KONSEP HALUSINASI
Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat limpahan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini, dengan judul
konsep halusinasi.
Dalam penulisan Makalah ini Kami tidak henti-hentinya mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
Makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan memberikan informasi tentang
halusinasi.
Kami sadar sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana pepatah “Tak ada gading yang tak retak”. Oleh
karenanya kami membuka tangan selebar-lebarnya guna menerima saran dan kritik
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami mengharapkan agar makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi.Bentukhalusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung,
tapi yang palingsering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang
agak sempurna.Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih
atau yangdialamatkan pada pasien itu.Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara
dengansuara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam
mendengar ataubicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau
bibirnyabergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari
setiaptubuh atau diluar tubuhnya.Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan
misalnyabersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Menurut WHO sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik,
mental dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU
Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah
system biologis dan kondisi penyesuaian.
Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional psikologis, dan social yang
terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang
efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosionl (Videbeck, 2008)
Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting
secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya distress
(misalnya gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi
yang penting) (Videbeck, 2008)
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien memberi resepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh
klien mengatakan mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara
(Kusumawati dan Hartono).
Sehingga penulis merasa tertarik untuk menuliskasus tersebut dengan pemberian
Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampaidengan evaluasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian halusinasi?
2. Apa faktor penyebab halusinasi?
3. Apakah tanda gejala halusinasi?
4. Apakah jenis gejala halusinasi?
5. Bagaimana Askep pada gangguan halusinasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui halusinasi
2. Untuk mengetahui factor penyebab halusinasi
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala halusinasi
4. Untuk mengetahui jenis gejala halusinasi
5. Untuk mengetahui askep pada gangguan halusinasi
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien memberi resepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh
klien mengatakan mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara
(Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009) Halusinasi pendengaran adalah
mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang
berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut
(Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di
atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui
panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara,
terutamanya suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)
dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman
persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam
Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari
pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia,
2001).Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi adalah
gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca
indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien
mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi
terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan
sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
b. Faktor Presipitasi
a. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak
nyata. Menurut Rawlinsh Heacock, 1993 mencoba mememcahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai makhluk
yang dibangun atas dasar unsur bio, psiko, sosial, spiritual. Sehingga dapat dilihat
dari 5 dimensi:
b. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol,
dan kesulitan tidur dalam waktu lama.
c. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi isi
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
d. Dimensi intelektual
Dalam dimensi ini individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri melawan
impuks yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan akan mengontrol
semua perilaku klien.
e. Dimensi social
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup di alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan
halusinasinya, seolah-olah dia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan agar
interaksi sosial, control diri, dan haarga diri yang tidak didapatkan dalam dunia
nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain cenderung untuk itu.
Aspek penting dalam melakukan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri
sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
f. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri.
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998) dalam
Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.
D. Jenis-jenis Halusinasi
Jenis-jenis Halusinasi menurut Buku Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (W.F
Maramis):
a. Halusinasi penglihatan (visual optic): tak berbentuk atau sinar, kilapan atau pola
cahaya atau berbentuk orang, binatang atau barang lain yang dikenalnya, berwarna
atau tidak.
b. Halusinasi pendengaran (auditif, acustic): suara manusia, hewan atau mesin,
barang, kejadian alamiah dan musik.
c. Halusinasi pencium (olfactoric): mencium sesuatu bau.
d. Halusinasi pengecap (gustactori): merasa/mengecap sesuatu.
e. Halusinasi peraba (tactil): merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau seperti ada
ulat bergerak dibawah kulitnya.
f. Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau
anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau “panthom
limb”).
g. Halusinasi viseral: perasaan timbul didalam tubuhnya.
h. Halusinasi hipnagogic: terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat
sebelum tertidur persepsi sensori bekerja salah.
i. Halusinasi hipnopompic: seperti pada nomor 8, tetapi terjadi tepat sebelum
terbangun sama sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman
halusinatoric dalam impian yang normal.
j. Halusinasi histeric: timbul pada nerosa histeric karena konflik emosional.
Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan secara
detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai berikut
a. Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapa berupa bunyi mendering atau suara bising yang tidak
mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat
yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak
jarang penderita bertengkar dan berdebat degan suara-suara tersebut.
b. Halusinasi Penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering
muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat
gambaran-gambaran yang mengerikan.
c. Halusinasi Penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak
enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai
pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman.
Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari
halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak dibawah kulit.
Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
f. Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizoprenia dengan waham
kebesaran terutama mengenai organ-organ.
g. Halusinasi Kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota
badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom phenomenom” atau tungkai yang
diamputasi selalu bergerak-gerak (phamtom limb). Sering pada skizoprenia dalam
keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.
h. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah
tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sering
pada skizofrenia dan sindrom lobus parietalis. Misalnya sering merasa dirinya
terpecah dua.
2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti
dalam impian
E. Tahap-tahap Halusinasi
Menurut kusumawati, farida , 2011
a. Fase pertama disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap
ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stres,
cemas, perasaan perpisaan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan yang
tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata
cepat, respon ferbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
b. Fase kedua disebut juga dengan fase condemning atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk kedalam psikotik ringan. Karakteristik :
pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang
tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengiontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan,
suara, isi halusinasi, semakin meninjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien
menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien :
kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau
detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu
mematuhi perintah.
d. Fase ke empat adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya
berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi
takut, tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat berhubungan secara nyata
dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien : perilaku terror akibat panic,
potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien
1 2 3
Fase 1 : Comforting Klien mengalami keadaan Menyeringai atau tertawa
ansietas tingkat emosi seperti ansietas, yang tidak sesuai,
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan menggerakkan bibir tanpa
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk menimbulkan suara,
bersifat berfokus pada penenangan pergerakan mata yang cepat,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi respon verbal yang lambat,
ansietas. Individu diam dan dipenuhi oleh
mengetahui bahwa pikiran sesuatu yang mengasyikkan.
dan pengalaman sensori
yang dialaminya tersebut
dapat dikendalikan jika
ansietasnya bias diatasi
(Non psikotik)
Fase II : Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem syaraf
Condemning- menjijikkan dan otonom yang menunjukkan
ansietas tingkat menakutkan, klien mulai ansietas,seperti peningkatan
berat, secara umum, lepas kendali dan mungkin nadi, pernafasan, dan
halusinasi menjadi mencoba untuk menjauhkan tekanan darah; penyempitan
menjijikkan dirinya dengan sumber yang kemampuan konsentrasi,
dipersepsikan. Klien dipenuhi dengan
mungkin merasa malu pengalaman sensori dan
karena pengalaman kehilangan kemampuan
sensorinya dan menarik diri membedakan antara
dari orang lain. halusinasi dengan realita.
(Psikotik ringan)
Fase III:Controlling- Klien berhenti Cenderung mengikuti
ansietas tingkat menghentikan perlawanan petunjuk yang diberikan
berat, pengalaman terhadap halusinasi dan halusinasinya daripada
sensori menjadi menyerah pada halusinasi menolaknya, kesukaran
berkuasa tersebut. Isi halusinasi berhubungan dengan orang
menjadi menarik, dapat lain, rentang perhatian
berupa permohonan. Klien hanya beberapa detik atau
mungkin mengalarni menit, adanya tanda-tanda
kesepian jika pengalaman fisik ansietas berat :
sensori tersebut berakhir. berkeringat, tremor, tidak
(Psikotik) mampu mengikuti petunjuk.
Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-teror
Panik, umumnya mengancam dan seperti panik, berpotensi
halusinasi menjadi menakutkan jika klien tidak kuat melakukan bunuh diri
lebih rumit, melebur mengikuti perintah. atau membunuh orang lain,
dalam halusinasinya Halusinasi bisa berlangsung Aktivitas fisik yang
dalam beberapa jam atau merefleksikan isi halusinasi
hari jika tidak ada intervensi seperti amuk, agitasi,
terapeutik. menarik diri, atau katatonia,
(Psikotik Berat) tidak mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih dari
satu orang.
