Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN IMUNISASI ANAK

OLEH :
GUSTI AYU KOMANG SRI SUNDARI
P07120213034
PRODI DIV SEMESTER VI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2016
LAPORAN PENDAHULUAN IMUNISASI

A. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 42 Tahun 2013).
Imun adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan
mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka serangan kuman tertentu. Jadi
imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin kedalam tubuh. (Depkes RI, 2000).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan
(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. (Yupi S, 2004).
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa,
tidak terjadi penyakit. (Ranuh dkk, 2001).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Imunisasi merupakan usaha memberikan
kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan antigen yang berupa virus atau
bakteri ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap
penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang di pakai
untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui
suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti vaksin Polio.
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal
terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor di
antaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi
antigen yang disuntikan, waktu antara pemberian imunisasi, mengingat efektif dan
tidaknya imunisasi tersebut akan tergantung dari faktor yang mempengaruhinya
sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak.

B. Jenis-Jenis Imunisasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 42 Tahun 2013, berdasarkan
sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan
imunisasi pilihan.
1. Imunisasi wajib
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk
seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi
wajib diberikan sesuai jadwal sebagaimana ditetapkan dalam pedoman
penyelenggaraan imunisasi. Imunisasi wajib terdiri atas:
a. Imunisasi rutin
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus
menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan
imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1
(satu) tahun. Jenis imunisasi dasar yaitu:
1) Bacillus Calmette Guerin (BCG)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau
yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG,
pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat seperti TBC pada
selaput otak, TBC milier (pada seluruh lapangan paru), atau TBC tulang.
Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis (TBC)
tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama
Mycobacterium tuberculosis complex. Imunisasi BCG ini merupakan
vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Menurut
Nufareni (2003), Imunisasi BCG tidak mencegah infeksi TB tetapi
mengurangi risiko TB berat seperti meningitis TB atau TB miliar.
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 kali dan waktu pemberian
imunisasi BCG pada umur 0 – 11 bulan, akan tetapi pada umumnya
diberikan pada bayi umur 2 – 3 bulan, kemudian cara pemberian imunisasi
BCG melalui intradermal. Efek samping pada BCG dapat terjadi ulkus
pada daerah suntikan dan dapat terjadi limfadenitis regional dan reaksi
panas. Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis.Cara
pemberian dan dosis imunisasi BCG :
a) Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu.
Melarutkan dengan menggunakan alat-alat suntik steril dan
menggunakan cairan pelarut (NacL 0,9 %) sebanyak 4 cc
b) Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali
c) Disuntikkan secara intracutan di daerah lengan kanan atas pada insersio
musculus deltoideus
d) Vaksin harus digunakan sebelum lewat 3 jam dan Vaksin akan rusak
bila terkena sinar matahari langsung. Botol kemasan, biasanya terbuat
dari bahan yang berwarna gelap untuk menghindari cahaya karena
cahaya atau panas dapat merusak vaksin BCG sedangkan pembekuan
tidak merusak vaksin BCG. Vaksin BCG di buat dalam vial, di mana
kemasannya ada 1 cc dan 2 cc.
e) Kontra indikasi : Uji Tuberculin > 5 mm, Sedang menderita HIV, Gizi
buruk, Demam tinggi, Infeksi kulit luas, dan Pernah menderita TBC
f) Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi umum seperti demam.
Setelah 1-2 minggu penyuntikan biasanya akan timbul indurasi dan
kemerahan di tempat suntikan yang akan berubah menjadi pustula dan
akan pecah menjadi luka dan hal ini tidak perlu pengobatan dan akan
sembuh spontan dalam 8-12 minggu dengan jaringan parut. Kadang-
kadang terjadi pembesaran kelenjar limfe di ketiak atau pada leher yang
terasa padat dan tidak sakit serta tidak menimbulkan demam. Reaksi ini
normal dan tidak memerlukan pengobatan dan akan hilang dengan
sendirinya.
2) Diphtheria Pertusis Tetanus (DPT)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit diphteri, pertusis dan tetanus. Imunisasi DPT ini merupakan
vaksin yang mengandung racun kuman diphteri yang telah dihilangkan
sifat racunnya akan tetapi masih dapat merangsang pembentukan zat anti
(Toxoid). Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali dengan
maksud pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap
pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ – organ tubuh
membuat zat anti, kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Waktu
pemberian imunisasi DPT antara umur 2 – 11 bulan dengan interval 4
minggu. Cara pemberian imunisasi DPT melalui intramuscular. Cara
pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Cara
memberiakn vaksin ini, sebagai berikut:
a) Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan
seluruh kaki telanjang
b) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi
c) Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk
d) Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat
e) Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk
ke dalam otot. Untuk mengurangi rasa sakit, suntikkan secara pelan-
pelan.
Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek
ringan seperti pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam
sedangkan efek berat dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih 4 jam,
kesadaran menurun, terjadi kejang, enchefalopati, dan syok.
3) Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi
pemberian imunisasi hepatitis 3 kali. Waktu pemberian imunisasi hepatitis
B pada umur 0 – 11 bulan. Cara pemberian imunisasi hepatitis ini adalah
intramuscular. Cara Pemberian dan Dosis imunisasi hepatitis B :
a) Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar suspense
menjadi homogeny
b) Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml secara IM sebaiknya pada
anterolateral paha.
c) Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x
d) Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dan selanjutnya dengan
interval waktu minimal 4 minggu.
e) Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin dan penderita infeksi berat
disertai kejang, masih diizinkan untuk pasien batuk/pilek.
f) Efek Samping
(1)Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakkan
disekitar tempat bekas penyuntikan.
(2)Reaksi sistemik seperti demam ringan, lesu dan perasaan tidak enak
pada saluran cerna
(3)Reaksi yang terjadi akan hilang dengan sendirinya setelah 2 hari.
4) Polio
Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit
poliomyelitis. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
a) Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk), mengandung virus polio
yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.

