Anda di halaman 1dari 49

JURNAL EKONOMI ISLAM

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH DALAM


PENGAKUAN PENDAPATAN ATAS PEMBIAYAAN MURABAHAH

(Studi Kasus Pada Bank BTN Syariah Pusat)

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI SYARIAH BERDASARKAN


PSAK 102 PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT SE-
KABUPATEN PATI
Laporan Hasil Magang
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Operasional Keuangan Syariah

Kelas U
Disusun oleh kelompok 6:
Nurul Inayah (21601082187)
Fatima Tuzaroh (21601082190)
Karina Oktavia (21601082192)
Nafa Risky Lestariwati (21601082198)
Aniswatin (21601082201)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2019
ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH DALAM
PENGAKUAN PENDAPATAN ATAS PEMBIAYAAN MURABAHAH
(Studi Kasus Pada Bank BTN Syariah Pusat)

Desi Kurniawati
Universitas Pamulang

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan akuntansi
perbankan syariah dalam pengakuan pendapatan atas pembiayaan murabahah.
Manfaat penelitian ini secara teoritis, penulis dapat menerapkan ilmu pengetahuan
yang didapat selama masa perkuliahan sehingga dapat digunakan sebagai tolok
ukur dalam melihat bagaimana penerapan akuntansi perbankan syariah dalam
pengakuan pendapatan atas pembiayaan murabahah pada PT. Bank BTN Syariah
Pusat.

Penelitian ini menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif, dimana dengan


metode ini penulis mencoba memperoleh gambaran dari keadaan yang
sesungguhnya. Kemudian penulis membandingkan antara praktek yang ada di
Bank BTN Syariah Pusat dengan teori yang didapat dari studi kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Bank BTN Syariah dalam
penerapan standar akuntansi pembiayaan murabahah telah sesuai dengan PSAK
No.102 dan metode pengakuan pendapatan yang dipakai oleh Bank BTN Syariah
yaitu metode proporsional, hal tersebut telah sesuai dengan PSAK No.102.

Kata kunci : Murabahah, Metode Proporsional, PSAK No.102

PENDAHULUAN

Seiring dengan dinamika era globalisasi khususnya dinamika keislaman


yang kian semakin mengalami berbagai macam persoalan baik dari segi
persaingan perbankan yang semakin banyak dan semakin berkopetensi khususnya
dalam dunia hukum maka akan terus meningkat dan semakin kompleks tuntunan
yang harus dilakuan khususnya bagi lembaga- lembaga perbankan yang kurang
memenuhi standar kapabelitas dan profesionalitas. Menurut UU RI No.7 Tahun
1992 Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak”.

Menurut Slamet Haryono (2009:81) Bank syariah adalah Bank yang


menjual produk-produknya dengan tata cara sesuai dengan hukum islam dan
menerima imbal jasanya dalam bentuk bagi hasil (ujrah) berdasarkan akad
(kesepakatan) antara bank dengan nasabah, masing-masing pihak menyediakan
informasi secara lengkap dan akurat (jujur) sebelum dan setelah akad, tidak ada
eksploitasi terhadap pihak lain serta tujuannya adalah mencari ridha Allah SWT.
Perbankan syariah mempunyai prinsip bagi hasil yang berbeda dengan perbankan
konvensional, ternyata lebih tangguh dan terbukti mampu bertahan pada krisis
moneter. Bahkan, sistem perbankan syariah sampai saat ini lebih berkembang dan
menjadi alternatif menarik bagi kalangan pengusaha sebagai pelaku bisnis,
akademisi sebagai penyedia sumber daya manusia dan masyarakat sebagai
pengguna jasa perbankan.

Bank BTN Syariah adalah Bank yang berdasarkan prinsip syariah atau
bank syariah juga berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi yaitu menyerap
dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat
yang membutuhakannya dalam bentuk pembiayaan. Bedanya dengan bank
konvensional, bahwa Bank BTN Syariah melakukan kegiatan usahanya tidak
berdasarkan bunga tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian
keuntungan.

TELAAH LITERATUR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Akuntansi Syariah
Definisi bebas dari akuntansi adalah identifikasi transaksi yang kemudian
diikuti dengan kegiatan pencatatan, penggolongan, serta pengikhtisaran transaksi
tersebut sehingga menghasilkan laporan keuangan yang dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan (Nurhayati & Wasilah, 2010). Definisi bebas dari syariah
adalah aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk dipatuhi oleh manusia
dalam menjalani segala aktivitas hidupnya di dunia. Jadi akuntansi syariah dapat
diartikan sebagai proses akuntansi atas transaksi-transaksi yang sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan Allah SWT.

Secara terperinci dan jelas teori dan peraktek akuntansi islam relative
belum terwujud, menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:145-146) karakteristik
akuntansi islam terdiri dari :

1. Penentuan Laba Rugi yang tepat


Walaupun penentuan laba rugi agak bersifat subjektif dan bergantung
nilai, kehati-hatian harus dilaksanakan agar tercapai hasil yang bijaksana
(sesuai dengan syariah) dan konsisten sehingga dapat menjamin bahwa
kepentingan semua piha pemakai laporan.
2. Mempromosikan dan menilai efisiensi kepemimpinan
Sistem akuntansi harus mampu memberikan standar berdasarkan hukum
sejarah untuk menjamin bahwa menejemen mengikuti kebijakan-kebijakan
yang baik.
3. Ketaatan kepada hukum syariah Setiap aktivitas yang dilakukan oleh unit
ekonomi harus dinilai halal haramnya. Faktor ekonomi tidak harus
menjadi alasan tunggal untuk menentukan berlanjut tidaknya suatu
organisasi.
4. Keterkaitan pada keadilan
Karena tujuan utama dari syariah adalah penerapan keadilan dalam
masyarakat seluruhnya, informasi akuntansi harus mampu melaporkan
setiap kegiatan atau keputusan yang dibuat untuk menambah ketidak
adilan dalam masyarakat.
5. Melaporkan dengan baik
Telah disepakati peranan perusahaan dianggap dari pandangan yang lebih
luas (pada dasarnya bertanggungjawab pada masyarakat secara
keseluruhan). Nilai sosial ekonomi islam harus diikuti dan dianjurkan.
Informasi akuntansi berada dalam posisi yang terbaik untuk melaporkan
hal ini.
6. Perubahan dalam praktik akuntansi
Peranan akuntansi yang demikian luas dalam kerangka islam memerlukan
perubahan yang sesuai dan cepat dalam praktek akuntansi sekarang.
Akuntansi harus mampu bekerjasama untuk menyusun saran-saran yang
tepat untuk mengikuti perubahan ini.

Perbankan Syariah

1. Pengertian Bank Syariah


Dalam Pasal 1 UU No.21 Tahun 2008, Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan Bank
Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Pada Pasal 1 ayat 7 UU No. 21 Tahun 2008, bank syariah adalah bank
yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Prinsip syariah adalah prinsip hukum
Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah.
2. Fungsi Bank Syariah
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank
konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk
pembiayaan. Perbedaannya terletak pada jenis keuntungan yang diambil bank
serta transaksi-transaksi yang dilakukan. Bank Syariah mengambil
keuntungan dengan yang disebut imbalan baik jasa maupun mark-up atau
profit margin serta bagi hasil. Sedangkan bank konvensional mengambil
keuntungan berdasarkan bunga.
3. Produk-produk Bank Syariah
Pada umumnya produk- produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu:
a. Produk penghimpun dana
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan
deposito. Prinsip operasional yang diterapkan dalam penghimpunan
dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
1) Prinsip wadi’ah
Wadiah berarti titipan dari suatu pihak lain, baik individu maupun
badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan oleh penerima
titipan. Wadiah dibagi menjadi 2 yaitu wadi’ah amanah dan wadiah
dhamanah, dimana wadi’ah amanah yaitu harta titipan tidak boleh
dimanfaatkan oleh yang dititipi, sedangkan wadiah dhamanah yaitu
pihak yang dititipi bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan
sehingga boleh dimanfaatkan.
2) Prinsip mudharabah
Mudharabah adalah akad atau perjanjian dalam bentuk kerjasama
antara dua atau lebih pihak pemilik modal (shohibul maal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan perjanjian pembagian keuntungan. Mudharabah terbagi
menjadi tiga yaitu mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah,
dan mudharabah musyarakah.
b. Produk penyaluran dana
1) Akad bagi hasil
a) Mudharabah
Mudharabah adalah akad atau perjanjian dalam bentuk kerjasama
antara dua atau lebih pihak pemilik modal (shohibul maal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan perjanjian pembagian keuntungan. Mudharabah terbagi
menjadi tiga yaitu mudharabah muthlaqah, mudharabah
muqayyadah, dan mudharabah musyarakah.
b) Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara kedua belah pihak atau
lebih untuk melakukan usaha tertentu dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan risiko
akan ditanggung sesuai dengan kesepakatan. Pada umumnya
transaksi ini dilandasi oleh adanya keinginan para pihak yang
bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang dimiliki secara
bersama-sama.
2) Akad jual beli
a) Murabahah
Murabahah adalah suatu kontrak jual beli dimana bank selaku
penyedia barang (penjual) dengan nasabah yang memesan untuk
membeli barang. Bank memperoleh keuntungan dari jual beli
yang disepakati bersama. Rukun dan syarat murabahah adalah
adanya penjual dan pembeli, objek jual beli, munculnya harga
barang, dan terjadinya kontrak antara penjual dan pembeli. Harga
jual bank adalah harga beli dari pemasok ditambah keuntungan
yang disepakati bersama sehingga nasabah mengetahui
keuntungan yang diambil oleh bank.
b) Ba’i salam
Ba’i salam adalah kontrak jual-beli dimana harga atas barang
yang diperjual- belikan dibayar dimuka sebelum barang
diserahkan kepada pembeli (prepaid purchase of goods). Melalui
cara ini harga barang dibayar dimuka pada waktu kontrak dibuat,
tetapi penyerahan barang dilakukan beberapa waktu kemudian.
Harga barang yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam
bentuk utang melainkan dalam bentuk tunai yang dibayarkan
segera.
Pembiayaan Murabahah
1. Pengertian Pembiayaan
Undang-undang perbankan syariah No. 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat
25 disebutkan bahwa yang dimaksud pembiayaan adalah penyediaan dana
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi
hasil, sewa menyewa jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank syariah/unit usaha syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau
bagi hasil.
Pembiayaan yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak
kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan,
baik dilakukan sendiri maupun lembaga atau dengan kata lain pembiayaan
adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung untuk investasi
yang telah direncanakan (Muhammad, 2005:17). Menurut M. Syafi’I
Antonio (2007) menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu
tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.