F. Penatalaksanaan
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa
dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih
untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk
dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi,
jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan
neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi
penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana
mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal.
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian
obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting dilakukan
dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh
sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah
mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa
mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi
sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien
pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga
tentang cara penanganan halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu
klien kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang biasanya
terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas, psikosa
involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler. Dosis
permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300
mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat
dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila
gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai
600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan alkohol,
barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif terhadap derifat
fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut
kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita, hiperpireksia atau
hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa
dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi
susunan syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan
gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette pada anak
– anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk
keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler setiap 1 – 8
jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif
terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea,
diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping
yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila
klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot
atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg ) diberikan
tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval
pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon
klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan
perlahan – lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine
atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala
– gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan
obat berikan terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol
hindari menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun (2015).
Klien yang mengalami halusinasi sukar mengontrol diri dan susah berhubungan
dengan orang lain.untuk itu, perawat harus memiliki kesadaran yang tinggi agar dapat
mengenal, menerima dan mengevaluasi perasaan sensitive sehingga dapat memakai
dirinya sebagai teurapeutik dalam merawat klien.dalam memeberikan asuhan
keperawatan pasien, perawat harus jujur, empati, terbuka, dan penuh penghargaan,
tidak larut dalam halusinasi klien dan tidak menyangkal.
A. Pengkajian
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya, di kembangkan formulir
pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian.
Isi pengkajian meliputi :
Identitas klien :
Nama :
Umur :
Jenis Klamin :
Alamat :
Pendidikan :
Agama :
Tgl Masuk :
Dx. Medis :
f. Mekanisme koping
Biasanya pasien dengan halusinasi diberikan terapi medis obat, dan apabila di
rumah sakit ,
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan adalah:
a. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya. Data objektif
dapat dikaji dengan cara melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini
perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.
b. Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis
halusinasi.
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi
yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau
malam? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya halusinasi apakah terus
menerus atau hanya sekal-kali? Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah
terjadi kejadian tertentu. Hal ini dilakukan untuk menetukan intervensi khusus pada
waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Sehingga pasien tidak
larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasinya
dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
d. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul.
Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat
halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang
terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku pasien
saat halusinasi timbul.
B. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang biasanya muncul pada gangguan halusinasi adalah :
1. Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi.
3. Isolasi social
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak terdapat
stimulus. Perhatikan apakah termasuk ke dalam tipe halusinasi pengelihatan (optik),
halusinasi pendengaran (akustik), halusinasi pengecap (gustatorik), halusinasi
peraba (taktil), halusinasi penciuman (olfaktori), halusinasi gerak (kinestetik),
halusinasi histerik, halusinasi hipnogogik, ataukah halusinasi viseral.
Sedangkan seseorang yang mengalami gangguan persepsi halusinasi akan mengalami
fase-fase adapun penyebabnya Faktor predisposisi (Faktor perkembangan, Faktor
sosiokultural, Faktor biokimia, Faktor psikologis, serta Faktor genetic dan pola asuh)
Faktor Presipitasi (Dimensi fisik, Dimensi emosional, Dimensi intelektual, Dimensi
sosial, Dimensi spiritual) Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan presepsi
halusinasi ketika muncul tanda gejala halusinasi seperti : Bicara atau tertawa sendiri,
Marah-marah tanpa sebab, Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas, Menghidu
seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, Sering meludah atau muntah, Mengaruk-
ngaruk permukaan kulit seperti ada serangga di permukaan kulit. Sehingga
didapatkan diagnosa sebagai berikut: isolasi social, resti pk, gangguan persepsi
halusinasi, harga diri rendah kronis, percobaan bunuh diri karena rasa bersalah.
b. Saran
Diharapkan kepada para pembaca, jika menjumpai seseorang yang mengalami
gangguan persepsi halusinasi agar memberikan perhatian dan perawatan yang tepat
kepada penderita sehingga keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat seperti
sediakala.
DAFTAR PUSTAKA