Anda di halaman 1dari 33

SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2019

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

TUMOR PALPEBRA

Disusun Oleh :

Sofiana Prasianty Goo, S.Ked

Pembimbing :

dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M

dr. Komang Dian Lestari, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK

SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG

2019
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Laporan kasus ini diajukan oleh :


Nama : Sofiana Prasianty Goo, S.Ked ( 1508010034 )
Bagian : Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Laporan kasus ini disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu
persyaratan yang diperlukan dalam Bagian ilmu penyakit mata RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang.

Pembimbing Klinik

dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M 1. ………………….

dr. Komang Dian Lestari, Sp.M 2. . . . . . . . . ... .. . ..

Ditetapkan di : Kupang

Tanggal : September 2019


BAB 1

PENDAHULUAN

Palpebra merupakan modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan


melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan keringnya bola mata.
Palpebra terbagi menjadi dua yaitu palpebra superior dan palpebra inferior.
Palpebra superior berakhir pada alis mata sedangkan palpebra inferior menyatu
dengan pipi. Pada palpebra terdapat bagian-bagian yaitu kelenjar, otot, jaringan
ikat, jaringan fibrosis, tarsus, pembuluh darah dan serabut saraf1.
Tumor palpebra merupakan benjolan massa abnormal pada daerah sekitar
mata dan kelopak mata. Tumor palpebra dapat berasal dari kulit, jaringan ikat,
jaringan kelenjar, pembuluh darah, saraf, maupun otot sekitar palpebra2. Tumor
palpebra terdiri dari tumor ganas palpebra dan tumor jinak palpebra. Yang
termasuk tumor ganas palpebra antara lain karsinoma sel basal, karsinoma sel
skuamosa, karsinoma kelenjar sebasea, melanoma maligna palpebra, dan
sarkoma palpebra. Sedangkan yang termasuk tumor jinak palpebra antara lain
hemangioma, molluscum contangiosum, nevus, dan xantelasma2. Klasifikasi
tumor palpebra berdasarkan asal jaringannya baik ganas maupun jinak ialah
tumor epidermal (melanosit tumor dan non melanosit tumor), tumor adneksa
(tumor kelenjar sebasea, tumor kelenjar keringat, tumor folikel rambut, dan lesi
kista), tumor stroma (tumor jaringan fibrosa, tumor fibrohistiositik, tumor neural,
tumor palpebra konjungtiva), tumor sekunder, tumor metastase, dan lesi infeksi
dan inflamasi yang disebabkan oleh keganasan3.
Tumor ganas palpebra yang terbanyak ialah karsinoma sel basal dengan
insiden 90-95% kasus dari seluruh tumor ganas kelopak mata dan di Amerika
Serikat, insiden basal sel karsinoma mencapai 500 per 100.000 penduduk.
Karsinoma sel skuamosa merupakan tumor terbanyak kedua setelah karsinoma
sel basal yaitu berkisar 5-10% dari jumlah kasus tumor ganas. Insidennya
karsinoma sel skuamosa berkisar 0,9 sampai 2,42 kasus per 100.000 populasi
dengan insiden tertinggi dilaporkan di Australia. Melanoma ialah tumor palpebra
berpigmen yang kasusnya dilaporkan 25% pasien berumur dibawah 40 tahun.
sarkoma kaposi merupakan salah satu manifestasi yang sering dijumpai pada
penderita Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yaitu mencapai 24%
dan 20% dari sarkoma dapat mengenai mata yaitu palpebra yang menyerupai
hordeolum atau hemangioma2,3.
Sebagian besar kasus tumor palpebra di tatalaksana dengan terapi
pembedahan atau di eksisi, namun apabila dicurigai lesi ganas maka harus
dilakukan biopsi terlebih dahulu untuk diagnosis pastinya.
BAB 2

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. JA
Umur : 67 tahun
No. MR : 518402
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Pekerjaan : Pensiunan PNS

Anamnesis :
Keluhan Utama : benjolan pada mata kiri sejak bulan 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan pada mata kiri sejak kurang lebih
satu tahun yang lalu. Benjolan tersebut awalnya tidak disadari oleh pasien,
sehingga pasien tidak mengetahui awal bentuk benjolan tersebut serta ukurannya..
Seiring berjalannya waktu, menurut keluarga pasien benjolan tersebut semakin
membesar, tetapi pasien tidak merasa apapun pada mata kirinya. Menurut pasien
sedikit terasa mengganjal pada kelopak mata kiri atasnya, keluhan nyeri pada
benjolan (-). Pasien juga mengeluhkan adanya penglihatan kabur pada kedua mata
saat melihat jauh yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, penglihatan ganda (-),
tidak tahan cahaya (-), mata merah (-). Keluhan dirasakan seperti ini baru
dirasakan pertama kali.
Riwayat Penyakit Dahulu : hipertensi (-), diabetes melitus (-), pemakaian
kacamata (-), trauma pada mata (-), infeksi pada mata (-)
Riwayat penyakit keluarga : Keluhan yang sama (-), hipertensi (-), diabetes
melitus (-)
Riwayat Pengobatan : -
Riwayat alergi : makanan (-), obat-obatan (-)
Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda Vital :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 16x/menit
Suhu : 36,5˚C
BB : 104 kg
TB : 180 cm

Status Oftalmologis

OCULAR DEXTRA OCULAR SINISTRA

Massa, ukuran 1,4x1,2x0,6


cm
Oculi Dextra Status Oftalmologi Oculi Sinistra
5/5 Visus 5/20
Pergerakan Bola Mata