2. Fungsi Pembiayaan
a. Meningkatkan daya guna uang
b. Meningkatkan daya guna barang
c. Meningkatkan peredaran uang

3. Pengertian Murabahah
Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu
yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan) (al-Qaamus al-Muhith
hal. 279). Menurut Widodo (2010:19) Murabahah berasal dari kata “Ribh”
yang berarti keuntungan laba atau tambahan.
Al-Qur’an juga telah menjelaskan akad murabahah dalam Surat Al-
Baqarah Ayat 275 yang berbunyi bahwa Allah SWT menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Hadis Riwayat Al-Baihaqi, Ibnu Majah, dan
shahih menurut Ibnu Hibban juga menyebutkan dalam kegiatan jual beli
itu harus dilakukan suka sama suka. Sehingga sesungguhnya akad
murabahah sudah mempunyai dasar syariah untuk dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Metode Penentuan Harga Jual dalam Murabahah

Menurut Wiyono dan Maulamin (2012:135), dalam ba’i Al murabahah,


syariah memperbolehkan bank untuk mengambil keuntungan atau laba atas
transaksi tersebut yang disebut marjin. Marjin adalah laba kotor atau tingkat
selisih antara biaya produksi dan harga jual di pasar (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008:879). Dalam menentukan keuntungan ada beberapa cara, yakni
sebagai berikut:

1. Bank menentukan keuntungan dari jumlah dana yang dipinjam oleh nasabah
untuk membeli barang ke bank tersebut sebesar yang disepakati kedua belah
pihak, misalnya 20% dari pokok pinjaman. Rumus harga jual (cara pertama) :

Harga Jual = Harga Pokok Aktiva Murabahah (Jumlah Pembiayaan) + (mark up laba*n tahun)

2. Atas dasar dana yang dipinjam oleh nasabah, bank syariah menerapkan
keuntungan transaksi misalnya 20%. Rumus harga jual (cara kedua) :

Harga Jual = Harga Pokok Aktiva Murabahah (Jumlah Pembiayaan) + (Inflasi*n) tahun + mark up

3. Dalam penentuan harga jual bank, bank dapat menerapkan metode penetapan
harga jual berdasarkan cost plus mark up. Rumus harga jual (cara ketiga) :

Harga Jual = Harga Pokok Aktiva Murabahah (Jumlah Pembiayaan) + Cost Recovery + mark up

4. Cost recovery adalah bagian dari estimasi biaya operasi bank syariah yang
dibebankan kepada harga pokok aktiva murabahah atau pembiayaan. Rumus
perhitungan cost recovery :
Cost Recovery = (Harga Pokok Aktiva Murabahah atau Pembiayaan) * Estimasi biaya operasi satu tahun

Mark up atau laba ditentukan sekian persen dari harga pokok aktiva
murabahah atau pembiayaan, untuk menghitung margin murabahah maka kita
dapat menghitung dengan rumus :
Margin Murabahah = (Cost Recovery + mark up) / Harga Pokok Aktiva Murabahah (Pembiayaan))

Pendapatan atau Margin Murabahah

1. Pengertian Pendapatan
Tujuan utama perusahaan adalah memperoleh laba atau profit dapat
tercapai bila diperoleh pendapatan. Pendapatan yaitu merupakan tukar
(imbalan) nilai barang atau jasa. Menurut PSAK Nomor 23 paragraf 6 bahwa
Pendapatan adalah arus masuk bruto dan manfaat ekonomi yang timbul dari
aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal.
Pendapatan merupakan hasil yang diterima dari pengelolaan yang
berasal dari aktivitas atau kegiatan usaha perusahaan, maka pendapatan yang
besar akan menghasilkan profit yang besar pula. Jumlah pendapatan yang
timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh pihak perusahaan dan
pembeli atau pengguna asset tersebut. Jumlah tersebut diukur dengan nilai
wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima perusahaan dikurangi
jumlah diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan oleh perusahaan.

Standar Akuntansi Murabahah

Standar akuntansi tentang jual beli murabahah mengacu pada Peraturan


Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 102 tentang Akuntansi Murabahah
yang mulai berlaku secara efektif per 1 Januari 2008. PSAK No. 102
menggantikan PSAK No. 59 yang menyangkut tentang pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan murabahah. Menurut PSAK No. 102, ketentuan
akuntansi yang diatur dalam akuntansi murabahah dapat diterapkan untuk
lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi
murabahah baik sebagai penjual maupun pembeli.

Pengakuan dan Pengukuran

1. Pada saat perolehan, asset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya
perolehan. Dalam transaksi ini entitas syariah akan mencatat, sebagai berikut
:
Nama Akun Debit Kredit
Persediaan Murabahah Rp 000
Kas Rp 000

2. Pengukuran persediaan murabahah setelah perolehan terbagi dua yaitu aktiva


tersedia untuk dijual dalam murabahah pesanan mengikat dan pesanan tidak
mengikat. Adapun pengukuran untuk aktiva tersedia untuk dijual dalam
murabahah pesanan mengikat adalah sebagai berikut :
a. Dinilai sebesar biaya perolehan, dan Jika terjadi penurunan nilai aktiva
karena usang, rusak, atau kondisi lainnya, penurunan nilai tersebut diakui
sebagai beban dan mengurangi nilai aset. Dalam hal terjadi penurunan
nilai, maka akan dicatat yakni sebagai berikut :
Nama Akun Debit Kredit
Beban Penurunan Nilai Rp 000
Persediaan Murabahah Rp 000

Kerugian penurunan dilaporkan di laporan laba rugi sebagai beban lain-


lain dan persediaan murabahah akan berkurang sebesar nilai kerugian
tersebut.
Nama Akun Debit Kredit
Kerugian Penurunan Nilai Persediaan Murabahah Rp 000
Cadangan Penurunan Nilai Persediaan Murabahah Rp 000

Penyajian Murabahah
1. Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat
direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah yang dikurangi penyisihan
kerugian piutang.
2. Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra
account) piutang murabahah.
3. Beban murabahah tangguhan disajikan sebagi pengurang (contra account)
utang murabahah.

Pengungkapan Murabahah

1. Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah,


tetapi tidak terbatas pada :
a. Harga perolehan asset murabahah
b. Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai
kewajiban atau bukan; dan
c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
2. Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah,
tetapi tidak terbatas pada :
a. Nilai tunai asset yang diperoleh dari transaksi murabahah
b. Jangka waktu murabahah tangguh
c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

METODOLOGI PENELITIAN

Ruang Lingkup Penelitian

Metodologi Penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk


mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan
dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan
untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang bisnis
(Sugiyono, 2010:5).
Jadwal dan Lokasi Penelitian

Dalam mengumpulkan dan mendapatkan data, penulis melakukan


penelitian langsung pada bulan September 2014. Lokasi penelitian ini di Bank
BTN Syariah yang beralamat di Menara BTN Lt. 9 Jln. Gajah Mada No.1 Jakarta
Pusat 10130. Penelitian ini hanya mencangkup atas transaksi pembiayaan
murabahah yang dilakukan oleh PT. Bank BTN Syariah.

Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah model penelitian kualitatif


sebagai penelitian dengan beberapa karakteristik yaitu dilakukan pada kondisi
yang alamiah, bersifat deskriptif, menekankan pada proses, analisis data secara
induktif, serta lebih menekankan pada makna (Sugiyono, 2011:13).

Jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis Penelitian deskriptif adalah


penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang
terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-
masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui
penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian
yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap
peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti bisa tunggal (satu variabel) bisa juga
lebih dan satu variabel (Surya Dharma, 2008).

Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

a. Sumber data
1. Data primer
Menurut Danang Sunyoto (2011:141) data primer yaitu data yang diper
oleh langsung dari sumber atau objek penelitian, meliputi karakteristik
responden terhadap variabel penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi literatur, dengan
mempelajari buku-buku serta majalah dan sumber lain yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Data ini mendukung keakuratan dan
kebenaran data primer (Jogiyanto, 2011:18).

b. Teknik pengumpulan data


Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses
yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara
yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Keuntungan penelitian observasi adalah hasilnya lebih akurat dan sulit
untuk dibantah, sedangkan kerugiannya adalah banyak kejadian dan
keadaan objek yang sulit diobservasi, terutama yang menyangkut
kehidupan pribadi yang sangat rahasia (Sugiono, 2010:203). Objek
penelitian sebagai teknik pengumpulan data yang berkaitan dengan
pembiayaan murabahah dan perhitungan pendapatan murabahah Bank
BTN Syariah.
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit/kecil (Sugiono,2010:194). Dalam teknik
pengumpulan data ini untuk mengetahui bagaimana penerapan pengakuan
pendapatan atas pembiayaan murabahah Bank “X” Syariah.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh dari
catatan-catatan yang dimiliki lembaga. Teknik ini digunakan untuk
memperoleh data tentang dokumen, catatan, prosedur, dan sistem yang
berhubungan dengan pengakuan pendapatan atas pembiayaan murabahah.
4. Teknik Kepustakaan
Penulis menempuh penelitian kepustakaan ini dengan maksud agar
memperoleh berbagai data dan/atau informasi yang relevan dengan
masalah yang diteliti. Adapun kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini,
yaitu dengan mengumpulkan berbagai data ataupun informasi yang
berkaitan dengan yang diperoleh dari kepustakaan Fakultas Ekonomi
Universitas Pamulang maupun dari kepustakaan Fakultas Ekonomi
Universitas lainnya, serta dari sumber lainnya yang relevan dengan
masalah yang sedang dibahas.
5. Studi Literatur
Peneliti melakukan penelitian dengan cara mengumpulkan dan
mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan akuntansi perbankan
syariah terutama mengenai pembiayaan murabahah dan peraturan-
peraturan pemerintah yang berkaitan dengan hal tersebut.

