Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

SUBDIVISI BEDAH ONKOLOGI


BAGIAN/SMF ILMU BEDAH

DASAR DAN PRINSIP ONKOLOGI

Disusun oleh:
Aulia Novariza Fahman

SUB BAGIAN BEDAH ONKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2019
PENDAHULUAN

Onkologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari penyakit akibat


tumor. Dalam arti luas tumor berarti setiap benjolan abnormal pada tubuh tanpa melihat
penyebabnya, misalnya benjolan pada dahi akibat terbentur benda keras atau
pembengkakan akibat infeksi. Tumor dalam arti sempit disebut juga neoplasma, yakni
pertumbuhan sel atau jaringan baru di luar kendali tubuh. Onkologi berasal dari bahasa
Yunani yaitu oncos yang berarti massa atau tumor, dan logos yang berarti ilmu.
Prinsip-prinsip bedah onkologi meliputi epidemiologi tumor, biologi tumor yang terdiri
dari karsinogenesis, genetik, etiologi kanker dan terapi kanker. Kanker merupakan
ancaman serius kesehatan masyarakat kita karena insidensi dan angka kematiannya terus
bertambah. Sel-sel kanker tumbuh secara abnormal disebabkan adanya kerusakan pada
DNA-nya. Kerusakan DNA ini mengacaukan sinyal-sinyal genetika yang diperlukan bagi
adanya pertumbuhan yang normal. Pendekatan molekular terhadap kanker merupakan akar
permasalahannya. Penelitian-penelitian molekuler telah menyingkap banyak detil di mana
sebuah sel normal menjadi bersifat kanker. Penemuan-penemuan ini telah menyingkap
kanker sebagai suatu proses dengan banyak tahap, termasuk semakin lenyapnya
pengendalian karena adanya sel ganas, gagalnya perbaikan DNA, dan hilangnya
sistem-sistem cadangan untuk dapat mencegah pertumbuhan sel yang sifatnya abnormal.
Kita telah berhasil menemukan adanya berbagai onkogen yang memicu adanya
pertumbuhan tumor, maupun berbagai anti-onkogen yang menekan terjadinya tumor.

Neoplasma
Neoplasma merupakan suatu massa jaringan abnormal yang pertumbuhannya
berlebihan dan tidak terkoordinasi dibandingkan dengan jaringan normal.
Neoplasma berasal dari bahasa Yunani, yaitu neo yang berarti baru dan plasma
yang berarti yang dibentuk. Neoplasma (new growth) didefinisikan sebagai
pembentukan sel baru yang abnormal, terus tumbuh secara progresif dan tidak
pernah mencapai maturitas, serta mampu melakukan metastase.
Terminologi lain dari neoplasma yaitu tumor, yang berasal dari bahasa Latin.
Tumor artinya : 1. benjolan, 2. pertumbuhan sel-sel secara otonom. Jadi, definisi
tumor adalah suatu lesi sebagai hasil pertumbuhan abnormal dari sel yang autonom

1
atau relatif autonom, menetap, walaupun rangsangan penyebabnya telah
dihilangkan. Menurut seorang onkologis bernama Willis, neoplasma merupakan
massa abnormal dari jaringan, di mana pertumbuhannya berlebihan dan tidak
terkoordinasi oleh pertumbuhan jaringan normal, dan menetap walaupun telah
dilakukan penghentian rangsangan yang semula menyebabkannya.
Sel tumor merupakan sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh
secara otonom lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda
dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya. Perbedaan sifat sel tergantung dari
besarnya penyimpangan dalam bentuk dan fungsi, otonominya dalam
pertumbuhan, kemampuannya mengadakan infiltrasi dan menyebabkan metastasis.
Secara klinis tumor dibedakan atas neoplasma dan non neoplasma (misalnya
kista, radang, hipertrofi). Berdasarkan sifatnya, neoplasma dibedakan menjadi dua,
yaitu jinak dan ganas. Neoplasma ganas disebut juga kanker (maligna).
Neoplasma ganas atau kanker terjadi karena timbul dan berkembangbiaknya sel-sel
secara tidak terkendali sehingga sel-sel ini tumbuh terus merusak bentuk dan fungsi
organ tempat tumbuhnya. Neoplasma ganas ini tumbuh menyusup ke jaringan
sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya (dekstruktif) dapat menyebar ke bagian
lain tubuh dan umumnya fatal jika dibiarkan. Neoplasma jinak (benigna) tumbuh
dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi membesar dan
menekan jaringan sekitarnya (ekspansif) dan umumnya tidak bermetastasis.
Neoplasma ganas ini membentuk suatu golongan besar penyakit yang
memiliki berbagai macam sifat. Namun secara umum, ada 2 sifat yang sama yaitu:
1. Pembentukannya tidak terkontrol (otonom)
2. Penyebaran dalam bentuk yang berbeda dengan sel-sel dari organ yang
dihinggapinya (morfologi yang tidak khas)
Neoplasma bertingkah laku seperti parasit, yaitu berkompetisi dengan
jaringan normal demi mendapatkan nutrisi dan suplai yang dibutuhkannya, dengan
tidak memandang status gizi hospes.

Karsinogenesis
Karsinogenesis adalah proses pembentukan neoplasma/tumor.
Karsinogenesis merupakan proses yang meliputi inisiasi, promosi dan progresi.

2
Karsinogenesis meliputi proses yang kompleks yang ditandai dengan adanya suatu
pertumbuhan yang abnormal akibat berfungsinya onkogen atau termutasinya gen
supresor tumor sehingga tidak berfungsi. Proses karsinogenesis ini juga dipikirkan
sebagai suatu akumulasi dari modifikasi genetik. Proses ini dapat muncul karena
perubahan yang disebabkan oleh interaksi langsung dari toksin lingkungan pada
sel, perubahan genetik yang diturunkan atau didapat, yang muncul saat replikasi
DNA dan pembelahan sel. Karena perubahan genetik yang progresif, fenotip dari
sel kanker dapat dikarakteristikkan dengan perubahan morfologi inti sel dan sel
itu sendiri. Secara umum, transformasi neoplasia ini dapat disebabkan oleh
karsinogen kimiawi, fisik, faktor genetik, dan faktor geografik.
Kecepatan tumbuh tumor dinyatakan dengan tumor doubling time (TDT),
yaitu waktu yang diperlukan sel tumor untuk menambah jumlah sel 2 kali dari
jumlah sebelumnya.TDT dari neoplasma bervariasi antara 8-600 hari, rata-rata
20-100 hari.Pengukuran TDT dapat membantu menentukan prognosis, evaluasi
terhadap respon kemoterapi dan membandingkan respon terhadap berbagai macam
pemberian terapi.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan tumbuh tumor:
1. Faktor Tumor
a. Jenis tumor : Umumnya tumor yang asalnya dari jaringan kaya
pebuluh darah lebih cepat tumbuh
b. Asal sel tumor: Dapat dari sel epitel, mesenkim embrional atau
campuran. Masing-masing punya kecepatan tumbuh yang berbeda.
Sarkoma jaringan lunak tumbuh dengan cepat
c. Sifat tumor : Jinak, in situ, ganas atau tidak jelas
d. Derajat keganasan : Rendah, sedang, atau tinggi
e. Ratio sel yang tumbuh : Kecepatan tumbuh = fraksi sel yang tumbuh
berbanding fraksi sel yang tidak tumbuh ditambah fraksi sel yang
hilang
f. Besar tumor : Makin besar tumor makin terbatas pasokan pembuluh
darah dan semakin lambat tumbuhnya
2. Faktor Penderita

