Anda di halaman 1dari 20

OPERASI HITUNG PADA SISTEM BILANGAN

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Teori Bilangan
Dosen Pengampu : Alif Ringga Persada, S.Si. M.Pd.

Disusun oleh :
Kelompok 2 Matematika B
Rizki Pratama (1608105075)
Moh. Mulyadi (1608105062)
Lelah Nurlaelah (1608105067)
Saadah Nurjanah (1608105073)
Wulan Marlina (1608105076)
Iis Aisyah (1608105061)

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.Wr.Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah, karena atas berkat rahmat dan karunia-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah “Teori
Belajar Matematika” ini. Makalah ini dibuat sebagai media untuk menambahkan
wawasan pengetahuan demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Penyusunan makalah ini dimaksudakan agar kedepannya kita tidak
mengalami kesulitan dalam melakukan perkuliahan mata kuliah Teori Belajar
Matematika ini. Oleh karena itu, saya berharap dengan pembahasan Kognitifisme
Dalam Pembelajaran Matematika ini memudahkan para pendidik menguasai teori
tersebut dalam proses pembelajaran.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa makalah yang
kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, demi
penyempurnaan makalah ini, saya mengharapkan saran dan kritik dari berbagai
pihak.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dosen yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis, serta rekan-rekan yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.

Cirebon, 29 Maret 2017

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN......................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN........................................................... 2
A. Pengantar Materi ........................................................................ 2
B. Operasi Uner............................................................................... 3
C. Operasi Biner ............................................................................. 3
D. Sifat-sifat Operasi Hitung.............................................................. 3
E. Hukum penghilangan (Hukum Kanselasi)................................... 5
F. Urutan Pengerjaan Hitung............................................................ 5
G. Operasi Hitung yang didefinisikan (Khusus)................................. 7

BAB III : PENUTUP...................................................................................... 12


A. Kesimpulan...................................................................................... 12
B. Kritik dan Saran............................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya operasi hitung pada sistem bilangan ada empat


macam, yaitu tambah ( + ), operasi kurang ( - ), operasi kali ( x ), dan
operasi bagi ( : ).
Operasi dasar dari operasi-operasi lain adalah operasi tambah ( + ).
Pengurangan merupakan operasi invers dari operasi tambah,perkalian
merupakan penjumlahan berulang, dan pembagian merupakan operasi
invers dari perkalian atau pengurangan berulang. Dari keempat ini
dikembangkan pula menjadi operasi perpangkatan yaitu perkalian
berulang, operasi penarikan akar yaitu invers dari operasi perpangkatan
dan logaritma juga operasi invers dari perpangkatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu operasi uner dan biner?
2. Apa saja sifat-sifat operasi hitung?
3. Apa itu hukum kanselasi?
4. Bagaimana urutan pengerjaan hitung?
5. Apa saja operasi yang didefinisikan khusus?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu operasi uner dan biner
2. Mengetahui Apa saja sifat-sifat operasi hitung
3. Mengetahui Apa itu hukum kanselasi
4. Mengetahui Bagaimana urutan pengerjaan hitung
5. Mengetahui Apa saja operasi yang didefinisikan khusus

1
BAB II
OPERASI HITUNG PADA SISTEM BILANGAN

2.1 Pengantar Materi


Operasi hitung pada sistem bilangan ada empat macam, yaitu
tambah ( + ), operasi kurang ( - ), operasi kali ( x ), dan operasi bagi ( : ).
Operasi dasar dari operasi-operasi lain adalah operasi tambah ( + ).
Pengurangan merupakan operasi invers dari operasi tambah,perkalian
merupakan penjumlahan berulang, dan pembagian merupakan operasi
invers dari perkalian atau pengurangan berulang. Dari keempat ini
dikembangkan pula menjadi operasi perpangkatan yaitu perkalian
berulang, operasi penarikan akar yaitu invers dari operasi perpangkatan
dan logaritma juga operasi invers dari perpangkatan.
Jika dibuat diagram maka akan seperti ini:

Operasi tambah

Operasi Perkalian
kurang

Perpangkatan Pembagian

Penarikan akar Logaritma

Operasi kurang sebagai invers operasi tambah


a–b= a+(-b)
Operasi kali sebagai operasi tambah berulang
axb=b+b+b+...+b sebanyak a kali
kita perlu membedakan antara nilai suatu bilangan denga suatu operasi.
Bilangan yang kurang dari nol kita sebut bilangan negatif, sedangkan
bilangan yang lebih dari nol kita sebut bilangan positif. Simbol operasi

2
tambah disebut pula dengan plus, simbol operasi kurang disebut pula
dengan min atau minus. Contoh:
“4 + 5 “ dibaca “ empat tambah lima “ atau “ empat plus lima “ bukan “
empat positif lima “

2.2 Operasi Uner


Operasi uner adalah operasi yang berkenaan dengan sebuah
unsur.noperasi ini dapat dipandang sebagai pemetaan o : S S, yaitu
pemetaan yang mengkaitkan antara suatu unsur di S dengan tepat satu
unsur di S lagi.
Contoh: - Operasi penarikan akar √4
- Operasi penarikan logaritma ²log 8
- Oeprasi perbandingan trigonometri sin 60°

4 √4 8 √8

8 ²log 8 60° sin 60°

2.3 Operasi Biner


Operasi biner adalah operasi yang melibatkan dua buah
unsur. Operasi biner ini dapat dipandang sebagai pemetaan mengkaitkan
antara himpunan S x S dengan himpunan S. Biasanya ditulis:
o : SxS S
Contoh: operasi (+) , (-) , (x) , (:) , merupakan operasi biner.
(i) +:SxS→S
+ : (5,8) → 13, yang lazim ditulis 5+8=13
(ii) - : S x S →S
- : (9,2)→7, yang lazim ditulis 9-2=7

3
2.4 Sifat-sifat Operasi Hitung
2.4.1 Ketertutupan
Setiap kali kita menjumlahkan dua buah bilangan asli, hasilnya
masih tetap bilangan asli. Misalkan m Є N dan n Є N, maka m+n Є N. Hal
ini dikatakan bahwa operasi tambah tertutup di bawah himpunan bilangan
asli N. Operasi pengurangan tidak tertutup dalam himpunan bilangan asli
N, karena dapat diambil (sekurang kurangnya sebuah). Contoh: 2 Є N dan
7 Є N, tetapi 2-7 bukan anggota N.
Operasi kali tertutup dalam himpunan bilangan asli N,
tetapi operasi bagi tidak tertutup dalam himpunan bilangan asli N. Dalam
sistem bilangan real keempat operasi tertutup, kecuai unsur nol dalam
operasi bagi.

2.4.2 Komutatif (pertukaran)


Dalam himpunan bilangan asli N kita ketahui bahwa a + b = b + a,
untuk setiap bilangan asli a dan b. Hal ini dikatakan bahwa dalam
himpunan bilangan asli berlaku komutatif penjumlahan. Bagaimana
dengan operasi perkalian, pengurangan dan pembagian?

2.4.3 Asosiatif (pengelompokkan)


Untuk bilangan asli a, b, dan c kita mengetahui bahwa ( a + b ) + c
= a + ( b + c ). Ini dikatakan bahwa operasi penjumlahan asosiatif dalam
himpunan asli. Demikian juga untuk operasi perkalian ( a x b ) x c = a x ( b
x c ). Bagaimana dengan operasi pengurangan dan pembagian? Apakah ( a
– b ) – c = a – ( b – c )?

2.4.4 Unsur satuan


Dalam sistem bilangan asli tidak terdapat unsur satuan operasi
tambah,
Sebab tidak terdapat unsur e di N yang bersifat a + e = e + a = a, untuk
setiap a anggota N. Tetap dalam sistem bilangan cacah terdapat unsur
satuan operasi tambah yaitu 0. Sebab a + 0 = 0 + a = a. Untuk setiap
bilangan cacah a.

4
Pandang sistem bilangan bulat Z. Bilangan e Є Z disebut unsur
satuan ( = unsur identitas = elemen netral ) operasi tambah dari Z jika
memenuhi a + e = e + a = a, untuk setiap bilangan bulat a Є Z. Bilangan e
yang memenuhi adalah 0.
Dalam operasi perkalian bilangan e yang memenuhi a x e = e x a =
a, untuk setiap a Є Z adalah e = 1. Hal ini dikatakan bahwa unsur satuan
operasi perkalian di Z adalah 1.