Positif ke segala arah Positif ke segala arah


Lapangan Pandang

Positif ke segala arah Positif ke segala arah


Edema (-), hiperemis (-), Palpebra Superior massa (+) batas tegas
trikiasis (-) ukuran 1,4x1,2x0,5 cm
nyeri tekan (-),
Edema (-), hiperemis (-), Palpebra Inferior Edema (-), hiperemis (-),
massa (-), trikiasis (-) massa (-), trikiasis (-)
Hiperemis (-), Injeksi(-) , Conjungtiva Hiperemis (-), Injeksi(-) ,
Jaringan fibrovaskular (-) Jaringan fibrovaskular (-)
Keruh (-), Sikatrik (-) Cornea Keruh (-), Sikatrik (-)
Ulkus (-),Corpal (-) Ulkus (-),Corpal (-)
Dalam, Hipopion (-), COA Dalam, Hipopion (-),
Hifema (-) Hifema (-)
Intak, regular Iris Intak, regular
Bulat, Sentral, Pupil Bulat, Sentral, RCL/RCTL
RCL/RCTL (+), Diameter (+), Diameter 2 mm
2 mm
Keruh (-), iris shadow (-) Lensa Keruh (-), iris shadow (-)
Refleks fundus (+) Funduskopi Refleks fundus (+)
Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium dan CT Scan(dalam batas normal)

Tonometri : tidak dievaluasi

Pemeriksaan Radiologi :

Gambar 1. CT-Scan kepala pasien

- Tampak lesi hipodense, densitas lemak di subkonjungtiva lateral orbita kii


dengan ukuran +/- 1,4x1,2x0,6 cm yang pada pemberian kontras tak
tampak abnormal kontras enchance
- Orbita kiri masih tampak baik
- Nervus optikus kiri masih tampak baik
- Musulus extra oculi masih tampak baik

Kesan :

Lesi hypodense, densitas lemak di subkonjungtiva lateral orbita kiri dengan


ukuran +/- 1,4x1,2x0,6 cm dd :

1. Subkonjungtiva fat prolaps


2. Dermolipoma orbita

Diagnosis : Tumor Palpebra OD

Terapi : Rujuk

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Palpebra


Palpebra merupakan lipatan kulit yang dapat menutup dan melindungi bola
mata terhadap trauma, trauma sinar, dan keringnya bola mata. Palpebra
mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar
membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra terdiri dari dua bagian yaitu
palpebra superior dan palpebra inferior. Palpebra superior berakhir pada alis
mata sedangkan palpebra inferior menyatu dengan pipi1,2.
Pada palpebra terdapat bagian-bagian sebagai berikut :
- Kelenjar : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat,
kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.
- Otot : M. Orbicularis oculi yang berjalan melingkar didalam kelopak
atas dan baah, terletak dibawah kelopak. Pada dekat tepi margo
palpebra terdapat otot orbicularis oculi yang disebut sebagai m.
Rioland. Muskulus orbicularis berfungsi menutup bola mata yang
dipersyarafi n. Fasial. Muskulus levator palpebra, yang berorigo pada
anulus di foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan
sebagian menembus m.orbicularis oculi menuju kulit kelopak bagian
tengah. Bagian kulit tempat insersi m. Levator palpebra terlihat sebagai
sulkus palpebra. Otot ini dipersyarafi oleh n.III yang berfungsi untuk
mengangkat kelopak mata atau membuka mata
- Didalam kelopak mata terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat
dengan kelenjar didalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada
margo palpebra
- Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis yang berasal dari rima
orbita sebagai pembatas isi orbita dengan kelopak bagian depan.
- Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada
seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus terdiri atas jaringan
ikat yang merupakan penyokong kelopak dengan kelenjar meibom (40
di kelopak atas dan 20 dikelopak bawah)
- Pembuluh darah yang mempersyarafinya adalah a. Palpebra
- Persyaraan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal
saraf trigeminum, sedangkan kelopak bawah oleh n. Maxillaris, cabang
kedua dari n. Trigeminus1.

Gambar 2. Anatomi palpebra2

Panjang tepian bebas palpebra atau celah palpebra adalah 27-30 mm dan lebar 8-
11 mm. Kelopak mata atas lebih mobile daripada kelopak bawah, dapat dinaikkan
dengan m. Levator palpebra superior 15 mm dan dengan tambahan m. Frontalis lebarnya
di tambah 2 mm.

Gambar 3. Anatomi tepian palpebra2

Walaupun mempunyai permukaan yang sempit, palpebra mempunyai struktur dan


fungsi yang kompleks. Struktur pada palpebra antara lain :
- Kulit : kulit pada palpebra merupakan yang tertipis pada tubuh, mengandung
rambut-rambut halus, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Lipatan palpebra
superior dekat dengan batas atas tarsus, tempat insersio dari levator
aponeurosis.
- Margo palpebra : pada margo palpebra terdapat beberapa penanda penting.
Sebuah lubang kecil, pungtum kanalikuli, terdapat pada bagian medial dari
pungtum lakrimal. Pungtum superior umumnya tersembunyi karena internal
rotasi dimana lokasinya lebih ke medial. Pungtum inferior normalnya tidak
dapat dilihat tanpa eversi kelopak mata. Pada margo palpebra terdapat gray
line (sulkus intermarginal) yang secara histologi merupakan tempat superfisial
dari m. Orbicularis oculi, m. Riolan dan bagian avaskular dari palpebra.
Gambar 4. Margo palpebra2
Pada bagian anterior dari gray line terdapat bulu mata (silia) dan pembukaan
dari kelenjar tarsal (meibom) dibelakangnya tepat didepan junction
mukokutan. Pada margo juga terdapat kelanjar Zeis, modifikasi kelenjar
sebasea yang berkaitan dengan silia dan kelenjar Moll yang merupakan
kelenjar keringat apokrin di kulit.
- Jaringan ikat subkutan : jaringan ikat longgar kelopak mata tidak mengandung
lemak. Darah atau cairan lain dapat menumpuk dibawah kulit dan
menyebabkan edema palpebra yang cepat.
- Muskulus orbicularis oculi : tersusun secara konsentris pada fisura palpebra
dan dibagi menjadi bagian orbital, preseptal dan pretarsal. Serat otot pendek
dan dihubungan oleh myomyous junction. Dari semua otot wajah, m.
Orbicularis oculi memiliki serat dengan diameter terkecil. Inervasinya oleh n.
Fasialis dan ujungnya disusun dalam kelompok di seluruh panjang otot.
Susunan ini dapat mempengaruhi kerja toksin botulinum yang digunakan
dalam pengobatan blepharospasm. Bagian orbital berinsersi pada tendon
canthal medial dan bagian lain dari tepi orbital dan m. Supersilii corrugator.
Bagian orbital bertindak sebagai sfingter dan berfungsi secara volunter.
Bagian palpebra dari m. Orbicularis oculi mempunyai fungsi volunter dan
involunter saat kedipan spontan dan refleks. Bagian preseptal dan pretarsal
bersatu sepanjang margo palpebra superior. Otot orbicularis pretarsal melekat
pada tarsus, dan sebagian melekat pada lakrimal anterior dan lakrimal
posterior (m. horner) dan berperan dalam drainase air mata2.

