Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan konversi juga disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi
hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan
memori, sensori dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang
tidak dapat dijelaskan secara medis. Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi
seperti memori (amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue),
fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure), atau fungi sensorik (anesthesia sarung
tangan dan kaus kaki, glove and stocking anaesthesia). Istilah konversi didasarkan
pada teori kuno bahwa perasaan dan anxietas dikonversikan menjadi gejala-
gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer) dan
didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari orang lain (keuntungan
sekunder).1
Gangguan konversi berkaitan dengan gangguan kecemasan. Dari beberapa
literatur mengatakan bahwa gangguan konversi bisa merupakan bagian dari
gangguan somatoform atau pada gangguan disosiatif, individu mengeluhkan gejala-
gejala gangguan fisik yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat
gangguan fisiologis. Pada gangguan somatoform, individu mengeluhkan gejala-
gejala gangguan fisik, yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat
gangguan fisiologis. Pada gangguan disosiatif, individu mengalami gangguan
kesadaran, ingatan, dan identitas. Munculnya kedua gangguan ini biasanya berkaitan
dengan beberapa pengalaman yang tidak menyenangkan, dan terkadang gangguan ini
muncul secara bersamaan.2

1.2. Tujuan
Agar dapat mengetahui teori mengenai gangguan konversi.
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Gangguan konversi (conversion disorders) menurut DSM-IV didefinisikan
sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis
(sebagai contohnya paralisis, kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan
oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Disamping itu diagnosis
mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan awal atau eksaserbasi
gejala. Adapun menurut PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah adanya
kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu,
kesadaran akan identitas dan penghayatan segera (awareness of identity and
immediate sensations), dan kendali terhadap gerakan tubuh. 2
Secara normal terdapat pengendalian secara sadar, sampai taraf tertentu,
terhadap ingatan dan penghayatan, yang dapat dipilih untuk digunakan segera, serta
gerakan-gerakan yang harus dilaksanakan. Pada gangguan konversi diperkirakan
bahwa kemampuan mengendalikan secara sadar dan selektif ini terganggu, sampai
suatu taraf yang dapat bervariasi dari hari ke hari atau bahkan dari jam ke jam.
Biasanya sangat sulit untuk menilai sejauh mana beberapa kehilangan fungsi masih
berada dalam pengendalian volunter.2
Dalam penegakan diagnosis gangguan konversi harus ada gangguan yang
menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun
kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial,
pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.2

2.2. Epidemiologi
Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam
masyarakat. Tetapi juga gangguan konversi ini tidak jarang ada dalam kasus-kasus
psikiatri. Prevelensinya hanya 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi. Dalam
beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang tajam dalam kasus-
3

kasus gangguan konversi yang dilaporkan, dan menambah kesadaran para ahli dalam
menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan menghindari
kesalahan diagnosis antara disosiatif identity disorder, schizophrenia atau gangguan
personal. 1,2,4
Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan konversi ini sangat mudah
dihipnotis dan sangat sensitive terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,namun
tak cukup banyak referensi yang membetulkan pernyataan tersebut. 5
Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai
wanita 90% atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia
manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.1

2.3. Etiologi
Gangguan konversi belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun
biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan
organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak- anak namun
tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya
gangguan konversi ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah
terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan konversi.2,4
Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa
:1,2,4
 Kepribadian yang labil :
 Pelecehan seksual
 Pelecehan fisik
 Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai )
 Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan

Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak
lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun itu
terjadi pada orang lain.
4

2.4. Tanda Dan Gejala


Pada gangguan konversi, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali
selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari hari kehari atau
bahkan jam ke jam. Gejala umum untuk seluruh tipe gangguan konversi meliputi :
1,2,4

 Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan orang
 Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan,
 Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi)
 Identitas yang buram
 Depersonalisasi

2.5. Faktor Resiko


Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun
emosional semasa kecil sangat berisko besar mengalami gangguan konversi. Anak-
ana dan dewasa yang juga memiliki pengalaman kejadian yang traumatic, semisalnya
perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis yang infasif juga dapat menjadi
faktor resiko terjadinya gangguan konversi ini. 2

2.6. Diagnosis

Kriteria diagnostic gangguan konversi berdasarkan DSM-IV TR:

a. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
b. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit
karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik
atau stresor lain.
c. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti
pada gangguan buatan atau berpura-pura).
d. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau
sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
e. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau
memerlukan pemeriksaan medis.
5

f.
Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak
terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak
dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.4