b) Oral Polio Vaccine (OPV = Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup

yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.

Frekuensi pemberian imunisasi Polio adalah 4 kali. Waktu pemberian

imunisasi Polio antara umur 0 – 11 bulan dengan interval 4 minggu. Cara

pemberian imunisasi Polio melalui oral. Cara pemberian dan dosis

imunisasi polio :

a) Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes di bawah lidah langsung dari


botol tanpa menyentuh mulut bayi. Diberikan 4 x dengan interval
waktu minimal 4 minggu
b) Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang
baru.
c) Kontraindikasi
(1) Pada individu yang menderita imunedeficiency tidak ada
efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian Polio pada anak
yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan misalnya sedang
menderita diare atau muntah, demam tinggi >38,5˚C, maka dosis
ulangan dapat di berikan setelah sembuh.
(2) Pasien yang mendapat imunosupresan
d) Efek samping
Pada umumnya tidak ada efek samping. Tetapi ada hal yang perlu
diperhatikan setelah imunisasi polio yaitu setelah anak mendapatkan
imunisasi polio maka pada tinja si anak akan terdapat virus polio
selama 6 minggu sejak pemberian imunisasi. Karena itu, untuk mereka
yang berhubungan dengan bayi yang baru saja diimunisasi polio supaya
menjaga kebersihan dengan mencuci tangan setelah mengganti popok
bayi.

5) Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular. Penyakit
infeksi ini disebabkan oleh virus morbilli yang menular melalui droplet.
Gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul
pada bagian telinga, dahi dan menjalar kewajah dan anggota badan. Selain
itu, timbul gejala seperti flu disertai mata berair dan kemerahan
(konjungtivitis). Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai hilang dan berubah
menjadi kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan
apabila sembuh , kulit akan tampak seperti bersisik. Imunisasi campak
diberikan pada anak usia 9 bulan sebanyak satu kali dengan rasional
kekebalan dari ibu terhadap penyakit campak berangsur akan hilang
sampai usia 9 bulan. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan.
Waktu pemberian imunisasi campak pada umur 9 – 11 bulan. Cara
pemberian imunisasi campak melalui subkutan kemudian efek sampingnya
adalah dapat terjadi ruam pada tempat suntikan dan panas.

