Anda di halaman 1dari 9

Penyakit Kromosom Pada Manusia

Genetika

Penyakit kromosom pada manusia pada dasarnya dibagi menjadi dua yakni penyakit kromosom tubuh
(autosom) dan penyakit kromosom kelamin / seks (gonosom). Dalam penjelasan kali ini, kelainan kromosom
akan dijelaskan mengenai penyakit kelainan kromosom 1; penyakit kelainan kromosom 2; penyakit kelainan
kromosom 3; penyakit kelainan kromosom 5; penyakit kelainan kromosom 6; penyakit kelainan kromosom 7;
penyakit kelainan kromosom 8; penyakit kelainan kromosom 9; penyakit kelainan kromosom 10; penyakit
kelainan kromosom 14; penyakit kelainan kromosom 15; penyakit kelainan kromosom 20; penyakit kelainan
kromosom 21; serta penyakit kelainan kromosom X dan Y.

Kromosom 1 : Hipofosfatasia
Hipofasfatasia adalah kerusakan genetis pada proses mineralisasi kerangka yang diwariskan dalam bentuk alel
resesif yang bisa menyebabkan gejala perubahan bentuk formasi tulang dan terlalu cepat gigi susu lepas pada
anak-anak (Gambar 1). Hipofosfatasia dapat dijumpai di seluruh dunia, akan tetapi yang paling banyak terjadi
adalah keturunan dari keluarga sekte Kristen Protestan Mennonit yang sering melakukan perkawinan sedarah
di Manitoba, Kanada. Penyakit tersebut belum ada penobatan medisnya. Penyebabnya adalah gen resesif
homozigot di dalam kromosom 1.
Gambar 1. Penderita hipofosfatasia.

Kromosom 2 : Pubertas Dini


Merupakan adanya alel dominan yang menyebabkan pubertas dini pada anak laki-laki yang menyebabkan
peningkatan produksi testosteron dini. Sebagai akibatnya anak laki-laki yang memiliki kelainan tersebut
menunjukkan ciri-ciri pubertas pada usia 4 tahun.

Kromosom 3 : Apnea Pasca-Pembiusan


Penyakit ini disebabkan adanya mutasi resesif yang disebabkan oleh subtitusi satu nukleotida sehingga
menyebabkan perubahan pada transmisi denyut saraf sebagai respon atas ransangan kimiawi tertentu. Pada
kasus individu homozigot bisa mengalamai berhentinya pernafasan secara berkepanjanan apabila dibius
dengan relaksan otot.

Kromosom 5 : Sindrom Cri-du-chat


Sidrom cri du chat adalah bayi yang penderitanya mengeluarkan suara “jeritan kucing” (cri-du-chat) yang
memilukan, sindrom tersebut merupakan kelainan genetis yang cukup sering ditemukan kasusnya, yakni 1
dalam 50.000. Sindrom ini merupakan akibat dari adanya delesi bagian kromosom. Kondisi ini juga disebut
penyakit aberasi kromosom. Ciri-ciri sindrom cri-du-chat adalah penderita dengan konndisi retardasi mental
serta mempunyai lipatan mata yang menonjol, ukuran wajah kecil, dan batang hidung mencuat (Gambar 2).
Komplikasi medis seringkali mengakibatkan kematian semasa bayi atau usia awal kanak-kanak. Sindrom ini
digambarkan kali pertama oleh Lejeune dkk (1963).

Gambar 2. Sindrom Cri-du-chat.

Kromosom 6 : Penyakit Salla


Penyakit Salla adalah kelainan pada kemampuan tubuh untuk memproses dan menyimpan asam sialat. Ciri-ciri
penyakit ini adalah gejala kelemasan otot dan gerakan yang tak terkoordinasi sejak usia 6-9 bulan. Sekitar
sepertiga kelainan geneis ini tidak bisa berjalan serta kehilangan kemampuan untuk mengucapkan kata,
meskipun masih bisa memahaminya. Penderita yang tumbuh menjadi dewasa mengalami kondisi retardasi
pertumbuhan dan fungsi mental dengan IQ yang berkisar antara 20 – 40. Rentang usia penderita menjadi
berkurang, sampai saat ini masih hanya diketahui satu pasien yang telah mencapai usia 72 tahun.