3
a. Umur : Kanker yang tumbuh pada anak-anak umumnya
berkembang cepat
b. Jenis kelamin : Umumnya karena hormonal pada laki-laki dan
perempuan berbeda
c. Penyakit : Pada penderita penyakit tertentu tumbuhnya kanker lebih
cepat
3. Faktor Lingkungan
a. Ruang tempat tumbuh
b. Dibatasi oleh barier alamiah seperti fascia, periosteum atau rongga
tubuh
c. Pasokan darah
d. Penyakit-penyakit tertentu

Kebanyakan tumor pada manusia paling tidak berada 1 tahun atau bahkan 10
tahun dalam tubuh sebelum terdeteksi secara klinis.Jadi terdapat waktu yang
panjang antara mulai terjadi transformasi hingga timbul gejala klinis
kanker.Selama periode ini dapat dilakukan deteksi dini dan terapi bedah yang
memungkinkan kesembuhan. Jika masa interbal preklinik ini dapat dideteksi sedini
mungkin maka mungkin akan dihasilkan terapi bedah lebih memuaskan.

Onkogen dan Gen Supresor Tumor


Banyak sekali teori tentang onkogen dan banyak pula gen-gen normal yang
dapat berubah menjadi onkogen, yang disebut sebgai protoonkogen. Onkogen
dihasilkan dari transduksi dari gen inang yang normal dan mewakili suatu sekuens
DNA yang unik di mana ekspresi abnormal berhubungan dengan perkembangan
perilaku sel maligna.
Di dalam tubuh manusia telah diketahui terdapat 3 golongan gen pengatur
pertumbuhan normal, yaitu:
1. Proto-onkogen (mutasi pada proto-onkogen ini yang paling sering).
2. Tumor supresor gen/anti-onkogen.
3. Gen yang mengatur kematian sel terprogram/Apoptosis

4
Protoonkogen dapat teraktivasi menjadi onkogen melalui berbagai mekanisme,
yaitu :
1. Insersi promoter
2. Insersi enhancer
3. Translokasi kromosom  misalnya kromosom 9 dan 22 (kromosom
Philadelphia) pada CML
3. Amplifikasi gen
4. Mutasi titik
Kelompok kedua yang berperan dalam mekanisme kejadian kanker adalah
karena kegagalan fungsi gen penekan tumor, misalnya p53 dan Rb. Gen ini dapat
menekan terjadinya kanker melalui 2 cara, yaitu menggunakan jalur kelompok
protein yang mengelola dan mempertahankan DNA repair sehingga terhindar dari
mutasi atau melalui jalur kelompok protein yang bertanggung jawab terhadap
kematian sel dan cell cycle arrest. Jika terjadi kegagalan terapi dengan
menggunakan sasaran onkogen sebagai suatu target, maka perlu dipertimbangkan
adanya keterlibatan gangguan fungsi tumor suppressor gen tersebut.
Pengertian tentang gen supresi tumor ini banyak diperoleh melalui penelitian
Knudsen tentang retinoblastoma. Knudsen menemukan bahwa 40% penderita
retinoblastoma terjadi tumor multipel pada usia muda dan sering ada riwayat
keluarga yang menunjukkan pola yang diwariskan. Sebagai kontras, 60% lainnya
biasanya hanya menderita satu tumor saja dan muncul pada usia yang lebih tua.
Berdasarkan hasil dari observasi ini, Knudsen mengajukan suatu teori yang dapat
menjelaskan perkembangan retinoblastoma pada 2 grup ini, yang dinamakan
‘two-hit hypothesis’. Secara normal, satu sel memiliki dua kopi dari suatu tumor
supresi gen, pada kasus ini gen retinoblastoma. Supaya tumorigenesis terjadi, maka
kedua kopi gen ini harus termutasi, yang menghasilkan protein yang tidak efektif.
Pada bentuk retinoblastoma yang diwariskan, Knudsen menarik hipotesis, para
pasien ini memiliki mutasi pertama yang muncul di germ line dan karena itu
menyebar pada semua sel di seluruh tubuh. Mutasi sekunder muncul pada
retinoblas menyebabkan retinoblastoma. Frekuensi penderita retinoblastoma pada
kelompok ini tergantung pada mutasi gen yang kedua.

5
Tumor-tumor yang disertai gangguan ekspresi p53 (mutasi pada p53) akan
menyebabkan sel tidak dapat beregresi bahkan dapat menjadi resisten terhadap
terapi tersebut. Oleh karena itu, beberapa tahun terakhir ini jalur apoptosis menjadi
topik yang popular sebagai target molekuler pengobatan. Apoptosis sendiri
didefinisikan sebagai suatu bentuk kematian sel yang fisiologis dan terpogram yang
tergantung kepada ekspresi protein intraseluler. Di dalam sel sendiri terdapat
beberapa jalur apoptosis, yaitu:
1. Melalui pengaktifan p53 yang akhirnya mengaktifkan protein Bax
2. Melalui jalur yang tidak tergantung pada p53
3. Pengaktifan reseptor TNF superfamili melalui caspase 8-10 yang
kemudian mengaktifkan caspase 3
4. Pengaktifan sekresi ion Ca2+ yang akan memacu caspase 12
Jalur apoptosis itu sendiri dapat dihambat oleh gen bcl-2.

Metastasis
Salah satu perbedaan antara tumor jinak dan ganas adalah kemampuan untuk
menginvasi jaringan sekitar dan menyebar ke seluruh tubuh.Metastasis menyebar
dari tempat asal dan membentuk tumor baru di tempat yang jauh. Metastasis terdari
dari sekumpulan proses yang terdiri dari beberapa tahap. Pertama, kanker
primernya harus mendapatkan akses ke sirkulasi yaitu aliran darah atau limfatik.
Setelah sel-sel kanker masuk ke sirkulasi, mereka harus tetap bertahan, kemudian
sel-sel kanker itu mengalami ekstravasasi ke jaringan baru, dan selanjutnya
menginisiasi pertumbuhan disana dan membangun vaskularisasi baru
Langkah-langkah utama pembentukan metastasis itu sendiri menurut Fidler :
1. Transformasi dari sel normal menjadi sel tumor dan bertumbuh setelah
kejadian transformasi inisial
2. Vaskularisasi ekstensif dengan sekresi faktor-faktor angiogenesis
3. Invasi lokal dari stroma inang oleh sel tumor yang secara genetik
terprogram untuk masuk ke jaringan limfe atau pembuluh darah
4. Pelepasan dan embolisasi dari satu atau multipel sel tumor yang secara
genetik terprogram untuk masuk ke jaringan limfe atau pembuluh darah
5. Sel tumor bertahan di sirkulasi

6
6. Sel tumor sampai di vaskular bed dari organ jauh dengan menempel di
kapiler epitel
7. Invasi ke organ jauh
8. Proliferasi sebagai implan metastatik dalam organ jauh.