2. Imunisasi lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan
tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi
lanjutan diberikan pada :
1) anak usia bawah tiga tahun (Batita)
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun
(Batita) terdiri atas Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB)
atau Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type
B (DPT-HB-Hib) dan Campak.
2) anak usia sekolah dasar
Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan
pada anak usia sekolah dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri
atas Diphtheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus diphteria (Td).
3) wanita usia subur
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur berupa
Tetanus Toxoid (TT).
3. Imunisasi tambahan
Imunisasi tambahan diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling
berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu
tertentu. Pemberian imunisasi tambahan tidak menghapuskan kewajiban
pemberian imunisasi rutin.
4. Imunisasi khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk
melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu.
Situasi tertentu antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh,
persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi
kejadian luar biasa. Jenis imunisasi khusus antara lain terdiri atas imunisasi
Meningitis Meningokokus, imunisasi demam kuning, dan imunisasi Anti
Rabies (VAR).
5. Imunisasi pilihan
Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada
seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dari penyakit menular tertentu. Jenis imunisasi pilihan dapat
berupa imunisasi Haemophillus influenza tipe b (Hib), Pneumokokus,
Rotavirus, Influenza, Varisela, Measles Mumps Rubella, Demam Tifoid,
Hepatitis A, Human Papilloma Virus (HPV), dan Japanese Encephalitis.
a. Imunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella)
Vaksin MMR bertujuan untuk mencegah Measles (campak),
Mumps (gondongan) dan Rubella merupakan vaksin kering yang
mengandung virus hidup, harus disimpan pada suhu 2–8 0C atau lebih
dingin dan terlindung dari cahaya. Vaksin harus digunakan dalam waktu
1 (satu) jam setelah dicampur dengan pelarutnya, tetap sejuk dan
terhindar dari cahaya, karena setelah dicampur vaksin sangat tidak stabil
dan cepat kehilangan potensinya pada temperatur kamar. Vaksin MMR
harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi campak, gondongan dan
rubella atau sudah mendapatkan imunisasi campak; anak dengan
penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung bawaan, kelainan
ginjal bawaan, gagal tumbuh, sindrom Down; anak berusia ≥ 1 tahun day
care yang centre, berada family day di care dan playgroups; dan anak
yang tinggal di lembaga cacat mental.