2.4.5 Unsur Invers


Pandang sebuah sistem bilangan rasional Q, bilangan p Є Q
dinamakan invers operasi “ +” dari a jika dan hanya jika memenuhi a + p =
p + a = 0, biasanya p ditulis sebagai p = -a. Untuk operasi perkalian q Є Q
dikatakan invers operasi kali dari a Є Q, jika dan hanya jika memenuhi: a
x a = q x a = 1, biasanya q ditulis sebagai q 1/a atau q ̄ ¹

2.4.6 distributif (kali terhadap tambah)


Dalam sistem bilangan asli, cacah, bulat, rasional, real dan
kompleks berlaku sifat distributif. Pandang sistem bilangan Z.
Untuk a, b, dan c di Z berlaku:
i) ax(b+c)=(axb)+(axc) (distributif kiri)
ii) (a+b)xc=(axc)+(bxc) (distributif kanan)

Keenam sifat-sifat diatas penting untuk memenuhi lebih dalam


tentang sistem matematika dalam aljabar, misalnya untuk memenuhi
sistem grup, ring, field, dan integral domain, serta sistem aljabar lainnya.

2.5 Hukum penghilangan (Hukum Kanselasi)


Pandanglah a, b, dan c bilangan real
i) Jika a + c = b + c, maka a = b
ii) Jika ac = bc dengan c ≠ 0, maka a = b

5
2.6 Urutan Pengerjaan Hitung
Dahulu dalam matematika lama ada perjanjian bahwa pengerjaan
hitung haruslah diurutkan dari operasi kali, menyusul operasi bagi, operasi
tambah, kemudian operasi kurang. Mengapa demikian? Pendapat
matematika lama bahwa operasi kali lebih kuat dari pada operasi hitung
yang lainnya, yang lebih kuat haruslah didahulukan. Begitu pula operasi
bagi lebih kuat dari pada operasi tambah dan kurang, dan operasi tambah
lebih kuat dari operasi kurang.
Kita perhatikan contoh-contoh berikut ini :
Contoh 1.
1). 12 : 6 =2 dan 6 = 2 x 3
Kalau ada soal 12 : 2 x 3 maka hasilnya adalah 2, sebab perkalian
lebih kuat dari pada pembagian, sehingga 12 : 6 = 2
Dengan demikian menurut matematika lama 12 : 2 x 3 hasilnya tidak
boleh 18.
2). Kita lihat berikut ini
12 : 6 =2 dan 6 = 3 x 2 atau 6 = 3 x 8 : 4
Jadi 12 : 6 = 12 :3 x 8 : 4
= 12 : 24 : 4 [perkalian didahulukan]
= 1/2 : 4
= 1/8
3). Kita jalankan lagi dengan cara yang lain :
12 : 6 = 2, 6 = 4 + 6
Jadi 12 : 6 = 12 : 4 + 2
4). Kita perhatikan contoh yang lainnya a : a dengan menggunakan
matematika lama.
i. a : a = a : 1 x a
=axa
= a2
ii. a : a = a : 1/2a + 1/2a
=2+½a
iii. a : a = a : a2 : a

6
= 1/a : a
= 1/a2
Dengan memperhatikan contoh-contoh diatas, jika kita berpegang
teguh pda perjanjian matematika lama, bahwa urutan pengerjaan hitung
adalah perkalian, pembagian, penjumlahan dan penngurangan, maka
hasilnya bisa bermacam-macam, sedangkan hasil suatu operasi haruslah
tunggal. Jadi alasan yang digunakan dalam matematika lama kurang kuat
dan sebagai akibat ternyata akan kacau.
Oleh karena itu yang penting bukanlah aturan yang bermacam-
macam, namun haruslah ada kejelasan dari pembuat soal (penanya/guru).
Bila diperlukan pakailah tanda kurang agar yang mengerjakan soal
mengetahui mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan mana yang
harus dikerjakan kemudian. Kita ingat setiap soal yang disajikan
mengemban tujuan instruksional masing-masing. Kita bukanlah main
“teka-teki” dengan siswa. Bagi siswa yang penting bukanlah hafal urutan
pengerjaan, sehingga anak dibebani aturan-aturan yang harus dihafalkan
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk soal seperti 12 : 3 x 2 + 9 – 5 sebaiknya dijelaskan oleh guru
apa yang semestinya dikerjakan siswa. Apakah [(12 : 3) x (2 + 9) – 5 atau
[12 : (3 x 2) + (9 – 5)] atau yang lainnya.