Metode Analisis Data


Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif.
Metode deskriptif dapat diartikan dengan menggambarkan keadaan subjek atau
objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat, dan yang
lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa
adanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Umum Penelitian
1. Sejarah PT. Bank BTN Syariah
Berawal dengan adanya perubahan peraturan perundang-undangan
perbankan oleh pemerintah dari UU Perbankan No.7 tahun 1992 menjadi
perbankan No. 10 tahun 1998, dunia perbankan nasional menjadi marak
dengan fenomena boomingnya bank syariah. Persaingan dalam pasar
perbankan pun kian ketat. Belum lagi dengan dikeluarkannya PBI No. 4/ 1/
PBI/ 2002 tentang perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional
menjadi bank umum berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum
konvensional, jumlah bank syariah pun kian bartambah dengan banyaknya
UUS (Unit Usaha Syariah). Maka manajemen PT. Bank BTN Syariah,
melalui rapat komite pengarah tim implementasi restrukturisasi Bank BTN
Syariah tanggal 12 Desember 2003, manajemen Bank BTN Syariah
menyusun rencana kerja dan perubahan anggaran dasar untuk membuka UUS
agar dapat bersaing di pasar perbankan syariah. Untuk mengantisipasi
kecendrungan tersebut, maka PT Bank BTN Syariah pada Rapat Umum
Pemegang Saham tanggal 16 Januari 2004 dan perubahan Anggaran Dasar
dengan akta No. 29 tanggal 27 oktober 2004 oleh Emi Sulistyowati, SH
Notaris di Jakarta yang ditandai dengan terbentuknya divisi syariah
berdasarkan Ketetapan Direksi No 14/DIR/DSYA/2004.
Pembentukan Unit Usaha Syariah ini juga untuk memperkokoh tekad
ajaran Bank BTN Syariah untuk menjadikan kerja sebagai bagian dari ibadah
yang tidak terpisah dengan ibadah-ibadah lainnya. Selanjutnya Bank BTN
Unit Usaha Syariah disebut ”Bank BTN Syariah” dengan motto ”Maju dan
Sejahtera Bersama”. Dalam pelaksanaan kegiatannya, Unit Usaha Syariah
didampingi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertindak sebagai
pengawas, penasehat dan pemberi saran kepada Direksi, Pimpinan Divisi
Syariah dan Pimpinan Kantor Cabang Syariah mengenai hal-hal yang terkait
dengan prinsip Syariah. Pada bulan November 2004 dibentuklah struktur
organisai kantor cabang syariah PT. Bank BTN syariah. Dimana setiap kantor
cabang syariah dipimpin oleh satu orang kepala cabang yang bertanggung
jawab kepada kepala divisi syariah. Yang pada saat bersamaan Dirut Bank
BTN Syariah meminta rekomendasi penunjukan DPS dan pada tanggal 3
Desember 2004, Dirut Bank BTN Syariah menerima surat rekomendasi DSN/
MUI tentang penunjukan DPS bagi Bank BTN Syariah. Pada tanggal 18
Maret 2005 resmi ditunjuk oleh DSN/MUI sebagai DPS bagi Bank BTN
Syariah, yaitu Drs. H Ahmad Nazri Adlani, Drs. H Mohammad Hidayat,
MBA, MBL dan Dr. H. Endy M. Astiwara, MA, AAIJ, FIIS, CPLHI, ACS.
Pada tanggal 15 Desember 2004, Bank BTN menerima surat persetujuan dari
BI, Surat No. 6/1350/DPbs perihal persetujuan BI mengenai prinsip
pembukaan KCS (Kantor Cabang Syariah) Bank BTN Syariah. Maka tanggal
inilah yang diperingati secara resmi sebagai hari lahirnya Bank BTN Syariah.
Yang secara sinergi melalui persetujuan dari BI dan Direksi PT. Bank BTN
Syariah maka dibukalah KCS Jakarta pada tanggal 14 Februari 2005. Diikuti
tanggal 25 Februari dengan dibukanya KCS Bandung kemudian 17 Maret
2005 dengan KCS Surabaya dan berturut-turut tanggal 4 dan 11 April 2005
KCS Yogyakarta dan Makasar dan pada bulan Desember 2005 dubukanya
KCS Malang dan Solo. Pada tahun 2007, Bank BTN Syariah telah
mengoprasikan 12 (dua belas) Kantor Cabang Syariah dan 40 kantor layanan
syariah (Office Channeling) pada kantor-kantor cabang dan cabang pembantu
Konvensional kantor cabang Syariah tersebar dilokasi Jakarta, Bandung,
Surabaya, Yogyakarta, Makasar, Malang, Solo, Medan, Batam, Tanggerang,
Bogor dan Bekasi. Seluruh kantor cabang syariah ini dapat beroperasi secara
online realtime berkat dukungan teknologi informasi yang cukup memadai.
Produk Bank BTN Syariah cukup beragam untuk memenuhi kebutuhan
keluarga nasabah namun tetap fokus pada pembiayaan perumahan
(diantaranya : KPR Syariah dan Multiguna Syariah untuk Kendaraan
Bermotor). Bank BTN Syariah yang baru beroperasi kurang dari 3 (tiga)
tahun membukukan laba pada tahun 2007 sebesar Rp. 3,579 miliar dengan
asset Rp. 789,005 miliar dan pembiayaan Rp. 399,519 miliar serta berhasil
mendapatkan beberapa penghargaan baik untuk kinerja tahun 2005 maupun
pencapaian kinerja tahun 2012.

2. Penghargaan PT. Bank BTN Syariah


1) The Best Customer Service and Teller dari Karim Business Consulting
2005.
2) The Most Growing Earning Asset Market Share Unit Usaha Syariah
untuk kelompok asset > 100 milyar rupiah tahun 2006.
3) The Best Sharia Unit (Overall) peringkat ke 2 Unit Usaha Syariah
untuk kelompok asset > 100 milyar rupiah tahun 2006.
4) The Best Outlet Productivity dalam Sharia Acceleration Award 2007
yang diadakan oleh Bank Indonesia. Penghargaan diserahkan pada
acara Islamic Finance Summit 2007 untuk Islamic Finance Quality
Award dan Islamic Financial Award 2006 oleh Karim Business
Consulting.
5) The Best Sharia Division Asset > Rp. 500 Milyar dalam Islamic
Financial Award & Cup 2008 dan The Most Growing Earning Asset
Market Share Unit Usaha Syariah untuk kelompok asset > 100 milyar
rupiah tahun 2008.

3. Visi dan Misi Bank BTN Syariah


a. Visi Bank BTN Syariah "Menjadi Strategic Business Unit Bank BTN
Syariah yang sehat dan terkemuka dalam penyediaan jasa
keuangan syariah dan mengutamakan kemaslahatan bersama".
b. Misi Bank BTN Syariah
1) Mendukung pencapaian sasaran laba usaha Bank BTN Syariah.
2) Memberikan pelayanan jasa keuangan Syariah yang unggul
dalam pembiayaan perumahan dan produk serta jasa keuangan
Syariah terkait sehingga dapat memberikan kepuasan bagi
nasabah dan memperoleh pangsa pasar yang diharapkan.
3) Melaksanakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip
Syariah sehingga dapat meningkatkan ketahanan Bank BTN
Syariah dalam menghadapi perubahan lingkungan usaha serta
meningkatkan shareholders value.
4) Memberi keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap
stakeholders serta memberikan ketentraman pada karyawan dan
nasabah.

4. Profil Bank BTN Syariah


a. Latar Belakang
Bank BTN Syariah merupakan Strategic Bussiness Unit (SBU)
dari Bank BTN yang menjalankan bisnis dengan prinsip syariah, mulai
beroperasi pada tanggal 14 Februari 2005 melalui pembukaan Kantor
Cabang Syariah pertama di Jakarta. Pembukaan SBU ini guna
melayani tingginya minat masyarakat dalam memanfaatkan jasa
keuangan Syariah dan memperhatikan keunggulan prinsip Perbankan
Syariah, Adanya Fatwa MUI tentang bunga bank, serta melaksanakan
hasil RUPS tahun 2004.
b. Tujuan Pendirian
1) Untuk memenuhi kebutuhan Bank dalam memberikan pelayanan
jasa keuangan syariah.
2) Mendukung pencapaian sasaran laba usaha Bank.
3) Meningkatkan ketahanan Bank dalam menghadapi perubahan
lingkungan usaha.
4) Memberi keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap
nasabah dan pegawai.
c. Nilai dasar
Nilai dasar yang dimiliki oleh Bank BTN Syariah adalah sebagai
berikut:
1) Taat melaksanakan dan mengamalkan ajaran islam secara khusyuk.
2) Selalu berusaha menimba ilmu guna meningkatkan pengetahuan
dan keterampilannya demi kemajuan Bank BTN Syariah.
3) Mengutamakan kerjasama dalam melaksanakan tugas untuk
mencapai tujuan Bank BTN Syariah dengan kinerja yang baik.
4) Selalu memerikan yang terbaik secara ikhlas bagi Bank BTN
Syariah dan semua stakeholders, sebagai perwujudan dari
pengabdian kepada Allah.
5) Selalu bekerja secara professional yang kompeten dalam bidang
tugasnya.
d. Perkembangan Jaringan
Jaringan UUS Bank BTN telah memiliki jaringan yang tersebar di
seluruh Indonesia dengan rincian sebagai berikut :
1) Kantor Cabang Syariah= 22 KCS.
2) Kantor Cabang Pembantu Syariah = 21 KCPS.
3) Kantor Layanan Syariah = 240 KLS.

