TUMOR PALPEBRA
Disusun Oleh :
Pembimbing :
2019
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
Pembimbing Klinik
Ditetapkan di : Kupang
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. JA
Umur : 67 tahun
No. MR : 518402
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Anamnesis :
Keluhan Utama : benjolan pada mata kiri sejak bulan 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan pada mata kiri sejak kurang lebih
satu tahun yang lalu. Benjolan tersebut awalnya tidak disadari oleh pasien,
sehingga pasien tidak mengetahui awal bentuk benjolan tersebut serta ukurannya..
Seiring berjalannya waktu, menurut keluarga pasien benjolan tersebut semakin
membesar, tetapi pasien tidak merasa apapun pada mata kirinya. Menurut pasien
sedikit terasa mengganjal pada kelopak mata kiri atasnya, keluhan nyeri pada
benjolan (-). Pasien juga mengeluhkan adanya penglihatan kabur pada kedua mata
saat melihat jauh yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, penglihatan ganda (-),
tidak tahan cahaya (-), mata merah (-). Keluhan dirasakan seperti ini baru
dirasakan pertama kali.
Riwayat Penyakit Dahulu : hipertensi (-), diabetes melitus (-), pemakaian
kacamata (-), trauma pada mata (-), infeksi pada mata (-)
Riwayat penyakit keluarga : Keluhan yang sama (-), hipertensi (-), diabetes
melitus (-)
Riwayat Pengobatan : -
Riwayat alergi : makanan (-), obat-obatan (-)
Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda Vital :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 16x/menit
Suhu : 36,5˚C
BB : 104 kg
TB : 180 cm
Status Oftalmologis
Pemeriksaan Radiologi :
Kesan :
Terapi : Rujuk
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
Panjang tepian bebas palpebra atau celah palpebra adalah 27-30 mm dan lebar 8-
11 mm. Kelopak mata atas lebih mobile daripada kelopak bawah, dapat dinaikkan
dengan m. Levator palpebra superior 15 mm dan dengan tambahan m. Frontalis lebarnya
di tambah 2 mm.
Gambar 7. Tarsus2
Gambar 8. Konjungtiva2
Vaskularisasi palpebra berasal dari sistem fasial, yang berasal dari a. Karotis
eksterna dan sistem orbital dari arteri karotis interna disepanjang percabangan arteri-
arteri oftalmika. Cabang terminal dari arteri oftalmika beranastomose dengan cabang
terminal dari arteri karotis eksterna. Pleksus superfisial dan profunda dari arteri
memperdarahi palpebra superior dan inferior. Arteri fasial menjadi arteri angular saat
melewati ke atas, depan dan samping hidung, dimana berfungsi sebagai tanda penting
pada dacryocystorhinostomy. Sistem drainase vena palpebra dapat dibagi menjadi 2
komponen yaitu sistem superfisial (pretarsal) yang mengalir ke vena jugularis interna
dan eksternal dan sistem profunda (posttarsal) yang mengalir ke sinus kavernosa2.
Pembuluh limfatik ada pada palpebra dan konjungtiva, namun tidak ada pada
orbita. Drainase limfatik dari kelopak mata sejajar dengan jalannya vena, dimana
kelompok medial yang mengalir ke kelenjar getah bening submandibular dan kelmpok
lateral yang mengalir ke kelenjar getah bening preauricular superfisial. Secara klinis,
pembengkakan kelenjar getah bening adalah tanda diagnostik beberapa infeksi mata
eksternal, termasuk adenoviral konjungtivitis2.
3.3.3 Patofisiologi
Radiasi telah terbukti menyebabkan pembentukan tumor melalui dua
mekanisme. Mekanisme pertama meliputi inisiasi dan prolong seluler proliferasi,
sehingga terjadi peningkatan kesalahan transkripsi yang menyebabkan
transformasi seluler. Mekanisme kedua yaitu secara langsung merusak replikasi
Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), menyebabkan mutasi dari sel yang
mengaktifkan protoonkogen atau deaktivasi tumor supresor gen.