2.7 Operasi Hitung yang didefinisikan (Khusus)


1) Misalkan kita adakan lambang operasi baru “*” (bintang) yang
mempunyai arti “Kalikanlah bilangan pertama dengan 2 kemudian
tambahkanlah hasilnya dengan bilangan kedua”, maka nilai-nilai dari
operasi berikut ini adalah sebagai berikut:
a. 4*3 = 2.4+3 = 11
3*4 = 2.3+4 = 10
b. (5*2)*2 = (2.5+2)*3 = 12*3 = (2.12)+3 = 27
5*(2*3) = 5*(2.2+3) = 5*7 = 5.2+7 = 17
Dari dua contoh diatas ternyata operasi “*” tidak komutatif maupun
asosiatif

7
2) Bila operasi “#” didefinisikan “Kalikanlah bilangan pertama dengan
bilangan kedua, kemudian tuliskanlah angka satuannya”, maka
a. 4#3 = 2 dan 3#4 = 2, 6#7 = 2 dan 7#6 = 2 (komutatif)
b. (6#3)#2 = 8#2 = 6
asosiatif
6#(3#2) = 6#6 = 6
Ternyata operasi # komutatif dan asosiatif.
3) Jika ditentukan a 𝜃 b = a +b – ab, untuk a dan b bilangan bulat, maka
a. 4 𝜃 3 = 4 + 3 – 12 = -5
3 𝜃 4 = 3 + 4 – 12 = -5
b. (9 𝜃 5) 𝜃 2 = (9 + 5 – 45) 𝜃 2

= (14 – 45) 𝜃 2
= -31 𝜃 2
= -31 + 2 – (-62)
= 33
9 𝜃 (5 𝜃 2) = 9 𝜃 (5 + 2- 10)
= 9 𝜃 (-3)
= 9 + (-3) – (-27)
= 33
Dalam operasi 𝜃 komutatif tetapi tidaka sosiatif.
4) Tentukan definisi dari “@”, kemudian lengkapilah:
a. 4@3 = 13 b. 6@4 = 20 c. 7@2 =11
5@2 = 23 8@5 = 39 6@4 = 22
3@6 = 3 4@3 = 7 8@3= 17
Definisi:
Point a: “kuadratkanlah bilangan pertama kemudian hasilnya dikurangi
bilangan kedua”
Point b: “kuadratkanlah bilangan pertama dan bilangan kedua,
kemudian hasil dari pengkuadratan bilangan pertama dikurangi dengan
hasil pengkuadratan bilangan kedua”
Point c: “kuadratkanlah bilangan kedua kemudian hasilnya ditambah
dengan bilangan pertama”
4@7 = 12@5 = 5@4=

8
7@4 = 9@6 = 2@6=
2@5 = 8@7 = 1@9=
5) Misalkan operasi * dan ° dalam sistem bilangan real R didefinisikan
sebagai berikut:
a * b = a+b-3
a ° b = a+b-ab
a. Apakah operasi * dan ° tertutup dalam sistem bilangan real R
b. Apakah berlaku komutatif * dan °
c. Apakah berlaku asosiatif * dan °
d. Apakah terdapat unsur identitas * dan unsur identitas °
e. Apakah setiap unsur di R maing-masing mempunyai operasi *
dan °
f. Apakah berlaku distributif * terhadap °
g. Apakah sifat kanselasi berlaku