5. Produk Bank BTN Syariah


a. Giro BTN iB
Sebagai sarana pendukung bisnis terpercaya dengan menawarkan
transaksi perbankan yang menguntungkan melalui Giro iB.
Simpanan Dana perorangan korporasi untuk memperlancar aktifitas
bisnis dan penarikan dana dapat dilakukan dengan cek/bilyet giro atau
sarana pemindah bukuan lainnya. Menggunakan akad sesuai syariah
yaitu Wadi’ah, bank tidak menjanjikan bagi hasil tetapi boleh
memberikan bonus yang menguntungkan bagi nasabah.
Persyaratan Setoran awal :
1) Perorangan = Rp.500.000,-
2) Lembaga = Rp.1.000.000,-
3) Joint Account Rp.1.000.000,-
4) Tidak termasuk daftar hita m BI
b. Giro Investa BTN iB
Giro Investa iB adalah Giro yang bersifat investasi atau berjangka
dengan akad “Mudharabah”yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat-syarat tertentu dengan imbalan bagi hasil yang
disepakati.
Persyaratan :
1) Perorangan:
a) 21 tahun ke atas atau telah menikah.
b) Mengisi dan menandatangani formulir permohonan beserta
pendukungnya.
c) Menyerahkan fotokopi identitas diri (KTP/Paspor dan
KIMS/KITAS), dan NPWP.
d) 1 lembar pas foto 4x6.
e) Dikenakan biaya administrasi bulanan sesuai ketentuan bank.
f) Menyerahkan surat referensi.
2) Lembaga:
a) Mengisi dan menandatangani formulir permohonan beserta
pendukungnya.
b) Menyerahkan fotokopi identitas diri (KTP/Paspor dan
KIMS/KITAS pejabat yang berwenang), NPWP, TDP, SIUP,
dan Akte pendirian perusahaan.
c) Dikenakan biaya administrasi bulanan sesuai ketentuan bank.
d) Menyerahkan surat referensi.
3) Setoran awal:
a) Perorangan = Rp.500.000,-
b) Lembaga = Rp.1.000.000,-
c) Joint Account Rp.1.000.000,-
d) Tidak termasuk daftar hitam BI

Pembahasan dan Hasil


1. Prosedur atau Cara Pemberian Pembiayaan Murabahah Pada Bank
BTN Syariah
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Syariah No.102 yang
mengatur tentang Akuntansi murabahah menyatakan bahwa pada saat
akad/pencairan, Piutang murabahah bertambah sejumlah harga jual (nilai
pokok barang ditambah margin yang disepakati), persediaan yang dibeli
dari supplier diberikan kepada nasabah setelah akad ditandatangai yang
berarti nilai akun persediaan berkurang sejumlah nilai pokok barang yang
diserahkan ke nasabah. Selanjutnya margin murabahah ditangguhkan
bertambah di sisi kredit.
Sistem pembiayaan Murabahah merupakan suatu kerangka dari
prosedur- prosedur yang saling berhubungan yang telah disusun dengan
skema pembiayaan yang menyeluruh. Untuk menghasilkan informasi
pembiayaan, khususnya pembiayaan murabahah dengan cepat, tepat,
akurat serta dapat dipertanggung jawabkan maka diperlukan yang disetiap
unit yang berhubungan dengan pembiayaan umumnya dan pembiayaan
murabahah khususnya. Dalam melakukan transaksi murabahah, Bank
BTN syariah bertindak sebagai penjual yaitu bank menjual asset kepada
nasabah sedangkan posisi bank sebagai pembeli asset dari supplier
melakukannya dengan cash/tunai. Bank BTN Syariah menyediakan
fasilitas murabahah berupa pemberian pembiayaan produktif dan
konsumtif. Pada transaksi murabahah Bank (marketing officer) dan calon
nasabah melakukan negosiasi untuk jual beli barang meliputi jenis barang,
kualifikasi barang, harga barang serta cara pembayarannya. Bank BTN
Syariah menghubungi supplier barang yang akan di beli bersepakat untuk
melakukan pembelian barang sesuai yang diminta nasabah. Jangka waktu
pembiayaan yang diberikan oleh Bank BTN Syariah untuk cicilan sampai
dengan 15 tahun. Besarnya nisbah yang ditetapkan untuk pembiayaan
murabahah adalah 9,54% sampai dengan 20% pertahun. Pembiayaan
murabahah yang dilaksanakan oleh Bank BTN Syariah meminta nasabah
menyetor uang muka sebesar 20% hingga 30% yang menjadi bagian
pelunasan dalam pembiayaan murabahah.

2. Metode Pengakuan Pendapatan Murabahah Pada Bank BTN Syariah


Dalam hal pengakuan pendapatan margin yang diperoleh Bank
BTN Syariah menggunakan dasar kas (cash basic) yang besar jumlah
pendapatan margin diakui proporsional dangan besaran kas yang berhasil
ditagih dari piutang murabahah. Artinya bahwa pendapatan dari transaksi
murabahah ini baru dapat diukur dan diakui setelah nasabah memenuhi
angsuran kewajibannya sesuai dengan akad yang disepakati. Pada
transaksi murabahah ini yang menjadi pendapatan bank tidak hanya dari
keuntungan (margin) atas barang yang dijual tetapi juga berasal dari jasa
(fee based income) dan biaya administrasi yang diwajibkan oleh bank.
Biaya-biaya yang dikenakan kepada nasabah berkaitan dengan
pembiayaan murabahah antara lain: biaya administrasi, biaya materai,
biaya pengikatan jaminan, biaya asuransi jaminan yang harus dibayar
terlebih dahulu tanpa mengurangi dari jumlah pencairan pembiayaan.
Keuntungan murabahah diakui pada saat terjadinya penyerahan barang
jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang tidak melebihi satu
tahun; atau selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya
untuk merealisasikan keuntungan tersebut untuk transaksi tangguh lebih
dari satu tahun. Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan
kepada pembeli yang melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat dari
waktu yang disepakati diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah.
Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai
dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana
kebajikan. Dari pernyataan diatas bahwa metode yang digunakan Bank
BTN Syariah telah sesuai dengan PSAK No. 102 dengan menggunakan
metode proposional.

3. Analisis Penerapan Akuntansi Perbankan Syariah


Dalam Pengakuan Pendapatan Atas Pembiayaan Murabahah
Apakah Telah Sesuai Dengan PSAK No.102 Dalam melakukan analisis
dan pembahasan dalam penelitian ini peneliti menggunakan simulasi
pembiayaan yang menggunakan akad murabahah yang ada di Bank BTN
Syariah. Sehingga dapat diketahui pedoman standar akuntansi dan metode
pengakuan yang digunakan oleh Bank BTN Syariah dalam transaksi
pembiayaan murabahah. Berikut ini adalah contoh simulasi pembiayaan
murabahah yang dilakukan oleh Bank BTN Syariah.

Simulasi Pembiayaan Murabahah Maju Jaya

Pokok Pembiayaan : Rp. 144.000.000 Pembelian satu unit mobil innova

Harga Mobil : Rp. 200.000.000

Plafon pembayaran : 80% dari bank dan 20% dari nasabah

Jangka waktu : 12 bulan

Margin efektif : 14,5%

Perhitungan Bank Syariah :

Harga Mobil = 200.000.000

Diskon 10% = 20.000.000


Harga pokok barang = 180.000.000

Margin keuntungan = 20.880.000

Harga Jual = 200.880.000

Uang Muka Nasabah = 36.000.000

Sisa angsuran = 164.880.000

Angsuran per bulan = 13.740.000

Margin per bulan = 1.740.000

Bank BTN Syariah mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan


transaksi murabahah yang dijalankan, piutang murabahah disajikan sebesar nilai
bersih yang dapat direalisasikan yaitu saldo piutang murabahah yang dikurangi
penyisihan kerugian piutang, margin murabahah tangguhan disajikan sebagai
pengurang piutang murabahah. Dari keterangan tersebut, maka penyajian dan
pengungkapan dilakukan oleh Bank BTN Syariah atas akun-akun pembiayaan
murabahah setelah selesai dengan penyajian dan pengungkapan yang diatur dalam
PSAK No. 102 dan sesuai dengan PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bank BTN Syariah Pusat


menganalisis penerapan akuntansi perbankan syariah dalam pengakuan
pendapatan atas pembiayaan murabahah, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Penerapan standar akuntansi pembiayaan murabahah pada Bank BTN


Syariah Pusat.
Dari hasil analisis tersebut penerapan standar akuntansi pembiayaan
murabahah yang dilakukan oleh Bank BTN Syariah pada saat menjalankan
prosedur pembiayaan murabahah sampai berlangsungnya akad, Bank BTN
Syariah telah menerapkan standar akuntansi sesuai dengan PSAK No.102
tentang akuntansi murabahah.
2. Metode pengakuan pendapatan murabahah pada Bank BTN Syariah.
Dalam menentukan perhitungan marjin murabahah telah disesuaikan
dengan tuntunan syariah dengan menerapkan system berdagang yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dimana penentuan margin yang
ditetapkan telah disepakati antara dua belah pihak. Dalam hal pendapatan
margin yang diperoleh Bank BTN Syariah yaitu menggunakan dasar kas
yang diakui secara proporsional, keuntungan murabahah diakui pada
saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara
tangguh. Metode pengakuan pendapatan yang dilakukan Bank BTN
Syariah tersebut telah sesuai dengan PSAK No.102.
3. Analisis penerapan akuntansi perbankan Syariah dalam pengakuan
pendapatan atas pembiayaan murabahah apakah telah sesuai dengan PSAK
No.102
Dalam aktivitas Bank BTN Syariah melayani berbagai macam pembiayaan
seperti murabahah, mudharabah dan musyarakah. Murabahah pada
dasarnya telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
No.102 yang mengatur tentang pengakuan dan pengukuran, penyajian
serta pengungkapan murabahah. Dalam penelitian ini Bank BTN Syariah
telah sesuai dengan prosedur dan PSAK No.102 dalam hal pengakuan
pendapatan yang telah dicatat oleh Bank BTN Syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Adi Warman A.Karim. ”Bank Islam Analisis Fiqih dan keuangan”, IIIT, Jakarta.
2006.

