Herpes Zoster
Oleh:
Intan Karnina Putri*
G1A217112
Pembimbing:
dr. Dewi Lastia Sari, Sp.DV **
UNIVERSITAS JAMBI
2019
LEMBAR PENGESAHAN
HERPES ZOSTER
Oleh:
Intan Karnina Putri
G1A217115
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa
sebab karena rahmatnya, tugas kasus atau Case Report Session (CRS) yang berjudul
“Herpes Zoster” ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat agar penulis dan teman –
teman sesama koass periode ini dapat memahami tentang diagnosis, komplikasi,
dan pengobatan dari kasus ini. Selain itu juga sebagai tugas dalam menjalankan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin RSUD
H.Abdul Manap Kota Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dewi Lastia Sari, Sp.DV
selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya
pembimbing dalam tugas kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik
kedepannya. Akhir kata, semoga tugas baca jurnal ini bermanfaat bagi kita semua
dan dapat menambah informasi serta pengetahuan kita.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi
virus varisela zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan
kadang-•kadang di dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik
saraf kranial; menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan
segmen yang dipersyarafinya.1
Tingginya infeksi varicella di Indonesia terbukti pada studi yang dilakukan
Jufri, et al tahun 1995-•1996, dimana 2/3 dari populasi berusia 15 tahun seropositive
terhadap antibodi varicella. Dari total 2232 pasien herpes zoster pada 13 rumah
sakit pendidikan di Indonesia (2011•2013). Puncak kasus HZ terjadi pada usia 45-
• 64 tahun : 851 (37.95% dari total kasus HZ). Trend HZ cenderung terjadi pada
usia yang lebih muda.1
Herpes zoster pada anak-anak jarang didahului gejala prodormal. Gejala
prodormal yang dapat dijumpai yaitu nyeri radikuler, parestesia, malaise, nyeri
kepala dan demam, biasanya terjadi 1-3 minggu sebelum timbul ruam dikulit. Lesi
kulit yang khas dari herpes zoster yaitu lokalisasinya biasanya unilateral dan jarang
melewati garis tengah tubuh. Lokasi yang sering dijumpai yaitu pada dermatom T3
hingga L2 dan nervus ke V dan VII.2
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada herpes zoster adalah tes
Tzank. Tes Tzank dilakukan pada vesikel baru yang dipecahkan. Hasil dinilai
positif apabila ditemukan sel raksasa berinti banyak.3,4
Terapi yang dapat diberikan untuk kasus Herpes Zoster adalah Antiviral
yang digunakan untuk mereduksi replikasi virus, dan tambahan obat untuk
menghilangkan nyeri pada lesi adalah analgetik.1
Berdasarkan hal tersebut, laporan ini akan membahas mengenai herpes
zoster berdasarkan temuan kasus pada pasien. Laporan ini akan membahas
bagaimana diagnosis hingga tatalaksana untuk penyakit tersebut pada pasien.
1
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pasien di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Raden Mattaher pada tanggal 19 September 2019.
A. Keluhan Utama
Bercak kehitaman yang melebar disertai rasa nyeri pada wajah kiri
disekitar mata sejak ± 1 minggu yang lalu.
B. Keluhan Tambahan
Tidak ada keluhan tambahan
2
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Keluhan Serupa (-)
Riwayat Varicella (+) saat SD
Riwayat alergi (-)
Pasien pernah berobat ke manteri, namun tidak ada perbaikan pada nyeri.
4
2.4 Status Dermatologi
Lesi plak, ukuran 12 x 9cm, jumlah soliter, tidak teratur, batas sirkumskrip, warna hiperpigmentasi, tepi aktif,
distribusi konfluens, unilateral tidak melewati midline, permukaan menonjol, konsistensi padat, sekitar terdapat
papul multiple hiperpigmentasi, ukuran mililier.
REGIO MAXILLARIS SINISTRA
Lesi makula hipopigmentasi, lentikuler hingga numular, jumlah tiga buah, sirkuler, batas sirkumskrip, tepi
hiperpigmentasi tidak aktif, distribusi diskret, unilateral tidak melewati midline, permukaan tidak menonjol,
sekitar terdapat papul multiple.