Penyelesaian:
a. Untuk setiap a, b di R, maka a * b = a+b-3 𝜖 R dan a ° b = a+b-ab 𝜖 R
Jadi operasi * dan ° tertutup dalam R
b. Untuk setiap a,b di R, maka
a * b = a+b-3 = b+a-3 = b * a
a ° b = a+b-ab = b+a-ab = b ° a
Jadi operasi * dan ° komutatif dalam R
c. Untuk setiap a, b dan c di R, berlaku:
(a*b)*c = (a+b-3) * c
= (a+b-3)+c-3
= a+(b+c-3)-3
= a*(b+c-3)
= a*(b*c)
Jadi operasi * asosiatif dalam R
(a°b) °c = (a+b-ab) °c
= (a+b-ab)+c-(a+b-ab)c
= a+b-ab+c-ac-bc+abc
= a+b+c-ab-ac-bc+abc……… (1)

9
a° (b°c) = a° (b+c-bc)
= a+(b+c-bc)-a (b+c-bc)
= a+b+c-bc-ab-ac+abc
= a+b+c-ab-ac-bc+abc……… (2)
Dari …(1) dan …(2) dapat disimpulkan bahwa
(a°b) °c = a°(b°c)
Dengan demikian operasi ° asosiatif dalam R
d. Akan diperiksa apakah ada unsur identitas operasi * di R
Misalkan a sebarang unsur R sedemikian sehingga
a*e = a
a+e-3=a
e-3 = 0
e=3
Jadi unsur identitas operasi * di R adalah 3
Akan diperiksa apakah ada unsur identitas operasi ° di R
Misalkan a sebarang unsur R sedemikian sehingga
a°u = a
a+u-au = a
u-au = 0
u(1-a) = 0 untuk a ≠ 1, maka
u=0
jadi unsur identitas operasi ° di R adalah 0, sebab
a°0 = a+0-a.0 = a
e. Apakah setiap unsur di R mempunyai invers baik operasi * maupun
operasi ° ?
Ambil sebarang a 𝜖 R, misalkan p 𝜖 R adalah invers operasi *
sedemikian sehingga a*p = 3 [3 = unsur identitas]
a*p = 3
a+p-3 = 3
a+p=6
p=6-a
Jadi invers operasi dari a adalah “6-a”

10
Ambil sebarang a 𝜖 R, misalkan q 𝜖 R adalah invers operasi °
sedemikian sehingga a ° q = 0 = 0
a+q-aq = 0
q-aq = -a
aq-q = a
q(a-1) = a
𝑎
q = 𝑎−1 dengan a ≠ 1
𝑎
Jadi unsur a di R dengan a ≠ 1 mempunyai invers berbentuk 𝑎−1 𝜖 R,
𝑎
sebab 𝑎 ° =0
𝑎−1

f. Apakah berlaku distributif ° terhadap *


Akan diperiksa apakah untuk sebarang a, b, dan c 𝜖 R berlaku
a°(b*c) = (a°b) * (a°c)?
a+(b*c)-a(b*c) = (a+b-ab) * (a+c-ac)?
a+(b+c-3)-a(b+c-3) = (a+b-ab) + (a+c-ac) - 3?
a+3a+b+c-ab-ac-3 = a+a+b+c-ab-ac-3?
4a+b+c-ab-ac-3 = 2a+b+c-ab-ac-3?
Ternyata a°(b*c) ≠ (a°b) * (a°c), seehingga operasi ° tidak distributif
terhadap *.
g. Apakah berlaku sifat kanselasi?
h. Untuk sebarang a, b, dan c di R dengan a* c = b*c
Apakah a=b?
a*c = b*c
a+c-3 = b+c-3
a+(c-c)-(3-3) = b+(c-c)-(3-3)
a+0 = b+0
a=b
Jadi dalam operasi *berlaku sifat kanselasi.