Kontra Indikasi:
1) Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau dengan
gangguan imunitas, yang mendapat pengobatan dengan imunosupresif
atau terapi sinar atau mendapat steroid dosis tinggi (ekuivalen dengan
2 mg/kgBB/hari prednisolon)
2) Anak dengan alergi berat (pembengkakan pada mulut atau
tenggorokan, sulit bernapas, hipotensi dan syok) terhadap gelatin atau
neomisin
3) Pemberian MMR harus ditunda pada anak dengan demam akut,
sampai penyakit ini sembuh
4) Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG dan
vaksin virus hidup) dalam waktu 4 minggu. Pada keadaan ini
imunisasi MMR ditunda lebih kurang 1 bulan setelah imunisasi yang
terakhir. Individu dengan tuberkulin positif akan menjadi negatif
setelah pemberian vaksin
5) Wanita hamil tidak dianjurkan mendapat imunisasi MMR (karena
komponen rubela) dan dianjurkan untuk tidak hamil selama 3 bulan
setelah mendapat suntikan MMR.
6) Vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah
pemberian imunoglobulin atau transfusi darah yang mengandung
imunoglobulin (whole blood, plasma). Dengan alasan yang sama
imunoglobulin tidak boleh diberikan dalam waktu 2 minggu setelah
vaksinasi.
7) Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV).
Sebenarnya HIV bukan kontra indikasi, tetapi pada kasus tertentu,
dianjurkan untuk meminta petunjuk pada dokter spesialis anak
(konsultan).
Dosis: Dosis tunggal 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan
dalam.
Jadwal:
1) Diberikan pada usia 12–18 bulan.
2) Pada populasi dengan insidens penyakit campak dini yang tinggi,
imunisasi MMR dapat diberikan pada usia 9 (sembilan) bulan.
b. Imunisasi Thypus Abdominalis
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit thypus abdominalis, dalam persediaannya, khususnya di
Indonesia terdapat 3 jenis vaksin thypus abdominalis diantaranya
kuman yang dimatikan, kuman yang dilemahkan (vivotif, berna), dan
antigen kapsular Vi Polysaccharide (Typhimvi, Pasteur meriux). Pada
vaksin kuman yang dimatikan, dapat diberikan untuk bayi 6 – 12 bulan
adalah 0,1 mL, 1 – 2 tahun 0,2 mL, dan 2 – 12 tahun adalah 0,5 mL,
pada imunisasi awal dapat diberikan sebanyak 2 kali dengan interval 4
minggu kemudian penguat setelah 1 tahun kemudian. Pada vaksin
kuman yang dilemahkan dapat diberikan dalam bentuk capsul enteric
coated sebelum makan pada hari 1, 2, 5, pada anak diatas usia 6 tahun
dan pada antigen kapsular diberikan pada usia diatas 2 tahun dan dapat
diulang tiap 3 tahun.
c. Imunisasi Varicella
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit varicella (cacar air). Vaksin varicella merupakan virus hidup
varicella zoster strain OK yang dilemahkan. Vaksin diberikan mulai
umur masuk sekolah (5 tahun) Pada anak ≥ 13 tahun vaksin di anjurkan
dua kali selang 4 minggu. Pada keadaan terjadi kontak dengan kasus
varisela, untuk pencegahan vaksin dapat diberikan dalam waktu 72 jam
setelah penularan (dengan persyaratan: kontak dipisah/tidak
berhubungan).
Kontra Indikasi:
1) Demam tinggi
2) Hitung limfosit kurang dari 1200/µl atau adanya bukti defisiensi
imun selular seperti selama pengobatan induksi penyakit
keganasan atau fase radioterapi
3) Pasien yang mendapat pengobatan dosis tinggi kortikosteroid (2
mg/kgBB per hari atau lebih)
4) Alergi neomisin
Dosis dan Jadwal: Dosis 0,5 ml suntikan secara subkutan, dosis
tunggal

d. Imunisasi Hepatitis A
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
hepatitis A.
Rekomendasi:
1) Populasi risiko tinggi tertular Virus Hepatitis A (VHA).
2) Anak usia ≥ 2 tahun,didaerahterutamaendemis.Padaanakusia>2
tahun antibodi maternal sudah menghilang. Di lain pihak,
kehidupan sosialnya semakin luas dan semakin tinggi pula paparan
terhadap makanan dan minuman yang tercemar.
3) Pasien Penyakit Hati Kronis, berisiko tinggi hepatitis fulminan bila
tertular VHA.
4) Kelompok lain: pengunjung ke daerah endemis; penyaji makanan;
anak usia 2–3 tahun di Tempat Penitipan Anak (TPA); staf TPA;
staf dan penghuni institusi untuk cacat mental; pria homoseksual
dengan pasangan ganda; pasien koagulopati; pekerja dengan
primata bukan manusia; staf bangsal neonatologi.

Kontra Indikasi:
Vaksin VHA tidak boleh diberikan kepada individu yang mengalami
reaksi berat sesudah penyuntikan dosis pertama
Dosis dan Jadwal:
1) Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien
2) Vaksin diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster bervariasi
antara 6 sampai 18 bulan setelah dosis pertama, tergantung produk
3) Vaksin diberikan pada usia ≥ 2 tahun

