Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi virus

akut yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditandai dengan demam 2-7 hari

disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia),

adanya hemokonsentrasi yang ditandai dengan kebocoran plasma (peningkatan

hematocrit, asites, efusi pleura, hipoalbuminemia), dapat disertai dengan gejala-

gejala tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri otot dan tulang, ruam kulit atau nyeri

belakang bola mata (Kemenkes RI, 2013). Insiden DBD ini erat kaitannya

dengan cuaca dan mencapai puncaknya pada awal dan akhir musim hujan (Iriani,

2012).

Menurut World Health Organisation (WHO) memperkirakan angka

terjadinya kasus DBD mengalami peningkatan secara drastis diseluruh dunia

dalam beberapa tahun terakhir lebih dari 2,5 milyar penduduk didunia, lebih dari

40% nya beresiko mengalami DBD. Saat ini, di perkirakan 50-100 juta orang di

seluruh dunia terinfeksi demam berdarah dengue setiap tahunnya (WHO, 2012).

Hanya sembilan negara yang di laporkan mengalami epidemi demam berdarah

yang cukup parah, akan tetapi untuk saat ini penyakit demam berdarah menjadi

endemik di berbagai negara di kawasan Afrika, Amerika, Mediterania Timur,

Asia Tenggara dan Pasifik Barat yang merupakan daerah yang paling serius

terkena dampak dari penyakit tersebut. Kasus demam berdarah di Amerika, Asia
2

Tenggara dan Pasifik Barat melebihi 1,2 juta kasus pada tahun 2008 dan lebih

dari 2,3 juta pada tahun 2010 (WHO, 2012).

Departemen kesehatan RI menyatakan seiring dengan meluasnya

daerah endemic DBD, angka terjadinya kasus demam berdarah di Indonesia

meningkat yaitu terhitung dari Januari-Oktober 2012, Demam Berdarah Dengue

(DBD) telah menelan 1.013 korban jiwa dari total penderita sebanyak 121.423

orang (CFR atau Case Fatality Rate (persentase angka kematian) : 0,83). Jumlah

ini meningkat dibandingkan periode tahun 2008 yaitu 953 orang meninggal dari

117.830 kasus (CFR : 0,81). Dari kasus yang dilaporkan selama tahun 2010,

tercatat 10 provinsi yang menunjukan kasus terbanyak, yaitu Jawa Barat (29.334

kasus 244 meninggal), DKI Jakarta (26.326 kasus 33 meninggal), Jawa Timur

(15.362 kasus 147 meninggal), Jawa Tengah (15.328 kasus 202 meninggal),

Kalimantan Barat (5.619 kasus 114 meninggal), Bali (5.334 kasus 8 meninggal),

Banten (3.527 kasus meninggal), Kalimantan Timur (2.758 kasus 34 meninggal),

Sumatera Utara (2.299 kasus 31 meninggal), dan Sulawesi Selatan (2.296 kasus

20 meninggal). Dan terdapat beberapa provinsi yang mengalami peningkatan

kasus dibandingkan tahun 2010 adalah Jambi, Bangka Belitung, Banten, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat dan Papua

(Depkes, 2010). Angka kesakitan penderita DBD per 100.000 penduduk pada

tahun 2012 adalah 34,3% sedangkan data tahun 2011 adalah 26,67%. Data tahun

2010 adalah 65,70%. (Incidence Rate/ angka kesakitan) IR DBD di Jawa Timur

terjadi peningkatan dari tahun 2011 sampai 2013. IR DBD pada tahun 2011 15,3

per 100.000 penduduk (Dinas Kependudukan Prov. Jawa Timur,2013). IR DBD


3

pada tahun 2012 yaitu 19,29 per 100.000 penduduk. IR DBD pada tahun 2013

yaitu 41,21 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan.Indonesia , 2013). Kasus

DBD kota Malang pada tahun 2013 sebanyak 15.342 kasus 147 meninggal.

Dari jumlah data tersebut, tertinggi kasus DBD ada di Kampung Baru .

dengan jumlah 29 kasus, disusul Kampung Gempur 22 kasus, Kampung Langsep

17 kasus, Kampung Barek 10 kasus dan Kampung jeruk 3 kasus.

Di Kecamatan lainnya, jumlah kasus DBD merata antara 1-3 kasus.

Hingga hari ini ada 103 kasus demam berdarah di Kabupaten Malang. Data ini

kami peroleh dari bidan desa di wilayah Desa Sumber Ngepoh Lawang per

Januari-Februari 2017.

Terapi suportif pada penderita DBD berupa pergantian cairan

intravena akibat terjadinya dehidrasi. Data terapi suportif terbanyak ialah

pemberian cairan kristaloid sebanyak 62 penderita (83.78%). Pada terapi DBD

derajat I dan II jenis cairan yang diberikan ialah kristaloid berupa

RL/Asering/NaCl 0,9% dan untuk DBD derajat III dan IV diberikan koloid

tunggal seperti gelofusin/gelofundin, plasma darah atau bila syok tetap terjadi

diberikan kombinasi kristaloid dan koloid (Rampengan dkk, 2011). Terapi

simptomatik pada penderita DBD merupakan pemberian terapi untuk mengatasi

gejala yang timbul. Ada beberapa jenis terapi simptomatik yang diberikan antara

lain: terapi antipiretik, terapi antasida dan antiulcer, terapi antiemetika, terapi
4

diuretik dan terapi sedatif. Pada terapi antipiretik, data hasil penelitian

menunjukkan terapi terbanyak ialah pemberian parasetamol sebanyak 58

penderita (78.38%) dan pemberian duplikasi ibuprofen dan parasetamol sebanyak

1 penderita (1.35%). Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh di atas

normal yaitu di atas 38°C dan pemberian parasetamol dianjurkan jika suhu tubuh

>38,50C (Hadinegoro, 2010).

Dampak peningkatan serta meluasnya penyebaran DBD dapat

berpengaruh terhadap perekonomian, dikarenakan kehilangan waktu kerja, waktu

pendidikan maupun biaya selama perawatan penderita DBD selama sakit, selain

itu jika tidak ditangani secara serius maka akan berdampak terhadap tingginya

angka kesakitan dan meningkatkan resiko terjadinya kematian penderita DBD

jika tidak ditangani secara cepat dan tepat. Demam Berdarah Dengue (DBD)

terjadi karena transmisi virus dengue berasal dari tubuh pasien yang sedang

terserang virus dengue. Terdapat dua jenis nyamuk aedes yang dua jenis itu

menggigit tubuh si pengidap virus, virus akan bersiklus hidup didalam tubuh

nyamuk. Nyamuk yang didalam tubuhnya sudah terjangkit virus, menukarkan

virus tersebut ke tubuh orang sehat dengan cara menggigitnya, begitu seterusnya

terjadi. Jika musim hujan tiba terdapat banyak genangan air yang menyebabkan

lingkungan menjadi lembab, kondisi seperti ini sangat disukai oleh nyamuk

untuk berkembang biak dengan cepat. Pengolahan lingkungan yang kurang baik

akan mempercepat penyebaran wabah demam berdarah. Oleh karena itu


5

kesadaran masyarakat akan lingkungan yang sangat penting dalam pencegahan

demam berdarah. Bila masyarakat kurang memperhatikan lingkungan dan tidak

mengindahkan himbauan pemerintah maka demam berdarah semakin cepat

menyebar dan setiap tahun akan meningkat (DEPKES RI, 2011).

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan cara pengendalian

vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya

penularan penyakit DBD. PSN sudah digalakkan pemerintah dalam hal ini

Departemen Kesehatan dengan semboyan 3M, yaitu menguras tempat

penampungan air secara teratur, menutup tempat-tempat penampungan air dan

mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk (Departemen

Kesehatan RI, 2015).

Kegiatan PSN sekarang berkembang menjadi 3M yaitu kegiatan 3M

yang diperluas dengan mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau

tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air

yang tidak lancar, menutup lubang-lubang pada potongan bambu atau pohon,

menaburkan bubuk larvasidasi, memelihara ikan pemakan jentik, memasang

kawat kassa, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan yang memadai.

Kegiatan 3M juga diperluas dengan upaya meningkatkan kebiasaan pada

masyarakat untuk menggunakan kelambu pada saat tidur siang, memakai obat

yang dapat mencegah gigitan nyamuk, dan menghindari kebiasaan menggantung

pakaian dalam ruangan rumah (Nurdiana Astuti Salawati, 2010).

Dari data di atas maka perlu dilakukan pemberantasan DBD dengan

mencegah perkembangan larvanya yaitu dengan melakukan program 3M. 3M


6

adalah program yang berisi kegiatan berupa : menguras tempat penampungan air,

menutup rapat tempat penampungan air, mengubur dan menyingkirkan barang

bekas, dan pengelolaan lingkungan berlanjut seperti meningkatkan kesadaran

akan kebersihan lingkungan dan sebagainya. Semakin tinggi kesadaran

masyarakat untuk melakukan 3M dan kesadran mengelola lingkungan, kasus

DBD akan menurun dengan sendirinya (Ulumuddin, 2010).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 30

oktober 2017, didapatkan data sebanyak 90 orang di RT 04 RW 01 Desa

Sumberngepoh Kecamatan Lawang Kabupaten Malang. Dan berdasarkan

wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang masyarakat, mayarakat

mengatakan kurangnya pengetahuan tentang 3M dengan upaya pencegahan

Demam Berdarah Dengue.

Dengan adanya fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Hubungan Pengetahuan Menguras, Menutup, Mengubur (3M) Pada

Masyarakat Dengan Upaya Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di

Wilayah Desa Sumber Ngepoh RT 04 RW 01 Kecamatan Lawang Kabupaten

Malang”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pernyataan Masalah

Kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi di

Desa Sumber Ngepoh Kecamatan Lawang Kabupaten Malang sangat

beresiko terhadap kesehatan masyarakat setempat, upaya pencegahan

DBD yang ada di desa tersebut mengalami kenaikan. Namun demikian


7

alasan atau penyebab belum diketahui secara pasti. Hal ini

menunjukkan pentingnya untuk menggali lebih dalam faktor apa yang

menyebabkan masalah tersebut muncul.

1.2.2 Pertanyaan Penelitian

Apakah ada hubungan antara pengetahuan menguras, menutup, dan

mengubur (3M) pada masyarakat dengan upaya pencegahan demam

berdarah dengue (DBD) di wilayah desa sumber ngepoh RT 04 RW 01

kecamatan lawang kabupaten malang?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan menguras, menutup, dan

mengubur (3M) pada masyarakat dengan upaya pencegahan demam

berdarah dengue (DBD) di wilayah desa sumber ngepoh RT 04 RW

01 kecamatan Lawang Kabupaten Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengetahuan menguras, menutup, dan mengubur

(3M) pada masyarakat dengan upaua pencegahan demam berdarah

dengue (DBD) di wilayah desa Sumber Ngepoh RT 04 RW 01

kecamatan lawang Kabupaten Malang.

2. Mengidentifikasi upaya pencegahan demam berdarah dengue (DBD)

di wilayah desa sumber ngepoh rt 04 rw 01 kecamatan lawang

kabupaten Malang.
8

3. Menganalisis hubungan pengetahuan menguras, menutup, dan

mengubur (3M) pada masyarakat dengan upaua pencegahan demam

berdarah dengue (DBD) di wilayah desa sumber ngepoh rt 04 rw 01

kecamatan lawang Kabupaten Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoris

Dapat di jadikan bahan masukan atau tambahan untuk

mengembangkan dan menyempurnakan ilmu pengetahuan yang sudah

ada.

1.4.2 Manfaat Praktisi

1. Bagi Tempat Peneliti (Desa Sumberngepoh)

Perawat akan lebih tahu dan mengerti tentang perilaku menguras,

menutup, dan mengubur (3M) tentang upaya pencegahan demam

berdarah dengue (DBD) pada masyarakat.

2. Bagi institusi pendidikan

Sebagai tambahan bahan kepustakaan dan perbandingan hubungan

perilaku menguras, menutup, dan mengubur (3M) pada masyarakat

dengan upaya pencegahan demam berdarah dengue (DBD).

3. Bagi Masyarakat (Responden)

Masyarakat akan lebih mengerti dan mengetahui tentang 3M didalam

masyarakat sehingga dapat merubah perilaku yang kumuh menjadi

lebih sehat.
9

4. Bagi Peneliti

Bagi Peneliti selanjutnya sebagai sumber dan sebagai bahan

perbandingan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis.

5. Bagi teman sejawat

Sebagai bahan informasi dan menambah pengetahuan serta informasi

untuk mengaplikasikan di dalam lingkungan tenaga kesehatan


10

10

Anda mungkin juga menyukai