11
Untuk sebarang a, b, dan c 𝜖 R dengan a°c = b°c apakah a = b?
a°c = b°c
a+c-ac = b+c-bc
a-ac = b-bc
a(1-c) = b(1-c)
Untuk c ≠ 1, maka a = b

Jadi dalam operasi ° jika a°c = b°c dengan c ≠ 1, berlaku a = b.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Operasi Hitung pada sistem bilangan ada 4 macam yaitu, operasi tambah,
operasi kurang, operasi kali, dan operasi bagi. Perlu kita bedakan antara nilai dari
suatu bilangan dangan operasi. Bilangan yang kurang dari nol disebut bilangan
negatif. Bilangan-bilangan yang lebih besar dari nol disebut bilangan positif. Pada
operasi tambah disebut plus dan pada operasi kurang disebut min (minus ).
Contoh:
(-5) dibaca “negatif lima” bukan “ min lima”
(+3) dibaca “positif tiga” bukan “plus tiga”
5+3 dibaca “lima tambah (plus) tiga” bukan “lima positif tiga”
Operasi (pengerjaan) hitung jika di pandang dari jumlah unsur yang
dioperasikan dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu operasi biner dan
operasi uner . operasi biner adalah operasi pada setiap operasi itu di jalankan
hanya ada dua unsur yang dapat di selesaikan, walaupun kita mengoperasikan
lebih dari dua unsur namun tetap dua unsur dikerjakan terlebih dahulu. Operasi
uner (tunggal) adalah operasi yang hanya melibatkan sebuah bilangan (satu unsur)
Contoh operasi biner dan uner + ialah operasi biner pada bilangan (2 + 3) + 4 = 9,
ialah operasi uner pada bilangan, contoh = 2
ialah operasi biner pada himpunan, contoh { 2,5,6 } {1,2,3} = {2} log ialah
operasi uner pada bilangan, contoh log 100 = 2

2 Sifat-sifat Operasi Hitung


Sifat-sifat Operasi Hitung ada 5 macam yaitu:
1. Sifat tertutup
Dalam penjumlahan sepasang bilangan asli A, hasil penjumlahan merupakan
bilangan asli A.

2. Sifat pertukaran (komutatif)


Jika bilangan riil a dan b dijumlahkan, hasilnya akan sama walaupun tempat atau
posisi bilangan itu ditukar.
a+b=b+a
sifat ini berlaku juga untuk perkalian, tetapi tidak berlaku pada operasi
pengurangan dan pembagian.

3. Sifat pengelompokan (asosiatif)


Untuk setiap a, b dan c bilangan riil, berlaku:
(a + b) + c = a + (b + c)
Sifat Asosiatif ini berlaku juga untuk perkalian. Sama halnya dengan sifat
komutatif, sifat asosiatif tidak berlaku pada operasi pembagian dan pengurangan.

13
4. Sifat penyebaran (distributif)
Untuk setiap a, b, dan c bilangan riil, berlaku sifat berikut:
a x (b + c) = (a x b) + (a x c)
atau
(a x b) x c = (a x c) + (b x c)

5. Sifat penghilangan(kanselasi)
Untuk a,b,c R akan berlaku keadaan sebagai berikut:
- Jika a x c=b x c dan c ≠ 0 maka a=b
- Jika a x b=0,maka a=0 atau b=0
- Jika a + c=b + c maka a=b
Dari hal diatas dikatakan bahwa sifat penghilangan berlaku pada operasi (x) dan
(+) dalam himpunan bilangan real.

3 Unsur Satuan dan Unsur Invers


Ø Unsur satuan disebut unsur identitas, sebuah unsur bilangan yang dioperasikan
dengan bilangan lain. Hasilnya adalah bilangan itu sendiri. Pada operasi
penambahan bilangan riil berlaku:
a+0=0+a=a
atau
ax1=1xa=a
Untuk identitas operasi tambah (+), yaitu 0 dan 1 merupakan unsur identitas pada
operasi kali (x).

Ø Unsur invers ialah sebuah unsur bilangan jika dioerasikan dengan bilangan lain
akan menghasilkan sebuah unsur identitas. Jika a adalah bilangan riil berlaku
a + (-a) = (-a) + a = 0
invers penjumlahan dari a adalah –a invers perkalian dari a adalah
sifat-sifat operasi hitung sangat berguna untuk memahami dan melakukan operasi
hitung pada bilangan bulat yang akan anda pelajari berikut ini.
· Untuk setiap bilangan bulat r, ada bilangan bulat yang tunggal demikian
sehingga r+(-r) = (-r) + r = 0
· Penjumlahan “lawan”, r + (-r) + r = 0
Invers penjumlahan dari 4=-4, karena 4 + (-4) = 0 (0 merupakan identitas
penjumlahan)
Invers penjumlahan = -1/3
· Perkalian “kebalikan”
Invers perkalian dari 4 adalah karena 4 x = 1 (1 merupakan identitas perkalian)
· Bilangan bulat tidak memiliki elemen invers perkalian
Misalnya 3, invers perkalian 3 adalah dan bukan bilangan bulat
· Bilangan asli tidak memiliki memiliki elemen invers penjumlahan karena
misalnya untuk bilangan asli 2, invers penjumlahan dari 2 adalah -2 dan -2 bukan
bilangan asli