Kromosom 7 : Cystic Fibrosis (CF)


Cystic fibrosis adalah salah satu kelainan dari penyakit ini adalah berlebihnya keringat yang berkaitan dengan
alel resesif autosom dalam populasi kulit putih. Produksi lendir amat kental yang terkadang membahayakan
pada penderitanya serta dapat menyumbat organ paru-paru pada anak-anak. Gen dari CF ini memiliki 230.000
pasang nukleotida yang terletak di lengan panjang kromosom nomor 7. Ketika terjadi delesi 1 nukleotida maka
dapat menyebabkan produk proteinnya kekurangan satu fenil alanin pada sekuens atau urutan nomor 508 yang
merupakan sumber penyebab sekitar 70% kromosom CF mutan di seluruh dunia. Saat ini, sudah dikenali lebih
dari 500 macam urutan gen tersebut paling tidak 350 diantaranya diduga juga menyebabkan penyakit ini.

Kromosom 8 : Retinitis Pigmentosa


Retinitis pigmentosa adalah penyakit genetis yang memiliki ciri pada degenerasi retina matanya. Penyakit
tersebut merupakan indikasi yang awalnya adalah mengalami susah melihat dengan jelas pada kondisi kurang
cahaya yang berlanjut sampai dengan semakin menyempitnya jarak pandang hingga pada akhirnya menjadi
buta di usia yang masih paru baya. Retinitis pigmentosa adalah salah satu contoh kasus bahwa kerusakan pada
gen yang bisa menyebabkan gejala klinis yang kejadiannya bisa sama. Biasanya tiap gen tersebut saling
berkaitan dengan jalur biokimia atau perkembangan yang sama. Gen yang menjadi penyebab beragamnya
kasus retinitis pigmentosa sudah dipetakan pada kromosom di nomor 3, 6, 7, 8, 11, 14, 16, dan X.

Kelainan genetis yang lain yakni ditemukan penyakit di kromosom 8 yang mengakibatkan penuaan dan
kematian dini yang biasanya pada usia 50 tahun. Gen tersebut bertanggung jawab atas penyakit sindrom
Werner yang mensintesis helikase DNA mengalami kerusakan. Dalam bentuk normal, gen tersebut bertugas
untuk memperbaiki kerusakan DNA. Kondisi mutasi dapat menyebabkan terjadinya sindrom Werner yang
berdampak besar antara lain: pasien yang berusia 30-an menunjukkan gejala gejala dengan ciri usia lanjut,
seperti mata katarak, tulang yang osteoporosis serta penyakit jantung.

Kromosom 9 : Xeroderma Pigmentosum


Xeroderma pigmentosum adalah penyakit yang lokasinya terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom
nomor 9. Penderitanya mengalami kepekaan terhadap cahaya matahari seperti kulit raanya mudah terbakar
serta sangat rentan terhadap penyakit kanker kulit. Usia rata-rata terjadinya penyakit dengan gejala klinis
neoplasma kulit sekitar 8 tahun. Penyakit ini merupakan kerusakan genetis pada kemampuan sel untuk
memperbaiki kondisi kerusakan DNA akibat terpaparnya sinar ultra violet.

Kromosom 10: Porfiria


Kelainan metabolisme porfiria / porfirin adalah kondisi yang melibatkan proses mutasi pada salah satu diantara
beberapa gen, yakni gen-gen yang berkaitan dengan adanya kemampuan tubuh untuk memproduksi
hemoglobin. Berbagai bentuk penyakit porfiria dengan kondisi tingkat keparahan gejala yang berbeda-beda,
akan tetapi semuanya cenderung berkaitan dengan kondisi anemia, insomnia, gangguan kesadaran serta rasa
sakit yang sulit diobati.
Kromosom 14 : Penyakit Alzaheimer
Alzaheimer adalah penyakit demensia progresif yang pada umum terjadi pada orang usia lanjut dengan
ditandai adanya penumpukan plak amoloid (semacam pati) di dalam otak. Hanya 10 sampai 20 persen kasus
penyakit Alzheimer yang secara jelas terbukti adalah penyakit genetis, namun karena penyakit Alzheimer
biasanya muncul pada lanjut usia, kemungkinan banyak kasus Alzhaimer akibat genetis banyak yang
terlewatkan dari perhatian. Mutasi yang terjadi di dalam beberapa gen penyandi protein, terutama satu gen
yang menyandi protein prekursor amiloid pada kromosom 21 telah diketahui memiliki peran dalam proses
Alzhaimer. Salah satu bentuk penyakit Alzhaimer yang berkaitan dengan kromosom noor 14 berawal lebih dini
dan seringkali sebelum usia 60 tahun. Gen-gen yang lain juga menimbulkan penyakit Alzhaimer secara genetis
juga di kromosom 1 dan 19, serta DNA mitokondria.