6
2.5 Status Lokalis
2.10 Terapi
Umum
Memberikan informasi dan edukasi mengenai penyakit dan faktor-faktor
pencetus serta menjelaskan tentang pengobatan yang diberikan .
Khusus
Topikal :
o kompres terbuka NaCl 0,9% pada lesi yang basah
o ketoprofen gel 2,5%
Sistemik :
o Paracetamol tablet 500 mg 3x 1 tab
o Vit B Complex 2x 1 tab
8
2.11 Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10
2015 terdapat 99 kasus herpes zoster baru dari total 2953 kunjungan pasien baru
atau sebanyak 3,3%.5-7
3.4 Gambaran Klinis
Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal berupa
sensasi abnormal atau nyeri otot local, nyeri tulang, pegal, parestesia sepanjang
dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat. nyeri dapat menyerupai
sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri duodenum, kolesistitis, kolik ginjal
atau empedu, apendisitis. Dapat juga dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri
kepala, malaise dan demam. Gejala prodromal dapat berlangsung beberapa hari
(1-10 hari, rata-rata 2 hari).2
Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal
atau nyeri terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa macula kemerahan.
Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih berkelompok selama 3-5
hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta
(berlangsung selama 7-10 hari). Jika mengandung darah disebut sebagai herpes
zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan
infeksi sekunder. Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian
besar kasus herpes zoster, erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa
gejala sisa. Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai
persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah nervus trigeminal, fasialis,
otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. 2,8
Pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa kelainan mata
(10-20% penderita) bila menyerang di daerah mata, infeksi sekunder, dan
neuropati motorik. Kadang-kadang dapat terjadi meningitis, ensefalitis atau
mielitis. 2
Komplikasi yang sering terjadi adalah neuralgia pasca herpes (NPH), yaitu
nyeri yang masih menetap di area yang terkena walaupun kelainan kulitnya
sudah mengalami resolusi. 2 Perjalanan penyakit herpes zoster pada penderita
imunokompromais sering rekuren, cenderung kronik persisten, lesi kulitnya
lebih berat (terjadi bula hemoragik, nekrotik dan sangat nyeri), tersebar
11
diseminata, dan dapat disertai dengan keterlibatan organ dalam. Proses
penyembuhannya juga berlangsung lebih lama. 2
Dikenal beberapa variasi klinis herpes zoster antara lain zoster sine herpete
bila terjadi nyeri segmental yang tidak diikuti dengan erupsi kulit. Herpes zoster
abortif bila erupsi kulit hanya berupa eritema dengan atau tanpa vesikel yang
langsung mengalami resolusi sehingga perjalanan penyakitnya berlangsung
singkat. Disebut herpes zoster aberans bila erupsi kluitnya melalui garis
tengah.2
Bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius terjadi
sindrom Ramsay-Hunt yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau
membrane timpani disertai paresis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan
2
pengecap 2/3 bagian depan lidah; tinnitus, vertigo dan tuli.
Terjadi herpes zoster oftalmikus bila virus menyerang cabang pertama
nervus trigeminus. Bila mengenai anak cabang nasosiliaris (timbul vesikel di
puncak hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson) kemungkinan besar
terjadi kelainan mata. Walaupun jarang dapat terjadi keterlibatan organ dalam.
3.6 Manifestasi klinis
Masa tunas 7-12 hari, lesi baru tetap timbul selama 1-4 hari dan kadang
kadang selama ±1 minggu.
Gejala prodromal berupa nyeri dan parestesi di dermatom yang terkait
biasanya mendahului erupsi kulit dan bervariasi mulai dari rasa gatal,
parestesi, panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi, hingga rasa ditusuk-tusuk.
Dapat pula disertai dengan gejala konstitusi seperti malaise, sefalgia, dan
flu like symptoms yang akan menghilang setelah erupsi kulit muncul.
Kelainan diawali dengan lesi makulopapular eritematosa yang dalam 12-48
jam menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan
edema. Vesikel berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi
pustul dan krusta dalam 7-10 hari. Krusta biasanya bertahan hingga 2-3
minggu.
Lokasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan.
12
Bentuk khusus:
o Herpes zoster oftalmikus (HZO): timbul kelainan pada mata dan
kulit di daerah persarafan cabang pertama nervus trigeminus
o Sindrom Ramsay-Hunt: timbul gejala paralisis otot muka (paralisis
Bell), kelainan kulit, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus dan nausea, juga gangguan pengecapan
Neuralgia pasca herpes (NPH) didefinisikan sebagai nyeri menetap pada
dermatom yang terkena setelah erupsi herpes zoster (HZ) menghilang.
Batasan waktunya adalah nyeri yang menetap hingga 3 bulan setelah erupsi
kulit menyembuh.
3.7 Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test
yaitu:3
1. Tzanck Smear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin Giemsa’s, Wright’s,
toluidine blue ataupun papanicolaou’s. Dengan menggunakan mikroskop
cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells.
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus
2. Direct fluorescent assay (DFA)
- Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk
krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitive.
- Hasil pemeriksaan cepat.
- Membutuhkan mikroskop fluorescence.
- Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
- Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks
virus.
13
3. Polymerase chain reaction (PCR)
- Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitive.
- Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping
dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan
sebagai preparat, dan CSF.
- Sensitifitasnya berkisar 97-100%
- Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster
14
3.9 Diagnosis Banding
3.10 Tatalaksana
Terdapat beberapa obat yang dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1. Sistemik
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada :
- Usia >50 tahun
- Dengan risiko terjadinya NPH
- HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sacral
- Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi anak-anak,
usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila disertai NPH,
sindrom Ramsay Hunt (HZO), imunokompromais, diseminata/generalisata,
dengan komplikasi
Pilihan antivirus
- Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
- Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12
tahun 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari.
- Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari
- Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari
Catatan khusus:
- Bila lesi luas atau ada keterlibatan organ dalam, atau pada
imunokompromais diberikan asiklovir intravena 10 mg/kgBB/hari 3 kali
15
sehari selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0.9% dan
diberikan dalam waktu 1 jam.
- Obat pilihan untuk ibu hamil ialah asiklovir berdasarkan pertimbangan
risiko dan manfaat.
Simptomatik
- Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
- Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
- Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes zoster
selain diberi asiklovir pada fase akut, dapat diberikan:
o Antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis awal 10 mg/hari
ditingkatkan 20 mg setiap 7 hari hingga 150 mg. Pemberian hingga
3 bulan, diberikan setiap malam sebelum tidur.
o Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu
o Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu
16
2. Topikal
- Stadium vesikular: bedak salisil 2% untuk mencegah vesikel pecah atau
bedak kocok kalamin untuk mengurangi nyeri dan gatal.
- Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka dengan
larutan antiseptik dan krim antiseptik/antibiotik.
- Jika timbul luka dengan tanda infeksi sekunder dapat diberikan krim/salep
antibiotik.
17
Vaksinasi
Dosis VVZ hidup yang dilemahkan dosis tunggal direkomendasikan kepada
populasi yang berusia lebih dari 50 tahun, baik yang sudah memiliki riwayat
varisela ataupun belum. Tidak boleh diberikan pada pasien imunokompromais.
Edukasi
1. Memulai pengobatan sesegera mungkin
2. Istirahat hingga stadium krustasi
3. Tidak menggaruk lesi
4. Tidak ada pantangan makanan
5. Tetap mandi
6. Mengurangi kecemasan dan ketidakpahaman pasien
Pengobatan Antivirus :
18
ophthalmicus harus menerima terapi antivirus bahkan jika itu ditunda lebih dari 72
jam. Demikian pula, pertimbangan harus diberikan untuk merawat pasien dengan
gangguan imun atau pasien dengan penyakit yang tersebar. 10
Pedoman Australia saat ini merekomendasikan: famciclovir (250 mg tiga
kali sehari selama tujuh hari, atau jika immunocompromised 500 mg tiga kali sehari
selama sepuluh hari) dan valaciclovir (1 g tiga kali sehari selama tujuh hari) sebagai
obat pilihan, ini diberikan karena bioavabilitasnya lebih besar dan dosis yang
diberikan lebih jarang dibandingkan dengan asiklovir.11 Dosis dan lamanya
pengobatan antivirus lebih besar untuk herpes zoster daripada herpessimplex.
Asiklovir intravena (10 mg / kg tiga kali sehari) biasanya dicadangkan untuk pasien
dengan gangguan imun, penyakit zoster ophthalmicus berat atau keterlibatan sistem
saraf pusat seperti mielitis transversal. Penyesuaian dosis antivirus selain hidrasi
direkomendasikan pada gangguan ginjal untuk mencegah nefrotoksisitas dan
neurotoksisitas. Resistensi virus terhadap obat jarang terjadi.10-11
Asiklovir dewasa : 5 x 800 mg/hari selama 7 – 10 hari atau
Asiklovir iv 3 x 10 mg/kgBB/hari
Valasiklovir untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari atau
Famsiklovir untuk dewasa 3x250 mg/hari selama 7 hari.
Catatan khusus
Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam bila masih
timbul lesi baru/terdapat vesikel berumur <3 hari.
Bila disertai keterlibatan organ visceral diberikan asiklovir intravena 10
mg/kgBB, 3x per hari selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam
100cc Nacl 0,9% dan diberikan tetes selama satu jam
Untuk wanita hamil diberikan asiklovir
19
Analgetik11
Tabel 1. Treatment for acute pain associated with herpes zoster
Recommendation Treatment Prescribing Advice
First-line Paracetamol: Maximum 4 g daily
1 g every 4–6 hours as
required, if modified
release 1.33 g as
required
Prednis(ol)one: Use if pain severe
50 mg daily for 7 days Reduces acute pain
then taper over 2 when given with an
weeks antiviral, but has not
been shown to reduce
postherpetic neuralgia
Other alternatives Amitriptyline: Response rate of 40–
10–25 mg at night 65%Caution in
(maximum dose 75 elderly, ischaemic
mg at night) heart disease
Nortriptyline less
sedating
Oxycodone: Convert to slow
5 mg every 4 hours as release
required (maximum oxycodone/morphine
30 mg/day) when stable dose
achievedWhere
possible, opioids
should be supervised
by a pain clinic
20
Pengobatan topical1
Menjaga lesi kulit agar kering dan bersih
Hindari antibiotic topical kecuali ada infeksi sekunder
Rasa tidak nyaman, kompres basah dingin steril/losio kalamin
Asiklovir topical tidak efektif
Terapi suportif1
Istirahat, makan cukup
Jangan digaruk
Pakaian longgar
Tetap mandi
3.11 Komplikasi3
21
3.12 PROGNOSIS
Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu tetapi penyembuhan
sempurna membutuhkan waktu >4 minggu. Pasien usia lanjut dan
imunokompromais membutuhkan waktu yang lebih lama untuk resolusi. Dalam
studi kohort retrospektif, pasien herpes zoster yang dirawat di rumah sakit memiliki
mortalitas 3% dengan berbagai penyebab. Tingkat rekurensi herpes zoster dalam 8
tahun sebesar 6,2%.
Prognosis tergantung usia.
1. Usia <50 tahun:
Ad vitam bonam
Ad functionam bonam
Ad sanactionam bonam
2. Usia >50 tahun dan imunokompromais:
Ad vitam bonam
Ad functionam dubia ad bonam
Ad sanactionam dubia ad bonam
22
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien laki-laki atas nama An.F usia 9 tahun, seorang pelajar datang ke
poliklinik RSUD Raden Mattaher dengan keluhan bercak kemerahan yang melebar
dan disertai rasa gatal pada punggung kiri atas sejak 3 minggu yang lalu.
