Anda di halaman 1dari 16

Proyektor dengan Rol Film 8 mm

Sekitar 1950-an sampai dengan 1970-an format film home video berbentuk rol
film seluloid 8 mm, dengan durasi sekitar 50 menit setiap rilnya. Ada juga yang 16 mm,
tetapi, yang paling umum di Indonesia adalah yang 8 mm.

Cara memutar filmnya dengan menggunakan proyektor. Bentuk proyektor bukan seperti
model proyektor sekarang, tetapi seperti gambar di bawah ini:

Proyektor video 1970-an (http://ian-partridge.com/tranp4.html)

Contoh home video dalam bentul rol film seluloid 8 mm (sumber: garasiopa.com)

Cara memutarnya, rol yang berisi pita film dipasang di bagian depan, ujung pita
filmnya dimasukkan ke slot yang tersedia, lalu putar sebuah knob ke arah depan.
Proyektor akan menjalankan pita film itu ke belakang, digulung ke rol kosong di bagian
belakangnya. Ketika pita film berjalan itulah film dimulai.
Saat pemutaran film, ruangan harus gelap, dan lampu film yang menayangkan film
diarahkan ke tembok putih, atau ke kain putih yang dibentangkan. Awalnya filmnya hitam-
putih dan bisu, kemudian berkembang menjadi film berwarna dan bersuara mono, lalu
stereo. Pada masa-masa itu juga film-film yang paling digemari antara lain film-film
komedi bisu dan hitam-putih Charlie Chaplin, lalu ada Abbot and Castello yang sudah
berwarna dan bersuara mono, dan film-film aksi seperti film-film cowboy-nya John
Wayne, Samson and Delilah, The Ten Commanments, Ben-Hur, Jason and the
Argonauts, dan lain-lain. Sebagai perbandingan, lihat contoh proyektor home theater
masa kini, di bawah ini:

Proyektor home theater Sony VPL-HW55ES (http://www.projectorreviews.com)

Kaset Video Betamax dan VHS


Sekitar 1975 merupakan awal dari perubahan teknologi video rumah, ketika Sony
meriliskan temuan terbarunya untuk menggantikan fungsi rol film seluloid 8 mm,
yaitu video kaset Betamax. Berbentuk kotak 156 × 96 × 25 mm dengan pita video di
dalamnya, di-encoding: PAL, NTSC, dan SECAM. Di Indonesia umumnya yang
digunakan yang PAL. Resolusi gambar videonya 350 x 311 pixel. Kemudian
dikembangkan dengan Super Betamax dengan resolusi 420 x 400 pixel. Durasi per kaset
mulai dari 30 menit (L-250), 2 jam 10 menit (L-500), dan 3 jam 10 menit (L-750).

Video player dengan teknologi terbaik di masanya, dengan gambar yang lebih tajam
dan tata suara Hi-Fi Stereo (sumber: wikiwand.com)
Kaset Video Betamax (www.terapeak.com)

Diputar dengan menggunakan VHS/Betamax player, gambar videonya ditayangkan


lewat televisi. Bersamaan dengan Betamax ada juga video kaset dengan format yang
lebih besar, dikembangkan oleh JVC dengan nama VHS(Video Home System), dengan
kwalitas gambar dan suara lebih sedikit di atas Betamax.
Karena ukuran fisik yang berbeda, maka player video kaset Betamax dan VHS tidak bisa
saling pakai. Betamax pada umumnya dipakai di Asia, sedangkan VHS pada umumnya
dipakai di Amerika dan Eropa.

Perbedaan ukuran kaset video Betamax dengan VHS (sumber: wikipedia.org)

Film-film dengan format VHS (sumber: http://www.telegraph.co.uk/)


Laser Disc (LD)

Logo Laser Disc (Wikimedia Commons)

Era video kaset home video baik dalam format Betamax, maupun VHS mulai
berakhir pada 1990-an, ketika Philips bersama dengan Pioneer Corp. mulai merilis
temuan terbaru mereka yang dinamakan Laser Disc (LD) yang dapat menayangkan
gambar dan suara yang jauh lebih bagus, sehingga mendekati kwalitas film di bioskop
ketika itu.

