebagai pendidik, pengajar, pelatih, maupun
sebagai inovator.
2. Faktor Peserta Didik
Sebagai objek utama dalam kurikulum terutama dalam proses
pembelajaran, peserta didik memegang peranan yang sangat dominan.
Peserta didik dapat menentukan keberhasilan belajar melalui
penggunaan intelegensia, kemampuan motorik, pengalaman, kemauan
dan komitmen yang timbul dari diri mereka tanpa ada paksaan.
3. Faktor Program Pembelajaran
Program pembelajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam
implementasi kurikulum di sekolah. Program pembelajaran merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kurikulum sebagai suatu
sistem. Faktor ini harus diperhatikan karena hasil inovasi kurikulum
pada akhirnya disusun dalam program pembelajaran.
4. Faktor Fasilitas
Fasilitas termasuk sarana dan prasarana tidak bisa diabaikan dalam
penerapan inovasi kurikulum. Fasilitas merupakan hal yang turut
mempengaruhi kelangsungan suatu inovasi yang akan diterapkan.
Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi kurikulum dapat
dipastikan tidak akan berjalan dengan baik.
5. Faktor Lingkungan Sosial Masyarakat
Masyarakat secara langsung maupun tidak langsung, sengaja maupun
tidak sengaja terlibat dalam perkembanan kurikulum. Pada dasarnya,
tujuan perkembanan kurikulum adalah mengubah masyarakat menjadi
lebih baik, terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
kurikulum pada dasarnya merupakan seperangkat perencanaan dan media
untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan yang diinginkan.
Menurut KH. Ahmad Siddiq, kurikulum itu menyangkut keseluruhan usaha dan
kegiatan bahkan penciptaan suasana yang baik menuju tercapainya tujuan pendidikan.
Dengan demikian, kurikulum melingkupi: tujuan, materi pelajaran, metode, dan
evaluasi. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga telah memuat hal-hal tersebut.
calon pendidik perlu mempersiapkan diri untuk menguasai sejumlah
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan khusus yang terkait dengan profesi
keguruan. Agar dapat mrnjalankan tugasnya dengan baik serta dapat memenuhi
keinginan dan hapapan peserta didik. Seorang pendidik harus mampu
mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan, sebagai penganut islam yang patut
dicontoh dalam ajaran islam dan bersedia menularkan pengetahuan dan nlai islam
pada pihak lain.
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau
inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa
perubahan pengetahuan, ketrampilan, maupun nilai dan sikap. Implementasi
kurikulum dapat didefinisikan sebagai proses penerapan ide,konsep, dan kebijakan
kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta
didik menguasai perangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan.

B. Saran
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi pembaca,
khususnya kepada teman-teman mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah ilmu
pendidikan islam. Adapun mengingat keterbatasan kami sebagai penulis dan
penyusun makalah ini jika ada kekeliruan atau kesalahan dalam penyusunan maka
sebagai penulis kami meminta kritik dan saran dari pembaca.

26
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin. 2014. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara,

Arifin, Zainal. 2012. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Hamalik, Oemar. 1993. Sistem dan Prosedur Pengembangan Kurikulum. Bandung: Triganda
Karya

Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek KTSP. Jakarta:
Kencana.

Siswanto. 2012. Pendidikan Islam dalam Dialektika Perubahan. Yogyakarta: SUKA-Press.

Suharto, Babun. 2011. Dari Pesantren Untuk Umat Reinventig Eksistensi Pesantren di Era
Globalisasi. Cet I. Surabaya: Imtiyaz.

Zulmiadi, M. 2018. Strategi Pengembangan Kurikulum Pondok Pesantren: UIN Malang.

27

Anda mungkin juga menyukai