Kromosom 15 : Sindrom Marfan


Sindrom Marfan adalah penyakit yang ditemukan pertama pada tahun 1896 pada gadis kecil berusia 5 tahun
dengan ciri-ciri memiliki anggota tubuh terlalu panjang, jari-jari seperti laba-laba, tubuhnya tinggi, tulang
punggungnyaa melengkung, dan terjadi pemendekan sendi jari dan lutut (Gambar 3). Kondisi yang lain yakni
lensa mata tidak stabil, gangguan pada paru-paru dan rentan dengan penyakit hernia. Kasus sindrom Marfan
terjadi 1 diantara 10.000 orang. 15 hingga 30 persen diantaranya merupakan hasil mutasi baru. Penelitian
molekular menemukan bahwa sumber sindrom ini adalah alel mutan gen fibrillin yang terletak di bagian
tengah kromosom 15.
Gambar 3. Sindrom Marfan

Kromosom 20 : Insomnia Fatal


Kasus ini berawal dari laporan tentang seorang paru baya dengan gangguan sfinkter (otot yang bebentuk cincin
yang bisa membuka dan menutup, contoh pada anus) serta insomnia berat. Selama kurun 9 bulan berikutnya
gejala tersbut berkembang menjadi kondisi pikiran yang mengawang, tremor koma, bahkan kematian.
Penelitian selanjutnya menunjukan bahwa banyak anggota keluarga pasien dalam tiga generasi mengalami
gejala yang sama. Setelah ditelusuri, insomnia fatal ini diketahui sebagai kelainan pada thalamus di bagian
depan otak. Gen yang bertanggung jawab terletak pada kromosom 20 yang menyandi protein prion yang
fungsinya belum jelas serta terlibat dengan beberapa penyakit lainya pada thalamus.

Kromosom 21 : Sindrom Down


Sindrom Down (Down Syndrome) adalah cacat genetis ini melibatkan kelainan besar pada kromosom, dimana
pasien memiliki tiga duplikat atau kelebihan kromosom 21, dimana pada kondisi normal hanya memiliki
sepasang. Kondisi penyakit ini merupakan yang pertama untuk beberapa hal seperti kelainan kromosom yang
pertama yang diketahui secara klinis; kelainan manusia pertama yang terbukti berasal dari kromosom utuh; dan
memiliki frekuensi tertinggi dalam menyebabkan berbagai kondisi retardasi mental (1 diantara 700 kelainan
hidup). Ciri fisik maupun fisiologis dari penderita Down Syndrome yakni bentuk tengkorak wajah yang khas
serta kelainan neurologis terutama berasal dari ketidakseimbangan metabolisme sebagai akibat berlebihnya
duplikat gen dan produk proteinya. Langkah awal untuk diagnosis pra kelahiran yakni melalui amniosentesis
atau pemindahan serum sudah tersedia.

Gambar 4. Syndrome Down

Kromosom X
Kromosom X adalah sumber dari banyaknya penyakit genetik. Pada kelainan resesif, konsekuensi buruknya
lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Kelainan genetik dari penyakit bawaan kromosom X
yakni memiliki penyebaran yang khas yaitu silsilah keluarga. Contoh penyakit kromosom X yakni kekeliruan
metabolisme bawaan yaitu sindrom Lesch-Nyhan. Sindrom Lesch-Nyhan adalah salah satu penyakit genetik
yang paling menakutkan. Penyakit yang bersifat resesif ini ditandai dengan disfungsi saraf yang dapat
menimbulkan dorongam untuk muntah dan mutilasi diri. Anak-anak yang pengidap yang selalu laki-laki sering
memperlihatkan dorongan obsesif dan hasrat tak yang terkendali untuk menyakiti dirinya. Contohnya seperti
menggigit bibir dan jari, menyiram diri dengan air panas, serta menikam wajah dan mata dengan benda tajam.
Meskipun anak-anak tersebut memiliki keterbelakangan mental, namun anak-anak tersebut memiliki
pandangan yang terang dan normal serta bisa merasakan sakit.