Tipe media yang digunakan LD adalah Optical Disc, dengan encoding: NTSC dan PAL.
Kapasitas gambar dan suara: 60 menit pada masing-masing sideA dan B untuk tipe CLV
discs, dan 30 menit per side untuk tipe CAV disc Ukuran cakram: diameter 11,81 inchi
(30 cm) sama dengan dimensi piringan hitam besar. Resolusi gambar LD adalah 560 x
480 pixel, lebih baik daripada Betamax dan VHS. Namun, LD tidak diminati di Amerika
dan Eropa, dikarenakan tidak efesien dengan ukurannya yang besar, risiko rusak:
tergores atau patah cukup besar.

Di masa itu, di Indonesia, dijual pula mesin teks bahasa Indonesia untuk setiap
LD film. Mesin penterjemah dan pembuat teks bahasa Indonesia itu mereknya “Kimura”.
Untuk mendapat teks bahasa Indonesia ada catridge-nya yang berbentuk kotak kecil
putih yang dimasukkan ke slot Kimura. Kimura dihubungkan dengan player LD. Tidak
semua LD film ada catridge teks bahasa Indonesia-nya.

Catridge Kimura untuk teks bahasa Indonesia pada film Laser Disc
(http://djejakmasa.blogspot.co.id/)

Mesin Kimura (kaktus.co.id)

DVD
dvd-video-logo-svg-594fd6d7ca23bd9939eb024e.png

Karena ketidakpraktisannya, LD tidak bertahan lama. Sekitar tahun 1995 adalah masa
dimulainya peralihan teknologi home video berformat LD ke DVD yang dikembangkan
oleh konsorsium Philips, Sony, Toshiba, dan Panasonic.
Pada awalnya DVD singkatan dari Digital Video Disc, namun karena ternyata dalam
perkembangannya cakram DVD tidak hanya bisa menyimpan video, tetapi juga data
lainnya seperti foto, gambar, audio, dan dokumen, maka kepanjangannya diubah
menjadi Digital Versatile Disc, atau cakram digital serba guna.

Format DVD jauh lebih kecil daripada LD, seukuran dengan CD, yaitu hanya berdiameter
4,7 inchi (12 cm), bandingkan dengan LD yang 11,8 inchi (30 cm).

Resolusi video DVD adalah 720 x 540 pixel.Tipe media: optical disc, dengan kapasitas
4,7 GB per side untuk single layer (pada umumnya), 8,5 GB per side untuk double layer.

Salah satu kelebihan DVD adalah adalah adanya menu “Search” dan “Chapters” pada
video (film)nya, yang membuat kita dengan mudah mencari adegan-adegan tertentu di
dalam suatu film: menit ke berapa, atau ada di chapter (bab) ke berapa, tinggal dipilih
dan dikontrol dan remote control.

Selain dengan DVD player, cakram DVD juga diputar di laptop.

DVD player (amazon.com)

DVD film (amazon.com)


Untuk membatasi aktifitas pembajakan, DVD home video dibagi atas 6 region, yaitu:
Region 1: Amerika Serikat dan Kanada, Bermuda, dan kawasan teritorial AS,

Region 2: Eropa (kecuali Rusia, Ukraina, dan Belarus), Jepang, Afrika Selatan, Timur
Tengah, Mesir, Leshoto, dan Greenland,

Region 3: Asia Tenggara,

Region 4: Amerika Latin dan Australia,

Region 5: Rusia, Asia (non-Asia Tenggara), dan Afrika,

Region 6: Tiongkok.

Namun pembagian region ini ternyata tidak efektif, terutama di Asia, karena produsen-
produsen DVD playerpada umumnya membuat DVD player mereka yang bisa memutar
beberapa region (multi region), atau bisa dibuka kunci region-nya.