Karsinoma sel basal pada kelopak mata adalah tumor epitel yang paling
umum, tetapi patogenensis dari molekuler genetik masih belum jelas. Mutasi p53
dapat menjadi bagian intergral dari sekuensial yang patogenik. Paparan sinar
ultraviolet (UV) spesifik dapat mengubah nukleotida dari tumor supresor gen p53
yang mengimplikasikan perkembangan onset dari karsinoma sel basal.
Secara imunologi, mekanisme paparan radiasi UV menyebabkan
perkembangan dari karsinoma sel basal melalui supresi sistem imum kulit dan
tidak responsifnya sistem imun terhadap tumor kulit. Efek lokalnya berupa
penurunan dari sel Langerhans, sel dendritik T-epidermal, T-helper, dan lebih
jauh lagi proliferasi T-suppresor sel dan melepaskan imunosupresi faktor (tumor
necrosis faktor alfa, interleukin-1, prostaglandin, interleukin-10)) yang diyakini
sebagain agen patogenik dalam perkembangan karsinoma sel basal.
Sinar UV yang secara kronik mengenai stem cell kulit menyebabkan
photoaging, imunosupresi, dan fotokarsinogen. Fotokarsinogen melibatkan
pembentukan foto produk yang merusak DNA. Jika DNA repair gagal, maka
akan terjadi mutasi protoonkogen menjadi onkogen atau inaktivasi tumor
supresor gen. Akumulasi mutasi akibat fotokarsinogen termasuk genetik deletion
menyebabkan tidak aktifnya tumor supresor gen yang menyandi pembentukan
protein penghambat proliferasi sel. Akumulasi gen inilah yang dapat memicu
terjadinya karsinoma sel basal5.
3.3.4 Klasifikasi
Secara klinis dan patologi, karsinoma sel basal dibagi menjadi empat tipe,
yaitu2 :
a. Karsinoma sel basal tipe nodular : merupakan manifestasi klinis
terbanyak dari karsinoma sel basal, keras, batas tegas, nodul seperti
mutiara disertai dengan telangiectasia dan sentral ulkus. Secara
histologi, tumor ini terbentuk dari sekumpulan sel basal yang asalnya
dari lapisan sel basal epitelium dan terlihat seperti pagar dibagian
pinggir. Pada tahap awal sulit ditemukan, dapat berwarna seperti kulit
norma, atau menyerupai kutil. Kumpulan sel atipik merusak permukaan
epitel, nekrosis di tengah karena lebih cekung dan timbul ulkus bila
sudah berdiameter ± 0,5cm yang pinggir tumor awalnya berbentuk
papular, meninggi, anular.
b. Karsinoma sel basal tipe morphea : tumor ini bersifat lebih agresif
dengan lesi bersifat keras, lebih datar dengan pinggir yang sulit
ditentukan secara klinis. Secara histologi, lesi terlihat berbentuk seperti
kawat tipis yang menyebar didaerah pinggir. Disekitar stroma terlihat
proliferasi dari jaringan penyambung menjadi pola fibrosis. Invasi dari
karsinoma sel basal ke orbita bisa terjadi karena pengobatn yang tidak
adekuat, klinis yang terlambat ditemukan serta karsinoma sel basal
dengan morphea
c. Karsinoma sel basal tipe ulseratif
d. Karsinoma sel basal tipe multisentrik atau superfisial: terjadi akibat
blefaritis kronis dan dapat menyebar ke bagian pinggir kelopak mata
tanpa disadari. Ukurannya dapat berupa plakat dengan eritema,
skuamasi halus dengan pinggir yang agak keras seperti kawat dan agak
meninggi. Warnanya dapat berbintik-bintik atau homogen.