Sindroma Paraneoplastik
Sindroma paraneoplastik merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan
oleh efek sistemik non-metastatik dari suatu keganasan. Dengan kata lain, sindroma
ini merupakan kumpulan gejala yang muncul akibat substansi yang dilepaskan oleh
sel-sel tumor, dan gejala itu sendiri jauh dari tumor. Gejala-gejala yang dapat
muncul berupa gejala endokrin, neuromuskular atau muskuloskeletal,
kardiovaskuler, rematologik, hematologik, gastrointestinal, renal, dan lain-lain.
Patofisiologi sindroma ini belum diketahui dengan pasti, seperti yang sudah
disebutkan, massa tumor membentuk dan melepaskan antibodi dan substansi aktif,
atau dapat idiopatik. Berbagai jenis tumor dapat menciptakan hormon dan
prekursor hormon sehingga mengganggu metabolisme tubuh. Beberapa tumor
bahkan membentuk protein fetal yang digunakan sebagai penanda tumor seperti
CEA, AFP.
Sindrom ini timbul pada 10-15% dari keganasan. Dan dapat muncul sebagai
keluhan utama. Mortalitas dan morbiditas sindrom ini belum diketahui. Predileksi
ras dan jenis kelamin tidak diketahui, dan dapat mengenai semua umur. Gejala
nonspesifik sindroma paraneoplastik adalah demam, anoksia, dan cachexia.

Biopsi
Definisi biopsi yaitu mengangkat sepotong jaringan hidup dan diperiksa
dibawah mikroskop untuk menegakkan diagnosis histopatologis. Peran dari biopsi
antara lain sebagai sarana diagnostik yang bisa menentukan histologi tumor dan
grading serta membantu perencanaan terapi definitif.1 Biopsi menjadi tahap awal
pada pendekatan terapi multimodalitas, tentu saja harus dilakukan sesuai dengan
prosedur yang benar. Sebaliknya biopsi dapat menimbulkan komplikasi pada
perawatan pasien, jika tidak dilakukan dengan benar.

7
Sampai saat ini terdapat beberapa teknik biopsi yang digunakan oleh klinisi.
Secara umum biopsi terbagi menjadi biopsi tertutup, seperti biopsi aspirasi jarum
halus (Fine Needle Aspiration Biospy), biopsi core-needle dan biopsi terbuka atau
bedah,seperti biopsi insisi dan biopsi eksisi. Untuk lesi di kulit dapat dipakai teknik
shave biopsy, saucerization biopsy, dan punch biopsy. Biopsi secara endoskopi
(kolonoskopi, bronkoskopi, sistoskopi) dapat dilakukan pada lesi-lesi di mukosa.
Lesi yang mudah dipalpasi, seperti lesi di kulit, dapat dieksisi atau dilakukan punch
biopsi. Lesi yang lebih dalam dapat dilokalisasi dengan CT atau ultrasonografi
sebagai panduan untuk biopsi. Untuk menentukan pilihan biopsi yang akan
dilakukan tergantung dari ukuran dan lokasi massa dan pengalaman patologis.

1.Teknik Biopsi
Setelah menegakkan diagnosis klinis onkologi dan melakukan pemeriksaan
penunjang berdasarkan indikasi, maka diagnosis klinis tersebut dapat menjadi lebih
tepat dan diperbaiki. Atas dasar tersebut diatas maka biopsi dapat dilakukan pada
lokasi dan substrat yang tepat dan jaringan yang diambil representatif.
Secara umum terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam
melakukan suatu biopsi terbuka. Garis insisi pada biopsi harus dibuat sedemikian
rupa sehingga tidak mempersulit pembuatan garis insisi pada operasi definitif
(operasi pengangkatan tumor secara tuntas). Karena garis bekas biopsi harus ikut
terangkat pada operasi definitif tersebut, sesuai dengan prinsip-prinsip onkologi
pada pembedahan.
Didalam melakukan biopsi sebaiknya menghindari daerah-daerah yang
terinfeksi, karena jaringan yang berasal dari daerah tersebut penuh dengan sel-sel
radang, sehingga dapat mengganggu pemeriksaan histopatologi. Trauma yang luas
juga harus dihindari karena dapat meluaskan daerah kontaminasi sel tumor karena
biopsi, sehingga ketika melakukan operasi definitif daerah bekas biopsi yang harus
ikut diangkat menjadi makin lebar dan hal ini akan mempersulit penutupan luka.
Anastesi infiltrasi juga akan menyebarkan sel-sel tumor ke jaringan
sekitarnya, sehingga bila memungkinkan sebaiknya dilakukan dengan anastesi
regional atau dalam narkose umum.

8
a. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (FNAB)
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration/FNA) meliputi
aspirasi sel-sel dan fragmen jaringan melalui jarum yang telah dipandu ke dalam
suspect tissue. FNA mudah, atraumatik, dan relatif aman. Untuk tumor yang dalam
dapat dilakukan dengan panduan CT. Kekurangan teknik ini antara lain tidak
memberikan informasi mengenai arsitektur jaringan. Sebagai contoh, biopsi jarum
halus pada massa payudara dapat mendiagnosis keganasan, tetapi tidak dapat
mendiferensiasi antara tumor yang invasif atau tidak invasif. FNA juga
memerlukan sitopatologis yang terlatih untuk interpretasi spesimen. Sensitivitas
FNA bervariasi dari 80% sampai 95% dan aspirat positif palsu terlihat kurang dari
1% kasus, dan hasil negative palsu terlihat pada 4% sampai 10% kasus tumor
payudara.
FNA menggunakan jarum halus (21-25 gauge) tanpa stylet dan syringe kecil.
Tidak digunakan anestesi. Idealnya, spesimen dipertahankan di dalam jarum. Isi
jarum kemudian disebarkan di atas gelas obyek. Gelas obyek kemudian difiksasi
dan/atau dikeringkan, tergantung dari keinginan patologis.