Gangguan disosiatif (konversi) dibedakan atau diklasifikasikan atas beberapa


pengolongan yaitu : 1,3

F444.0 Amnesia Disosiatif

F.44.1 Fugue Disosiatif

F.44.2 Stupor Disosiatif

F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan

F44.4-F44.7 Gangguan konversi dari gerakan dan Penginderaan

F44.4 Gangguan motorik Disosiatif


F.44.5 Konvulsi Dsosiatif
F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif
F44.7 Gangguan konversi campuran
F44.8 Gangguan konversi lainnya
F44.9 Gangguan konversi YTT
Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada :
1. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang
tercantum pada F44.
2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala
tersebut.
3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang
jelas dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan
interpersonal yang terganggu (meskipun disangkal pasien).
a. F44.0 Amnesia Disosiatif
Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenal kejadian penting
yang baru terjadi yang bukan disebabkan karena gangguan mental ogranik
atau terlalu luas untuk dijelaskan. 1,3
6

Pada Amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan ingatan yang spesifik


saja dan tidak bersifat umum. Informasi yang dilupakan biasanya tentang
peristiwa yang menegangkan atau traumatik, dalam kehidupan seseorang.
Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas
pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasi umum adalah utuh.
Diagnostik pasti memerlukan1,3 :
1. Amnesia, baik total maupun persial, mengenai kedian baru yang bersifat
stress atau traumatic.
2. Tidak ada gangguan otak egmency
b. F44.1 Fugue Disosiatif
Memilih semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku melakukan
perjalanan meninggalkan rumah. Pada beberapa kasus, penderita mungkin
menggunakan identitas baru1,3.
Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan
terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia
disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari
rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting identitas
mereka sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut seringkali,
tetapi tidak selalu mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru,
walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian
ganda yang terlihat pada gangguan identitas disosiatif. 1,3
Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Ciri-ciri amnesia disosiatif
2. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu melampaui jerak yang biasa
dilakukannya sehari-hari.
3. Tetap memepertahankan kemampuan mengurus diri yang mendasar dan
melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang yang belum
dikenalnya.
c. F.44.2 Stupor Disosiatif
Perilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari
pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga pada
7

gangguan-gangguan konversi lain, didapat bukti adanya penyebab psikogenik


dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun masalah sosial
atau interpersonal yang menonjol. 1,3
Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau
hilangnya gerakan –gerakan voulunter dan respon normal terhadap
rangsangan luar, seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan ( sedangkan
kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang ). 1,3
Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi.
2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang
dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.
3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress.
d. F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan
Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan
sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap
lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku
seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat.
Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau psikosis
akut disertai halusinasi atau waham atau kepribadian multiple tidak boleh
dimasukkan dalam kelompok ini. 1,3
e. F44.4-F44.7 Gangguan Konversi dari Gerakan dan Penginderaan
Di dalam gangguan ini terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan
ataupun kehilangan pengideraan . oleh sebab itu pasien biasanya mengeluh
tentang adanya penyakit fisik, meskipun tidak ada kelainan fisik yang dapat
ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan itu. Selain itu, penilaian
status mental pasien dan situasi sosialnya biasanya menunjukkan bahwa
ketidakmampuan akibat kehilangan fungsinya membantu pasien dalam upaya
untuk menghindar dari konflik yang kurang menyenangkan atau untuk
menunjukkan ketergantungan atau penolakan secara tidak langsung.
Diagnosis harus ditegakkan dengan sangat hati-hati apabila terdapat
gangguan sistem saraf atau pada individu yang tadinya menunjukkan
8

kemampuan penyesuaian yang baik dengan hubungan keluraga dan sosial


yang normal. 1,3
Untuk diagnosis pasti :
1. Tidak didapat adanya tanda kelainan fisik.
2. Harus diketahui secara memadai mengenai kondisi psikologis dan sosial
serta hubungan interpersonal dari pasien, agar memungkinkan menyusun
suatu formulasi yang meyakinkan perihal sebab gangguan itu timbul.
F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif
Bentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan
kemampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota
gerak. Pralisis dapat bersifat parsial dengan gerakan yang lemah atau
lambat atau total. Berbagai bentuk inkoordinasi dapat terjadi,
khusussnya pada kaki dengan akibat cara jalan yang bizarre. Dapat
juga terjadi gemetar. 1,3
F44.5 Konvulsi Disosiatif
Dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan tetapi
jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan
inkontinensia urin, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti
dengan keadaan seperti stupor atau trans. 1,3
F44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif
Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas
yang tegas yang menjelskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan
pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan
pengetahuan kedokterannya. Meskipun ada gangguan penglihatan,
mobilitas pasien serta kemampuan motoriknya sering kali masih baik.
Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan
dengn hilang rasa dan penglihatan. 1,3
F44.7 Gangguan Konversi Campuran
Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.
f. F44.8 Gangguan Konversi lainnya
Sindrom ganser
9