3.3.5 Diagnosis
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Tumor ini umumnya ditemukan didaerah berambut, bersifat
invasif, jarang bermetastase. Dapat merusak jaringan di sekitarnya
terutama bagian permukaan bahkan sampai ke tulang (lokal destruktif)
serta cenderung untuk residif bila pengobatannya tidak adekuat.
Ulserasi dapat terjadi yang menjalar dari samping maupun dari arah
dasar, sehingga dapat merusak orbita.
Penderita dengan karsinoma sel basal biasanya tidak mengeluhkan
adanya nyeri walaupun tumor telah mengadakan destruksi yang luas ke
orbita, namun biasanya terdapat gejala epifora pada tumor terletak di
kantus internus dimana tumor menginfiltrasi pungtum dan duktus
nasolakrimalis. Penurunan visus sampai terjadi kebutaan pada
pertumbuhan tumor yang lanjut karena tumor akan merusak kelopak
mata bawah dan atas serta masuk ke rongga orbita. Dalam keadaan ini
akan terjadi keratitis eksposur karena kelopak mata atas tidak berfungsi
lagi kemudian berlanjut dengan terjadinya ulkus kornea sampai
endoftalmitis. Karsinoma sel basal mulai menstimulasi inflamasi kronis
dari bagian pinggir kelopak mata dan sering disertai dengan rontoknya
bulu mata (madarosis)2,4.
Tidak ada gambaran khas pada karsinoma sel basal ini, namun
pada umumnya tampak sebagai tumor dengan pembesaran ke arah
mendatar dengan tepi yang agak meninggi serta berlilin. Ditengahnya
berbentuk ulkus dengan tepi bernodul yang disebut ulkus roden4.
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan histopatologi pada jaringan biopsi tumor merupakan
pemeriksaan penentu diagnosis pasti. Pada pemeriksaan histopatologi
ditemukan sel-sel tumor yang menyerupai sel basal epitel, sel-sel yang
nukleusnya tidak mempunyai nukleoli tampak berkelompok dengan
gambaran seragam dan bersifat basofilik4.
3.3.6 Diagnosis banding
a. Karsinoma epidermoid
b. Melanoma maligna
c. Adenokarsinoma kelenjar kelopak mata
3.3.7 Tatalaksana2
Biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi kecurigaan secara klinis dari
karsinoma sel basal. Diagnosis yang secara akurat bisa dijamin jika pada setiap
biopsi insisional jaringan yang akan diperiksa :
- Mewakili keadaan lesi secara klinis
- Ukuran yang tepat untuk pemeriksaan secara histopatologi
- Tidak menambah trauma atau kerusakan
- Mengikutsertakan jaringan normal dibagian pinggir sekitar daerah yang
dicurigai
Biopsi insisi merupakan salah satu prosedur yang bisa digunakan untuk
mengkonirmasi kecurigaan terhadap tumor ganas. Area biopsi insisi seharusnya
di potret atau digambar dengan pengukuran sehingga daerah asal tumor menjadi
tidak sulit untuk ditemukan pada saat proses pengangkatan tumor berikutnya.
Biopsi eksisi bisa dipertimbangkan ketika lesi di kelopak mata kecil dan
tidak terlibatnya daerah di pinggir kelopak mata atau saat lesi di pinggir kelopak
mata yang berlokasi di sentral jauh dari kantus lateral atau pungtum lakrimal.
Biopsi eksisi harus diarahkan secara vertikal sehingga tidak terjadi traksi kelopak
mata. Jika pinggir dari daerah kelopak mata yang di eksisi positif terdapat sel
tumor, maka area yang terlibat harus di reeksisi secara pembedahan dengan
teknik Mohs mocrographic untuk mengetahui batas bawah atau teknik frozen-
section untuk mengetahui batas samping.