Gambar 1.Fine-needle aspiration biopsy(FNAB)

b. Large Needle Aspiration Biopsy


Teknik ini menggunakan jarum 18 gauge dengan stilet dan syringe yang besar.
Dilakukan anestesi lokal dalam jumlah kecil.Pisau no. 11 digunakan untuk
menusuk kulit. Jarum kemudian dimasukkan melalui luka ke dalam massa, dengan
jari telunjuk memegang stylet. Tujuan luka tusuk dan stylet adalah untuk
9
memfasilitasi insersi yang mudah dan mencegah pengambilan sel dari kulit dan
jaringan sekitarnya. Jarum kemudian digerakkan beberapa millimeter dari tempat
tusukkan, kemudian dilakukan aspirasi. Aspirat kemudian disebarkan di atas gelas
obyek, difiksasi dan/atau dikeringkan untuk dilakukan pemeriksaan histopatologis.

c. Core Needle Biopsy


Core biopsy seperti aspirasi jarum halus, relatif aman dan dapat dilakukan
dengan palpasi langsung (contoh, massa payudara atau massa jaringan lunak) atau
dapat dipandu dengan pencitraan (contoh stereotactic core biopsy of the breast).
Core biopsy seperti aspirasi jarum halus, memiliki kekurangan sampling error.
Core needle biopsy menghasilkan jaringan tipis (kurang lebih 1x10 mm). Ukuran
sampel yang kecil dapat menyulitkan patologis untuk mendiagnosis tumor secara
akurat, atau jaringan mungkin tidak representatif untuk seluruh tumor,
menyebabkan kesulitan dalam gradasi tumor.
Biopsi ini memakai jarum yang dirancang khusus seperti True-cut, Core-cut,
dan lain-lain. Pada sumbu jarum terdapat kait terbalik, setelah sumbu masuk ke
dalam jaringan barulah sarung jarum dimasukkan, lalu sumbu dan sarung
dikeluarkan secara bersamaan, sehingga diperoleh suatu pita kecil jaringan untuk
pemeriksaan patologi, maka disebut juga biopsy potong. Karena tabung jarum lebih
besar, kemungkinan terjadi implantasi tumor sepanjang jalur jarum lebih besar
dibandingkan aspirasi jarum halus.

10
Gambar 3. Core needle biopsy

d. Shave Biopsy
Shave biopsy dilakukan pada lesi kulit yang menonjol seperti BCC nodular,
SCC, atau tumor yang berasal dari folikel. Dilakukan tindakan antiseptik, lalu
dilakukan anestesi lokal di bawah lesi. Dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu
jari, kulit diregang agar stabil. Lalu, gunakan ujung scalpel no. 15 untuk membatasi
batas lesi. Dengan perut scalpel parallel dengan kulit, lakukan shave biopsy.
Gunakan forceps atau ujung jarum untuk mengambil lesi. Untuk hemostasis dapat
dilakukan kauterisasi elektrik atau kimia. Perawatan post operasi mudah. Luka
harus dicuci satu sampai dua kali sehari dengan sabun ringan dan dibiarkan lembab
dengan mengoleskan petroleum jelly pada balutan sampai menyembuh.

11
Gambar 4. Shave biopsy

e. Saucerization Biopsy
Saucerization biopsy merupakan biopsi cukur yang lebih dalam,
direkomendasikan untuk SCC, nevi atipik, dan melanoma. Dengan menggunakan
jari telunjuk dan ibu jari, pegang pisau cukur dengan gerakan konkav sesuai dengan
kedalaman yang diinginkan. Hemostasis dilakukan sama dengan pada shave
biopsy.

f. Punch Biopsy
Punch biopsy cocok untuk mengambil sampel pada lesi yang datar dan lebar,
dan efektif untuk meraih sampel subkutan, dan mendapatkan informasi mengenai
kedalaman invasi tumor. Biopsi ini menggunakan anestesi lokal dan trephine.
Operator membuat insisi sirkular sampai tingkat lemak superfisial, menggunakan
trephine yang berputar. Traksi yang dilakukan tegak lurus terhadap garis kulit yang
relaks meminimalisir redundansi saat penutupan. Spesimen diambil dengan forceps
atau jarum. Hemostasis dilakukan dengan jahitan nonabsorbable yang dapat
diangkat 7-14 hari. Luka harus dicuci satu sampai dua kali sehari dengan sabun
ringan dan dibiarkan lembab dengan mengoleskan petroleum jelly pada balutan
sampai menyembuh.

12
Gambar 5. Punch biopsy

g. Biopsi Insisi
Biopsi insisi adalah pengambilan sedikit jaringan dari massa tumor yang lebih
besar. Biopsi insisi sering diperlukan untuk diagnosis massa yang lebih besar yang
memerlukan prosedur bedah.
Instrumen yang diperlukan antara lain scalpel no. 15, forceps Adson, hak kulit,
gunting, benang jahit, dan kassa. Scalpel dipegang tegak lurus dengan permukaan
kulit. Insisi fusiform dilakukan pada pertengahan lesi. Spesimen diambil untuk
diperiksa, lalu luka dijahit.
Komplikasi biopsi insisi antara lain adalah infeksi luka, dehisensi, dan
pembentukan jaringan parut, serta hematom. Terdapat beberapa faktor penting
yang harus diperhatikan pada biopsy insisi. Untuk lesi di ekstremitas, insisi
dilakukan sepanjang aksis panjang ekstremitas. Untuk lesi di batang tubuh, insisi
dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat terambil bersamaan dengan seluruh
tumor yang akan diangkat. Letak biopsi harus tepat pada tumor, pada titik dimana
lesi dekat dengan kulit, dan tidak boleh ada lipatan yang meninggi atau yang
mengganggu di superfisial terhadap tumor. Sebelum penutupan luka, hemostasis
harus diperhatikan untuk meminimalisir hematoma. Drainase tidak rutin
dikerjakan, tetapi bila diperlukan, maka drain harus ditempatkan melalui atau dekat
dengan insisi biopsy. Bila didiagnosis dengan keganasan, jalur drain harus tereksisi
bersamaan dengan massa tumor.

13
Gambar 6. Biopsi Insisi

h. Biopsi Eksisi
Biopsi eksisi adalah eksisi seluruh jaringan tumor dengan sedikit atau tanpa
batas jaringan normal disekitarnya. Biopsi eksisi dilakukan untuk kuratif, dengan
mencakup jaringan yang adekuat di sekitar lesi untuk menjamin batas operasi yang
negatif sel tumor. Penandaan batas dengan jahitan atau klip oleh pembedah atau
mewarnai batas spesimen oleh patologis memudahkan penentuan batas bedah dan
menuntun diperlukannya reeksisi bedah bila salah satu atau lebih batas masih
mengandung sel tumor. Biopsi eksisi atau “shellout” dilakukan untuk lesi yang
berdiameter kurang dari 3-5 cm atau untu lesi yang sangat superfisial, dimana
kemungkinan keganasan rendah.
Sebelum anestesi dan eksisi, operator menandai batas lesi. Kemudian
dilakukan eksisi berbentuk fusiform dengan sudut 30o atau lebih sirkular.
Disarankan untuk melakukan jahitan pada posisi jam 12 pada spesimen sebagai
penanda untuk patologis. Komplikasi biopsy eksisi antara lain adalah infeksi luka,
dehisensi, dan pembentukan jaringan parut, serta hematom.