e. Vaksin Tifoid
Vaksin tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non
patogen yang telah dilemahkan, menimbulkan respon imun sekretorik
IgA, mempunyai reaksi samping yang lebih rendah dibandingkan
vaksin parenteral. Kemasan dalam bentuk kapsul. Penyimpanan pada
suhu 2 – 80C. Vaksin tifoid oral diberikan untuk anak usia ≥ 6 tah
Kontra Indikasi:
1) Vaksin Tifoid Oral
a) Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik,
sulfonamid atau antimalaria yang aktif terhadap Salmonella.
b) Pemberian vaksin polio oral sebaiknya ditunda dua minggu
setelah pemberian terakhir dari vaksin tifoid oral (karena vaksin
ini juga menimbulkan respon yang kuat dari interferon mukosa)
2) Vaksin tifoid polisakarida parenteral
a) Alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin.
b) Pada saat demam, penyakit akut maupun penyakit kronik
progresif.
Dosis dan Jadwal:
1) Vaksin tifoid oral
a) Satu kapsul vaksin dimakan tiap hari, satu jam sebelum
makan dengan minuman yang tidak lebih dari 370C, pada hari
ke 1, 3 dan 5.
b) Kapsul ke 4 diberikan pada hari ke 7 terutama bagi turis.
c) Kapsul harus ditelan utuh dan tidak boleh dibuka karena
kuman dapat mati oleh asam lambung.
d) Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun pada
individu yang terus terekspose dengan infeksi Salmonella
sebaiknya diberikan 3–4 kapsul tiap beberapa tahun.
e) Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah
mendapatkan imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih
makanan dan minuman yang higienis.
2) Vaksin tifoid polisakarida parenteral
a) Dosis 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan
pada daerah deltoid atau paha
b) Imunisasi ulangan tiap 3 tahun
c) Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah
mendapatkan imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih
makanan dan minuman yang higienis
f. Imunisasi HiB (Haemophilus influenza tipe B)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit influenza tipe B. Vaksin Hib adalah vaksin polisakarida
konyugasi dalam bentuk liquid, yang dapat diberikan tersendiri atau
dikombinasikan dengan vaksin DPaT (tetravalent) atau DpaT/HB
(pentavalent) atau DpaT/HB/IPV (heksavalent).
Kontra Indikasi: Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bayi
berumur 2 bulan karena bayi tersebut belum dapat membentuk
antibodi
Dosis dan Jadwal:
1) Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan, diberikan sebanyak 3
kali dengan jarak waktu 2 bulan.
2) Dosis ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan
terakhir.

Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan anak
dari berbagai penyakit, diharapkan bayi atau anak tetap tumbuh dalam keadaan
sehat. Pada dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri agar
berbagai kuman yang masuk dapat dicegah, pertahan tubuh tersebut meliputi
pertahanan nonspesifik dan pertahanan spesifik, proses mekanisme pertahanan dalam
tubuh pertama kali adalah pertahanan nonspesifik seperti complemen dan makrofag
dimana complemen dan makrofag ini yang pertama kali akan memberikan peran
ketika ada kuman yang masuk ke dalam tubuh. Setelah itu maka kuman harus
melawan pertahanan tubuh yang kedua yaitu pertahanan tubuh spesifik terdiri dari
system humoral dan seluler. System pertahanan tersebut hanya bereaksi terhadap
kuman yang mirip dengan bentuknya. System pertahanan humoral akan
menghasilkan zat yang disebut imonuglobulin (IgA, IgM, IgG, IgE, IgD) dan system
pertahanan seluler terdiri dari limfosit B dan limfosit T, dalam pertahanan spesifik
selanjutnya akan menghasilkan satu sel yang disebut sel memori, sel ini akan
berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah pernah masuk ke dalam
tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip imunisasi. Berdasarkan proses
tersebut diatas maka imunisasi dibagi menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan
imunisasi pasif.
1. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi
suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imonologi spesifik
yang menghasilkan respons seluler dan humoral serta sel memori, sehingga
apabila benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons.
Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya
antara lain :
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau
mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli sakarida,
toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.
b. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.
c. Preservatif, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk menhindari
tubuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.
d. Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk
meningkatkan imonogenitas antigen.
2. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara
pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses
infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari
ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi
mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.

C. Cara Pemberiaan Imunisasi


Berikut ini adalah cara pemberiaan dan waktu yang tepat untuk pemberian
imunisasi. Cara Pemberiaan Imunisasi Dasar. (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
42 Tahun 2013)
Jenis Dosis Cara Pemberian Tempat
Vaksin
Hepatitis B 0,5 ml Intra Muskuler Paha
BCG 0,05 ml Intra Kutan Lengan kanan atas
Polio 2 tetes Oral Mulut
DPT-HB-Hib 0,5 ml Intra Muskuler Paha untuk bayi
Lengan kanan
untuk batita
Campak 0,5 ml Sub Kutan Lengan kiri atas
DT 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas
Td 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas
TT 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas

Jarak minimal antar dua pemberian imunisasi yang sama adalah 4 (empat) minggu.
Tidak ada batas maksimal antar dua pemberian imunisasi.