Gambar 5. Muskulus orbicularis oculi2


Serat orbicularis meluas ke margo kelopak mata, dimana terdapat bundel kecil
serat otot lurik yang disebut m. Riolan. Disinsersi refraktor kelopak mata
bawah dari tarsus dapat menyebabkan kelemahan kelopak mata bawah yang
diikuti oleh entropion spastik.
- Septum orbital : lapisan tipis jaringan penyambung disebut septum orbital
yang mengelilingi bola mata sebagai perluasan dari atap periosteum dan dasar
orbital. Septum orbital melekat pada permukaan anteior m. Levator palpebra
supeior. Bagian posterior septum orbita ialah lemat orbital. Pada palpebra
superior dan inferior, septum orbita menempel pada aponeurosis. Septum
orbita menjadi barier untuk ekstravasasi darah dari anterior maupun posterior
atau penyebaran inflamasi2.

Gambar 6. Septum orbita2

- M. Levator palpebra superior : berorigo pada tulang sphenoid. Badan m.


Levator menutupi rektus superior saat bergerak ke anterior kelopak mata.
Ligamentum whitnall dibentuk oleh kondensasi jaringan yang mengelilingi
otot rektus dan levator superior. Didekat ligamentum whitmall, m. Levator
berubah arah dari horizontal ke vertikal dan membagi anterior ke aponeurosis
posterior menjadi m. Tarsal superior (muller).
- M. Muller : muller adalah otot polos, persyarafan simpatis berasal dari
permukaan otot levator palpebra superior di kelopak mata atas. Otot polos
serupa yang muncul dari atas capsulopalpebral dari rektus inferior dan
konjungtiva pada forniks atas.
- Tarsus : tarsal plate terdiri dari jaringan ikat padat, melekat pada margo orbita
oleh ligamentum palpebra medial dan lateral. Meskipun tarsal plate atas dan
bawah memiliki panjang yang sama (29 mm) dan tebal (1 mm), tarsus atas
hampir tiga kali lebih lebar secara vertikal (11 mm) dibanding tarsus bawah (4
mm). Kelenjar tarsal (Meibom) yang di modifikasi kelenjar sebasea holokrin
yang berorientasi vertikal melalui tarsus. Satu baris terdapat 30-40 orifisium
meibom pada palpebra superior dan 20-30 pada inferior. Minyak dari
orifisium ini membentuk reservoir pada kulit margo dan disebarkan ke film
air mata setiap kedipan. Penuaan dikaitkan dengan perubahan profil lipid
sekresi kelenjar meibom dan hilangnya kelenjar meibom pada orang dewasa2.

Gambar 7. Tarsus2

- konjungtiva : konjungtiva palpebra adalah membran vaskularisasi transparan


yang ditutupi oleh epitel non keratin yang melapisi permukaan dalam kelopak
mata. Bersambung dengan forniks konjungtiva, bergabung dengan
konjungtiva bulbar sebelum berakhir di limbus2.

Gambar 8. Konjungtiva2
Vaskularisasi palpebra berasal dari sistem fasial, yang berasal dari a. Karotis
eksterna dan sistem orbital dari arteri karotis interna disepanjang percabangan arteri-
arteri oftalmika. Cabang terminal dari arteri oftalmika beranastomose dengan cabang
terminal dari arteri karotis eksterna. Pleksus superfisial dan profunda dari arteri
memperdarahi palpebra superior dan inferior. Arteri fasial menjadi arteri angular saat
melewati ke atas, depan dan samping hidung, dimana berfungsi sebagai tanda penting
pada dacryocystorhinostomy. Sistem drainase vena palpebra dapat dibagi menjadi 2
komponen yaitu sistem superfisial (pretarsal) yang mengalir ke vena jugularis interna
dan eksternal dan sistem profunda (posttarsal) yang mengalir ke sinus kavernosa2.

Gambar 9. Vaskularisasi konjungtiva2

Pembuluh limfatik ada pada palpebra dan konjungtiva, namun tidak ada pada
orbita. Drainase limfatik dari kelopak mata sejajar dengan jalannya vena, dimana
kelompok medial yang mengalir ke kelenjar getah bening submandibular dan kelmpok
lateral yang mengalir ke kelenjar getah bening preauricular superfisial. Secara klinis,
pembengkakan kelenjar getah bening adalah tanda diagnostik beberapa infeksi mata
eksternal, termasuk adenoviral konjungtivitis2.

Gambar 10. Pembuluh limfatik2


3.2 Klasifikasi tumor palpebra
Tumor palpebra diklasifikasikan berdasarkan asal jaringan dari sel dan
sebagai tumor ganas maupun jinak. Berdasarkan World Health Organization
(WHO) international histological clasiffication of tumor, tumor palpebra di
kategorikan sebagai tumor epidermal, tumor adneksa, tumor stroma, tumor
sekunder, tumor metastase, dan inflamasi dan infeksi yang menyebabkan
neoplasma3.