14
Gambar 7. Biopsi eksisi

2. Prinsip-prinsip dalam prosedur biopsi


1. Jalur jarum atau jaringan parut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
dapat terambil pada prosedur bedah selanjutnya. Penempatan insisi biopsi
sangat penting, dan kesalahan penempatan dapat mempengaruhi perawatan
selanjutnya. Biopsi insisi harus ditandai untuk memudahkan eksisi skar
biopsi bila operasi lanjutan diperlukan. Lebih lanjut, biopsi insisi harus
dilakukan pada area yang akan dibuang, bukannya pada sisi lainnya, yang
berisiko mengkontaminasi lapangan yang lebih luas. Insisi pada ekstremitas
harus longitudinal agar pengangkatan jaringan dan penutupan yang akan
dilakukan selanjutnya lebih mudah.
2. Harus diperhatikan untuk mencegah kontaminasi jaringan lain saat biopsi.
Adanya hematom besar setelah biopsi dapat menyebabkan penyebaran tumor
dan membuat follow up pemeriksaan fisik lebih sulit. Untuk biopsi pada
ekstermitas, penggunaan tourniquet dapat membantu mengontrol perdarahan.
Instrument yang digunakan pada prosedur biopsi merupakan sumber
kontaminasi potensial lainnya pada jaringan sekitarnya. Tidak biasa
dilakukan pengambilan biopsi dari beberapa lesi tersangka pada satu waktu.
Kontak instrumen yang telah mengenai jaringan tumor dengan jaringan
normal harus dihindari.

15
3. Drainase tidak rutin dikerjakan, tetapi bila diperlukan, maka drain harus
ditempatkan melalui atau dekat dengan insisi biopsi. Bila didiagnosis dengan
keganasan, jalur drain harus tereksisi bersamaan dengan massa tumor.
4. Sampel jaringan yang adekuat harus diambil untuk memenuhi kebutuhan
patologis. Untuk mendiagnosis tumor, mikroskop elektron, kultur jaringan,
atau teknik lain diperlukan. Jaringan yang cukup harus diambil untuk
mengantisipasi kesulitan diagnostik tersebut.
5. Penting untuk menandai area tumor tententu untuk menjadi penanda
spesimen oleh patologist. Fiksatif tertentu baik untuk digunakan pada jenis
dan ukuran tumor tententu.
6. Penempatan klip radio-opak saat biopsi dan prosedur staging terkadang
penting untuk menandai area tumor dan memandu terapi radiasi pada area ini.

Metode Diagnosis Patologi Tumor


1.Potongan Blok Parafin (paraffin-embedded tissue section)
Metodenya adalah jaringan sampel didehidrasi kemudian ditanam dalam
parafin padat, lalu dipotong, diwarnai (hematosilineosin/ H-E) diperiksa dibawah
mikroskop untuk dibuat diagnosis.

2.Potongan Beku (frozen section/vriescope)


Selama prosedur potong beku, dokter bedah mengangkat bagian dari massa
jaringan segar, tidak difiksasi. Jaringan ini kemudian diberikan kepada seorang
patologis yang memeriksa jaringan pada mesin cryostat, memotongnya dengan
microtome, dan kemudian mewarnai jaringan dengan berbagai macam pewarnaan
sehingga dapat diperiksa dibawah mikroskop dan didiagnosis. Prosedur ini
biasanya hanya memakan waktu beberapa menit.
Kegunaan potong beku adalah (1) bilamana diagnosis belum dapat dipastikan
sebelum operasi. Saat operasi perlu mengetahui sifat lesi untuk menentukan teknik
terapinya, (2) saat operasi perlu mengetahui secara pasti luas infiltrasi lesi, untuk
menetapkan batas operasi, (3) untuk mengetahui apakah suatu lesi diluar tumor
termasuk metastasis tumor (4) untuk memastikan ada tidaknya rudapaksa, terhadap

16
jaringan normal (misalnya terhadap ureter dan lain-lain) atau memastikan biopsi
terlah mendapatkan jaringan tumor.
Karena potongan beku waktunya mendesak, jaringan belum sempat difiksasi.
Desikasi, dan tahapan awal lain. Hingga pewarnaan sedian kurang baik dan
lain-lain. Maka ketepatan diagnosis lebih rendah dari potongan blok parafin.
Potongan beku tidak boleh menggantikan diagnosis dari potongan blok parafin.
Biopsi spesimen kecil tidak sesuai dibuat potongan beku. Tulang dan jaringan
kalsifikasi juga tidak sesuai untuk potongan beku karena terlalu keras tidak dapat
dipotong.

3.Diagnosis Sitologi
Ini adalah metode mengambil sel dari jaringan tumor, dibuat pulasan diwarna
(PAS atau H-E) kemudian diperiksa morfologinya untuk membuat diagnosis.
Menurut cara pengambilan sampel dapat dibagi menjadi sitologi eksfoliatif untuk
tumor dipermukaan tubuh, rongga tubuh, atau di dalam saluran yang berhubungan
dengan permukaan tubuh; dan sitologi pungsi untuk tumor padat.

4.Teknik Histokimia
Ini adalah metode menggunakan afinitas terhadap berbagai zat warna kimiawi
yang berbeda dari berbagai sel dan produknya. Dengan tehnik reaksi kimiawi dapat
diperlihatkan komponen atau produk kimiawi spesifik didalam sel untuk membantu
diagnosis dan klasifikasi terhadap suatu kelainan, tehnik pewarnaan histokimia
terdapat lebih dari 100 macam, yang sering dipakai adalah (1) pewarnaan retikulin;
(2) pewarnaan fibrin; (3) pewarnaan otot lurik; (4) pewarnaan glikogen; (5)
pewarnaan musin; (6) pewarnaan lipid (7) pewarnaan melanin;(8) pewarnaan tahan
asam, dan lain lain.

5.Teknik imunohistokimia (IHC)


Prinsip IHC adalah reaksi antigen-antibodi, yaitu menggunakan reaksi antibodi
yang sudah diketahui bereaksi dengan antigen target dalam jaringan yang akan
diperiksa. Hingga terbentuk kompleks antigen-antibodi. Dengan membuat