Beberapa pilihan terapi untuk karsinoma sel basal antara lain :
a. Bedah, dilakukan dengan mengeksisi tumor. Pilihan terapi bedah
antara lain :
- Eksisi dengan frozen section
- Bedah mikrografi Mohs
- Bedah dengan laser CO2
- Eksisi tanpa potong beku
Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di kelopak
mata. Bedah eksisi memberikan keuntungan dari diangkatnya tumor secara
keseluruhan dengan batas areanya dikontrol secara histologi. Tingkat
kekambuhan tumor pada terapi bedah lebih sedikit dan lebih jarang jika
dibandingkan jika diterapi dengan modalitas terapi lain.
Kambuhnya tumor yang sudah diangkat secara total, infiltrasi yang
lebih dalam, atau tumor tipe morphea dan tumor yang berada di kantus
medial dikelola dengan cara bedah mikrografi Mohs. Jaringan diangkat
secara lapis demi lapis dan dibuat tipis yang dilengkapi dengan gambar 3
dimensi untuk mengangkat tumor. Reseksi tumor secara mikrografik Mohs
paling sering digunakan untuk mengeksisi karsinoma sel basal dan
karsinoma sel skuamosa. Mikrografi eksisi bisa menjamin secara maksimal
jumlah jaringan yang sehat untuk tidak terlibat sehingga hanya area tumor
yang terangkat secara komplet. Kekurangan dari bedah mikrografi Mohs
ini adalah dalam mengidentifikasi batas tumor ketika tumor sudah
menginvasi daerah orbita.
Setelah dilakukan reseksi tumor, kelopak mata seharusnya
direkonstruksi dengan prosedur okuloplastik yang terstandar. Rekonstruksi
ini penting walaupun bukan merupakan hal yang mendesak, pembedahan
awal bertujuan untuk melindungi secara maksimal bola mata lalu diikuti
dengan memperbaiki sisa kelopak mata yang masih baik. Jika rekonstruksi
tidak bisa dilakukan segera, kornea harus dilindungi dengan cara
menempelkan atau sementara dengan cara menutup kelopak mata. Jika
defeknya kecil, maka granulasi jaringan secara spontan bisa menjadi
alternatif terapi.
Untuk lesi yang nodular, angka kekambuhan jika diterapi dengan
cryotherapy lebih besar daripada setelah diterapi secara pembedahan. Saat
cryotherapy digunakan untuk menangani diffuse sclerosing lesion, angka
kekambuhan tinggi. Selain itu, secara histologi pinggir area tidak bisa
dievaluasi dengan cryotherapy. Akibatnya, modalitas terapi ini dihindari
untuk lesi yang kambuh, lesi dengan diameter lebih dari 1 cm, dan lesi tipe
morphea. Lagipula, cryotherapy menimbulkan depigmentasi dan atropi
pada jaringan. Maka dari itu, cryotherapy untuk karsinoma sel basal pada
kelopak mata dijadikan cadangan terapi untuk pasien yang intoleran
terhadap pembedahan seperti pasien yang sangat tua yang aktifitasnya
terbatas di tempat tidur, atau pasien dengan kondisi medis yang serius yang
kontraindikasi untuk dilakukan intervensi bedah.
Jika tumor terbatas pada adneksa dilakukan eksisi 3-5 mm dari batas
makroskopis. Sedangkan jika tumor sudah menginvasi orbita, maka ada
dua pilihan terapi secara eksentrasi yaitu dengan mengangkat seluruh bola
mata disertai dengan adneksa mata dengan meninggalkan bagian tulang
saja, selain itu juga bisa dilakukan radioterapi. Jika sudah menginvasi
intrakranial harus dikonsultasikan ke bagian bedah saraf.