Ahnad Ifham Solihin. “Buku Pintar Ekonomi Syariah”. Jakarta : Gramedia. 2010.

Ahmad Ghozali, ”Serba-Serbi Kredit Syariah”, PT Elex Media Komputindo,


Jakarta. 2005.
Ascarya, ”Akad dan Produk Bank Syariah”, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2007.

Dwi Suwiknyo. “Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah”. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar. 2010.

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 04/DSN-


MUI/IV/2000.

Harahap, Sofyan Syafri. “Teori Akuntansi”. PT. Rajagrafindo Persada.Jakarta.


2011.

Ikatan Akuntan Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 102


tentang Akuntansi Murabahah. Jakarta: Salemba Empat. 2007.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 102 tentang Akuntansi


Murabahah. Jakarta: Salemba Empat. 2013.

Kwang En, Tan dan Dorothy, Jane. "Peranan Sistem Informasi Akuntansi
Penjualan Untuk Meminimalisasi Piutang Tak Tertagih (Studi Kasus Pada
Perusahaan Sepatu ”X”)" , Jurnal Ilmiah Akuntansi No. 5, Universitas Kristen
Maranatha, Bandung. 2011.

Muhammad syafii Antonio, ”Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,” Gema Insani,
Jakarta. 2002.

Nurhayati, Sri Wasilah. ”Akuntansi Syariah di Indonesia”. Jakarta: Salemba


Empat. 2011.

“Akuntansi Syariah di Indonesia”(edisi 2 revisi). Jakarta: Salemba Empat. 2012.

Riza Salman, Kautsar. "Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah",


Akademia Permata, Padang. 2012.

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. Jakarta: Penerbit Pena. 2008.

Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. 2010. Metode Penelitian


Bisnis. Bandung: Alfabeta. 2012.
Sunyoto, Danang. 2011. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi. Yogyakarta:
CAPS

Surya Dharma, MPA., Ph.D. Pendekatan, Jenis, Dan Metode Penelitian


Pendidikan : Jakarta. 2008.

Wiroso.”Jual Beli Murabahah”. UII Press, Yogyakarta. 2005.

Wiyono, Slamet dan Maulamin, Taufan. "Memahami Akuntansi Syariah di


Indonesia", Mitra Wacana Media, Jakarta. 2012.
ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI SYARI’AH BERDASARKAN
PSAK 102 PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT SE-
KABUPATEN PATI

Muzayyidatul Habibah

Alfu Nikmah

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, Jawa Tengah

Email : wilcit4@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengakuan dan pengukuran,


penyajian serta pengungkapan transaksi murabahah berdasarkan PSAK 102 di
BMT Se-kabuparen Pati. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field
research) dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan
wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian mengidentifikasikan bahwa masih
terdapat BMT yang melakukan pengakuan persediaan yang seharusnya tidak perlu
dilakukan karena praktik yang dilakukan merupakan transaksi pembiyaan
murabahah bukan transaksi murabahah berbasis jual beli. Pihak BMT sudah
menyusun laporan keuangan Neraca, namun tidak dapat terlihat nilai cadangan
kerugiatan piutan murabahah. Pada laporan laba atau rugi tidak terlihat adanya
biaya kerugian penurunan piutan murabahah karna memang hal tersebut tidak
diakui atau dicatat pada jurnal. Pihak BMT sudah mengungkapkan hal yang
terkait dengan transaksi murabahah, meliputi harga perolehan aset murabahah
janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau
bukan, sedangkan laporan keuangan non komersial sudah disusun untuk
kepentingan internal BMT.
Kata kunci : Akuntansi Syari’ah, Murabahah, PSAK 102

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, kehadiran


BMT telah membantu perekonomian masyarakat di Indonesia. Secara kuantitatif,
peran perbankan syariah terhadap UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah)
dapat ditunjukkan melalui seberapa besar dana yang dialokasikan untuk
pembiayaan UMKM. Berdasarkan data Bank Indonesia pada 2015, pembiayaan
perbankan syariah (12 BUS, 22 UUS dan 163 BPRS) pada sektor UMKM jika
dibandingkan dengan tahun 2014 realisasi pembiayaan UMKM mengalami
peningkatan dari Rp731,8 triliun menjadi Rp 790,5 triliun atau tumbuh sebesar
8,0% (Bank Indonesia, 2015: 160).

BMT ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh masyarakat
setempat dengan berlandaskan pada ekonomi yang salam yaitu keselamatan
(berintikan keadilan), kedamaian dan kesejahteraan (Aziz, 2004: 1). Produk
penghimpunan dan penyaluran dana secara teknis-finansial yang dapat
dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah termasuk BMT sangat beragam.
Pada kegiatan penghimpunan dana yaitu melalui wadi’ah dan mudharabah.
Sedangkan kegiatan pembiayaan yaitu berdasarkan jual beli (al-bai’) seperti
murabahah, prinsip sewa atau multijasa (ijarah), prinsip kemitraan (partnership)
berdasarkan prinsip penyertaan (musyarakah), prinsip bagi hasil (mudharabah),
dan prinsip non-profit (al-Qordhul Hasan). (Muhammad, 2004: 5-17).

Berangkat dari realitas penyaluran dana yang terbesar yaitu produk


pembiayaan murabahah namun masih ditemukan praktek akuntansi yang belum
sesuai dengan PSAK, sehingga perlu ada upaya untuk meningkatkan performa
profesionalitas agar mampu menghasilkan laporan keuangan yang dapat
membantu dalam pengambilan kebijakan strategis BMT mengingat potensi profit
yang besar. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan akuntansi
murabahah berdasarkan PSAK 102 yang terjadi pada BMT di kabupaten Pati.

KAJIAN LITERATUR

Akuntansi Syariah

Akuntansi syariah (shari’a accounting) menurut Harahap merupakan


bidang baru dalam studi akuntansi yang dikembangkan berlandaskan nilai-nilai,
etika dan syariah Islam, oleh karenanya dikenal juga sebagai akuntansi Islam
(Islamic Accounting) (Harahap, 2001: 38). Konsep yang mendasari penyusunan
dan penyajian laporan keuangan syariah bagi para penggunanya, yaitu (Rifqi,
2008: 81);

1) Penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan


tugasnya.
2) Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi
syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
3) Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum.
4) Para pemakai laporan keuangan, dalam mentafsirkan informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi
keuangan syariah.

Pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut secara


spesifik dapat dikategorikan sebagai pihak internal dan pihak eksternal. Pihak
internal yaitu pihak yang berhubungan secara langsung dengan kebijakan yang
akan diambil oleh lembaga keuangan tersebut, misalnya investor dan pengawas
syariah. Sedangkan pihak eksternal yang tidak berhubungan secara langsung
dengan kebijakan yang akan diambil oleh lembaga keuangan tersebut, misalnya
pemerintah dan masyarakat umum.
Murabahah

Murabahah adalah jual beli barang pada harga pokok perolehan barang
dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak
pembeli barang (Muhammad, 2010: 137). Definisi serupa diberikan oleh Sayid
Sabiq bahwa murabahah adalah menjual barang dengan harga pembelian
ditambah dengan keuntungan yang diketahui (Sabiq, 2009: 190).

Karim menjelaskan murabahah yaitu: “put simply, murabaha means the


sale of goods at their buying price plus a certain amount of profit agreed upon.”
(Karim, 2010: 89). Artinya secara sederhana, murabahah berarti penjualan barang
dengan harga beli mereka ditambah jumlah tertentu dari laba sesuai dengan
kesepakatan bersama. Praktik akad murabahah di lapangan haruslah memenuhi
rukun dan ketentuan yang menjadi prasyaratnya (Dimyauddin, 2010: 111). Rukun
dan ketentuan tersebut yaitu;

1. Adanya pelaku yang meliputi penjual (ba’i) dan pembeli (musytari).


2. Adanya objek jual beli (mabi’) yang diperbolehkan secara syariah.
3. Munculnya harga barang (tsaman) yang disebutkan secara jelas jumlah dan
satuan mata uangnya.
4. Terjadinya kontrak (ijab qabul) antara penjual dan pembeli.

Berbeda dengan akad murabahah dengan pesanan, penjual dengan


akad murabahah tanpa pesanan melakukan pengadaan barang tanpa adanya
pemesanan atau pembelian dari pelanggan dan perhatian utama dari pengadaan
persediaan ini adalah pemenuhan nilai persediaan minimum sesuai kebijakan
perusahaan, dengan memperhatikan biaya pengiriman dan termasuk kelangkaan
barang (Wiroso, 2011: 77). Transaksi murabahah harus memenuhi rukun dari
transaksi murabahah (Rifqi, 2008: 150) yaitu;

1. Pihak yang berakad: penjual dan pembeli


2. Objek yang diakadkan: barang yang diperjualbelikan dan harga
3. Akad atau sighot serah atau ijab dan terima atau qabul

Syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi murabahah adalah sebagai berikut:
1) Pihak yang berakad :
a. Cakap hukum
b. Sukarela, tidak dalam keadaan dipaksa (dibawah tekanan)
2) Objek yang diperjualbelikan :
a. Tidak termasuk yang diharamkan
b. Bermanfaat
c. Penyerahan dari penjual ke pembeli dapat dilakukan
d. Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad
e. Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan penjual dan yang diterima
pembeli.
3) Akad :
a. Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad
b. Antara ijab qabul harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun
harga yang disepakati
c. Tidak mengandung klausul yang besifat menggantungkan keabsahan
transaksi pada hal atau kejadian yang akan dating
d. Tidak membatasi waktu, misal : saya jual ini kepada anda untuk jangka
waktu 12 bulan setelah itu jadi milik saya kembali.