17
kompleks itu menampilkan warna, maka dapat dibuktikan keberadaan antigen
target itu. Peranan IHC dalam diagnosis dan terapi tumor adalah sebagai berikut:
a. Diagnosis dan diagnosis banding tumor karena adanya heterogenitas pada
tumor yang sama dan adanya banyak kemiripan pada tumor yang berbeda,
banyak tumor terutama yang berdiferensiasi buruk sulit ditentukan arah
diferensiasinya secara morfologi. Misalnya tumor jenis sel kecil (dapat berupa
karsinoma sel kecil, berbagai sarkoma sel kecil. Limfoma maligna, melanoma
maligna, dan lain-lain). Tumor sel peomorfik atau sel spindel sulit sekali
diagnosisnya. Dengan teknik IHC. Diagnosis dan klasifikasi tumor demikian
dapat menjadi lebih jelas, misalnya saluran pencernaan mempunyai berbagai
jenis tumor sel spindel. Dengan antibodi CD117, CD34, S-100, desmin, dapat
dibedakan tumor stroma gastrointestinal (GIST) yang mengekspresikan CD
117, CD 34, leiomioma/sarkoma yang mngekspresikan desmin,
neurilemoma/neurilemoma maligna yang mengekspresikan protein S-100 .
b. Menentukan lokasi primer kanker metastatik: tumor metastatik kelenjar limfe
atau bagian lainnya kadangkala hanya mengandalkan morfologi. Dibawah
mikroskop suara cahaya sulit ditentukan lokasi primernya . IHC dapat
membantu menentukan asal sebagian tumor tersebut, misalnya tiroglobulin
(TG), antigen spesifik prostat (PSA), alfafetoprotein (AFP) fosfatase alkali
plasenta (PLAP) dan lain-lain. Memastikan matastasis dari karsinoma tiroid,
karsinoma prostat, hepatoma atau tumor sel germinal. Antigen spesifik
jaringan seperti ini masih sedikit jumlahnya.
c. Diagnosis dan klasifikasi limfoma maligna: kecuali limfoma hodgkin dan
limfoma folikular yang bentuknya sangat tipikal, dalam hal diagnosis dan
klasifikasi limfoma maligna terutama limfoma non hodgkin nyaris tidak dapat
meninggalkan IHC. Metode klasifikasi paling umum dewasa ini adalah metode
klasifikasi menurut WHO tahun 2000. Berdasarkan klasifikasi Lukes yang
megklasifikasikan tumor jaringan hematolimfoid berdasarkan gabungan
perubahan morfologi, manifestasi imunitas, kelainan genetik, manifestasi
klinis dan prognosis. Diantaranya, limfoma non hodgkin dapat diklasifikasikan
menjadi limfoma pra-sel B dan sel T. Limfoma sel B matur. Limfoma sel T
matur dan sel NK. Dan limfoma histiositik dan sel dendritik yang lebih jarang

18
ditemukan. Limfoma hodgkin diklasifikasikan menjadi dua golongan besar,
yaitu tipe predominan limfosit nodular dan tipe klasik (termasuk tipe
nodulosklerosis, tipe sel campuran, tipe predominan limfosit, tipe deplesi
limfosit). Sudah tersedia 100 lebih jenis antibodi seri CD dan antibodi lain
yang tepat yang dapat dipakai untuk diagnosis dan klasifikasi limfoma.
d. Memperkirakan tabiat biologis tumor dan memberikan dasar bagi penentuan
terapi secara klinis: misalnya pemeriksaan terhadap ekskresi berbagai
onkogen, gen resisten obat multiple (MDR) dan gen reseptor hormon.

6.Diagnosis mikroskopik elektron


Mikroskop elektron dapat dipakai untuk diagnosis dan diagnosis banding,
misalnya (1) untuk membedakan antara karsinoma dan sarkoma yang sulit
dibedakan dengan mikrokop cahaya. (2) untuk membedakan jaringan asal dari
tumor sel spindel, tumor sel bulat kecil, tumor sel pleomorfik, yang secara
morfologik sulit ditentukan (3) untuk membedakan antara mesetelioma dan
adenokarsinoma (4) untuk diagnosis dan menbedakan berbagai jenis tumor
neuroendokrin (5) memastikan asal tumor metastasis (6) membantu klasifikasi
limfoma.

7.Autopsi
Dalam patologi tumor, autopsi memiliki makna penting untuk memahami
perkembangan, metastasis dan sebab kematian, diagnosis dan diagnosis banding,
ada diagnosis banding tumor yang sangat sulit, misalnya sebagian melanoma organ
dalam, hanya dengan autopsi yang teliti dapat dipastikan apakah sifatnya primer.

Pembacaan gambaran makroskopis


Dengan penglihatan mata telanjang diperhatikan jaringan tumor tersebut.
Bagaimana bentuk dan morfologi tumor, warna, adanya nekrotik, adanya
perdarahan. Secara makroskopik juga dapat ditentukan ada tidaknya sampai tumor,
adanya pertumbuhan yang infiltratif, konsistensinya, apakan jaringan tumor rapuh
atau tidak, dan ukuran tumor.

19
Pembacaan gambaran mikroskopis
Perbedaan mikroskopis khas antara tumor jinak dan ganas dapat dilihat pada
tabel berikut:

Tabel 1. Perbedaan tumor jinak dan ganas secara mikroskopis


Gambaran morfologi Jinak Ganas
Jaringan Tersusun Tidak tersusun
Arsitektur Mirip jaringan asal Kurang atau sama sekali
tidak mirip dengan
jaringan asal
Perubahan sekunder Jarang atau tidak ada Nekrosis, perdarahan
Sel Berdiferensiasi baik Berdiferensiasi buruk
Ukuran, bentuk Seragam Pleomorfik
Inti Serupa dengan normal Atipik
Ukuran, bentuk Reguler Ireguler
Kromatin Tersebar merata
Nukleolus Tidak jelas Menonjol, banyak
Mitosis Sedikit Banyak, ireguler

Dengan mikroskop elektron, sel-sel tumor jinak memiliki sitoplasma yang


berkembang biak dan mengandung organel-organel yang biasa ditemukan pada
jaringan normal yang sesuai. Tumor ganas terdiri dari sel-sel yang hanya sedikit
mirip dengan sel normal inti sel-sel ini pleomorfik dan bervariasi dalam ukuran,
bentuk, dan distribusi kromatinnya. Sitoplasma sel tumor maligna biasanya
mengandung lebih sedikit organel dari sitoplasma sel normal.
Derajat diferensiasi tumor ganas dapat dinilai secara histologis, dan tumor
dapat ditentukan derajatnya (tingkatan, grade) menjadi diferensiasi baik (derajat I),
berdiferensiasi sedang (derajat II), atau berdiferensiasi buruk (derajat III) misalnya
adenokarsinoma berdiferensiasi baik mempunyai kelenjar yang berbentuk teratur.

20
Pada adenokarsinoma yang berdiferensi sedang kelenjar kurang begitu teratur dan
pada tumor yang berdiferensiasi buruk (derajat III).

Tata Nama
Tata nama tumor ganas pada umumnya berbeda-beda. Contohnya tumor ganas
dari jaringan mesenkim disebut sarkoma, yaitu fibrosarkoma, liposarkoma,
leiomiosarkoma (otot polos), dan rhabdomiosarkoma (otot lurik). Tumor ganas dari
sel epitel disebut karsinoma. Sel dengan jaringan glandular disebut
adenokarsinoma, dan yang berasal dari sel skuamosa disebut karsinoma sel
skuamosa. Kadang-kadang tumor ganas tumbuh dalam pola yang tidak
terdiferensiasi baik sehingga sulit untuk mengidentifikasi jaringan asalnya.
Tata nama tumor jinak pada umumnya diberikan sufiks – oma dari nama sel
asal. Contohnya : adenoma, adalah tumor yang membentuk pola kelenjar, atau
berasal dari kelenjar, tumor dari sel fibroblastik disebut fibroma, dari jaringan
kartilago disebut kondroma, dan dari jaringan tulang disebut osteoma. Penamaan
lain antara lain papiloma, yang dinamakan demikian karena secara mikroskopik
berbentuk seperti jari-jari tangan, dan ada pula yang dinamakan polip, yaitu
penonjolan massa yang berada pada jaringan mukosa, dan biasanya bertangkai.