Gambar 11. Klasifikasi tumor palpebra3

3.3 Karsinoma sel basal


3.3.1 Definisi dan epidemologi
Karsinoma sel basal berasal dari lapisan basal epitel kulit atau dari lapis
luar sel folikel rambut berupa benjolan yang transparan, dengan pinggir yang
seperti mutiara. Bagian sentral benjolan tersebut mencekung dan halus, seakan
menyembuh, tumbuh lambat dengan ulserasi, bersifat invasif, destruksi lokal dan
jarang metastase. Bentuk tumor dapat berupa ulkus dengan tepi luka bernodul
atau berbentuk polipoid, berpigmen, berkeratinisasi dan bersifat fibrotik3,4.
Karsinoma ini biasanya mengenai semua umur tapi tersering pada orang
tua atau lanjut usia. Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas paling banyak
di kelopak mata dengan insiden 90-95% kasus dari seluruh tumor ganas di
kelopak mata. Karsinoma sel basal berlokasi di kelopak mata bawah bagian
pinggir atau palpebra inferior (50-60%) dan didaerah kantus medial (25-30%),
selebihnya tumbuh di kelopak mata atas atau palpebra superior (15%) dan di
kantus lateral (5%). Angka kematian untuk karsinoma sel basal adalah 2 – 3 %
karena tumor ini jarang bermetastasis2.

3.3.2 Faktor resiko


Pasien yang memiliki resiko tinggi terjadinya karsinoma sel basal antara
lain yang memiliki riwayat terpapar sinar matahari dalam jangka waktu lama,
mempunyai riwayat merokok, dan mempunyai riwayat karsinoma sel basal
sebelumnya. Selain itu orang dengan kulit putih, mata biru, rambut pirang juga
memiliki resiko yang tinggi untuk terjadinya karsinoma ini, dengan usia
pertengahan dan usia tua pada keturunan Inggris, Irlandia, Skotlandia, dan
Skandinavia. Karsinoma sel basar juga meningkat pada penderita yang lebih
muda dan ditemukan lesi ganas di kelopak mata pada pasien atau yang memiliki
riwayat keluarga dengan kelainan sistemik lain seperti basal cell nevus syndrome
atau xeroderma pigmentosum2.

3.3.3 Patofisiologi
Radiasi telah terbukti menyebabkan pembentukan tumor melalui dua
mekanisme. Mekanisme pertama meliputi inisiasi dan prolong seluler proliferasi,
sehingga terjadi peningkatan kesalahan transkripsi yang menyebabkan
transformasi seluler. Mekanisme kedua yaitu secara langsung merusak replikasi
Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), menyebabkan mutasi dari sel yang
mengaktifkan protoonkogen atau deaktivasi tumor supresor gen.
Karsinoma sel basal pada kelopak mata adalah tumor epitel yang paling
umum, tetapi patogenensis dari molekuler genetik masih belum jelas. Mutasi p53
dapat menjadi bagian intergral dari sekuensial yang patogenik. Paparan sinar
ultraviolet (UV) spesifik dapat mengubah nukleotida dari tumor supresor gen p53
yang mengimplikasikan perkembangan onset dari karsinoma sel basal.
Secara imunologi, mekanisme paparan radiasi UV menyebabkan
perkembangan dari karsinoma sel basal melalui supresi sistem imum kulit dan
tidak responsifnya sistem imun terhadap tumor kulit. Efek lokalnya berupa
penurunan dari sel Langerhans, sel dendritik T-epidermal, T-helper, dan lebih
jauh lagi proliferasi T-suppresor sel dan melepaskan imunosupresi faktor (tumor
necrosis faktor alfa, interleukin-1, prostaglandin, interleukin-10)) yang diyakini
sebagain agen patogenik dalam perkembangan karsinoma sel basal.
Sinar UV yang secara kronik mengenai stem cell kulit menyebabkan
photoaging, imunosupresi, dan fotokarsinogen. Fotokarsinogen melibatkan
pembentukan foto produk yang merusak DNA. Jika DNA repair gagal, maka
akan terjadi mutasi protoonkogen menjadi onkogen atau inaktivasi tumor
supresor gen. Akumulasi mutasi akibat fotokarsinogen termasuk genetik deletion
menyebabkan tidak aktifnya tumor supresor gen yang menyandi pembentukan
protein penghambat proliferasi sel. Akumulasi gen inilah yang dapat memicu
terjadinya karsinoma sel basal5.

3.3.4 Klasifikasi
Secara klinis dan patologi, karsinoma sel basal dibagi menjadi empat tipe,
yaitu2 :
a. Karsinoma sel basal tipe nodular : merupakan manifestasi klinis
terbanyak dari karsinoma sel basal, keras, batas tegas, nodul seperti
mutiara disertai dengan telangiectasia dan sentral ulkus. Secara
histologi, tumor ini terbentuk dari sekumpulan sel basal yang asalnya
dari lapisan sel basal epitelium dan terlihat seperti pagar dibagian
pinggir. Pada tahap awal sulit ditemukan, dapat berwarna seperti kulit
norma, atau menyerupai kutil. Kumpulan sel atipik merusak permukaan
epitel, nekrosis di tengah karena lebih cekung dan timbul ulkus bila
sudah berdiameter ± 0,5cm yang pinggir tumor awalnya berbentuk
papular, meninggi, anular.
b. Karsinoma sel basal tipe morphea : tumor ini bersifat lebih agresif
dengan lesi bersifat keras, lebih datar dengan pinggir yang sulit
ditentukan secara klinis. Secara histologi, lesi terlihat berbentuk seperti
kawat tipis yang menyebar didaerah pinggir. Disekitar stroma terlihat
proliferasi dari jaringan penyambung menjadi pola fibrosis. Invasi dari
karsinoma sel basal ke orbita bisa terjadi karena pengobatn yang tidak
adekuat, klinis yang terlambat ditemukan serta karsinoma sel basal
dengan morphea
c. Karsinoma sel basal tipe ulseratif
d. Karsinoma sel basal tipe multisentrik atau superfisial: terjadi akibat
blefaritis kronis dan dapat menyebar ke bagian pinggir kelopak mata
tanpa disadari. Ukurannya dapat berupa plakat dengan eritema,
skuamasi halus dengan pinggir yang agak keras seperti kawat dan agak
meninggi. Warnanya dapat berbintik-bintik atau homogen.

Gambar 12. Jenis-jenis karsinoma sel basal2

3.3.5 Diagnosis
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Tumor ini umumnya ditemukan didaerah berambut, bersifat
invasif, jarang bermetastase. Dapat merusak jaringan di sekitarnya
terutama bagian permukaan bahkan sampai ke tulang (lokal destruktif)
serta cenderung untuk residif bila pengobatannya tidak adekuat.
Ulserasi dapat terjadi yang menjalar dari samping maupun dari arah
dasar, sehingga dapat merusak orbita.
Penderita dengan karsinoma sel basal biasanya tidak mengeluhkan
adanya nyeri walaupun tumor telah mengadakan destruksi yang luas ke
orbita, namun biasanya terdapat gejala epifora pada tumor terletak di
kantus internus dimana tumor menginfiltrasi pungtum dan duktus
nasolakrimalis. Penurunan visus sampai terjadi kebutaan pada
pertumbuhan tumor yang lanjut karena tumor akan merusak kelopak
mata bawah dan atas serta masuk ke rongga orbita. Dalam keadaan ini
akan terjadi keratitis eksposur karena kelopak mata atas tidak berfungsi
lagi kemudian berlanjut dengan terjadinya ulkus kornea sampai
endoftalmitis. Karsinoma sel basal mulai menstimulasi inflamasi kronis
dari bagian pinggir kelopak mata dan sering disertai dengan rontoknya
bulu mata (madarosis)2,4.
Tidak ada gambaran khas pada karsinoma sel basal ini, namun
pada umumnya tampak sebagai tumor dengan pembesaran ke arah
mendatar dengan tepi yang agak meninggi serta berlilin. Ditengahnya
berbentuk ulkus dengan tepi bernodul yang disebut ulkus roden4.
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan histopatologi pada jaringan biopsi tumor merupakan
pemeriksaan penentu diagnosis pasti. Pada pemeriksaan histopatologi
ditemukan sel-sel tumor yang menyerupai sel basal epitel, sel-sel yang
nukleusnya tidak mempunyai nukleoli tampak berkelompok dengan
gambaran seragam dan bersifat basofilik4.
3.3.6 Diagnosis banding
a. Karsinoma epidermoid
b. Melanoma maligna
c. Adenokarsinoma kelenjar kelopak mata
3.3.7 Tatalaksana2
Biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi kecurigaan secara klinis dari
karsinoma sel basal. Diagnosis yang secara akurat bisa dijamin jika pada setiap
biopsi insisional jaringan yang akan diperiksa :
- Mewakili keadaan lesi secara klinis
- Ukuran yang tepat untuk pemeriksaan secara histopatologi
- Tidak menambah trauma atau kerusakan
- Mengikutsertakan jaringan normal dibagian pinggir sekitar daerah yang
dicurigai
Biopsi insisi merupakan salah satu prosedur yang bisa digunakan untuk
mengkonirmasi kecurigaan terhadap tumor ganas. Area biopsi insisi seharusnya
di potret atau digambar dengan pengukuran sehingga daerah asal tumor menjadi
tidak sulit untuk ditemukan pada saat proses pengangkatan tumor berikutnya.
Biopsi eksisi bisa dipertimbangkan ketika lesi di kelopak mata kecil dan
tidak terlibatnya daerah di pinggir kelopak mata atau saat lesi di pinggir kelopak
mata yang berlokasi di sentral jauh dari kantus lateral atau pungtum lakrimal.
Biopsi eksisi harus diarahkan secara vertikal sehingga tidak terjadi traksi kelopak
mata. Jika pinggir dari daerah kelopak mata yang di eksisi positif terdapat sel
tumor, maka area yang terlibat harus di reeksisi secara pembedahan dengan
teknik Mohs mocrographic untuk mengetahui batas bawah atau teknik frozen-
section untuk mengetahui batas samping.
Beberapa pilihan terapi untuk karsinoma sel basal antara lain :
a. Bedah, dilakukan dengan mengeksisi tumor. Pilihan terapi bedah
antara lain :
- Eksisi dengan frozen section
- Bedah mikrografi Mohs
- Bedah dengan laser CO2
- Eksisi tanpa potong beku
Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di kelopak
mata. Bedah eksisi memberikan keuntungan dari diangkatnya tumor secara
keseluruhan dengan batas areanya dikontrol secara histologi. Tingkat
kekambuhan tumor pada terapi bedah lebih sedikit dan lebih jarang jika
dibandingkan jika diterapi dengan modalitas terapi lain.
Kambuhnya tumor yang sudah diangkat secara total, infiltrasi yang
lebih dalam, atau tumor tipe morphea dan tumor yang berada di kantus
medial dikelola dengan cara bedah mikrografi Mohs. Jaringan diangkat
secara lapis demi lapis dan dibuat tipis yang dilengkapi dengan gambar 3
dimensi untuk mengangkat tumor. Reseksi tumor secara mikrografik Mohs
paling sering digunakan untuk mengeksisi karsinoma sel basal dan
karsinoma sel skuamosa. Mikrografi eksisi bisa menjamin secara maksimal
jumlah jaringan yang sehat untuk tidak terlibat sehingga hanya area tumor
yang terangkat secara komplet. Kekurangan dari bedah mikrografi Mohs
ini adalah dalam mengidentifikasi batas tumor ketika tumor sudah
menginvasi daerah orbita.
Setelah dilakukan reseksi tumor, kelopak mata seharusnya
direkonstruksi dengan prosedur okuloplastik yang terstandar. Rekonstruksi
ini penting walaupun bukan merupakan hal yang mendesak, pembedahan
awal bertujuan untuk melindungi secara maksimal bola mata lalu diikuti
dengan memperbaiki sisa kelopak mata yang masih baik. Jika rekonstruksi
tidak bisa dilakukan segera, kornea harus dilindungi dengan cara
menempelkan atau sementara dengan cara menutup kelopak mata. Jika
defeknya kecil, maka granulasi jaringan secara spontan bisa menjadi
alternatif terapi.
Untuk lesi yang nodular, angka kekambuhan jika diterapi dengan
cryotherapy lebih besar daripada setelah diterapi secara pembedahan. Saat
cryotherapy digunakan untuk menangani diffuse sclerosing lesion, angka
kekambuhan tinggi. Selain itu, secara histologi pinggir area tidak bisa
dievaluasi dengan cryotherapy. Akibatnya, modalitas terapi ini dihindari
untuk lesi yang kambuh, lesi dengan diameter lebih dari 1 cm, dan lesi tipe
morphea. Lagipula, cryotherapy menimbulkan depigmentasi dan atropi
pada jaringan. Maka dari itu, cryotherapy untuk karsinoma sel basal pada
kelopak mata dijadikan cadangan terapi untuk pasien yang intoleran
terhadap pembedahan seperti pasien yang sangat tua yang aktifitasnya
terbatas di tempat tidur, atau pasien dengan kondisi medis yang serius yang
kontraindikasi untuk dilakukan intervensi bedah.
Jika tumor terbatas pada adneksa dilakukan eksisi 3-5 mm dari batas
makroskopis. Sedangkan jika tumor sudah menginvasi orbita, maka ada
dua pilihan terapi secara eksentrasi yaitu dengan mengangkat seluruh bola
mata disertai dengan adneksa mata dengan meninggalkan bagian tulang
saja, selain itu juga bisa dilakukan radioterapi. Jika sudah menginvasi
intrakranial harus dikonsultasikan ke bagian bedah saraf.
b. Non-bedah, dilakukan jika lokasi cukup sulit untuk dilakukan
pembedahan. Pilihan terapi non bedah yaitu :
- Radioterapi
- Kemoterapi
- Interferon
Terapi radiasi juga bisa dipertimbangkan sebagai terapi paliatif tetapi
untuk lesi periorbita sebaiknya dihindari. Kegunaan radiasi dalam hal ini
ialah untuk mengecilkan tumor sehingga memudahkan tindakan
rekonstruksinya dan tidak menyebabkan gangguan fungsi mata. Angka
kekambuhan jika diterapi dengan radiasi juga lebih tinggi jika
dibandingkan dengan terapi pembedahan. Ditambah lagi, kekambuhan
setelah radiasi sulit untuk dideteksi. Kekambuhan ini timbulnya lebih lama
setelah terapi awal dan lebih sulit untuk menangani secara pembedahan
karena telah terjadi perubahan dari struktur jaringan yang telah diradiasi
sebelumnya. Komplikasi yang terjadi akibat terapi radiasi diantanya adalah
timbulnya sikatrik pada kelopak mata, pembentukan scar pada drainase air
mata disertai dengan obstruksi, keratitis sica dan juga merangsang
timbulnya keganasan baru atau cedera pada bola mata yang timbul jika
bola mata tidak dilindungi selama terapi.
3.3.8 Komplikasi4
a. Endoftalmitis : tumor mengadakan invasi kedalam jaringan kelopak
sehingga terjadi kerusakan dan nekrosis. Kelopak mata mengalami
gangguan fungsi. Bila fungsi kelopak mata atas terganggu, maka terjadi
keratitis eksposur, kemudian ulkus kornea dan berakhir dengan
endoftalmitis.
b. Ekstensi ke jaringan sekitar : tumor tumbuh invasif dan destruktif ke
jaringan orbita, sinur paranasalis, rongga hidung dan rongga tengkorak.