Akuntansi Murabahah

Akuntansi murabahah merupakan aktivitas akuntansi pada transaksi


murabahah, meliputi aspek pengakuan dan pengukuran, penyajian dan
pengungkapan. Sedangkan perlakuan akuntansi murabahah (Rifqi, 2008: 150-155)
adalah sebagai berikut:

1. Pengakuan dan pengukuran urbun (uang muka):


a) Urbun diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima
bank pada saat diterima.
b) Jika transaksi murabahah dilaksanakan, maka urbun diakui sebagai
pembayaran piutang (bagian angsuran pembelian).
c) Jika transaksi tidak dilaksanakan, maka urbun dikembalikan kepada
nasabah setelah dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan bank.
2. Pengakuan piutang
Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar nilai perolehan
ditambah keuntungan yang disepakati
3. Pengakuan keuntungan murabahah diakui:
a) Pada periode terjadinya, apabila akad berakhir pada periode laporan
keuangan yang sama.
b) Selain periode akad secara proporsional, apabila akad melampaui satu
periode laporan keuangan.
c) Pengakuan potongan pelunasan dini diakui dengan menggunakan salah
satu metode:
1) Pada saat penyelesaian, bank mengurangi piutang murabahah dan
keuntungan murabahah.
2) Setelah penyelesaian, bank terlebih dahulu meminta pelunasan
murabahah dari nasabah, kemudian bank membayar pengakuan
potongan kepada nasabah dengan mengurangi keuntungan murabahah
4. Pengakuan denda diakui sebagai dana kebajikan pada saat diterima.
a) Pada akhir periode, piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih
yang dapat direalisasikan.
b) Pada akhir periode, margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pos
lawan sebagai piutang murabahah.

Prinsip Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 102

PSAK 102 (IAI, 2008: 102.2) merupakan standar yang mengatur tentang
pembiayaan murabahah yang meliputi:

1. Pengakuan dan Pengukuran


a. Akuntansi Untuk Penjual
Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar
biaya perolehan. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah
sebagai berikut:
1) Jika murabahah pesanan mengikat, maka:
a) Dinilai sebesar biaya perolehan; dan
b) Jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak, atau kondisi
lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut
diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
2) Jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak
mengikat, maka:
a) Dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat
direalisasi, mana yang lebih rendah; dan
b) Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya
perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai:

1) Pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad


murabahah;
2) Kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai
akad yang disepakati menjadi hak pembeli;
3) Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad murabahah dan
sesuai akad menjadi hak penjual; atau
4) Pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak
diperjanjikan dalam akad.

Pengakuan dan pengukuran uang muka yaitu (IAI, 2008: 102.2)

1. Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang
diterima;
2. Jika barang jadi dibeli oleh pembeli, maka uang muka diakui sebagai
pembayaran piutang (merupakan bagian pokok);
3. Jika barang batal dibeli oleh pembeli, maka uang muka dikembalikan kepada
pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan
oleh penjual.

b. Akuntansi Untuk Pembeli Akhir


Hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai
hutang murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib
dibayarkan). Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui
sebesar biaya perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang
disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah
tangguhan. (IAI, 2008: 102.2). Beban murabahah tangguhan diamortisasi
secara proporsional dengan porsi hutang murabahah. Diskon pembelian
yang diterima setelah akad murabahah, potongan pelunasan dan potongan
hutang murabahah diakui sebagai pengurang beban murabahah
tangguhan. Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan
kewajiban sesuai dengan akad diakui sebagai kerugian. Potongan uang
muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui sebagai
kerugian.

2. Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat
direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian
piutang. Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra
account) piutang murabahah. Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai
pengurang (contra account) hutang murabahah. (IAI, 2008: 102.2)

3. Pengungkapan
Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi
murabahah, tetapi tidak terbatas pada (1) Harga perolehan aset murabahah;
(2) Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai
kewajiban atau bukan; (3) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101.
(IAI, 2008: 102.2)
Transaksi murabahah dengan prinsip jual beli menunjukkan posisi
lembaga keuangan syariah sebagai penjual. Lembaga keuangan syariah yang
ingin menerapkan PSAK 102 menunjukkan posisinya sebagai penjual,
memiliki resiko kepemilikan persediaan yang signifikan yaitu (Rifqi, 2008:
78);
a. Risiko perubahan harga persediaan
b. Keuangan dan kerusakan persediaan
c. Biaya pemeliharaan dan penyimpanan persediaan
d. Resiko pembatalan pesanan pembelian secara sepihak.

Prinsip Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 55, 50 dan 60

Lembaga keuangan syariah yang menerapkan murabahah secara murni


(dengan prinsip jual beli), seperti yang banyak dilakukan oleh bank syariah dan
lembaga keuangan syariah di negara-negara kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Praktek murabahah yang diterapkan oleh lembaga keuangan syariah di Indonesia
menunjukkan prinsip pembiayaan yang berbasis jual beli maka PSAK yang
diterapkan adalah PSAK 102 revisi 2013 yang dilekatkan dengan PSAK 55, 50
dan 60. Penerapan PSAK 55, 50 dan 60 ini dilakukan untuk pembiayaan
murabahah yang terkait dengan adanya ketentuan berkaitan dengan asset
keuangan dalam kategori pinjaman yang diberikan dan juga piutang.

Penyesuaian yang dilakukan oleh DSAS IAI terhadap elemen dalam


gabungan PSAK 55, 50 dan 60 agar sesuai dengan karakteristik syariah, (DSN
MUI, 2008, IAI, 2008b) yaitu;

1. Istilah Effective Interest Rate menjadi Rate of Return


2. Effective Rate Of Return merupakan alokasi keuntungan murabahah yang
tidak sama dengan Rate of Return dalam bank konvensional
3. Ketika masa akad murabahah selesai, maka tidak ada tambahan keuntungan
murabahah karena keuntungan murabahah bersifat tetap
4. Tidak ada off Market Interest Rate.

Pada PSAK 102 revisi 2008 tidak dilakukan pengaturan tentang cadangan
penurunan nilai. Penerapan awal sebagaimana dimuat pada PSAK 102 (2013)
ditentukan penurunan nilai berdasarkan kondisi yang ada pada saat itu. Selisih
yang terjadi diakui di saldo laba awal. Sementara jika penentuan penurunan nilai
tersebut tidak dilakukan pada awal penerapan PSAK 55, 50 dan 60, maka
dilakukan pemisahan penurunan nilai yang berasal dari periode berjalan yang
diakui di laba rugi dan periode sebelumnya yang diakui di saldo laba.

1. Pengakuan dan pengukuran


Pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan diatur dalam PSAK 55.
Pernyataan ini mengklasifikasikan empat kategori asset keuangan sebagai
berikut (IAI, 2008: 55.5);
a. Asset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi. Asset
keuangan yang masuk kategori ini adalah asset keuangan yang
diklasifikasikan dalam kelompok diperdagangkan dan pada saat
pengakuan awal telah ditetapkan oleh entitas untuk diukur pada nilai wajar
melalui laba rugi.
b. Investasi dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo. Asset keuangan
yang masuk kategori ini adalah asset keuangan nonderivatif dengan
pembayaran tetap atau telah ditentukan dan jatuh temponya telah
ditetapkan, serta entitas memiliki intensi positif dan kemampuan untuk
memiliki asset keuangan tersebut hingga jatuh tempo.
c. Pinjaman yang diberikan dan piutang. Asset keuangan yang termasuk
kategori ini adalah asset keuangan nonderivatif dengan pembayaran tetap
atau telah ditentukan dan tidak mempunyai kuotasi di pasar aktif.
Dikecualikan dalam kategori ini adalah pijaman yang diberikan dan
piutang yang dimaksudkan untuk dijual dalam waktu dekat, yang
diklasifikasikan dalam kelompok diperdagangkan, dan yang saat
pengakuan awal oleh entitas ditetapkan sebagai asset keuangan yang
diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi; pinjaman yang diberikan
dan piutang yang pada saat pengakuan awal ditetapkan dalam kelompok
tersedia untuk dijual; atau pemilik pinjaman yang diberikan dan piutang
mungkin tidak akan memperoleh kembali investasi awal secara substansial
kecuali yang disebabkan oleh penurunan kualitas pinjaman yang diberikan
dan piutang tersebut.
d. Asset keuangan yang diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk
dijual. Pengertiannya adalah asset keuangan nonderivatif yang ditetapkan
sebagai tersedia untuk dijual atau yang tidak diklasifikasikan sebagai poin
a, b, dan c di atas.
2. Penyajian
Pembiayaan murabahah dapat dikategorikan sebagai asset keuangan jika
merujuk pada PSAK 50, dimana pembiayaan murabahah memenuhi salah
satu kriteria bentuk asset keuangan, yaitu hak kontraktual untuk menerima
kas dari nasabah pembiayaan dengan berpotensi menguntungkan bagi
pemberi pembiayaan. Definisi hak kontraktual tersebut seperti yang
tercantum pada PSAK 50 paragraf. Pembiayaan murabahah disajikan di
neraca sebesar biaya perolehan diamortisasi, yaitu nilai wajar pembiayaan
yang diukur pada saat pengakuan awal dikurangi pembayaran pokok,
ditambah atau dikurangi dengan amortisasi kumulatif menggunakan metode
suku margin efektif. Jika terdapat cadangan kerugian penurunan nilai,
cadangan tersebut disajikan sebagai offsetting account atas kredit yang
diberikan.
3. Pengungkapan
Menurut pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (Revisi 2008)
mengacu pada bagian kredit, hal-hal yang harus diungkapkan bank terkait
piutang pembiayaan murabahah adalah ikhtisar kebijakan akuntansi yang
penting termasuk kategorisasi dan dasar pengukuran piutang pembiayaan
murabahah, metode dan teknik penilaian (valuasi) yang dipakai, dan
informasi yang memungkinkan pengguna laporan keuangan mengevaluasi
jenis dan besarnya risiko yang timbul dari aktivitas pembiayaan.