b. Non-bedah, dilakukan jika lokasi cukup sulit untuk dilakukan
pembedahan. Pilihan terapi non bedah yaitu :
- Radioterapi
- Kemoterapi
- Interferon
Terapi radiasi juga bisa dipertimbangkan sebagai terapi paliatif tetapi
untuk lesi periorbita sebaiknya dihindari. Kegunaan radiasi dalam hal ini
ialah untuk mengecilkan tumor sehingga memudahkan tindakan
rekonstruksinya dan tidak menyebabkan gangguan fungsi mata. Angka
kekambuhan jika diterapi dengan radiasi juga lebih tinggi jika
dibandingkan dengan terapi pembedahan. Ditambah lagi, kekambuhan
setelah radiasi sulit untuk dideteksi. Kekambuhan ini timbulnya lebih lama
setelah terapi awal dan lebih sulit untuk menangani secara pembedahan
karena telah terjadi perubahan dari struktur jaringan yang telah diradiasi
sebelumnya. Komplikasi yang terjadi akibat terapi radiasi diantanya adalah
timbulnya sikatrik pada kelopak mata, pembentukan scar pada drainase air
mata disertai dengan obstruksi, keratitis sica dan juga merangsang
timbulnya keganasan baru atau cedera pada bola mata yang timbul jika
bola mata tidak dilindungi selama terapi.
3.3.8 Komplikasi4
a. Endoftalmitis : tumor mengadakan invasi kedalam jaringan kelopak
sehingga terjadi kerusakan dan nekrosis. Kelopak mata mengalami
gangguan fungsi. Bila fungsi kelopak mata atas terganggu, maka terjadi
keratitis eksposur, kemudian ulkus kornea dan berakhir dengan
endoftalmitis.
b. Ekstensi ke jaringan sekitar : tumor tumbuh invasif dan destruktif ke
jaringan orbita, sinur paranasalis, rongga hidung dan rongga tengkorak.
3.5.4 Tatalaksana
Tatalaksana karsinoma kelenjar sebasea ialah terapi bedah. Pengobatan
bertujuan untuk mengangkat lesi yang ganas untuk mencegah penyebaran lokal
maupun sistemik. Pengobatan dari karsinoma kelenjar sebasea adalah operasi
eksisi yang adekuat dengan batasan operasi yang luas dengan kontrol potongan
beku segar untuk menggambarkan pinggiran tumor. Evaluasi nodul limfatik
diperlukan untuk menilai metastase. Jika terdapat keterlibatan difus dari kedua
bola mata atas dan bawah, diperlukan tindakan eksentrasi9,10.
3.5.5 Prognosis
Karsinoma kelenjar sebasea dari kelopak mata dapat berhubungan dengan
bagian agresif dan prognosa buruk. Indikator-indikator prognosa buruk antara
lain keterlibatan kelopak mata atas, durasi gejala lebih dari enam bulan, bentuk
pertumbuhan yang infiltratif, diferensiasi sebasea sedang sampai buruk, asal
multisentrik, karsinoma intraepitel, invasi vaskular dan saluran limfatik, invasi
ke orbita dan ukuran lebih dari 10 mm3,9.
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan pada mata kiri sejak
kurang lebih satu tahun yang lalu. Benjolan tersebut awalnya tidak disadari oleh
pasien, sehingga pasien tidak mengetahui awal bentuk benjolan tersebut serta
ukurannya.. Seiring berjalannya waktu, menurut keluarga pasien benjolan tersebut
semakin membesar, tetapi pasien tidak merasa apapun pada mata kirinya. Tumor
merupakan suatu massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan
tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian
walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Ciri khas
suatu tumor ialah pertumbuhannya yang kronis dan progresif12. Menurut pasien
sedikit terasa mengganjal pada kelopak mata kiri atasnya, keluhan nyeri pada
benjolan (-).Tumor merupakan suatu massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu
perubahan tersebut telah berhenti. Ciri khas suatu tumor ialah pertumbuhannya
yang kronis dan progresif12Pasien juga mengeluhkan adanya penglihatan kabur
pada mata kiri saat melihat jauh yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Tumor
merupakan suatu massa abnormal jaringan sehingga dengan pertumbuhannya di
palpebra dapat menyebabkan gangguan penglihtatanpada mata tersebut, Keluhan
seperti penglihatan ganda (-), tidak tahan cahaya (-), mata merah (-). Keluhan
dirasakan seperti ini baru dirasakan pertama kali.
Pasien merupakan seorang pensiunan PNS, selain itu pasien juga dalam
melakukan tugasnya tidak menggunakan pelindung mata/ kacamata. Salah satu
faktor predisposisi terjadinya tumor ialah paparan sinar matahari yang lama. Sinar
UV yang secara kronik mengenai stem cell kulit menyebabkan photoaging,
imunosupresi, dan fotokarsinogen. Fotokarsinogen melibatkan pembentukan
produk yang merusak DNA. Jika DNA repair gagal, maka akan terjadi mutasi
protoonkogen menjadi onkogen atau inaktivasi tumor supressor gene. Akumulasi
mutasi akibat fotokarsinogen menyebabkan tidak aktifnya tumor supressor gene
yang menyandi pembentukan protein penghambat proliferasi sel. Akumulasi
mutasi gen inilah yang berperan dalam memicu terjadinya karsinoma3.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa/ pembengkakan pada palpebra
inferior dengan ukuran berkisar 4x3x2 cm yang disertai dengan hiperemis pada
palpebra inferior dan tidak terdapat nyeri tekan pada massa tersebut. Pada
pemeriksaan juga didapatkan penurunan tajam penglihatan yang tidak berkaitan
dengan kelainan refraksi. Pembengkakan pada palpebra dapat disebabkan oleh
radang maupun bukan radang. Peradangan pada palpebra seperti hordeolum,
blefaritis, konjungtivitis, selulitis dan trauma akan mengakibatkan edema
palpebra. Tumor, khalazion, blefarokalasis, penyakit ginjal, dan penyakit jantung
merupakan penyebab edema palpebra non radang. Penurunan tajam penglihatan
yang tidak berkaitan dengan kelainan refraksi biasanya berkaitan dengan kelainan
organik maupun kekeruhan media penglihatan1.
Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan adanya massa pada daerah
periorbital sehingga didiagnosis sebagai tumor palpebradengan diferensial
diagnosis lipoma . Diagnosis pasti suatu tumor palpebra ialah dengan melakukan
biopsi jaringan.
BAB 5
KESIMPULAN
1. Ilyas S, Yulianti R. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015
2. American Academy of Ophtalmology. Orbit, Eyelids, and Lacrimal
System. Basic and Clinical Science course. 2016-2017
3. Pe’er Jacob, Singh AD. Clinical Ophtalmic Oncology. Eyelid and
Conjunctival Tumors. 2th ed. Germany: Springer; 2014
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Ilmu Penyakit Mata. Rumah Sakit Umum
dr. Soetomo: Surabaya.
5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. General Ophtalmology. 18 ed.
New York: McGraw & Hill; 2011
6. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology ed.4rd. New Delhi: New age
international ; 2007
7. Jiyo Shin, MD. Case Report: Sebaceous Cell Carcinoma of the Upper
Eyelid in an Older Patient. Avalaible at :
http://www.aafp.org/afp/2010/1101/p1046.html
8. Xu Yangfan, et all. Update on the Clinical Diagnosis and Management of
Ocular Sebaceous Carcinoma:a brief review of the literature. Department
of Ophtalmology: China. Onco Targets and Therapy; 2018
9. Michael L Glassman MD. Sebaceous Gland Carcinoma. 2010. Available
from: URL: http://emedicine.medscape.com/.
10. Sukmawati, T.T., Gabriela, R. Diagnosis dan Tatalaksana Karsinoma Sel
Basal. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara. Jakarta, Indonesia.
11. Mounir Bashour, MD, CM, FRCS(C), PhD, FACS. Pigmented Lesions
of the Eyelid. 2015. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/. Accessed 20 Agustus, 2019.
12. Robbins. Buku Ajar Patologi. Volume 1, ed 7. Jakarta: Badan Penerbit
Buku Kedokteran ECG; 2007