3.4 Karsinoma sel skuamosa


Karsinoma sel skuamosa merupakan tumor ganas tersering kedua.
Umumnya sering muncul dari batas kelopak mata pada pasien yang tua yaitu 60
tahun keatas dan tersering pada pria dibanding wanita. Dapat mengenai kelopak
mata atas dan bawah juga kantus medial dan lateral. Etiologi karsinoma sel
skuamosa ataupun tumor intraepitel belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat
terpapar oleh zat aktinik atau kimia, sinar ultraviolet, terapi radiasi, iritasi yang
berlebihan, serta virus yaitu Virus Human Papilloma (HPV) dan obat-obatan
imunosupresif. Faktor resiko intrinsik ialah albinism, riwayat kelainan kulit
kronis, dan gangguan kulit genetik seperti xeroderma pigmentosum dan
epidermodysplasia verruciformis3.
Gejala klinis karsinoma sel skuamosa ialah lesi yang tidak nyeri,
berindurasi, nodular, atau plaque-like lesion dengan lesi kronis pada kulit.
Karsinoma sel skuamosa dapat bermetastasis ke kelenjar getah bening
preaurikular dan submandibular. Penemuan histologinya ditandai dengan
proliferasi tidak teratur dari sel epidermis turun ke sel dermis. Dalam bentuk
sempurnanya, sel ini berbentuk lingkaran seperti mutiara di tengahnya terdiri dari
lapisan keratin yang tipis6.
Terapi karsinoma sel skuamosa ialah dengan eksisi pembedahan
menggunakan monitor mikroskop atau Mohs’ microsurgery dan dapat juga
dengan terapi radiasi, kemoterapi, maupun terapi topikal3.
Gambar 13. Karsinoma sel skuamosa3

3.5 Karsinoma Kelenjar Sebasea


3.5.1 Epidemologi dan etiologi
Etiologi dari karsinoma kelenjar sebasea adalah idiopatik. Penyinaran okular
dan fasial untuk terapi retinoblastoma, acne, hemangiona kutan, dan eksema
merupakan faktor resiko terjadinya karsinoma kelenjar sebasea ini.
Jarang muncul pada anak-anak dengan frekuensi tertinggi muncul pada
orang dengan usia 57-73 tahun, namun juga dapat terkena pada anak dan dewasa
muda yang setelah radiasi untuk retinoblastoma. Karsinoma kelenjar sebasea
merupakan keganasan keempat pada daerah kelopak mata di Amerika Serikat dan
merupakan keganasan tertinggi kedua di Cina3,7.