Awalnya 2 bulan yang lalu pasien mengeluh timbul keluhan gatal di
punggung sisi kiri. Keluhan berupa bintik-bintik kemerahan berisi air dan terasa
sangat gatal dan nyeri. Bintik bertambah banyak dalam waktu yang singkat. Saat
gatal pasien menggaruk sehingga bintik tersebut pecah disertai keluar cairan
bening. Keluhan gatal dan perih semakin memberat ketika pasien mandi
dicomberan Bersama temannya. Keluhan semakin lama semakin melebar. Keluhan
gatal semakin memberat ketika berkeringat. Pasien berobat sebanyak 4 kali ke
puskesmas dan mendapatkan obat salap betamethasone dan obat minum (pasien
lupa nama obat). Namun keluhan bercak kemerahan semakin meluas dan gatal tidak
ada perbaikan. 3 minggu terakhir, gatal pada punggung semakin memberat dan
ketika di garuk mengeluarkan cairan bening disertai darah sehingga orang tua
pasien memberikan salep hidrokortison yang didapat dari bidan desa, lesi semakin
menghitam dan lesi menimbulkan luka dan nyeri. pada daerah lain juga ditemukan
bercak kehitaman pada wajah, tangan dan bokong namun tidak menimbulkan
gejala. Orang tua pasien mengatakan bercak tersebut gatal dan timbul ketika pasien
makan makanan laut, telur, tahu dan tempe. Saat datang ke poli kulit kelamin,
pasien tidak memiliki keluhan pada daerah tersebut. Dari anamnesis juga
didapatkan adanya riwayat cacar air pada usia 4 tahun, adanya alergi makanan laut,
telur , tahu dan tempe, ayah memiliki riwayat herpes zoster.
Berdasarkan anamnesis diatas, diketahui, dapat dipikirkan yang pertama
yaitu herpes zoster. Dari anamnesis didapatkan keluhan bintik merah yang gatal
dan nyeri, berlangsung cepat, bintik pecah dan menimbulkan krusta, mengenai satu
daerah dan satu sisi (unilateral), riwayat cacar air saat usia 5 tahun dan riwayat
keluarga ayah pasien mempunyai riwayat herpes zoster.yang dipikirkan kedua yaitu
dermatitis atopic dimana dari kriteria hanifin- rajka, kriteria mayor yang ditemukan
23
: gatal, bersifat kronik eksaserbasi (2 kriteria) dan kriteria minor yang ditemukan :
terdapatnya infeksi kulit, Dennis-Morgan infraorbital fold, gatal saat berkeringat,
hipersensitivitas terhadap makanan ( 4 kriteria). Yang dipikirkan ketiga yaitu tinea
incognito, pada pasien ini ditemukan adanya gejala infeksi jamur ditemukan gatal
pada punggung, lesi semakin lama semakin lebar, dan penggunaan steroid topical
(betametason dan hidrokortikon selama 6 bulan dan menimbulkan area yang terlibat
terjadi perubahan warna hiperpigmentasi seperti memar/kemerahan, dan disekitar
lesi tidak ditemukan lesi berskuama yang biasanya meninggi.
Pada status dermatologi, pada regio trunkus posterior sinistra didapatkan
lesi plak, ukuran 12 x 7 cm, jumlah soliter, polisiklik, batas sirkumskrip, warna
hiperpigmentasi, tepi tidak aktif, distribusi konfluens, unilateral tidak melewati
midline, permukaan skuama, ekskoriasi, krusta, konsistensi padat, sekitar terdapat
papul multiple. Dari deskripsi lesi tersebut, ditemukan adanya lesi unilateral yang
tidak melewati garis tengah (sesuai dermatome) dengan papul disekitar lesi yang
mengarahkan ke herpes zoster. Lesi pada punggung pasien juga menyerupai
adanya infeksi sekunder ditandai pasien sering menggaruk lesi dan ditemukan tanda
krusta disertai erosi pada lesi. Sehingga gambaran khas sulit didapatkan untuk
herpes zoster. Pasien juga mempunyai keluhan yang sama sebelumnya pada dada
sebelah kiri namun sudah sembuh dan meninggalkan scar hipopigmentasi.
Pada lesi di antebrachii, gluteal dan fasial ditemukan kulit kering,
hiperpigmentasi, erosi, krusta dan skuama serta simetris dimana gambaran tersebur
biasa ditemukan pada dermatitis atopi fase anak.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Sehingga untuk
menyingkirkan diagnosis banding berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
dermatologi. Diagnosis banding pertama yaitu herpes zoster merupakan penyakit
neurokutan dengan manifestasi erupsi vesicular berkelompok dengan dasar
eritematosa disertai nyeri radicular unilateral yang umumnya terbatas pada satu
dermatome. Yang merupakan reaktifasi infeksi laten endogen virus varisela zoster
di dalam neuron. dimana pada pasien ini ditemukan rasa gatal dan nyeri pada
punggung kiri dan berlangsung dalam waktu yang singkat, riwayat varisella zoster
pada usia 5 tahun dan riwayat ayah dengan herpes zoster, dan dari pemeriksaan
24
dermatologi didapatkan lesi yang awalnya timbul gatal dan muncul bintik-bintik
berisi air dan pecah menimbulkan krusta yang terjadi pada satu dermatome,
unilateral dan lesi tidak mengenai garis tengah tubuh.
Diagnosis banding lainnya adalah dermatitis atopik, yang merupakan
peradangan kulit kronis yang residif disertai rasa gatal berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita.
Kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
skuamasi. Rasa gatal lebih hebat saat beristirahat, udara panas dan keringat.
Diagnosis disingkirkan karena berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
pasien ini tidak memenuhi kriteria hanifin rajka, 2 mayor dan 4 minor serta tidak
adanya riwayat keluhan serupa dalam keluarga.
Diagnosis banding berikutnya tinea incognito merupakan kesalahan terapi
tinea dengan menggunakan steroid topical sehingga menimbulkan kelainan kulit
yang tidak jelas setelah mendapatkan terapi steroid topical untuk jangka waktu
tertentu pada kasus infeksi yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Tinea
incognito harus dimasukkan sebagai diagnosis banding pada infeksi kulit yang
supuratif , terutama ketika penderita diketahui sebelumnya mendapatkan terapi
dengan steroid topical. Pada kasus ini, awalnya dicurigai pasien mengalami infeksi
jamur ditandai dengan lesi semakin melebar, gatal dan bentuk polikistik dan
didapatkan terapi betamethasone dan hidrokortison. Namun, tidak dapat dipastikan
lesi tersebut disebabkan karena penggunaan steroid topical sehingga diagnosis tinea
incognito dapat disingkirkan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien ini berupa :
Pemeriksaan KOH. Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan KOH untuk mencari
apakah terdapat hifa pada lesi tersebut untuk menyingkirkan diagnosis tinea
corporis dan tinea incognita. Dilakukan pemeriksaan dermogrfisme untuk melihat
apakah ada tanda dermatitis atopic atau tidak pada pasien ini. Untuk memastikan
terjadinya herpes zoster disarankan untuk melakukan pemeriksaan Tzanck smear
untuk melihat apakah terdaapat tzank sel pada gambaran mikroskopis dan dapat
juga dilakukan pemeriksaan DFA (membedakan antara VZV dengan herpes
simpleks virus) dan PRC (menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster).
25
Dari perbandingan diagnosis berdasarkan anamnesa , status dermatologi dan
pemeriksaan penunjang diagnosis ini mengarah pada herpes zoster dikarenakan
kesesuaian teori. Pada pasien ini dipilih terapi medikamentosa melalui pengobatan
sistemik antivirus acyclovir dimana dosis anak < 12 tahun 30 mg/kgBB/ hari selama
7 hari dan pada pasien ini diberikan 30 mg x 32 kg = 960 mg/hari sehingga diberikan
acyclovir tablet 5 x 200 mg selama 7 hari untuk terapi antiviral herpes zoster. Untuk
keluhan nyeri diberikan paracetamol dengan dosis anak 10-15 mg/kgBB/kali beri
sehinggan pada pasien ini diberikan 10 x 32 kg = 320 mg/kali beri sehingga
diberikan paracetamol tablet 600 mg 2 x ½ tab. Untuk terapi topikal karena vesikel
pada pasien ini sudah pecah dan ditemukan krusta dilakukan kompres terbuka
menggunakan NaCl 0,9% dan jika sudah kering diberikan gentamisin salep 5 gram
dioleskan tipis pada lesi. Tidak lupa beri edukasi pada pasein tentang penyakit yang
dialami dan terapi yang akan diberikan, karena merupakan penyakit menular pasien
disuruh istirahat dan hindari kontak langsung dengan pasien.
Untuk prognosis pada pasien ini qua ad vitam, functionam dan sanationam
yaitu ad bonam sesuai teori pasien yang mengalami herpes zoster usia < 50 tahun
Ad vitam bonam, Ad functionam bonam dan Ad sanactionam bonam.
26
BAB V
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28