Dengan berbagai keunggulannya DVD dapat bertahan lama, bahkan sampai sekarang,
meskipun sudah hadir pula teknogi video rumah terbaru yang jauh mengungguli DVD,
yaitu Blu-ray. DVD bisa bertahan karena harganya yang jauh lebih murah dibandingkan
dengan Blu-ray, perbandingan harganya sekitar 1:3.

VCD
vcd-594fd5b37693732f6f2317a5.png

Tak lama setelah dunia mengenal DVD, muncul juga teknologi serupa dengan kwalitas
setingkat di bawahnya, yaitu VCD (Video Compact Disc), dengan harga yang jauh lebih
murah daripada DVD (lebih dari separohnya).

VCD dikembangkan di era 1990-an juga oleh konsorsium Sony, Philips, Matsushita, dan
JVC, dengan spesifikasi sebagai berikut: tipe media yang digunakan optical disc,
encoding: MPEG-1 video + audio, kapasitas 800 MB ke atas, 45 menit per side. Di atas
VCD ada SVCD, atau Super VCD, tetapi tidak populer.

Dengan kapasitas yang terbatas itu, rata-rata satu film VCD terdiri dari 2-3 cakram.
Sedangkan resolusi gambar pada VCD hanya 352 x 288, membuat kwalitas gambar
videonya terlihat patah-patah. Suaranya pun hanya bisa stereo biasa.

Pada VCD juga tidak ada menu “Search” dan “Chapter” seperti pada DVD, sehingga sulit
untuk mencari adegan-adegan tertentu pada film VCD.

Karena kwalitasnya yang di bawah DVD, VCD tidak diminati di kawasan di luar Asia dan
Afrika. Di Amerika dan Eropa pada umumnya tidak mengenal VCD.
Di masanya, di Indonesia VCD beredar bersamaaan dengan DVD, baik di toko penjualan,
maupun di rental-rental, dengan peminat VCD mencapai sekitar 95 persen karena
(karena murah), dibandingkan dengan DVD.

Blu-ray Disc (BD)

Keterbatasan DVD dalam menyimpan data video dan suara sehingga masih terdapat
banyak kekurangannya adalah karena DVD menggunakan teknologi gelombang laser-
merah yang panjang gelombangnya 650 nano meter. Keterbatasan ini diatasi dengan
ditemukan teknologi baru di bidang cakram video, yang menggunakan teknologi
gelombang laser-biru dengan panjang gelombang hanya 405 nano meter.

Bentuk dan ukuran cakramnya secara kasat mata sama persis dengan DVD, dan CD,
tetapi kandungan teknologi yang ada pada BD sangat jauh di atas DVD. Teknologi baru
itu dinamakan dari warna teknologi laser-biru yang digunakan, yaitu Blu-ray Disc (BD).

Jika resolusi video tertinggi DVD hanya mencapai 720 x 540 pixel, dengan kapasitas data
pada umumnya hanya 4,7 GB (single layer), tertinggi 8,5 GB (double layer), maka
resolusi video BD adalah 1.920 x 1.080 pixel, dengan kapasitas data 25 GB untuk single
layer, dan 50 GB, dengan kwalitas video high definition (HD).

Teknologi terkini BD adalah pencapaian kwalitas gambar yang sudah di atas HD, dan
dinamakan Ultra HD 4K, dengan resolusi gambar minimal 3.840 x 2.160 pixel, kapasitas
mulai dari 50 GB sampai 100 GB. Mampu menyimpan video Ultra HD sampai berdurasi
9 jam, dan jika video dengan kwalitas standar (DVD) di simpan di BD Ultra HD, maka ia
mampu menampung video dengan durasi 23 jam.