3.5.2 Gejala dan tanda3,8


- Soliter nodul palpebra : merupakan bentuk tersering dari karsinoma
kelenjar sebasea ini, dimana nodul soliter, keras, tidak nyeri, berada
pada jaringan subkutan di tarsus. Pada perluasannya, tumor dapat
berwarna kekuningan karena mengandung lipid. Pada karsinoma
kelenjar sebasea yang berasal dari kelenjar Zeis maka lokasinya pada
margo palpebra dan perlengketan pada tarsus tidak keras.
- Diffuse thickening palpebra : pada difus yang unilateral, tumor dapat
berkembang pada epitel dari konjungtiva forniks atau bulbar bahkan
kornea. Apabila menyerang kelenjar Zeis maka akan didapatkan lesi
yang bertangkai, keratin, dan dapat menyebar menyerupai tanduk kulit.
Karsinoma kelenjar sebasea bisa menunjukan gambaran klinis berspektrum
luas. Biasanya berbentuk nodul yang kecil, keras seperti khalazion. Sering terlihat
seperti khalazion yang tidak khas dan berulang, menunjukan konsistensi yang
kenyal. Beberapa pasien dengan karsinoma kelenjar Meibom mempunyai
penebalan berbentuk plak yang difus dari tarsus atau sebuah pertumbuhan
berbentuk jamur atau papilloma menyerupai papilloma sel skuamosa atau
karsinoma sel skuamosa papilla.
Tempat predileksinya terdapat pada palpebra superior dan terlihat massa
berwarna kuning yang berisi lemak, massa ini juga dapat berupa papil-papil.
Tumor pada pinggir palpebra biasanya menyebabkan hilangnya bulu mata.
Biasanya lesi tidak nyeri, beindurasi atau berulkus diikuti dengan hilangnya silia
pada daerah khalazion berulang.

Gambar 14. Karsinoma kelenjar sebasea3

Gambaran histopatologi karsinoma kelenjar sebasea ialah adanya infiltrasi


massa tak berkapsul yang mengandung sel vakuola, frothy cytoplasm, nukleus
pleomorfik, dan mempunyai aktivitas mitotik yang tinggi. Lipid dapat dilihat
dengan pewarnaan oil red-O yang memberikan warna merah3.
3.5.3 Diagnosis banding
Diagnosis banding karsinoma sel sebasea menurut gejala klinis ialah
khalazion dan blepharoconjungtivitis/ keratokonjungtivitis, sedangkan secara
histopatologis dapat didiagnosis banding dengan karsinoma sel basal, karsinoma
mukoepidermoid, dan hemangioma.

3.5.4 Tatalaksana
Tatalaksana karsinoma kelenjar sebasea ialah terapi bedah. Pengobatan
bertujuan untuk mengangkat lesi yang ganas untuk mencegah penyebaran lokal
maupun sistemik. Pengobatan dari karsinoma kelenjar sebasea adalah operasi
eksisi yang adekuat dengan batasan operasi yang luas dengan kontrol potongan
beku segar untuk menggambarkan pinggiran tumor. Evaluasi nodul limfatik
diperlukan untuk menilai metastase. Jika terdapat keterlibatan difus dari kedua
bola mata atas dan bawah, diperlukan tindakan eksentrasi9,10.

3.5.5 Prognosis
Karsinoma kelenjar sebasea dari kelopak mata dapat berhubungan dengan
bagian agresif dan prognosa buruk. Indikator-indikator prognosa buruk antara
lain keterlibatan kelopak mata atas, durasi gejala lebih dari enam bulan, bentuk
pertumbuhan yang infiltratif, diferensiasi sebasea sedang sampai buruk, asal
multisentrik, karsinoma intraepitel, invasi vaskular dan saluran limfatik, invasi
ke orbita dan ukuran lebih dari 10 mm3,9.

3.6 Melanoma maligna


Melanoma merupakan tumor palpebra yang berpigmen. Melanoma hanya
ditemukan 1% dari keseluruhan lesi palpebra, namun lebih dari dua pertiga dari
semua kematian akibat kanker kulit di sebabkan melanoma maligna11. Mereka
yang paling berisiko untuk berkembangnya melanoma adalah kelompok yang
mempunyai riwayat melanoma dalam keluarga dan pasien dengan nevus
displastik. Kelompok berisiko tinggi adalah pasien dengan xeroderma
pigmentosa, pasien dengan limfoma non-Hodgkin, dan pasien dengan
transplantasi organ atau AIDS. Pasien melanoma memiliki risiko tinggi lima kali
lipat untuk mengidap melanoma kedua.
Ciri khas dari melanoma maligna adalah pigmentasi variabel (lesi dengan
tingkat warna coklat, merah, putih, biru atau hitam gelap) batas tidak tegas,
ulserasi dan perdarahan. Melanoma palpebra yang melibatkan konjungtiva
biasanya lebih agresif daripada yang terbatas di kulit palpebra.
Terapi bedah dapat dilakukan untuk alasan kosmetik atau kecurigaan
keganasan pada lesi jinak berpigmen. Prosedur pilihan untuk pengobatan
melanoma maligna kulit kelopak mata adalah eksisi bedah lebar dengan 1 cm
margin kulit dikonfirmasi oleh histologi. Pemotongan kelenjar getah bening
regional harus dilakukan untuk tumor yang lebih besar dari 1,5 mm secara
mendalam dan / atau untuk tumor yang menunjukkan bukti penyebaran vaskular
atau limfatik. Laser dapat digunakan untuk lesi berpigmen kelopak mata tertentu,
sebuah penelitian terbaru telah menunjukkan kasus uveitis bilateral setelah terapi
laser pada lesi kelopak mata berpigmen11.

Gambar 15. Melanoma maligna3


BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan pada mata kiri sejak
kurang lebih satu tahun yang lalu. Benjolan tersebut awalnya tidak disadari oleh
pasien, sehingga pasien tidak mengetahui awal bentuk benjolan tersebut serta
ukurannya.. Seiring berjalannya waktu, menurut keluarga pasien benjolan tersebut
semakin membesar, tetapi pasien tidak merasa apapun pada mata kirinya. Tumor
merupakan suatu massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan
tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian
walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Ciri khas
suatu tumor ialah pertumbuhannya yang kronis dan progresif12. Menurut pasien
sedikit terasa mengganjal pada kelopak mata kiri atasnya, keluhan nyeri pada
benjolan (-).Tumor merupakan suatu massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu
perubahan tersebut telah berhenti. Ciri khas suatu tumor ialah pertumbuhannya
yang kronis dan progresif12Pasien juga mengeluhkan adanya penglihatan kabur
pada mata kiri saat melihat jauh yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Tumor
merupakan suatu massa abnormal jaringan sehingga dengan pertumbuhannya di
palpebra dapat menyebabkan gangguan penglihtatanpada mata tersebut, Keluhan
seperti penglihatan ganda (-), tidak tahan cahaya (-), mata merah (-). Keluhan
dirasakan seperti ini baru dirasakan pertama kali.
Pasien merupakan seorang pensiunan PNS, selain itu pasien juga dalam
melakukan tugasnya tidak menggunakan pelindung mata/ kacamata. Salah satu
faktor predisposisi terjadinya tumor ialah paparan sinar matahari yang lama. Sinar
UV yang secara kronik mengenai stem cell kulit menyebabkan photoaging,
imunosupresi, dan fotokarsinogen. Fotokarsinogen melibatkan pembentukan
produk yang merusak DNA. Jika DNA repair gagal, maka akan terjadi mutasi
protoonkogen menjadi onkogen atau inaktivasi tumor supressor gene. Akumulasi
mutasi akibat fotokarsinogen menyebabkan tidak aktifnya tumor supressor gene
yang menyandi pembentukan protein penghambat proliferasi sel. Akumulasi
mutasi gen inilah yang berperan dalam memicu terjadinya karsinoma3.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa/ pembengkakan pada palpebra
inferior dengan ukuran berkisar 4x3x2 cm yang disertai dengan hiperemis pada
palpebra inferior dan tidak terdapat nyeri tekan pada massa tersebut. Pada
pemeriksaan juga didapatkan penurunan tajam penglihatan yang tidak berkaitan
dengan kelainan refraksi. Pembengkakan pada palpebra dapat disebabkan oleh
radang maupun bukan radang. Peradangan pada palpebra seperti hordeolum,
blefaritis, konjungtivitis, selulitis dan trauma akan mengakibatkan edema
palpebra. Tumor, khalazion, blefarokalasis, penyakit ginjal, dan penyakit jantung
merupakan penyebab edema palpebra non radang. Penurunan tajam penglihatan
yang tidak berkaitan dengan kelainan refraksi biasanya berkaitan dengan kelainan
organik maupun kekeruhan media penglihatan1.
Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan adanya massa pada daerah
periorbital sehingga didiagnosis sebagai tumor palpebradengan diferensial
diagnosis lipoma . Diagnosis pasti suatu tumor palpebra ialah dengan melakukan
biopsi jaringan.
BAB 5

KESIMPULAN

Tumor palpebra merupakan benjolan massa abnormal pada daerah sekitar


mata dan kelopak mata. Ciri khas suatu tumor ialah pertumbuhannya yang kronis
dan progresif. Tumor palpebra diklasifikasikan berdasarkan asal jaringan dari sel
dan sebagai tumor ganas maupun jinak. Tumor palpebra di kategorikan sebagai
tumor epidermal, tumor adneksa, tumor stroma, tumor sekunder, tumor
metastase, dan inflamasi dan infeksi yang menyebabkan neoplasma.
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
membantu mendiagnosis adanya suatu tumor palpebra, juga menyingkirkan
diagnosis lainnya. Namun diagnosis pasti tumor palpebra ialah dengan biopsi.
Tatalaksana tumor palpebra ialah dapat dilakukan dengan terapi pembedahan
maupun non bedah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti R. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015
2. American Academy of Ophtalmology. Orbit, Eyelids, and Lacrimal
System. Basic and Clinical Science course. 2016-2017
3. Pe’er Jacob, Singh AD. Clinical Ophtalmic Oncology. Eyelid and
Conjunctival Tumors. 2th ed. Germany: Springer; 2014
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Ilmu Penyakit Mata. Rumah Sakit Umum
dr. Soetomo: Surabaya.
5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. General Ophtalmology. 18 ed.
New York: McGraw & Hill; 2011
6. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology ed.4rd. New Delhi: New age
international ; 2007
7. Jiyo Shin, MD. Case Report: Sebaceous Cell Carcinoma of the Upper
Eyelid in an Older Patient. Avalaible at :
http://www.aafp.org/afp/2010/1101/p1046.html
8. Xu Yangfan, et all. Update on the Clinical Diagnosis and Management of
Ocular Sebaceous Carcinoma:a brief review of the literature. Department
of Ophtalmology: China. Onco Targets and Therapy; 2018
9. Michael L Glassman MD. Sebaceous Gland Carcinoma. 2010. Available
from: URL: http://emedicine.medscape.com/.
10. Sukmawati, T.T., Gabriela, R. Diagnosis dan Tatalaksana Karsinoma Sel
Basal. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara. Jakarta, Indonesia.
11. Mounir Bashour, MD, CM, FRCS(C), PhD, FACS. Pigmented Lesions
of the Eyelid. 2015. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/. Accessed 20 Agustus, 2019.
12. Robbins. Buku Ajar Patologi. Volume 1, ed 7. Jakarta: Badan Penerbit
Buku Kedokteran ECG; 2007

Anda mungkin juga menyukai