Ciri-ciri dari gangguan ini adalah “jawaban kira-kira”, yang biasanya disertai
beberapa gejala disosiatif lainnya, sring kali dalam keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik dan
harus dimasukkan di sini. 1,3
Gangguan kepribadian multiple
Ciri utama adanya dua atau lebih kerpibadian yang jelas pada satu individu
dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing kepribadian
tersebut adalah lengkap, dalm arti memiliki ingatan, perilaku dan kesenangan
sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda dengan kepribadian
pramorbidnya. 1,3
Gangguan konversi sementara terjadi pada masa kanak dan remaja
Gangguan Disosiatuf lainnya YDT
g. F44.9 Gangguan konversi YTT

2.7. Komplikasi

Orang-orang dengan gangguan konversi beresiko besar mengalami komplikasi,


yang terdiri dari5 :
 Mutilasi diri
 Gangguan seksual
 Alkoholisme
 Depresi
 Gangguan saat tidur,mimpi buruk, insomnia atau berjalan sambil tidur
 Gangguan kecemasan
 Gangguan makan
 Sakit kepala berat

2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dimulai dengan menggali kondisi fisik, neurologiknya, dan
faktor risiko yang relevan (misalnya penyakit komorbid). Bila tidak ditemukan
10

kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik
terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.5

Penanganan penyakit ini sebagai berikut1:


 Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun
tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya
pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk
membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini.
Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti
 tiopental, dan
 natrium amobarbital diberikan secara intravena dan
Benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab (bersama dengan saran bahwa
gejala cenderung dikirim pada satu jam atau lebih) dapat berguna untuk
memulihkan ingatannya yang hilang.
Amobarbital atau lorazepam parental
11

Pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika


suportif-ekspresif. 1
 Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran.
Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena
pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa
konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan
memori yang salah dalam mensugesti. 1
 Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini. Bentuk
terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi
berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan
membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk
gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang
membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif. 1
 Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini
menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan
pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan
kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi. 1
 Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan
kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif
dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan
apa yang menjadi perilaku pemeriksa. 1

2.9. Prognosis
Umumnya prognosisnya baik. Faktor yang terkait dengan prognosis yang
baik adalah sebagai berikut4,5:
 Serangan yang akut
 Penyebab tekanan pada saat terjadi serangan jelas
 Jarak antara serangan dengan memulai pengobatan tidak terlalu jauh
 Daya kognitif dan kecerdasan baik
12

 Gejala aphonia, kelumpuhan, dan atau kebutaan (yang bertentangan dengan


kejang dan gemetaran, yang berhubungan dengan prognosis buruk)

2.10. Pencegahan
Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan,
sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah
gangguan konversi. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati
secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti
stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia
belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang
minimal. 1,2,5
13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara umum gangguan konversi (dissociative disorders) bisa didefinisikan
sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah
kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan
segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap gerak
tubuh.
Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam
masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini
mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di
belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.
Ada beberapa penggolongan dalam gangguan konversi, antara lain adalah
Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan
Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan
Kehilangan Sensorik Disosiatif.
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Terapi
obat. sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang
spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep
berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental
pada gangguan konversi ini. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan
pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala
yang ada.
14

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. Gangguan
Konversi. Dalam: Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1997.
2. Hales RE. The American psychiatric publishing textbook of psychiatry.
American Psychiatric Pub; 2008. Pg. 624-629.
3. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
(PPDGJ III),Departemen Kesehatan RI., Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik
4. Stone J, LaFrance WC, Brown R, Spiegel D, Levenson JL, Sharpe M.
Conversion disorder: current problems and potential solutions for DSM-5.
Journal of psychosomatic research. 2011 Dec 31;71(6):369-76.
5. Stonnington CM, Barry JJ, Fisher RS. Conversion disorder. American Journal
of Psychiatry. 2006 Sep;163(9):1510-7.

Anda mungkin juga menyukai