Staging Kanker
Staging kanker berdasarkan ukuran lesi primer, luas penyebarannya ke nodus
limfatikus regional, dan adanya atau tidak adanya metastasis. Penilaian ini biasanya
berdasarkan pemeriksan klinis dan radiografis (computed tomography dan
magnetic resonance imaging) dan pada beberapa kasus melalui eksplorasi bedah.
Dua metode staging yang sekarang digunakan adalah sistem TNM (T, tumor
primer; N, keterlibatan nodus limfatikus regional; M, metastasis) dan sistem AJC
(American Joint Committee). Pada sistem TNM, T1, T2, T3, dan T4
menggambarkan peningkatan ukuran lesi primer; N0, N1, N2, dan N3
mengindikasikan keterlibatan nodus; dan M0 dan M1 merefleksikan adanya atau
tidak adanya metastasis jauh. Pada metode AJC, kanker dibagi menjadi stages 0
hingga IV, memasukkan ukuran lesi primer dan adanya penyebaran nodus dan

21
metastasis jauh. Jika dibandingkan dengan grading, staging terbukti memiliki nilai
klinis yang lebih besar.
Staging kanker merupakan sistem yang digunakan untuk menggambarkan
penyebaran anatomik pada proses keganasan pada pasien. Sistem ini berhubungan
dengan faktor prognostik, seperti ukuran tumor, lokasi, ekstensi, gradasi, dan
diseminasi pada KGB regional, atau tempat jauh. Staging yang akurat penting
untuk menentukan regimen terapi yang tepat untuk pasien.
Sistem staging penting untuk perbandingan pada institusi berbeda di seluruh
dunia. Sistem staging yang diusulkan oleh American Joint Committee on Cancer
(AJCC) dan Union Internationale Contre Cancer (International Union Against
Cancer, UICC) merupakan sistem yang banyak digunakan. Keduanya
mengadaptasi sistem TNM yang menentukan ekstensi anatomik kanker
berdasarkan 3 komponen berikut: tumor primer (T), ada atau tidaknya metastasis
KGB regional (N), dan adanya atau tidaknya metastasis jauh (M).
Sistem TNM diaplikasikan hanya untuk kasus yang secara mikroskopik ganas.
Staging TNM standar (klinis dan patologis) dilakukan pada saat diagnosis awal.
Staging klinis (cTNM atau TNM) berdasarkan informasi sampai terapi definitif
pertama. Staging patologis (pTNM) mencakup informasi klinis dan informasi dari
pemeriksaan patologi pada tumor primer dan KGB yang direseksi. Klasifikasi lain
adalah re-treatment (rTNM), dan autopsy (aTNM).
Clark dan Breslow mendefinisikan kedalaman invasi melanoma primer:
Clark level I: melanoma insitu, terbatas pada epidermis atau dermal/epidermal
junction
Clark level II: melanoma menginvasi papilla dermis
Clark level III: melanoma mengisi papilla dermis
Clark level IV: melanoma menginvasi retikula dermis
Clark level V: melanoma menginvasi lemak subkutan
Breslow T2: ketebalan lesi 1-2 mm
Breslow T3: ketebalan lesi 2-4 mm
Breslow T4: ketebalan lesi > 4 mm
Klasifikasi Dukes untuk tumor kolorektal:
Dukes A: tumor terbatas pada, tetapi tidak menembus dinding usus

22
Dukes B : penetrasi ke dinding usus
Dukes C : penyebaran ke KGB lokal regional
Dukes D: metastasis jauh

Registrasi Kanker
Registrasi kanker adalah suatu sistem tentang pengumpulan, pencatatan dan
pengolahan data tentang kanker secara sistematik dan terus menerus. Data kanker
yang dicatat secara insidensial dalam waktu tertentu bukanlah registrasi suatu
registrasi kanker, melainkan suatu survai kanker. Dalam registrasi kanker data yang
dicatat tidak terbatas pada kanker atau tumor ganas saja, tetapi data tumor lainnya,
sehingga registrasi kanker juga disebut Registrasi Tumor dan kedua istilah itu
mempunyai arti yang sama. Registrasi kanker diperlukan karena kanker merupakan
penyakit kronik yang sangat kompleks dan memerlukan follow up seumur hidup,
dan tanpa registrasi kanker yang baik tidak mungkin dapat melakukan follow up
dalam jangka waktu yang lama.
Pusat Registrasi Kanker yaitu tempat pengerjaan atau registrasi kanker, dapat
di rumah sakit atau di luar rumah sakit, seperti di yayasan kanker. Jadi pusat
registrasi di rumah sakit dapat berfungsi sebagai Registrasi Kanker Rumah Sakit
dan Registrasi Kanker Penduduk.
Tujuan Registrasi Kanker
1. Mengetahui besar dan luas masalah kanker yang dihadapi
Data mengenai kanker diperlukan untuk melakukan perencanaan tentang
pencegahan, pengobatan, dan pengendalian kanker yang baik. Data yang perlu
diketahui yaitu:
a) Insidensi / frekuensi relatif
b) Jenis kanker
c) Etiologi dan faktor resiko
d) Distribusi umur, seks dan geografi
e) Sebab kelambatan dan kematian
2. Dapat memberikan pelayanan yang baik kepada penderita. Data yang
diperlukan yaitu :
a) Biodata

23
b) Fasilitas diagnostic dan terapi yang dipunyai
c) Jumlah serta kemampuan tenaga medik dan paramedic
d) Macam dan kualitas diagnostic
e) Tujuan, cara, macam dan urutan terapi
f) Hasil dan komplikasi terapi
g) Follow up
3. Bahan pendidikan bagi tenaga kesehatan dan mahasiswa
Kasus kanker yang dijumpai di rumah sakit sehari-hari merupakan cermin
keadaan kanker di wilayah itu, merupakan bahan yang baik untuk pendidikan
mahasiswa , dokter ahli dan atau paramedik.
4. Bahan penelitian
Pengembangan pengelolaan kanker berdasarkan hasil penelitian kanker, dan
registrasi kanker merupakan sumber data yang baik untuk penelitian
epidemiologi dan klinik.
5. Bahan studi perbandingan
Penyakit kanker tersebar di seluruh dunia. Dengan mengadakan studi
perbandingan antara beberapa daerah baik lokal, regional dan internasional
yang mempunyai insidens kanker tinggi atau rendah dengan keadaan lingungan
hidup dapat menguak etiologi kanker. Demikian pula tentang studi migrasi
penduduk pada beberapa generasi.

Macam Registrasi Kanker


Ada 3 macam registrasi kanker yang saling melengkapi :
1. Registrasi Kanker Penduduk (Population Based Cancer Registry)
Registrasi kanker penduduk adalah registrasi kanker dari seluruh penduduk
yang terdapat dalam wilayah tertentu (geographically defined population).
Registrasi kanker penduduk memberikan data tentang insidensi dan prevalensi,
distribusu kelamin, geografi, morbiditas dan mortalitas kanker, kecenderungan
kanker disuatu wilayah.Besar penduduk yang memerlukan registrasi kanker yang
optimal ialah 3-5 juta, walaupun ada yang menjalankan registrasi pada penduduk
yang jumlahnya 200.000 penduduk atau lebih dari 17 juta. Kalau jumlah

24
penduduk terlalu besar sukar dapat mempertahankan registrasi yang baik sedang
kalau terlalu sedikit data yang diperoleh kurang mempunyai makna.
3. Registrasi Kanker Rumah Sakit (Hospital Cancer Registry)
Registrasi kanker rumah sakit adalah registrasi penderita kanker yang datang
ke rumah sakit itu. Penderita kanker dari wilayah dimana rumah sakit itu berada
belum tentu datang ke rumah sakit yang bersangkutan. Kalau di wilayah itu ada
rumah sakit kanker maka penderita kanker sebagian besar akan datang ke rumah
sakit itu, sedang di rumah sakit lain di wilayah itu mungkin tidak ada yang
mendapat kunjungan penderita kanker. Karena itu registrasi rumah sakit tidak
menggambarkan keadaan kanker di suatu wilayah kecuali diadakan koordinasi
registrasi kanker dari seluruh rumah sakit yang ada.aMakin banyak dan luas
rumah sakit yang terlibat makin mendekati keadaan kanker yang ada. Menurut
standar di Amerika registrasi kanker rumah sakit diperlukan jika tedapat kanker
sebanyak 3% dari penderita yang dirawat atau 400 kanker pertahun.
4. Registrasi Kanker Khusus(Special Cancer Registry)
a. Registrasi kanker patologi
Registrasi kanker yang diagnosanya dipastikan dengan pemeriksaan
patologi anatomi/ keuntungannya ialah data yang dicatat pasti kanker.
Kerugiannya ialah kanker yang diagnosanya tidak dikonfirmasikan secara
patologi tidak teregister. Tidak semua kasus kanker dapat diambil bahannya
untuk pemeriksaan patologi, baik karena penderita menolak dikerjakan biopsi
atau operasi atau karena keadaan penderita tidak memungkinkan mendapatkan
bahan biopsy. Sebelum ada mikroskop yaitu sebelum abad ke-17 tidak ada
kanker yang diagnosanya dikonfirmasikan secara patologi. Registrasi kanker
patologi memberikan data insidens kanker minimum.
b. Registrasi kanker jenis tertentu
Registrasi kanker tertentu, seperti kanker mamma, kanker serviks, kanker
paru, dsb penting untuk pendidikan, penelitian, dan referensi. Data yang
dicatat dalam registrasi kanker ialah data yang dilaporkan ke Pusat Registrasi
Kanker dari berbagai bagian atau laboratorium. Pelaporan data ke Pusat
Registrasi kanker hendaknya mengikuti nomenklatur seperti yang dipakai

25
dalam ICD (International Classification of Diseases), berikut dengan nomor
ICD agar tidak terdapat kesalahan persepsi.
Data itu meliputi:
a) Data penderita : Biodata dan data medik
b) Data waktu kejadian
c) Data tempat perawatan
d) Data dokter yang merawat
Karena banyak sekali data yang perlu dicatat WHO juga memberikan data
minimum yang perlu dicatat. Data minimum ialah data yang paling sederhana
yang masih dapat mengenal suatu kasus kanker yang dilaporkan belum atau
sudah pernah dilaporkan sebelumnya untuk menghindari suatu kasus tercatat
lebih dari satu kali. Untuk registrasi kanker yang sederhana WHO
menganjurkan mencatat minimum 10 data.

ICD Neoplasma
Untuk keseragaman di seluruh dunia dalam diagnosis dan pelaporan
kemudahan dalam pendataan mengenai neoplasma serta pada tubuh, maka
diatur suatu sistem pengkodean khusus di dalam ICD X, yaitu sebagai berikut:
C00-D48 Neoplasms
C00-C14 Malignant neoplasms of lip, oral cavity and pharynx
C15-C26 Malignant neoplasms of digestive organs
C30-C39 Malignant neoplasm of respiratory and intrathoracic organs
C40-C41 Malignant neoplasm of bone and articular cartilage
C43-C44 Melanoma and other malignant neoplasms of skin
C45-C49 Malignant neoplasms of mesothelial and soft tissue
C50-C50 Malignant neoplasm of breast
C51-C58 Malignant neoplasms of female genital organs
C60-C63 Malignant neoplasms of male genital organs
C64-C68 Malignant neoplasm of urinary tract
C69-C72 Malignant neoplasms of eye, brain and other parts of CNS
C73-C75 Malignant neoplasms of thyroid and other endocrine glands
C76-C80 Malignant neoplasms of ill-defined, secondary and unspecified sites

26
C81-C96 Malignant neoplasm of lymphoid, haematopoietic and related tissue
C97-C97 Malignant neoplasms of independent primary multiple sites
D00-D09 In situ neoplasms
D10-D36 Benign neoplasms
D37-D48 Neoplasms of uncertain or unknown behaviour

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Lukito P; Soemitro M.P; Lokarjana L. Penuntun Diagnostik dan Tindakan


Terapi Tumor Ganas. Jakarta: Sagung Seto. 2010.
2. Libutti SK, Saltz LB, Tepper JE. Colon cancer, in De Vita V.T. Jr. Hellman
S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of oncology, vol 1.
8thed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008
3. RosenbergAS.Principles of surgical oncology, in De Vita V.T. Jr. Hellman
S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of oncology, vol 1. 8th
ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008
4. Sidransky D. Cancer of the head and neck, in De Vita V.T. Jr. Hellman S,
Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of oncology, vol 1. 8th ed,
Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008
5. Conzen SD, Grushko TA, Olopade OI. Cancer of the breast. in De Vita
V.T. Jr. Hellman S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of
oncology, vol 1. 8th ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008
6. Thomas VD, Aasi SZ, Wilson LD, Lefell DJ. Cancer of the skin, in De Vita
V.T. Jr. Hellman S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of
oncology, vol 1. 8th ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008
7. Fisher DE, Kwong LN, Chin L. Melanoma, in De Vita V.T. Jr. Hellman S,
Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of oncology, vol 1. 8th ed,
Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008
8. Chang A, Sondak VK. Clinical evaluation and treatment of soft tissue
tumors, in Weiss SW, Goldbum JR: Enzinger and Weiss’s Soft tissue
tumors, 4th edition, St Louis. Mosby, 2001
9. Ddesen W, Japaries W. Onkologi Klinis, Edisi 2. Jakarta, FK-UI. 2008
10. Nouri K, Patel AA, Vejjabhinanta V. Biopsy techniques, in Nouri K: Skin
cancer. New York, Mc Graw Hill.

28

Anda mungkin juga menyukai