D. Waktu Pemberiaan Imunisasi


Waktu Yang Tepat Untuk Pemberiaan Imunisasi Dasar (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 42 Tahun 2013)
Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak

Jadwal imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun

Umur Jenis Imunisasi


18 bulan DPT-HB-Hib
24 bulan Campak

Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar


Waktu
Sasaran Imunisasi
Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November

E. Rantai Dingin (Cold Chain)


Merupakan cara menjaga agar vaksin dapat digunakan dalam keadaan baik,
atau tidak rusak sehingga mempunyai kemampuan atau efek kekebalan pada
penerimanya, akan tetapi apabila vaksin diluar temperature yang dianjurkan maka
akan mengurangi potensi kekebalannya.
Dibawah ini potensi vaksin dalam temperature :

Vaksin 2 – 8oC 35 – 37o C

DT 3 – 7 tahun 6 minggu

Pertusis 18 – 24 bulan Dibawah 50% dalam 1 minggu

BCG
1 tahun
- Kristal Dibawah 20% dalam 3 – 14 hari
Dipakai dalam 1 kali
- Cair Dipakai dalam 1 kali kerja
kerja

Campak

- Kristal 2 tahun 1 minggu

- Cair Dipakai dalam 1 kali Dipakai dalam 1 kali kerja


kerja

Polio 6 – 12 bulan 1 – 3 hari

F. Pemberian Imunisasi
Apapun imunisasi yang diberikan, ada beberapa hal penting yang harus
diperhatikan perawat, yaitu sebagai berikut :
1. Orang tua anak harus ditanyakan aspek berikut.
a. Status kesehatan anak saat ini, apakah dalam kondisi sehat atau sakit,
b. Pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat sebelumnya,
c. Penyakit yang dialami di masa lalu dan sekarang.
2. Orang tua harus mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) terlebih dahulu sebelum menerima
imunisasi (informed consent). Pengertian mencakup jenis imunisasi, alasan
diimunisasi, manfaat imunisasi, dan efek sampingnya.
3. Catatan imunisasi yang lalu (apabila sudah pernah mendapat imunisasi
sebelumnya), pentingnya menjaga kesehatan melalui tindakan imunisasi.
4. Pendidikan kesehatan untuk orang tua. Pemberian imunisasi pada anak harus
didasari pada adanya pemahaman yang baik dari orang tua tentang imunisasi
sebagai upaya pencegahan penyakit. Perawat harus memberikan pendidikan
kesehatan ini sebelum imunisasi diberikan pada anak. Gali pemahaman orang tua
tentang imunisasi anak. Gunakan pertanyaan terbuka untuk mendapatkan
informasi seluas luasnya tentang pemahaman orang tua berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan anak melalui pencegahan penyakit dengan imunisasi
supaya dapat memberikan pemahaman yang tepat. Pada akhirnya diharapkan
adanya kesadaran orang tua untuk memelihara kesehatan anak sebagai upaya
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
5. Kontraindikasi pemberiaan imunisasi. Ada beberapa kondisi yang menjadi
pertimbangan untuk tidak memberikan imunisasi pada anak, yaitu:
a. Flu berat atau panas tinggi dengan penyebab yang serius
b. Perubahan pada system imun yang tidak dapat memberi vaksin virus hidup.
c. Sedang dalam pemberian obat-obat yang menekan system imun, seperti
sitostatika, transfuse darah, dan imonoglobulin
d. Riwayat alergi terhadap alergi terhadap pemberian vaksin sebelumnya seperti
pertusis.
C. INTERVENSI