14
· Bilangan rasional mempunyai elemen invers perkalian karena invers
perkaliannya juga merupakan bilangan rasional.

4 Urutan Pengerjaan Hitung ( Alogaritma )


Dalam matematika lama ada perjanjian bahwa urutan pengerjaan hitung
haruslah diurutkan mulai dari operasi kali,operasi bagi,operasi tambah dan operasi
kurang.
Contoh:
16:8=2 dan 8=4 x 2
Jika ada soal 16 : 4 x 2 haruslah didahulukan 4 x 2 supaya hasilnya 2 .tidak boleh
16 : 4 x 2=4 x 2=8
Dari contoh diatas dengan berpegang teguh pada perjanjian matematika
lama,ternyata didapat hasil yang bermacam-macam,sedangkan hasil suatu operasi
adalah tunggal.jadi alas an bahwa urutan pengerjaan hitung diatas tidak dapat
dipertahankan.perlu diingat setiap soal yang disajikan mengemban tujuan
intruksional masing-masing,oleh karena itu harus jelas apa yang ingin dicapai.

5 Operasi Hitung yang Didefinisikan (khusus)


Operasi hitung lainnya yaitu dengan mendefinisikan operasinya berdasarkan
operasi hitung yang telah diketahui.
Contoh :
- Misal ada lambang operasi baru yaitu “ ” yang brarti”kalikanlah bilangan
pertama dengan kedua,kemudian hasilnya ditambahkan dengan bilangan pertama”
a) 3 4=3.4+3=15
b) ( 4 5 ) 2=( 4 x 5 + 4 ) 2
=24 2
= 24 x 2 +24
=72
- Operasi” ” didefinisikan “bagi bilangan pertama dengan bilangan kedua,
hasilnya kalikan dengan dua kali bilangan pertama”
a) 4 * 2 = 16
b) 8 * 4 = 32
c) ( 3 * 6 ) * 2 = [ x (2x3) ] * 2
= 3 * 2 = [ x ( 2 x 3 ) ]=9

- Jika ditentukan p @ q=p + q – pq, misal :


a) 4 @ 6=4 + 6 – 4 x 6= -14
b) ( 3 @ 4 ) @ 5=( 3 + 4 – 3 x 4 ) @ 5
= -5 @ 5
= -5 + 5 – (-5) x 3=25
- Jika operasi “ ” dan “ dalam bilangan real didefinisikan sebagai berikut : p q=
p+q-5 , dan p q= p + 2q – pq . Miaslkan:
ü Untuk setiap p,q R , p q = p + q – 5 dan p q = p + 2p – pq R
Contoh : 5 3=5 + 3 – 3= 5 R
5 3= 5 + 2(3) – 5(3)= -4 R

15
Beberapa Catatan Penting!

 Pada operasi penjumlahan mempunyai unsur identitas/elemen netral


penjumlahan, yaitu 0
 Pada operasi penjumlahan juga mempunyai invers penjumlahan.
 Pada operasi perkalian mempunyai unsur identitas/elemen netral, yaitu 1.
 Pada operasi perkalian juga mempunyai invers perkalian.

B. Kritik dan Saran

Penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk penyempurnaan


makalah ini, dan semoga makalah yang kami buat bernilai manfaat
kaitannya dengan pemahaman kita mengenai operasi hitung dalam sistem
bilangan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Erman & Turmudi, 1993, Perkenalan dengan Teori Bilangan,


Bandung:Wijayakusumah

17

Anda mungkin juga menyukai