PEMBAHASAN

Pengakuan dan Pengukuran

Data yang terkumpul berkaitan dengan pengakuan dan pengukuran adalah


sebagai berikut;

1) Pengakuan dan pengukuran pada aktiva (asset) murabahah


Pengakuan persediaan tersebut secara praktek memang adannya
pembelian barang dari pemasok kemudian adanya penjualan barang yang
dilakukan oleh pihak BMT Ya Ummi Fatimah kepada nasabah sehingga nilai
persediaannya menjadi impas. Transaksi murabahah yang terjadi di BMT
Al-Fath dan BMT Madani merupakan transaksi pembiayaan, sehingga
menyebabkan tidak adanya pengakuan aktiva berupa persediaan barang
dagangan.
2) Pengakuan dan pengukuran pada piutang murabahah
Piutang murabahah tersebut muncul karena terjadi transaksi penjualan
oleh pihak BMT Ya Ummi Fatimah namun belum dibayarkan lunas oleh
nasabah, piutang tersebut dicatat di jurnal umum dengan akun Piutang Bai
Bitsaman Ajil. Transaksi murabahah yang terjadi di BMT Al- Fath dan BMT
Madani, menyebabkan adanya pengakuan aktiva berupa piutang murabahah
yang sudah sesuai dengan ketentuan PSAK diakui sebesar harga perolehan
dan margin keuntungan yang sudah disepakati oleh pihak BMT dan nasabah.
3) Pengakuan dan pengukuran pada pendapatan margin murabahah
Margin murabahah tersebut diperhitungkan sesuai kesepatan bersama
pihak BMT Ya Ummi Fatimah dan nasabah secara flat, artinya margin
dihitung dari harga pokok dan keuntungan dengan pembayaran yang nilainya
sama pada tiap bulannya. Mengacu pada praktek pembiayaan yang dilakukan
oleh BMT Al-Fath, maka perhitungan dengan anuitas diperbolehkan agar
dapat memenuhi harapan nasabah bahwa pembayaran margin dengan nilai
yang lebih besar di awal angsuran, sehingga menguntungkan bagi nasabah
dan BMT.
Mengacu pada praktek pembiayaan yang dilakukan oleh BMT Madani,
maka perhitungan dengan anuitas diperbolehkan agar dapat memenuhi
harapan nasabah bahwa pembayaran margin dengan nilai yang lebih besar di
awal angsuran, sehingga menguntungkan bagi nasabah dan BMT.
4) Pengakuan dan pengukuran pada potongan murabahah
Potongan pembelian adalah potongan harga yang diberikan oleh para
perusahaan pemberi pinjaman dan diterima oleh penghutang karena melunasi
utangnya sesuai dengan perjanjian. Potongan pembelian tersebut karena
terkait dengan transaksi murabahah, maka seharusnya dilakukan pengakuan
atas potongan murabahah sebesar angsuran margin yang tidak perlu
dibayarkan nasabah, sehingga dapat diketahui berapa nilai potongan yang
telah diberikan oleh BMT Ya Ummi Fatimah. Margin murabahah yang tidak
dibayarkan oleh nasabah BMT Al- Fath dan BMT Madani karena melunasi
pembiayaan, seharusnya diakui sebagai potongan murabahah dan dimasukkan
ke dalam dana kebajikan.
5) Pengakuan dan pengukuran pada denda atas pembiayaan murabahah
Pemberlakuan denda kepada nasabah yang mempunyai kemampuan
membayar namun menunda-nunda pembayaran diperbolehkan, dengan tujuan
agar lebih meningkatkan kedisiplinan dalam membayar. Denda yang diterima
tersebut diperuntukkan untuk dana sosial. Pihak manajemen BMT Ya Ummi
Fatimah dapat memberlakukan denda atas penundaan pembayaran oleh
nasabah yang mempunyai kemampuan membayar namun ditunda-tunda,
karena menunda-nunda pembayaran merupakan hal yang bertentangan ajaran
syariah. Pengakuan atas denda keterlambatan pembayaran murabahah tidak
dapat ditelusuri karena pihak BMT Al-Fath dan BMT Madani tidak
memberlakukannya.
6) Pengakuan dan pengukuran pada uang muka atas pembiayaan murabahah
Dalam akad murabahah, pihak lembaga keuangan syariah boleh
menetapkan uang muka murabahah dengan ketentuan dan jumlah sesuai
dengan kepekatan pihak BMT dan nasabah. Pembayaran uang muka
murabahah tersebut merupakan bagian dari harga pokok, sehingga
mengurangi nilai piutang yang ditanggung oleh nasabah BMT Ya Ummi
Fatimah. Pengakuan atas uang muka murabahah tidak dapat ditelusuri karena
pihak BMT Al-Fath dan BMT Madani tidak memberlakukannya.

Penyajian

Adapun data yang terkumpul berkaitan dengan penyajian adalah sebagai


berikut;
1) Penyajian piutang murabahah
Penyajian piutang dalam neraca harus tetap menyajikan jumlah bruto
piutang karena piutang yang tak dapat direalisasikan hanya berdasarkan
taksiran (Harahap, 2008:38). Piutang murabahah pada BMT Ya Ummi
Fatimah dan BMT Al-Fath termasuk sebagai aktiva lancar, sehingga
penyajiannya ada di bawahnya kas dan bank. Piutang anggota yang disajikan
oleh pihak BMT Madani merupakan gabungan dari seluruh piutang yang
timbul dari transaksi murabahah, mudharabah, musyarakah dan qardlul hasan,
hal tersebut menyulitkan bagi pembaca laporan keuangan jika ingin
mengetahuinya sehingga membutuhkan laporan khusus yang dibuat oleh
pihak BMT apabila ingin mengetahui pada masing-masing transaksi.
2) Penyajian margin murabahah yang ditangguhkan
Pihak BMT Ya Ummi Fatimah tidak menyajikan margin murabahah
yang ditangguhkan sebagai pengurang piutang murabahah, namun dicatat
sebagai piutang dan pembiayaan. Pihak BMT Al-Fath tidak menyajikan
margin murabahah yang ditangguhkan sehingga tidak dapat ditelusuri
penyajiannya di neraca.
3) Penyajian beban murabahah yang ditangguhkan
Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai
dengan porsi pelunasan utang murabahah. Pihak BMT Ya Ummi Fatimah
tidak menyajikan beban murabahah yang ditangguhkan sebagai pengurang
hutang murabahah. Beban murabahah ditangguhkan BMT Al-Fath
merupakan konsekuensi apabila dilakukan pengakuan terhadap margin
murabahah ditangguhkan. Sehingga beban murabahah ditangguhkan tidak
dapat diperhatikan dari penyajian laporan laba/rugi. Pengakuan terhadap
margin murabahah yang ditangguhkan perlu dilakukan BMT Madani untuk
mengetahui nilai margin murabahah yang belum bisa diakui di periode
berjalan, apabila hal tersebut dilakukan maka secara otomatis akan terlihat di
penyajian laporan laba/rugi.
4) Penyajian pendapatan margin murabahah
Pendapatan margin murabahah disajikan di laporan laba rugi sebesar nilai
bersih yang dapat diterima. Pendapatan margin murabahah tersebut sudah
sesuai dengan ketentuan PSAK, sehingga mudah dipahami dari penyajian
laporan laba/rugi yang dilakukan oleh BMT Ya Ummi Fatimah. Pendapatan
margin murabahah tersebut dapat mudah dipahami, karena pihak BMTAl-
Fathsudahmenyajikannya pada laporan laba/rugi sesuai dengan ketentuan
PSAK. Transaksi keuangan yang dilakukan BMT Madani seharusnya diakui
berdasarkan masing-masing transaksinya yaitu murabahah, mudharabah,
musyarakah dan qardlul hasan, sehingga apabila tersebut dilakukan sejak
awal maka akan terlihat di penyajian laporan laba/rugi berupa pendapatan
margin berdasarkan masing-masing transaksinya yaitu murabahah,
mudharabah, musyarakah dan qardlul hasan.

Pengungkapan

Sedangkan data yang terkumpul berkaitan dengan pengungkapan adalah


sebagai berikut;

1) Pengungkapan piutang murabahah


Piutang murabahah diungkapkan di Laporan Neraca tidak sebesar nilai
bersih yang dapat direalisasikan setelah dikurangi penyisihan kerugian
piutang. Piutang murabahah tersebut diungkapkan sebagai Piutang dan
Pembiayaan. Pengungkapan sebagai Piutang dan Pembiayaan yang dilakukan
oleh pihak BMT Ya Ummi Fatimah seharusnya menyesuaikandengan PSAK
102 sebagai Piutang murabahah, sehingga hal tersebut sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku secara umum.
Pengungkapan sebagai Piutang dan Pembiayaan yang dilakukan oleh
pihak BMT Al-Fath seharusnya menyesuaikan dengan PSAK 102 sebagai
Piutang murabahah, sehingga hal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku secara umum. Pengungkapan sebagai Piutang Anggota yang
dilakukan oleh pihak BMT Madani seharusnya menyesuaikan dengan PSAK
102 berdasarkan masing-masing transaksi yang terjadi yaitu Piutang
murabahah, sehingga hal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku secara umum.
2) Pengungkapan margin murabahah yang ditangguhkan
Pihak BMT tidak mengungkapkan margin murabahah yang ditangguhkan
sebagai pengurang piutang murabahah, namun dicatat sebagai piutang dan
pembiayaan tidak produktif (IAI, 2008: 75). Pengungkapan piutang dan
pembiayaan tidak produktif yang dilakukan oleh pihak BMT Ya Ummi
Fatimah dan BMT Madani seharusnya menyesuaikan dengan PSAK 102
sebagai margin murabahah yang ditangguhkan, sehingga hal tersebut sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Pihak BMT Al-Fath
melakukan pengakuan margin murabahah yang ditangguhkan di laporan
laba/rugi dengan cara terlebih dahulu mengakuinya ketika melakukan
pencatatan di jurnal umum sehingga dapat sesuai dengan PSAK 102 sebagai
prinsip akuntansi yang berlaku secara umum.
3) Pengungkapan pendapatan margin murabahah
Pendapatan margin murabahah disajikan di laporan laba/ rugi pada
bagian pendapatan, sebagai pendapatan bagi hasil pembiayaan.
Pengungkapan Pendapatan bagi hasil pembiayaan yang dilakukan oleh pihak
BMT Ya Ummi Fatimah seharusnya menyesuaikan dengan PSAK 102
sebagai pendapatan margin murabahah, dengan cara terlebih dahulu
melakukan pengakuan margin murabahah sesuai dengan transaksi
murabahah, mudharabah, musyarakah dan qardlul hasan, sehingga hal
tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum.
Pengungkapan Pendapatan Bagi hasil MDA/MSA yang dilakukan oleh
pihak BMT Al-Fath seharusnya menyesuaikan dengan PSAK 102 sebagai
pendapatan margin murabahah, dengan cara terlebih dahulu melakukan
pengakuan margin murabahah sesuai dengan transaksi murabahah,
mudharabah, musyarakah dan qardlul hasan, sehingga hal tersebut sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Pengungkapan
Penghasilan bagi hasil pembiayaan anggota yang dilakukan oleh pihak BMT
Madani seharusnya menyesuaikan dengan PSAK 102 sebagai pendapatan
margin murabahah, dengan cara terlebih dahulu melakukan pengakuan
margin murabahah sesuai dengan transaksi murabahah, mudharabah,
musyarakah dan qardlul asan, sehingga hal tersebut sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku secara umum.