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC Rasional


Tujuan Intervensi
1 Kesiapan meningkatkan NOC : NIC :
Immunization/ Vaciination
status imunisasi  Immune Status
Management
 Immunization Behavior 1. Saat anak mau bercerita dan
1. Kaji kesiapan anak dalam
Setelah diberikan asuhan mengungkapkan isi hatinya secara
meningkatkan status imunisasi
keperawatan selama waktu yang leluasa berarti ia telah menerima kita
anaknya, tanyakan apakah anaknya
telah direncanakan, diharapkan sebagai bagian dari lingkungan
pernah diimunisasi sebelumnya, jika
kesiapan keluarga dapat optimal kecilnya. Sebelum memulai tindakan
anak tidak mau bercerita, tunggu
dalam meningkatkan status imunisasi akan sangat efektif jika anak
beberapa saat, dan pada saat ia
imunisasi, dengan kriteria mau menerima petugas dalam
bercerita, berikan kesempatan untuk
evaluasi: lingkungan mereka.
anak memilih gayanya bercerita agar
a. Klien dapat meningkatkan lebih leluasa. 2. Pengalaman dapat menjadi pendukung
perilaku mencegah panyakit atau menjadi penghalang tergantung
2. Kaji pengalaman anak tentang
infeksi. dari bagaimana pengalaman itu
b. Klien dapat meningkatkan imunisasi, baik yang ia alami
dipahami oleh anak. Maka dari itu
pengenalan terhadap langsung atau yang ia ketahui dari
diperlukan adanya penelaahan oleh
kemungkinan masalah yang lingkungannya.
petugas agar imunisasi tidak
berkaitan dengan imunisasi.
c. Klien dapat meningkatkan meninggalkan kesan yang dekstruktif
pengenalan terhadap pemberi pada anak, terutama anak yang belum
3. Berikan image tentang imunisasi yang
imunisasi. pernah diimunisasi.
sederhana dan sesuai pemahaman
d. Klien dapat meningkatkan 3. Jujur dan terbuka apa adanya akan
anak, jangan mengada-ada atau
status imunisasi. membuat komunikasi lebih baik dan
e. Klien dapat meningkatkan berbohong pada anak.
tidak terkesan ada “topeng” dalam
pengetahuan tentang standar
pembicaraan, terutama saat kontak
imunisasi.
dengan anak mengenai tindakan invasif
f. Klien dapat meningkatkan
Keluarga:
dalam imunisasi.
pencatatan tentang imunisasi.
1. Kaji kesiapan keluarga dalam
Keluarga:
meningkatkan status imunisasi anak.
1. peran serta keluarga akan sangat
2. Kaji hambatan - hambatan yang membantu pemberian imunisasi pada
dihadapi keluarga saat imunisasi anak anak.
2. Hambatan dapat menjadi indikator
sebelum-sebelumnya.
3. Kaji respon dan penanganan yang sejauh mana keberhasilan imunisasi
dilakukan keluarga dalam telah tercapai.
3. Efek ikutan sering timbul pada beberapa
mengurangi/ menghilangkan efek
kasus imunisasi, penanganan yang tepat
ikutan yang timbul akibat imunisasi.
4. Berikan dukungan terhadap perilaku sangat diperlukan.
keluarga yang telah melakukan
4. Apresiasi akan meningkatkan semangat
imunisasi sebagai pencegahan dini
dalam usaha pencegahan penyakit dan
terhadap penyakit dan perbaiki
pemahaman yang menyimpang keluarga akan merasa telah melakukan
tentang imunisasi. hal yang baik untuk anaknya.
5. Tingkatkan kesiapan keluarga dalam
perilaku pencegahan dini penyakit
5. Imunisasi yang teratur dapat
misalnya melalui imunisasi
ditumbuhkan sejak dini sebagai bagian
selanjutnya dan pengenalan lebih
dalam usaha preventif terhadap penyakit
lanjut mengenai imunisasi.
infeksi.
6. Berikan gambaran jadwal imunisasi
anak sesuai usia. 6. Gambaran umum imunisasi yang wajib
serta anjuran untuk anak dapat
membantu orang tua dalam rangka
penentuan dan pencatatan tentang
imunisasi anak.

2 Kurang pengetahuan NOC NIC :


 Immunization/ Vaciination
keluarga (ibu) mengenai - Knowledge: disease promotion
Management
jadwal imunisasi, jenis - Knowledge: health behavior
 Health Education 1. Untuk mengetahui sejauh mana
imunisasi, dan efek 1. Mengkaji tingkat
pengetahuan keluarga pasien tentang
samping b/d kurang Setelah diberikan asuhan pengetahuan keluarga mengenai
gejala gejala yang muuncul tiba-tiba
terpajannya informasi. keperawatan selama waktu yang jadwal , jenis dan gejala yang dapat
telah direncanakan, diharapkan timbul setelah imunisasi diberikan 2. Untuk menambah iinformasi yang
orang tua mampu mengetahui 2. Memberikan HE diketahui agar dapat melakukan
jadwal dan jenis imunisasi serta kepada orang tua anak mengenai jenis imunisasi secara lengkap dan tepat.
mengatasi efek dari imunisasi pada imunisasi dasar yang harus di
anak dengan kriteria evaluasi: dapatkan pada anak serta waktu 3. Memberikan pengetahuan kepada orang
a. Keluarga
pemberian dan cara pemberiannya. tua pasien mengenai gejala-gejala tiba-
pasien dapat memahami 3. Jelaskan mengapa
tiba yang muncul, penyebabnya
mengenai gejala yang timbul gejala-gejala tersebut muncul. 4. Mengajarkan penanganan sederhana
setelah imunisasi dilakukan. yang tepat untuk mengatasi hal itu.
4. Memberikan HE
b. Keluarga
tentang penanganan efek imunisasi 5. Menambah pengetahuan ibu mengenai
pasien mampu melaksanakan
yaitu apa yang dapat dilakukan ibu- obat yang dapat dipakai untuk
prosedur yang seharusnya
ibu di rumah. menanggulangi gejala yang muncul
dilakukan dengan benar dan
5. Jelaskan jenis obat
akibat imunisasi serta cara
tepat.
yang diberikan oleh tenaga medis
c. Keluarga penggunaannya.
mulai dari fungsinya, dan cara
dapat menyebutkan kembali
pengkonsumsiannya untuk menangani
yang dikatakan oleh tim
efek yang dapat terjadi.
kesehatan sebelumnya.

3 Risiko hipertermi NOC : NIC :


Risk Control : Hyperthermia Temperature Regulation
berhubungan dengan
Setelah dilkaukan tindakan 1. Observasi kondisi kesehatan anak 1. Jika anak sedang sakit, imunisasi tidak
proses imunisasi
keperawatan selama 1x15 menit sebelum dan setelah imunisasi, disarankan untuk diberikan, karena
diharapkan : pastikan anak sehat untuk menjalani akan memperburuk kondisi pasien.
a) Tidak terjadi hipertermi pada
imunisasi Lihat pula kondisi anak setelah
anak diimunisasi karena dapat membuat
b) Keluarga dapat memberikan
pasien mengalami deman dan
penangan efektif jika risiko ini
2. Observasi tingkat pemahaman hipertermi pada beberapa imunisasi.
terjadi pada beberapa imunisasi 2. Untuk mengetahui sejauh mana
keluarga mengenai hipertermi dan
a. Kriteria Hasil :
pengetahuan keluarga dan
a) Bayi tidak menunjukan tanda – penanganannya
3. Beri pemahaman terhadap tanda – mempermudah penanganan.
tanda hipertermi (konvulsi, kulit
3. Meningkatkan pengetahuan keluarga
tanda hipertermi (ringan s.d berat)
kemerahan, kejang, takikardia,
4. Ajari keluarga cara sederhana pasien tentang hipertermi.
takipnea, dan kulit terasa 4. Menambah pengetahuan pada keluarga
menangani hipertermi ringan di rumah
hangat) pasien tentang tahap tahap penanganan
seperti kompres hangat dan pemberian
b) Suhu tubuh anak dalam batas
sederhana.
obat antipiretik.
normal (36-37,5°C)
c) Jika terjadi hipertermi, keluarga
tidak panik dan dapat
memberikan penanganan yang
tepat di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan (Handbook of Nursing
Diagnosis) Edisi 10. Jakarta : EGC.

Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta :


EGC.

Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Operasional Pelayanan Imunisasi. Jakarta.

Nurari, Amin Huda dan Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1.
Jogjakarta : MediAction Publishing.

Ranuh dkk. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : EGC.

Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai