Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

* Kepaniteraan Klinik Senior/G1A217112/ September 2019


** Pembimbing : dr. Dewi Lastia Sari, Sp.DV **

Herpes Zoster

Oleh:
Intan Karnina Putri*
G1A217112

Pembimbing:
dr. Dewi Lastia Sari, Sp.DV **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MANAP

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
LEMBAR PENGESAHAN

HERPES ZOSTER

Oleh:
Intan Karnina Putri
G1A217115

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MANAP
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

Jambi, Maret 2019


Pembimbing:

dr. Dewi Lastia Sari, Sp.DV


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa
sebab karena rahmatnya, tugas kasus atau Case Report Session (CRS) yang berjudul
“Herpes Zoster” ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat agar penulis dan teman –
teman sesama koass periode ini dapat memahami tentang diagnosis, komplikasi,
dan pengobatan dari kasus ini. Selain itu juga sebagai tugas dalam menjalankan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin RSUD
H.Abdul Manap Kota Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dewi Lastia Sari, Sp.DV
selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya
pembimbing dalam tugas kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik
kedepannya. Akhir kata, semoga tugas baca jurnal ini bermanfaat bagi kita semua
dan dapat menambah informasi serta pengetahuan kita.

Jambi, September 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi
virus varisela zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan
kadang-•kadang di dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik
saraf kranial; menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan
segmen yang dipersyarafinya.1
Tingginya infeksi varicella di Indonesia terbukti pada studi yang dilakukan
Jufri, et al tahun 1995-•1996, dimana 2/3 dari populasi berusia 15 tahun seropositive
terhadap antibodi varicella. Dari total 2232 pasien herpes zoster pada 13 rumah
sakit pendidikan di Indonesia (2011•2013). Puncak kasus HZ terjadi pada usia 45-
• 64 tahun : 851 (37.95% dari total kasus HZ). Trend HZ cenderung terjadi pada
usia yang lebih muda.1
Herpes zoster pada anak-anak jarang didahului gejala prodormal. Gejala
prodormal yang dapat dijumpai yaitu nyeri radikuler, parestesia, malaise, nyeri
kepala dan demam, biasanya terjadi 1-3 minggu sebelum timbul ruam dikulit. Lesi
kulit yang khas dari herpes zoster yaitu lokalisasinya biasanya unilateral dan jarang
melewati garis tengah tubuh. Lokasi yang sering dijumpai yaitu pada dermatom T3
hingga L2 dan nervus ke V dan VII.2
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada herpes zoster adalah tes
Tzank. Tes Tzank dilakukan pada vesikel baru yang dipecahkan. Hasil dinilai
positif apabila ditemukan sel raksasa berinti banyak.3,4
Terapi yang dapat diberikan untuk kasus Herpes Zoster adalah Antiviral
yang digunakan untuk mereduksi replikasi virus, dan tambahan obat untuk
menghilangkan nyeri pada lesi adalah analgetik.1
Berdasarkan hal tersebut, laporan ini akan membahas mengenai herpes
zoster berdasarkan temuan kasus pada pasien. Laporan ini akan membahas
bagaimana diagnosis hingga tatalaksana untuk penyakit tersebut pada pasien.

1
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. S
Umur :47Tahun
Jenis Kelamin : laki laki
Alamat : Sekayu
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Suku Bangsa : Melayu
Hobi :-

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pasien di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Raden Mattaher pada tanggal 19 September 2019.

A. Keluhan Utama
Bercak kehitaman yang melebar disertai rasa nyeri pada wajah kiri
disekitar mata sejak ± 1 minggu yang lalu.

B. Keluhan Tambahan
Tidak ada keluhan tambahan

C. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher
dengan keluhan Bercak kehitaman yang melebar disertai rasa nyeri pada
wajah kiri disekitar mata sejak ± 1 minggu yang lalu

2 minggu yang lalu pasien mengeluh bintik kemerahan timbul disertai


rasa nyeri pada kelopak mata dan dahi kirinya. Bintilan tersebut tampak
kemerahan dan saling melekat satu sama lain yang semula hanya sedikit
kemudian bertambah banyak dan bertambah besar. bintil-bintil tersebut timbul
mendadak terasa gatal dan disertai nyeri yang terus menerus. Selama timbul
bintilan di kelopak mata dan dahi kanannya, pasien tidak pernah menggaruk
dan memecahkannya, namun bintilan tersebut pecah sendiri mengeluarkan
cairan dan meninggalkan luka yang tidak dalam yang kemudian mengering.
Pasien juga mengeluh matanya berair silau tetapi tidak mengeluh adanya
pandangan kabur. Lalu, pasien berobat untuk matanya dan diberikan obat
tetes lalu keluhan mata berair dirasa berkurang..

Sebelum timbul bintil-bintil, Pasien juga mengalami demam yang disertai


rasa menggigil. Pasien tidak pernah menderita penyakit mata sebelumnya,
tidak pernah mengalami luka sebelumnya pada daerah wajah. Pasien juga
mengaku tidak digigit oleh serangga sebelumnya, tidak ada kontak dengan
bahan kimia, deterjen, asam

Selama keluhan ini, pasien sudah pernah berobat ke mantri di daerah


tempat tinggalnya. Pasien mengatakan terdapat perubahan pada bintil-
bintil yang menjadi pecah dan menimbulkan bekas kehitaman. Namun rasa
nyeri seperti ditusuk-tusuk dan kebas tetap belum menghilang. Akhirnya
pasien memutuskan untuk berobat ke Poliklinik Kulit-Kelamin RS Abdul
Manap Jambi pada tanggal 19 September 2019

2
D. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Keluhan Serupa (-)
 Riwayat Varicella (+) saat SD
 Riwayat alergi (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada riwayat keluhan serupa dalam keluarga

F. Riwayat Sosial Ekonomi :


 Pasien seorang petani sawit tinggal bersama istri dan 1 anak kalik-
lakinya.

G. Riwayat Pengobatan Sebelumnya

Pasien pernah berobat ke manteri, namun tidak ada perbaikan pada nyeri.

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalisata
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Tanda Vital :
Kesadaran : Compos Mentis RR : 18 x/i
TD : 120/90 mmHg Nadi : 86 x/i
Suhu : 36.8oC
3. Kepala :
a. Bentuk : Normocepal
b. Mata : Refleks cahaya (+), pupil isokor, infeksi pada mata (-)
c. THT : Lesi kulit (-), Infeksi pada mulut (-), infeksi faring (-),
infeksi tonsil (-)
d. Leher : Perbesaran kelenjar getah bening (-), lesi kulit (-)
4. Thoraks :
a. Jantung: Dalam batas normal
b. Paru : Dalam batas normal
5. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Ekstremitas
a. Superior : Edema (-), CRT <2 dtk
b. Inferior : Edema (-), CRT< 2dtk

4
2.4 Status Dermatologi

Regio Oftalmikus Sinistra

Lesi plak, ukuran 12 x 9cm, jumlah soliter, tidak teratur, batas sirkumskrip, warna hiperpigmentasi, tepi aktif,
distribusi konfluens, unilateral tidak melewati midline, permukaan menonjol, konsistensi padat, sekitar terdapat
papul multiple hiperpigmentasi, ukuran mililier.
REGIO MAXILLARIS SINISTRA
Lesi makula hipopigmentasi, lentikuler hingga numular, jumlah tiga buah, sirkuler, batas sirkumskrip, tepi
hiperpigmentasi tidak aktif, distribusi diskret, unilateral tidak melewati midline, permukaan tidak menonjol,
sekitar terdapat papul multiple.

6
2.5 Status Lokalis

Regio Oftalmikus Sinistra

Lesi plak, ukuran 12 x 9cm,


jumlah soliter, tidak teratur,
batas sirkumskrip, warna
hiperpigmentasi, tepi aktif,
distribusi konfluens, unilateral Regio Maxillaris Sinistra
tidak melewati midline,
permukaan menonjol, Lesi makula hipopigmentasi,
konsistensi padat, sekitar lentikuler hingga numular,
terdapat papul multiple jumlah tiga buah, sirkuler, batas
hiperpigmentasi, ukuran mililier. sirkumskrip, tepi
hiperpigmentasi tidak aktif,
distribusi diskret, unilateral tidak
melewati midline, permukaan
tidak menonjol, sekitar terdapat
papul multiple.
2.6 Status Venerologi
1. inspeksi
- inspekulo : tidak dilakukan
2. palpasi : tidak dilakukan

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan

2.8 Diagnosis Banding


Herpes Zoster
Dermatitis Kontak Iritan
Melanoma
Keratosis Seboroik

2.9 Diagnosis Kerja


Herpes Zoster

2.10 Terapi
Umum
Memberikan informasi dan edukasi mengenai penyakit dan faktor-faktor
pencetus serta menjelaskan tentang pengobatan yang diberikan .

Khusus
 Topikal :
o kompres terbuka NaCl 0,9% pada lesi yang basah
o ketoprofen gel 2,5%
 Sistemik :
o Paracetamol tablet 500 mg 3x 1 tab
o Vit B Complex 2x 1 tab

8
2.11 Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam

2.12 Pemeriksaan Anjuran


 Tzank test
 Polymerase chain reaction (PCR)
 Direct Immunoflourescent Antigen-Staining

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Herpes Zoster


Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi
virus Varicella zoster yang laten endogen di ganglion sensoris radiks dorsalis
setelah infeksi primer. Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan
dengan manifestasi erupsi vesicular berkelompok dengan dasar eritematosa
disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom.
Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus
varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf
kranialis atau ganglion saraf autonomic yang menyebar ke jaringan saraf dan
kulit dengan segmen yang sama.2
3.2 Etiologi Herpes Zoster
Etiologi dari penyakit ini ialah virus varisella zoster (VVZ) yang laten
berdiam terutama dalam sel neuronal dan kadang-•kadang di dalam sel satelit
ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik saraf kranial; menyebar
kedermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan segmen yang
dipersyarafinya.1
3.3 Epidemiologi
Angka kejadian herpes zoster meningkat seiring dengan bertambahnya usia
akibat penurunan imunitas selular. Pada kelompok individu dengan usia 85
tahun, 50% akan mengalami herpes zoster sedangkan pada kelompok individu
dengan usia 45 tahun, insidensnya kurang dari 1 per 1000 orang. Studi di Eropa
dan Amerika Utara menunjukkan angka kejadian HZ sebesar 1,5-3 per 1000
orang/tahun (semua usia) dan 6-8 per 1000 orang/tahun (usia > 60 tahun), serta
8-12 per 1000 orang/ tahun (usia > 80 tahun). Berdasarkan data di poliklinik
Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar pada tahun

10
2015 terdapat 99 kasus herpes zoster baru dari total 2953 kunjungan pasien baru
atau sebanyak 3,3%.5-7
3.4 Gambaran Klinis
Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal berupa
sensasi abnormal atau nyeri otot local, nyeri tulang, pegal, parestesia sepanjang
dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat. nyeri dapat menyerupai
sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri duodenum, kolesistitis, kolik ginjal
atau empedu, apendisitis. Dapat juga dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri
kepala, malaise dan demam. Gejala prodromal dapat berlangsung beberapa hari
(1-10 hari, rata-rata 2 hari).2
Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal
atau nyeri terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa macula kemerahan.
Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih berkelompok selama 3-5
hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta
(berlangsung selama 7-10 hari). Jika mengandung darah disebut sebagai herpes
zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan
infeksi sekunder. Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian
besar kasus herpes zoster, erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa
gejala sisa. Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai
persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah nervus trigeminal, fasialis,
otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. 2,8
Pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa kelainan mata
(10-20% penderita) bila menyerang di daerah mata, infeksi sekunder, dan
neuropati motorik. Kadang-kadang dapat terjadi meningitis, ensefalitis atau
mielitis. 2
Komplikasi yang sering terjadi adalah neuralgia pasca herpes (NPH), yaitu
nyeri yang masih menetap di area yang terkena walaupun kelainan kulitnya
sudah mengalami resolusi. 2 Perjalanan penyakit herpes zoster pada penderita
imunokompromais sering rekuren, cenderung kronik persisten, lesi kulitnya
lebih berat (terjadi bula hemoragik, nekrotik dan sangat nyeri), tersebar

11
diseminata, dan dapat disertai dengan keterlibatan organ dalam. Proses
penyembuhannya juga berlangsung lebih lama. 2
Dikenal beberapa variasi klinis herpes zoster antara lain zoster sine herpete
bila terjadi nyeri segmental yang tidak diikuti dengan erupsi kulit. Herpes zoster
abortif bila erupsi kulit hanya berupa eritema dengan atau tanpa vesikel yang
langsung mengalami resolusi sehingga perjalanan penyakitnya berlangsung
singkat. Disebut herpes zoster aberans bila erupsi kluitnya melalui garis
tengah.2
Bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius terjadi
sindrom Ramsay-Hunt yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau
membrane timpani disertai paresis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan
2
pengecap 2/3 bagian depan lidah; tinnitus, vertigo dan tuli.
Terjadi herpes zoster oftalmikus bila virus menyerang cabang pertama
nervus trigeminus. Bila mengenai anak cabang nasosiliaris (timbul vesikel di
puncak hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson) kemungkinan besar
terjadi kelainan mata. Walaupun jarang dapat terjadi keterlibatan organ dalam.
3.6 Manifestasi klinis
 Masa tunas 7-12 hari, lesi baru tetap timbul selama 1-4 hari dan kadang
kadang selama ±1 minggu.
 Gejala prodromal berupa nyeri dan parestesi di dermatom yang terkait
biasanya mendahului erupsi kulit dan bervariasi mulai dari rasa gatal,
parestesi, panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi, hingga rasa ditusuk-tusuk.
Dapat pula disertai dengan gejala konstitusi seperti malaise, sefalgia, dan
flu like symptoms yang akan menghilang setelah erupsi kulit muncul.
 Kelainan diawali dengan lesi makulopapular eritematosa yang dalam 12-48
jam menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan
edema. Vesikel berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi
pustul dan krusta dalam 7-10 hari. Krusta biasanya bertahan hingga 2-3
minggu.
 Lokasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan.

12
 Bentuk khusus:
o Herpes zoster oftalmikus (HZO): timbul kelainan pada mata dan
kulit di daerah persarafan cabang pertama nervus trigeminus
o Sindrom Ramsay-Hunt: timbul gejala paralisis otot muka (paralisis
Bell), kelainan kulit, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus dan nausea, juga gangguan pengecapan
 Neuralgia pasca herpes (NPH) didefinisikan sebagai nyeri menetap pada
dermatom yang terkena setelah erupsi herpes zoster (HZ) menghilang.
Batasan waktunya adalah nyeri yang menetap hingga 3 bulan setelah erupsi
kulit menyembuh.
3.7 Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test
yaitu:3
1. Tzanck Smear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin Giemsa’s, Wright’s,
toluidine blue ataupun papanicolaou’s. Dengan menggunakan mikroskop
cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells.
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus
2. Direct fluorescent assay (DFA)
- Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk
krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitive.
- Hasil pemeriksaan cepat.
- Membutuhkan mikroskop fluorescence.
- Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
- Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks
virus.

13
3. Polymerase chain reaction (PCR)
- Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitive.
- Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping
dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan
sebagai preparat, dan CSF.
- Sensitifitasnya berkisar 97-100%
- Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster

3.8 ALUR DIAGNOSIS

14
3.9 Diagnosis Banding

3.10 Tatalaksana
Terdapat beberapa obat yang dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1. Sistemik
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada :
- Usia >50 tahun
- Dengan risiko terjadinya NPH
- HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sacral
- Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi anak-anak,
usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila disertai NPH,
sindrom Ramsay Hunt (HZO), imunokompromais, diseminata/generalisata,
dengan komplikasi
Pilihan antivirus
- Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
- Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12
tahun 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari.
- Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari
- Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari
Catatan khusus:
- Bila lesi luas atau ada keterlibatan organ dalam, atau pada
imunokompromais diberikan asiklovir intravena 10 mg/kgBB/hari 3 kali

15
sehari selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0.9% dan
diberikan dalam waktu 1 jam.
- Obat pilihan untuk ibu hamil ialah asiklovir berdasarkan pertimbangan
risiko dan manfaat.

Simptomatik
- Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
- Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
- Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes zoster
selain diberi asiklovir pada fase akut, dapat diberikan:
o Antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis awal 10 mg/hari
ditingkatkan 20 mg setiap 7 hari hingga 150 mg. Pemberian hingga
3 bulan, diberikan setiap malam sebelum tidur.
o Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu
o Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu

Herpes zoster oftalmikus


- Asiklovir/valasiklovir diberikan hingga 10 hari pada semua pasien.
- Rujuk ke dokter spesialis mata.

Herpes zoster otikus dengan paresis nervus fasialis


- Asiklovir/valasiklovir oral 7-14 hari dan kortikosteroid 40-60 mg/hari
selama 1 minggu pada semua pasien.
- Rujuk ke dokter spesialis THT.

Herpes zoster pada pasien imunokompromais


Pada herpes zoster lokalisata, sebagian besar pasien dapat diberikan asiklovir atau
valasiklovir atau famsiklovir oral dengan follow up yang baik. Terapi asiklovir
intravena dicadangkan untuk pasien dengan infeksi diseminata, imunosupresi
sangat berat, didapatkan keterlibatan mata, dan ada kendala pemberian obat oral.

16
2. Topikal
- Stadium vesikular: bedak salisil 2% untuk mencegah vesikel pecah atau
bedak kocok kalamin untuk mengurangi nyeri dan gatal.
- Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka dengan
larutan antiseptik dan krim antiseptik/antibiotik.
- Jika timbul luka dengan tanda infeksi sekunder dapat diberikan krim/salep
antibiotik.

Neuralgia pasca herpes


1. Terapi farmakologik:
- Terapi farmakologi lini pertama: masuk dalam kategori efektivitas sedang
tinggi, berbasis bukti yang kuat dan dengan efek samping rendah.
- Lini pertama:
o Antidepresan trisiklik 10 mg setiap malam (ditingkatkan 20 mg
setiap 7 hari menjadi 50 mg, kemudian menjadi 100 mg dan 150 mg
tiap malam).
o Gabapentin 3x100 mg (100-300 mg ditingkatkan setiap 5 hari
hingga dosis 1800-3600 mg/hari).
o Pregabalin 2x75 mg (ditingkatkan hingga 2x150 mg/hari dalam 1
minggu).
o Lidokain topikal (lidokain gel 5%, lidokain transdermal 5%)
- Lini kedua:
o Tramadol 1x50 mg (tingkatkan 50 mg setiap 3-4 hari hingga dosis
100- 400 mg/hari dalam dosis terbagi)

2. Terapi non farmakologik: masuk dalam kategori reports of benefit limited


- Neuroaugmentif: counter iritation, transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), deep brain stimulation, akupuntur,low intensity laser
therapy
- Neurosurgikal
- Psikososial

17
Vaksinasi
Dosis VVZ hidup yang dilemahkan dosis tunggal direkomendasikan kepada
populasi yang berusia lebih dari 50 tahun, baik yang sudah memiliki riwayat
varisela ataupun belum. Tidak boleh diberikan pada pasien imunokompromais.

Edukasi
1. Memulai pengobatan sesegera mungkin
2. Istirahat hingga stadium krustasi
3. Tidak menggaruk lesi
4. Tidak ada pantangan makanan
5. Tetap mandi
6. Mengurangi kecemasan dan ketidakpahaman pasien

Pengobatan Antivirus :

HZ biasanya adalah penyakit yang sembuh sendiri. Tujuan pengobatan


adalah untuk meningkatkan hasil mengenai kualitas hidup (QoL) pasien yang
terkena. Tiga analog nukleosida oral - valasiklovir, famciclovir, dan asiklovir -
tersedia untuk pengobatan herpes zoster. Mereka mengurangi keparahan dan
lamanya penyakit jika dimulai dalam 72 jam setelah timbulnya ruam. Namun,
tinjauan Cochrane menyimpulkan bahwa bukti tidak cukup untuk menentukan
apakah antivirus mengurangi kejadian neuralgia postherpetic, tergantung pada
definisi neuralgia postherpetic yang digunakan.10 Semua pasien dengan zoster

18
ophthalmicus harus menerima terapi antivirus bahkan jika itu ditunda lebih dari 72
jam. Demikian pula, pertimbangan harus diberikan untuk merawat pasien dengan
gangguan imun atau pasien dengan penyakit yang tersebar. 10
Pedoman Australia saat ini merekomendasikan: famciclovir (250 mg tiga
kali sehari selama tujuh hari, atau jika immunocompromised 500 mg tiga kali sehari
selama sepuluh hari) dan valaciclovir (1 g tiga kali sehari selama tujuh hari) sebagai
obat pilihan, ini diberikan karena bioavabilitasnya lebih besar dan dosis yang
diberikan lebih jarang dibandingkan dengan asiklovir.11 Dosis dan lamanya
pengobatan antivirus lebih besar untuk herpes zoster daripada herpessimplex.
Asiklovir intravena (10 mg / kg tiga kali sehari) biasanya dicadangkan untuk pasien
dengan gangguan imun, penyakit zoster ophthalmicus berat atau keterlibatan sistem
saraf pusat seperti mielitis transversal. Penyesuaian dosis antivirus selain hidrasi
direkomendasikan pada gangguan ginjal untuk mencegah nefrotoksisitas dan
neurotoksisitas. Resistensi virus terhadap obat jarang terjadi.10-11
 Asiklovir dewasa : 5 x 800 mg/hari selama 7 – 10 hari atau
 Asiklovir iv 3 x 10 mg/kgBB/hari
 Valasiklovir untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari atau
 Famsiklovir untuk dewasa 3x250 mg/hari selama 7 hari.
Catatan khusus
 Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam bila masih
timbul lesi baru/terdapat vesikel berumur <3 hari.
 Bila disertai keterlibatan organ visceral diberikan asiklovir intravena 10
mg/kgBB, 3x per hari selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam
100cc Nacl 0,9% dan diberikan tetes selama satu jam
 Untuk wanita hamil diberikan asiklovir

19
Analgetik11
Tabel 1. Treatment for acute pain associated with herpes zoster
Recommendation Treatment Prescribing Advice
First-line Paracetamol: Maximum 4 g daily
1 g every 4–6 hours as
required, if modified
release 1.33 g as
required
Prednis(ol)one: Use if pain severe
50 mg daily for 7 days Reduces acute pain
then taper over 2 when given with an
weeks antiviral, but has not
been shown to reduce
postherpetic neuralgia
Other alternatives Amitriptyline: Response rate of 40–
10–25 mg at night 65%Caution in
(maximum dose 75 elderly, ischaemic
mg at night) heart disease
Nortriptyline less
sedating
Oxycodone: Convert to slow
5 mg every 4 hours as release
required (maximum oxycodone/morphine
30 mg/day) when stable dose
achievedWhere
possible, opioids
should be supervised
by a pain clinic

20
Pengobatan topical1
 Menjaga lesi kulit agar kering dan bersih
 Hindari antibiotic topical kecuali ada infeksi sekunder
 Rasa tidak nyaman, kompres basah dingin steril/losio kalamin
 Asiklovir topical tidak efektif
Terapi suportif1
 Istirahat, makan cukup
 Jangan digaruk
 Pakaian longgar
 Tetap mandi

3.11 Komplikasi3

Komplikasi yang dapat dijumpai pada herpes zoster yaitu :


1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan bakteri.
2. Posherpetic neuralgia (PHN)
3. Pada daerah ophthalmic dapat terjadi keratitis, episcleritis, iritis, papillitis
dan kerusakan syaraf
4. Herpes zoster yang desiminata yang dapat mengenai organ tubuh seperti
otak, paru dan organ lain dan dapat berakibat fatal
5. Meningoencephalitis
6. Motor paresis
7. Terbentuk scar

21
3.12 PROGNOSIS
Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu tetapi penyembuhan
sempurna membutuhkan waktu >4 minggu. Pasien usia lanjut dan
imunokompromais membutuhkan waktu yang lebih lama untuk resolusi. Dalam
studi kohort retrospektif, pasien herpes zoster yang dirawat di rumah sakit memiliki
mortalitas 3% dengan berbagai penyebab. Tingkat rekurensi herpes zoster dalam 8
tahun sebesar 6,2%.
Prognosis tergantung usia.
1. Usia <50 tahun:
Ad vitam bonam
Ad functionam bonam
Ad sanactionam bonam
2. Usia >50 tahun dan imunokompromais:
Ad vitam bonam
Ad functionam dubia ad bonam
Ad sanactionam dubia ad bonam

22
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien laki-laki atas nama An.F usia 9 tahun, seorang pelajar datang ke
poliklinik RSUD Raden Mattaher dengan keluhan bercak kemerahan yang melebar
dan disertai rasa gatal pada punggung kiri atas sejak 3 minggu yang lalu.
Awalnya 2 bulan yang lalu pasien mengeluh timbul keluhan gatal di
punggung sisi kiri. Keluhan berupa bintik-bintik kemerahan berisi air dan terasa
sangat gatal dan nyeri. Bintik bertambah banyak dalam waktu yang singkat. Saat
gatal pasien menggaruk sehingga bintik tersebut pecah disertai keluar cairan
bening. Keluhan gatal dan perih semakin memberat ketika pasien mandi
dicomberan Bersama temannya. Keluhan semakin lama semakin melebar. Keluhan
gatal semakin memberat ketika berkeringat. Pasien berobat sebanyak 4 kali ke
puskesmas dan mendapatkan obat salap betamethasone dan obat minum (pasien
lupa nama obat). Namun keluhan bercak kemerahan semakin meluas dan gatal tidak
ada perbaikan. 3 minggu terakhir, gatal pada punggung semakin memberat dan
ketika di garuk mengeluarkan cairan bening disertai darah sehingga orang tua
pasien memberikan salep hidrokortison yang didapat dari bidan desa, lesi semakin
menghitam dan lesi menimbulkan luka dan nyeri. pada daerah lain juga ditemukan
bercak kehitaman pada wajah, tangan dan bokong namun tidak menimbulkan
gejala. Orang tua pasien mengatakan bercak tersebut gatal dan timbul ketika pasien
makan makanan laut, telur, tahu dan tempe. Saat datang ke poli kulit kelamin,
pasien tidak memiliki keluhan pada daerah tersebut. Dari anamnesis juga
didapatkan adanya riwayat cacar air pada usia 4 tahun, adanya alergi makanan laut,
telur , tahu dan tempe, ayah memiliki riwayat herpes zoster.
Berdasarkan anamnesis diatas, diketahui, dapat dipikirkan yang pertama
yaitu herpes zoster. Dari anamnesis didapatkan keluhan bintik merah yang gatal
dan nyeri, berlangsung cepat, bintik pecah dan menimbulkan krusta, mengenai satu
daerah dan satu sisi (unilateral), riwayat cacar air saat usia 5 tahun dan riwayat
keluarga ayah pasien mempunyai riwayat herpes zoster.yang dipikirkan kedua yaitu
dermatitis atopic dimana dari kriteria hanifin- rajka, kriteria mayor yang ditemukan

23
: gatal, bersifat kronik eksaserbasi (2 kriteria) dan kriteria minor yang ditemukan :
terdapatnya infeksi kulit, Dennis-Morgan infraorbital fold, gatal saat berkeringat,
hipersensitivitas terhadap makanan ( 4 kriteria). Yang dipikirkan ketiga yaitu tinea
incognito, pada pasien ini ditemukan adanya gejala infeksi jamur ditemukan gatal
pada punggung, lesi semakin lama semakin lebar, dan penggunaan steroid topical
(betametason dan hidrokortikon selama 6 bulan dan menimbulkan area yang terlibat
terjadi perubahan warna hiperpigmentasi seperti memar/kemerahan, dan disekitar
lesi tidak ditemukan lesi berskuama yang biasanya meninggi.
Pada status dermatologi, pada regio trunkus posterior sinistra didapatkan
lesi plak, ukuran 12 x 7 cm, jumlah soliter, polisiklik, batas sirkumskrip, warna
hiperpigmentasi, tepi tidak aktif, distribusi konfluens, unilateral tidak melewati
midline, permukaan skuama, ekskoriasi, krusta, konsistensi padat, sekitar terdapat
papul multiple. Dari deskripsi lesi tersebut, ditemukan adanya lesi unilateral yang
tidak melewati garis tengah (sesuai dermatome) dengan papul disekitar lesi yang
mengarahkan ke herpes zoster. Lesi pada punggung pasien juga menyerupai
adanya infeksi sekunder ditandai pasien sering menggaruk lesi dan ditemukan tanda
krusta disertai erosi pada lesi. Sehingga gambaran khas sulit didapatkan untuk
herpes zoster. Pasien juga mempunyai keluhan yang sama sebelumnya pada dada
sebelah kiri namun sudah sembuh dan meninggalkan scar hipopigmentasi.
Pada lesi di antebrachii, gluteal dan fasial ditemukan kulit kering,
hiperpigmentasi, erosi, krusta dan skuama serta simetris dimana gambaran tersebur
biasa ditemukan pada dermatitis atopi fase anak.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Sehingga untuk
menyingkirkan diagnosis banding berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
dermatologi. Diagnosis banding pertama yaitu herpes zoster merupakan penyakit
neurokutan dengan manifestasi erupsi vesicular berkelompok dengan dasar
eritematosa disertai nyeri radicular unilateral yang umumnya terbatas pada satu
dermatome. Yang merupakan reaktifasi infeksi laten endogen virus varisela zoster
di dalam neuron. dimana pada pasien ini ditemukan rasa gatal dan nyeri pada
punggung kiri dan berlangsung dalam waktu yang singkat, riwayat varisella zoster
pada usia 5 tahun dan riwayat ayah dengan herpes zoster, dan dari pemeriksaan

24
dermatologi didapatkan lesi yang awalnya timbul gatal dan muncul bintik-bintik
berisi air dan pecah menimbulkan krusta yang terjadi pada satu dermatome,
unilateral dan lesi tidak mengenai garis tengah tubuh.
Diagnosis banding lainnya adalah dermatitis atopik, yang merupakan
peradangan kulit kronis yang residif disertai rasa gatal berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita.
Kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
skuamasi. Rasa gatal lebih hebat saat beristirahat, udara panas dan keringat.
Diagnosis disingkirkan karena berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
pasien ini tidak memenuhi kriteria hanifin rajka, 2 mayor dan 4 minor serta tidak
adanya riwayat keluhan serupa dalam keluarga.
Diagnosis banding berikutnya tinea incognito merupakan kesalahan terapi
tinea dengan menggunakan steroid topical sehingga menimbulkan kelainan kulit
yang tidak jelas setelah mendapatkan terapi steroid topical untuk jangka waktu
tertentu pada kasus infeksi yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Tinea
incognito harus dimasukkan sebagai diagnosis banding pada infeksi kulit yang
supuratif , terutama ketika penderita diketahui sebelumnya mendapatkan terapi
dengan steroid topical. Pada kasus ini, awalnya dicurigai pasien mengalami infeksi
jamur ditandai dengan lesi semakin melebar, gatal dan bentuk polikistik dan
didapatkan terapi betamethasone dan hidrokortison. Namun, tidak dapat dipastikan
lesi tersebut disebabkan karena penggunaan steroid topical sehingga diagnosis tinea
incognito dapat disingkirkan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien ini berupa :
Pemeriksaan KOH. Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan KOH untuk mencari
apakah terdapat hifa pada lesi tersebut untuk menyingkirkan diagnosis tinea
corporis dan tinea incognita. Dilakukan pemeriksaan dermogrfisme untuk melihat
apakah ada tanda dermatitis atopic atau tidak pada pasien ini. Untuk memastikan
terjadinya herpes zoster disarankan untuk melakukan pemeriksaan Tzanck smear
untuk melihat apakah terdaapat tzank sel pada gambaran mikroskopis dan dapat
juga dilakukan pemeriksaan DFA (membedakan antara VZV dengan herpes
simpleks virus) dan PRC (menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster).

25
Dari perbandingan diagnosis berdasarkan anamnesa , status dermatologi dan
pemeriksaan penunjang diagnosis ini mengarah pada herpes zoster dikarenakan
kesesuaian teori. Pada pasien ini dipilih terapi medikamentosa melalui pengobatan
sistemik antivirus acyclovir dimana dosis anak < 12 tahun 30 mg/kgBB/ hari selama
7 hari dan pada pasien ini diberikan 30 mg x 32 kg = 960 mg/hari sehingga diberikan
acyclovir tablet 5 x 200 mg selama 7 hari untuk terapi antiviral herpes zoster. Untuk
keluhan nyeri diberikan paracetamol dengan dosis anak 10-15 mg/kgBB/kali beri
sehinggan pada pasien ini diberikan 10 x 32 kg = 320 mg/kali beri sehingga
diberikan paracetamol tablet 600 mg 2 x ½ tab. Untuk terapi topikal karena vesikel
pada pasien ini sudah pecah dan ditemukan krusta dilakukan kompres terbuka
menggunakan NaCl 0,9% dan jika sudah kering diberikan gentamisin salep 5 gram
dioleskan tipis pada lesi. Tidak lupa beri edukasi pada pasein tentang penyakit yang
dialami dan terapi yang akan diberikan, karena merupakan penyakit menular pasien
disuruh istirahat dan hindari kontak langsung dengan pasien.
Untuk prognosis pada pasien ini qua ad vitam, functionam dan sanationam
yaitu ad bonam sesuai teori pasien yang mengalami herpes zoster usia < 50 tahun
Ad vitam bonam, Ad functionam bonam dan Ad sanactionam bonam.

26
BAB V

KESIMPULAN

Pasien An.F didiagnosis mengalami herpes zoster. Herpes zoster atau


shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi vesicular
berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral yang
umumnya terbatas di satu dermatom. Penegakkan diagnosa tersebut berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tatalaksana yang diberikan kepada An.F tidak
hanya berupa medikamentosa, tetapi non-medikamentosa, berupa edukasi
mengenai penyakit dan pengobatan terhadap penyakit yang dialami pasien.
Anamnesis yang didapatkan yakni pasien mengeluh muncul
gelembung/lenting berkelompok yang berisi cairan didaerah punggung sebelah kiri
disertai gatal dan nyeri sejak 3 minggu yang lalu. Hari pertama keluhan muncul
timbul rasa gatal didaerah punggung sisi kiri. kemudian hari kedua timbul bintil-
bintil berisi air. Dihari ketiga pasien mulai menggaruk bintil yang berisi cairan yang
menyebabkan bintilnya pecah lalu bintilnya menyebar kedaerah yang lain dan
pasien berobat ke puskesmas. Terdapat riwayat herpes zoster pada ayah pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal dan
status dermatologis ditemukan lesi pada regio dermatom trunkus posterior sinistra
dengan Lesi plak, ukuran 12 x 7 cm, jumlah soliter, batas sirkumskrip, warna
hiperpigmentasi, distribusi konfluens, permukaan skuama, ekskoriasi, krusta,
konsistensi padat, sekitar terdapat papul multiple.
Untuk tatalaksana diberikan nonmedikamentosa dan medikamentosa berupa
oral (acyclovir dan paracetamol) dan topikal (kompres terbuka dan salep antibiotik).
Dan untuk prognosis ad bonam.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and Herpes Zoster. Fitzpatrick’s


Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2012.
p.2383-2400.
2. Pusponegoro E H, Hanny N, dkk. 2014. Buku Panduan Herpes Zoster Di
Indonesia 2014. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
3. Perhimpunan dokter spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI). Panduan Prakter
Klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. 2017. Hal 61-64.
4. Pusponegoro, Erdina HD. Herpes Zoster dalam Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi Ke tujuh. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal
121-124
5. Buku Register Kunjungan Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar 2015.
6. Gnann JW, Whitley RJ. Herpes Zoster. N.Engl.J.Med.2002; 347(5):340-6.
7. Lindo, VA. 2014. Portofolio Herpes Zoster Poli.
https://www.academia.edu/16658992/PORTOFOLIO_HERPES_ZOSTER_POL
I. Diakses pada tanggal 18 Maret 2019
8. Lubis, R D. 2008. Varicella Dan Herpes Zoster. Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. USU e-
Repository.
9. Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
10. Pandaleke TA, Herry EJP, dkk. 2018. Herpes Zoster Pada Anak – Laporan Kasus.
Jurnal Biomedik (JBM). Volume 10 Nomor 1 Maret 2018 hlm. 66-69
11. Kawai K, Gebremeskel BG, Acosta CJ. Systematic Review of Incidence and
Complications of Herpes Zoster: Towards a Global Perspective. BMJ Open. 2014.
12. Ono F, Yasumoto S, Furumura M, et al. Comparison between famciclovir and
valacyclovir for acute pain in adult Japanese immunocompetent patients with
herpes zoster. Journal of Dermatology 2012;39:902-8.
13. Li Q, Chen N, Yang J, Zhou M, Zhou D, Zhang Q, et al. Antiviral treatment for
preventing postherpetic neuralgia. Cochrane Database Syst Rev 2009;CD006866.

28

Anda mungkin juga menyukai