Nama Ultra HD “4K” mengacu pada mengacu pada resolusi horisontalnya, yaitu: minimal
3840, dibulatkan 4.000 pixel (K =kilo = 1000. Jadi 4K = 4000).
Teknologi BD ini masih terus dikembangkan dengan berbagai variannya, di antaranya
adalah untuk video rumah selalu dibuat mengikuti teknologi bioskop kelas atas, yaitu
dengan beredar pula film BD dengan teknologi 3 Dimensi (3D).

Untuk bisa menonton BD 3D, maupun Ultra HD, diperlukan perangkat video yang juga
mendukung kedua teknologi tersebut, yaitu harus dengan BD player 3D, dan Smart TV
3D, demikian juga dengan untuk bisa menikmati film BD berformat Ultra HD (4K).

Jika menggunakan perangkat receiver dan proyektor home theater, maka untuk receiver
dan proyektor-nya juga harus sudah dilengkapi dengan teknologi Ultra HD, sedangkan
untuk BD 3D, proyektornya juga harus berteknologi 3D. Tentu saja untuk 3D harus juga
menggunakan kacamata khusus 3D, yang biasanya diberi 2 buah sebagai bonus, jika
kita membeli Smart TV 3D, atau proyektor 3D.

Flim Blu-ray Ultra HD 4K (amazon.com)


Kacamata 3D untuk home video (sony.com)

samsung-uhd-4k-blu-ray-player-4-594fdef8a723bd3e121dc918.jpg

Diagram perbandingan resolusi video (https://de-tekno.com/2015/03/apa-itu-ultra-hd-


atau-4k-tv/)
Seperti juga DVD, BD film juga dibagi atas tiga kawasan, tetapi seperti juga DVD,
pembagian kawasan ini juga tidak efektif, karena kunci kode wilayah pada BD player
umumnya bisa dibuka, sehingga bisa dipakai untuk memutar BD fil dari beberapa
wilayah.
A / 1: Amerika, dan dependensi mereka, Asia Timur (kecuali Cina dan Mongolia), dan
Asia Tenggara.

B / 2: Afrika, Asia Barat, Eropa (kecuali Belarusia, Rusia dan Ukraina), Australia, Selandia
Baru, dan dependensi mereka.

C / 3: Asia Tengah, Asia Timur (Cina dan Mongolia saja), Asia Selatan, Eropa Timur, dan
dependensi mereka.

Selain dari aspek kwalitas video-nya, BD juga mengembangkan teknologi suaranya,


sehingga sound-effect video rumah pun semakin canggih. Jika di bioskop kelas atas juga
ada yang dilengkapi dengan sound system Dolby Atmos, demikian juga teknologi video
rumah dengan format BD terbaru.

Dolby Atmos merupakan teknologi virtual reality suara yang memaksimalkan


penggunaan audio dalam penceritaan sebuah film. Teknologi ini juga memberikan
kebebasan kepada para filmmaker untuk menempatkan atau memindahkan suara ke
sudut mana pun di dalam gedung bioskop untuk menciptakan suasana seperti di
kehidupan nyata (21cineplex.com).

Sound systembioskop dengan Dolby Atmos yang baru digunakan di bioskop-bioskp


terkemuka dunia pada April 2012 (di Indonesia baru ada di bioskop-bioskop tertentu milik
Grup XXI sejak November 2013), menciptakan efek suara yang lebih nyata, membawa
efek seolah-olah kita berada di tempat kejadian pada film yang sedang kita tonton, itu
dikarenakan teknologi surround-nya yang benar-benar mengelilingi seluruh ruangan,
bukan hanya di lantai tempat duduk penonton, tetapi dari atas ke bawah.
Hanya saja untuk bia menikmati Dolby Atmos di rumah, cara terbaiknya adalah kita harus
menontonnya di ruang khusus home theater yang dilengkapi dengan perangkap home
thetare kelas atas (hi-end), yang untuk perangkat home theater-nya saja bernilai ratusan
juta sampai miliaran rupiah.

Perangkat home theater hi-end meliputi minimal: 1 unit Blu-ray player (minimal sudah
Ultra HD/3D), 1 unit receiver, 1 unit proyektor atau televisi Ultra HD minimal 60”, home
theater 1 set speaker (terdiri dari: sepasang speaker utama, 1 buah center speaker, 1
buah sub-woofer, sepasang surround speaker samping kiri dan kanan, sepasang
surround speaker kiri-kanan belakang).

Jika menghendaki sound system Dolby Atmos, maka perangkat-perangkat tersebu di


atas haruslah sudah didukung oleh teknologi suara Dolby Atmos tersebut, tentu saja
dengan konsekuensi harga yang lebih mahal lagi.

Teknologi Blu-ray pertama kali dikembangkan oleh Sony Corporation, dan diperkenalkan
pertama kali dalam bentuk protipe DVR Blue pada tahun 2.000 di CEATEC (Combined
Exhibition of Advanced Technologies), di Tokyo, Jepang. Merek dagang “Blu-ray”
pertama kali dipatenkan pada 9 Februari 2001, dan pada 19 Februari 2002, proyek ini
secara resmi diumumkan sebagai Blu-ray Project.

Selain Sony dan Pioneer, ada tujuh perusahaan elektronika raksasa lainnya yang
bergabung dalam proyek tersebut, yaitu Panasonic, Philips , Thomson , LG Electronics ,
Hitachi , Sharp , dan Samsung Electronics

Pada 20 Mei 2002, bersama dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT),


kesembilan produsen ini membentuk suatu konsorsium yang dinamakan “Blu-ray Disc
Founders” (BDF), dan agar lebih banyak perusahaan eletronika dan industri film
bergabung, pada 4 Oktober 2004 BDF berganti nama menjadi “Blu-ray Disc
Association” (BDA).
BDA adalah konsorsium industri yang mengembangkan dan lisensi teknologi Blu-ray
Disc dan bertanggung jawab untuk menetapkan standar format dan mempromosikan
peluang bisnis untuk Blu-ray Disc .

Pada 2006-2008, teknologi BD ini sempat bersaing dengan kelompok produsen


berteknologi tinggi setara lainnya yang dipimpin oleh Toshiba dan NEC, yang dinamakan
HD DVD, yang didukung oleh studio film besar Hollywood, Warner Bros Group (New
Line Cinema, dan HBO).

Dua format berteknologi tinggi ini mempunyai format pengkodean yang berbeda,
sehingga tidak kompatibel satu dengan yang lain, maka terdapat BD player yang dipimpin
Sony bersaing dengan HD DVD player yang dipimpin oleh Toshiba.

Hal ini membuat studio-studio film Hollywood terpaksa merilis filmnya dalam dua format
itu, tetapi yang terbanyak adalah yang mendukung format Blu-ray.

Persaingan itu juga mengingatkan orang terhadap persaingan antara kaset video
berformat Betamaxversus VHS, sebagaimana sudah diuraikan di atas.

Namun, tidak seperti persaingan ketat antara Betamax versus VHS, yang memakan
waktu sampai hampir sepuluh tahun, dengan masing-masing menguasai wilayahnya
(Betamax di Asia, VHS di AS dan Eropa), persaingan antara format Blu-ray dengan HD
DVD hanya memakan waktu sekitar dua tahun.

Studio-studio film Hollywood satu per satu memutuskan tidak lagi memproduksi film-
filmnya dalam format cakram HD DVD, dan hanya memproduksi format cakram Blu-ray.

Toko-toko retail besar DVD di AS pun, seperti Best Buy , Walmart , dan Circuit City,
dan di Kanada, seperti Future Shop pun menghentikan penjualan HD DVD, maka
kematian HD DVD pun hanya menunggu waktu.
Pada 19 Februari 2008 Toshiba mengumumkan akan mengakhiri produksi dan
pengembangan HD DVD sehingga secara langsung menyudahi perang format tersebut.

Anda mungkin juga menyukai