Kromosom Y
Dampak yang paling mendasar dari kromosom ini adalah penentuan jenis kelamin itu sendiri. Gen yang
bertanggung jawab (awalnya dinamakan faktor penentu testis / testis-determining factor, TDF) belakangan ini
diidentifikasi dan diketahui berada di ujung kromosom Y. Sebenarnya, TDF mengawali rentetan peristiwa
dalam perkembangan embrio yang berpuncak pada terjadinya individu laki-laki. Faktor lingkungan atau
genetis apapun yang menghalangi diferensiasi testis bisa menggagalkan terjadinya laki-laki, kembali ke
keadaan awal yakni perempuan.

Satu kelompok kerusakan genetis pada Y, disgenesis gonad XY, terjadi pada daerah gen TDF itu sendiri.
Pasien penderita menunjukkan berbagai tingkat ambiguitas seksual, yang berkisar dari fenotip laki-laki
dengan mikroppenis hingga fenotip perempuan yang sepenuhnya tak memiliki gonad laki-laki dan beragam
tingkat perkembangan rahim dan organ reproduktif eksternal perempuan.

Gen TDF menarik perhatian karena gen tersebut berperan pada bentuk anomali kromosom seks lainnya. Studi
sitogenetika tahap awal telah mengungkap kasus-kasus langka, fenotipe laki-laki memiliki kromosom XX
seperti yang normalnya dimiliki perempuan. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa laki-laki XX
sebenarnya punya bagian-bagian kromosom Y yang pindah ke lengan pendek salah satu kromosom X-nya
(kemungkinan melalui peristiwa meiosis abnormal saat sang ayah memproduksi sperma). Pengamatan pada
banyak kasus semacam itu, mengarah pada identifikasi pemindahan kromosom terkecil yang menghasilkan
kondisi laki-laki dngan kromosom XX. Pemindahan itu mencakup ujung kromosom Y. Individu XX yang
punya bagian kromosom Y lainnya, fenotipnya tetap perempuan.

Perempuan yang cuma punya satu kromosom X (genotip XO) mengalami sindrom turner. Sindrom
turner adalah kondisi kelaiann genetis dengan gejalanya anatara lain perawakannya pendek, indung telur
rusak, leher bergelambir, pembengkakan tangan dan kaki, serta penyempitan aorta. Sindrom turner terjadi pada
sekitar 1-2% kehamilan yang diketahui secara klinis, tapi 99% janin dengan kondisi sindrom turner meninggal
sebelum dilahirkan (menjadikan sindrom turner sebagai anomali kromosom yang paling umum dilaporkan
pada kasus aborsin spontan). Dalam populasi umum, sidrom turner terjadi pada sekitar satu per 5.000 kelahiran
bayi perempuan hidup.

Trisomi X (genotip XXX) bahkan juga sering terjadi yakni sekitar satu per 1.000 kelahiran bayi hidup. Gejala
klinisnya antara lain terlihat ringan, tetapi sering mengalami kesulitan belajar bahkan mengalami kemandulan
parsial.
Beberapa kelainan konfigurasi kromososm seks menghasilkan individu dengan fenotip laki-laki. Contohnya
adalah kondisi genotip XXY (sindrom klinefelter) dan XYY, yang keduanya terjadi pada satu dari sekitar
1.000 kelahiran bayi laki-laki hidup. Pada pasien dengan genotip XXY memiliki berperawakan jangkung,
kurus dan biasanya mandul. Sindrom XYY memiliki sedikit efek dan biasanya tidak terdeteksi.

Hermafroditisme sejati, ketika testis dan indung telur sama-sama berkembang, juga dikenal pada manusia.
Salah satu rute genetis menuju hermafroditisme adalah khimerisme XX / XY, dimana pembuahan ganda
mengakibatkan pencampuran sel janin XX dan XY. Individu yang terjadi sebenarnya embrio rangkap yang
terdiri dari dua tipe sel, salah satunya secara genetika adalah laki-laki dan lainya perempuan

Anda mungkin juga menyukai