BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Agar dapat mengetahui teori mengenai gangguan konversi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Gangguan konversi (conversion disorders) menurut DSM-IV didefinisikan
sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis
(sebagai contohnya paralisis, kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan
oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Disamping itu diagnosis
mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan awal atau eksaserbasi
gejala. Adapun menurut PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah adanya
kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu,
kesadaran akan identitas dan penghayatan segera (awareness of identity and
immediate sensations), dan kendali terhadap gerakan tubuh. 2
Secara normal terdapat pengendalian secara sadar, sampai taraf tertentu,
terhadap ingatan dan penghayatan, yang dapat dipilih untuk digunakan segera, serta
gerakan-gerakan yang harus dilaksanakan. Pada gangguan konversi diperkirakan
bahwa kemampuan mengendalikan secara sadar dan selektif ini terganggu, sampai
suatu taraf yang dapat bervariasi dari hari ke hari atau bahkan dari jam ke jam.
Biasanya sangat sulit untuk menilai sejauh mana beberapa kehilangan fungsi masih
berada dalam pengendalian volunter.2
Dalam penegakan diagnosis gangguan konversi harus ada gangguan yang
menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun
kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial,
pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.2
2.2. Epidemiologi
Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam
masyarakat. Tetapi juga gangguan konversi ini tidak jarang ada dalam kasus-kasus
psikiatri. Prevelensinya hanya 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi. Dalam
beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang tajam dalam kasus-
3
kasus gangguan konversi yang dilaporkan, dan menambah kesadaran para ahli dalam
menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan menghindari
kesalahan diagnosis antara disosiatif identity disorder, schizophrenia atau gangguan
personal. 1,2,4
Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan konversi ini sangat mudah
dihipnotis dan sangat sensitive terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,namun
tak cukup banyak referensi yang membetulkan pernyataan tersebut. 5
Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai
wanita 90% atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia
manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.1
2.3. Etiologi
Gangguan konversi belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun
biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan
organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak- anak namun
tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya
gangguan konversi ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah
terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan konversi.2,4
Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa
:1,2,4
Kepribadian yang labil :
Pelecehan seksual
Pelecehan fisik
Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai )
Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan
Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak
lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun itu
terjadi pada orang lain.
4
Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan orang
Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan,
Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi)
Identitas yang buram
Depersonalisasi
2.6. Diagnosis
a. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
b. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit
karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik
atau stresor lain.
c. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti
pada gangguan buatan atau berpura-pura).
d. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau
sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
e. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau
memerlukan pemeriksaan medis.
5
f.
Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak
terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak
dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.4
Ciri-ciri dari gangguan ini adalah “jawaban kira-kira”, yang biasanya disertai
beberapa gejala disosiatif lainnya, sring kali dalam keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik dan
harus dimasukkan di sini. 1,3
Gangguan kepribadian multiple
Ciri utama adanya dua atau lebih kerpibadian yang jelas pada satu individu
dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing kepribadian
tersebut adalah lengkap, dalm arti memiliki ingatan, perilaku dan kesenangan
sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda dengan kepribadian
pramorbidnya. 1,3
Gangguan konversi sementara terjadi pada masa kanak dan remaja
Gangguan Disosiatuf lainnya YDT
g. F44.9 Gangguan konversi YTT
2.7. Komplikasi
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dimulai dengan menggali kondisi fisik, neurologiknya, dan
faktor risiko yang relevan (misalnya penyakit komorbid). Bila tidak ditemukan
10
kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik
terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.5
2.9. Prognosis
Umumnya prognosisnya baik. Faktor yang terkait dengan prognosis yang
baik adalah sebagai berikut4,5:
Serangan yang akut
Penyebab tekanan pada saat terjadi serangan jelas
Jarak antara serangan dengan memulai pengobatan tidak terlalu jauh
Daya kognitif dan kecerdasan baik
12
2.10. Pencegahan
Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan,
sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah
gangguan konversi. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati
secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti
stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia
belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang
minimal. 1,2,5
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum gangguan konversi (dissociative disorders) bisa didefinisikan
sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah
kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan
segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap gerak
tubuh.
Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam
masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini
mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di
belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.
Ada beberapa penggolongan dalam gangguan konversi, antara lain adalah
Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan
Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan
Kehilangan Sensorik Disosiatif.
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Terapi
obat. sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang
spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep
berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental
pada gangguan konversi ini. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan
pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala
yang ada.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. Gangguan
Konversi. Dalam: Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1997.
2. Hales RE. The American psychiatric publishing textbook of psychiatry.
American Psychiatric Pub; 2008. Pg. 624-629.
3. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
(PPDGJ III),Departemen Kesehatan RI., Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik
4. Stone J, LaFrance WC, Brown R, Spiegel D, Levenson JL, Sharpe M.
Conversion disorder: current problems and potential solutions for DSM-5.
Journal of psychosomatic research. 2011 Dec 31;71(6):369-76.
5. Stonnington CM, Barry JJ, Fisher RS. Conversion disorder. American Journal
of Psychiatry. 2006 Sep;163(9):1510-7.