Hasil Kajian

Kajian ini telah dilakukan secara mendalam pada 3 BMT di kabupaten


Pati, yaitu BMT Ya Ummi Fatimah, BMT Al-Fath dan BMT Madani pada ketiga
aspek penerapan PSAK yaitu pengakuan dan pengukuran, penyajian serta
pengungkapan. Berikut ini merupakan tabel ringkas yang menunjukkan kondisi
riil pada masing-masing BMT dan rekomendasi yang diberikan oleh peneliti.

Tabel 1. Temuan Penelitian

Teori Kondisi Riil Rekomendasi


Pengakuan dan Pengukuran BMT yang menerapkan Apabila murabahah yang
Pada saat perolehan, aset murabahah berbasis jual beli berbasis jual beli
murabahah diakui sebagai sudah mencatat persediaan. dilakukan oleh BMT
persediaan sebesar biaya dalam hal penjualan
perolehan. barang kepada nasabah,
sebaiknya dilakukan
secara langsung oleh
BMT.
Piutang murabahah diakui Piutang murabahah diukur Piutang yang muncul di
sebesar biaya perolehan aset sebesar biaya perolehan aset BMT seharusnya diakui
murabahah ditambah murabahah ditambah dengan cara
keuntungan yang disepakati. keuntungan yang disepakati, mengidentifikasikan
namun ada BMT yang sesuai dengan akad yang
mengakui sebagai piutang diterapkan misalnya
dan Pembiayaan tanpa murabahah, mudharabah,
menyebutkan berasal dari musyarakah, ijarah.
transaksi murabahah.
Pendapatan margin atau Pendapatan margin atau Tetap dipertahankan
keuntungan dihitung secara keuntungan dihitung secara
proporsional dengan besaran kas proporsional dengan besaran
yang berhasil ditagih dari kas yang berhasil ditagih dari
piutang. piutang.
Potongan pelunasan piutang Potongan pelunasan berupa Seharusnya BMT
murabahah diberikan apabila pembayaran hanya sebesar memperhitungkan
nasabah melunasi tepat waktu pokok pinjaman, sedangkan pendapatan margin yang
sebagai pengurang keuntungan. margin yang belum dilunasi seharusnya diterima,
tidak perlu dibayarkan. sehingga potongan
pelunasan tersebut dapat
terbaca di laporan
keuangan.
Denda atas kelalaian Semua nasabah membayar Tetap dipertahankan
pembayaran diakui sebagai dana tepat waktu.
kebajikan.
Uang muka pembelian diakui BMT yang menerapkan Tetap dipertahankan
sebagai pembayaran piutang. murabahah berbasis jual beli
mengakui uang muka sebagai
pembayaran piutang.
Penyajian Terdapat BMT yang tidak Perlu adanya Piutang
Piutang murabahah disajikan menyajikan Piutang murabahah yang
sebesar nilai bersih yang dapat murabahah disajikan sebesar disajikan sebesar nilai
direalisasi, setelah dikurangi nilai bersih yang dapat bersih yang dapat
penyisihan kerugian piutang. direalisasi, setelah dikurangi direalisasi, setelah
penyisihan kerugian piutang. dikurangi penyisihan
kerugian piutang.
Margin murabahah yang Pihak BMT tidak melakukan Seharusnya dilakukan
ditangguhkan disajikan sebagai pengakuan, sehingga tidak
pengurang piutang murabahah. disajikan Margin murabahah
yang ditangguhkan sebagai
pengurang piutang
murabahah.
Beban murabahah yang Pihak BMT tidak mengakui, Seharusnya dilakukan
ditangguhkan sebagai pengurang sehingga tidak ada penyajian
hutang murabahah. Beban murabahah yang
ditangguhkan sebagai
pengurang hutang
murabahah.
Pendapatan margin murabahah Pihak BMT sudah mengakui Pihak BMT seharusnya
disajikan sebesar nilai riel yang pendapatan murabahah, mengakui pendapatan
berhasil ditagih. namun masih ada yang sesuai dengan akadnya
mengakui secara utuh sebagai masing-masing.
pendapatan bagi hasil tanpa
memisahkan sesuai dengan
akadnya masing-masing.
Pengungkapan Pihak BMT yang menerapkan Tetap dipertahankan
Harga perolehan aset murabahah berbasis jual beli
Murabahah. sudah mengungkapkan harga
perolehan aset murabahah.
Janji pemesanan sebagai Tidak ada BMT yang Tetap dipertahankan
kewajiban atau bukan melakukan murabahah
melalui pesanan.

Laporan keuangan komersial Semua BMT sudah menyusun Seharusnya pihak BMT
(Neraca, laporan neraca, laba rugi, menyusun laporan
Laba/rugi, Aliran kas, Perubahan perubahan modal, namun ada keuangan komersial
modal). yang belum menyusun secara lengkap.
laporan arus kas sehingga
apabila ingin mengetahuinya
perlu melihat dari buku besar
kas secara langsung.
Laporan keuangan syariah (Dana Semua BMT belum Seharusnya pihak BMT
zakat, Dana kebajikan, Catatatan menyusun laporan keuangan lebih terbuka terkait
atas laporan keuangan). syariah untuk dipublikasikan, dengan laporan keuangan
namun laporan tersebut hanya aktivitas syariah.
untuk kepentingan internal.

SIMPULAN

Pada aspek pengakuan dan Pengukuran, terdapat BMT yang masih


melakukan pengakuan persedian, yang seharusnya tidak perlu dilakukan karena
praktik yang dilakukan merupakan transaksi pembiayaan murabahah bukan
transaksi murabahah berbasis jual beli secara riel adanya penyerahan barang
dagangan. Pihak BMT sudah melakukan pengakuan piutang murabahah, yang
memang seharusnya dilakukan karena praktik yang dilakukan merupakan
transaksi pembiayaan murabahah.

Pada aspek penyajian, pihak BMT sudah menyusun laporan keuangan


Neraca, namun tidak dapat terlihat nilai cadangan kerugian piutang murabahah.
Pada laporan laba/rugi tidak terlihat adanya biaya kerugian penurunan piutang
murabahah karena memang hal tersebut tidak diakui/dicatat pada jurnal umum.

Pada aspek pengungkapan, pihak BMT sudah mengungkapkan hal-hal


yang terkait dengan transaksi murabahah, meliputi harga perolehan aset
murabahah; janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai
kewajiban atau bukan.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Aziz. 2004. Pedoman Pendirian BMT. Jakarta: Pinbuk Press.

Bank Indonesia. 2015. Laporan Perekonomian Indonesia 2015 digital.


http://www.bi.go.id/id/publikasi/laporantahunan/perekonomian/Pages/LPI_2015.a
spx. yang diakses pada 21 Mei 2016.
Budiharjo, Amin. 2004. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil. Yogyakarta: UII
Press.

Dewan Syariah Nasional. Fatwa DSN No: 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi


Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran. http://www.
dsnmui.or.id/index.php?mact=News,cntnt01,detail,0&cntnt01articleid=5&cntnt0
1origid=59&cntnt01detailtemplate=Fatwa&cntnt01returnid=61 yang diakses pada
17 Februari 2016.

Dewan Syariah Nasional. Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 13/DSN-


MUI/IX/2000 Tentang Uang Muka Dalam Murabahah. http://www.dsnmui.or.id/
index.php?mact=News,cntnt01,detail,0&cntnt01articleid=5&cntnt01origid=59&
cntnt01detailtemplate=Fatwa&cntnt01returnid=61 yang diakses pada 17 Februari
2016.

Dimyauddin, Djuwaini. 2010. Pengantar Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Harahap, Sofyan Syafri. 2008. Teori Akuntansi. Yogyakarta: Rajawali Pers.

Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam. Jakarta:
Pustaka Quantum.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2008. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba


Empat.

Karim. 2010. Islamic Banking Fiqh and Financial Analysis. 3𝑟𝑑 3𝑟𝑑 edition.
Jakarta: Rajawali Pers.

Moleong Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Muhammad. 2010. Pengantar Akuntansi Syariah. Jakarta: Salemba Empat.

Muhammad. 2004. Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syariah.
Yogyakarta: UII Press.
Rifqi Muhammad. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah Konsep dan Implementasi
PSAK Syariah. Yogyakarta: P3EI Press.

Sayyid, Sabiq. 2009. Fikih Sunnah 5. (penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin


Jakarta: Cakarawala Publishing.

Wiroso, Wiroso. 2011. Akuntansi Transaksi Syariah. Jakarta: Ikatan Akuntan


Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai