BAB II
memiliki luas 55,90 Km2 (30,87%). Luas wilayah menurut kecamatan Kota
Lhokseumawe disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini.
TABEL 2.1
LUAS WILAYAH MENURUT KECAMATAN
KOTA LHOKSEUMAWE
Grafik 2.1
Tahun 2010 penduduk Kota Lhokseumawe berjumlah 170.150 jiwa, terdiri dari
84.550 jiwa laki-laki dan 85.600 jiwa perempuan. Dengan demikian, sex ratio penduduk
kota Lhokseumawe adalah 98,77.
Tabel 2.2
KEADAAN DAN PERKEMBANGAN PENDUDUK
KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2003 s/d 2008
Penduduk Tahun
No. Kecamatan
2003 2004 2005 2006 2007 2008
1. Blang Mangat 16.803 17.857 18.387 18.552 18.744 18.814
2. Muara Dua 35.956 35.459 35.990 36.505 36.881 36.957
3. Muara Satu 30.465 30.044 30.494 30.930 31.249 31.468
4. Banda Sakti 67.932 68.731 69.763 70.569 71.295 71.521
Jumlah 150.105 152.091 154.634 156.556 158.169 158.760
Sumber: BPS Lhokseumawe, 2009
TABEL 2.3
Proyeksi Jumlah Penduduk di Kota Lhokseumawe
Tahun 2010 s/d 2014
Tingkat kepadatan penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2008 secara rata-rata
adalah 865 jiwa/km2. Namun distribusi penduduk di masing-masing kecamatan relatif
tidak merata. Kecamatan Banda Sakti merupakan wilayah yang paling padat
penduduknya, yaitu rata-rata mencapai 6.363 jiwa/Km2. Sementara di Kecamatan
Muara Dua, Blang Mangat dan Muara Satu masing-masing hanya didiami oleh 639
jiwa, 335 jiwa dan 563 jiwa per kilometer persegi.
Oleh karena itu, dengan proyeksi penduduk kota Lhokseumawe pada tahun 2014
mencapai 185.001 jiwa, diperkirakan konsentrasi penduduk akan semakin lebih besar di
Kecamatan Banda Sakti, kondisi ini berlaku apabila tidak diikuti oleh pengembangan
permukiman dan pengembangan aktifitas-aktifitas ekonomi ke wilayah-wilayah luar
kecamatan Banda Sakti.
TABEL 2.4
TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK
DI KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2008
Jumlah Luas
Rata2 Kepadatan
No. Kecamatan Penduduk Wilayah
Penduduk (Jiwa/Km2)
(Jiwa) (Km2)
1. Banda Sakti 71.521 11,24 6.363
2. Muara Dua 36.957 57,80 639
3. Blang Mangat 18.814 56,12 335
Selanjutnya, jumlah rumah tangga di Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 dan
jumlah penduduk miskin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.5
Jumlah Rumah Tangga di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Kecamatan
Jumlah
Rumah Tangga
Blang Mangat 4.830
Muara Dua 9.957
Muara Satu 7.105
Banda Sakti 16.839
Lhokseumawe 38.731
Sumber: BPS Tahun 2010
Tabel 2.6
Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2005-2007
Jumlah
Persentase Jumlah
Tahun Penduduk
Penduduk Miskin)
Miskin (Jiwa)
2005 24,077 15,57
2006 22,309 14,25
2007 20,167 12,75
Tabel 2.7
Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Kategori Miskin menurut Kecamatan di
Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh Tahun 2008
Jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 mencapai 51.978 jiwa dengan rumah
tangga miskin mencapai 13.269, dengan persentase rumah tangga miskin mencapai
39,03 persen. Rumah tangga miskin tertinggi terdapat di kecamatan Blang Mangat yang
mencapai 60,71 persen, selanjutnya diikuti dengan kecamatan Muara Dua 44,13 persen,
kecamatan Muara Satu 36,99 persen, dan kecamatan Banda Sakti 31,47 persen.
Sementara pada tahun 2009 BPS belum mempublikasikan data jumlah kemiskinan,
sehingga angka kemiskinan terkini yang dapat ditampilkan hanya angka tahun 2008.
Kota Lhokseumawe merupakan bagian dari Provinsi Aceh yang terletak diantara
04o 54o – 05o 18o LU dan 96o 20o – 97o 21o BT. Kota ini memiliki wilayah sekitar 181,06
Km2, dengan batas administrasi sebagai berikut :
Berdasarkan kondisi fisik dasar yang ada, terdapat beberapa hal yang dapat
disimpulkan mengenali daya dukung lahan di Kota Lhokseumawe, khususnya dalam
menampung dan mendukung aktifitas masyarakat kota Lhokseumawe di atasnya.
Dari karakteristik topografi, sebagian besar wilayah ini sangat potensial untuk
dijadikan kawasan budidaya terutama karena daerahnya yang datar, namun jenis
pengembangannya juga harus disesuaikan dengan jenis tanahnya.
Namun, yang perlu diperhatikan adalah letak kota Lhokseumawe yang berada
pada daerah rawan gempa dan Tsunami, sehingga untuk pengembangan di masa depan
beberapa daerah yang dianggap menjadi titik rawan gempa dan Tsunami di wilayah ini
perlu di rencanakan kawasan konservasi atau kawasan budidaya yang tidak padat
penduduk atau kegiatan.
1. Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang menonjol di Kota Lhokseumawe
meliputi perikanan tangkap, budidaya tambak ikan dan tambak garam.
3. Kota Lhokseumawe berada diantara dua patahan (sebelah Timur – Utara dan sebelah
Barat – Selatan Kota).
4. Berada pada pertemuan Plate Euroasia dan Australia berjarak + 130 km dari garis
pantai Barat sehingga Kota ini rawan terhadap Tsunami.
6. Kota Lhokseumawe, secara khusus Kecamatan Banda Sakti sangat rentan terhadap
kemungkinan ancaman abrasi pantai dan gelombang pasang laut serta luapan sungai-
sungai.
7. Kerusakan Lingkungan
Dari luas wilayah yang ada, sebagian besar (76,33%) merupakan lahan datar,
dengan kemiringan antara 0 – 2%. Sedangkan sekitar 23,67% merupakan lahan
bergelombang. Kecuali di kecamatan Banda Sakti merupakan lahan datar dengan luas
1.124 Ha, lahan dengan kategori bergelombang ditemui di Kecamatan Muara Dua,
Blang Mangat dan Muara Satu dengan persentase yang hampir sama. Luas lahan
menurut kemiringan dapat dilihat pada Tabel 2.2
TABEL 2.8
LUAS LAHAN MENURUT KEMIRINGAN
TABEL 2.9
PROFIL PENGGUNAAN LAHAN MENURUT JENIS DAN LUAS
KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2008
Jumlah angkatan kerja yang berasal dari berbagai tingkat pendidikan di Kota
Lhokseumawe terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk. Untuk itu Pemerintah Kota Lhokseumawe mempunyai tujuan yang harus
segera dicapai, yaitu memperluas kesempatan kerja baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
TABEL 2.10
PROPORSI PENDUDUK LHOKSEUMAWE MENURUT
JENIS PEKERJAAN TAHUN 2008
PROPORSI
NO. JENIS PEKERJAAN
(%)
1 2 3
1 PNS 8.91
2 TNI / POLRI 2.33
3 BUMN 2.67
4 PERTAMBANGAN / PENGGALIAN 0.34
5 PENGANGKUTAN / KOMUNIKASI 3.02
6 INDUSTRI & PENGOLAHAN 2.00
7 DAGANG / JUALAN 18.98
8 PERTANIAN 11.86
9 NELAYAN 12.43
10 BANGUNAN 10.79
11 LAIN-LAIN 26.67
LHOKSEUMAWE 100.00
Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Lhokseumawe, 2008.
Tabel: 2.11
ANGKA BEBAN TANGGUNGAN PENDUDUK
KOTA LHOKSEUMAWE
1 2 3 4 5 6
1 2004 53,548 94,325 4,208 61.23
2 2005 50,449 100,127 4,058 54.44
3 2006 48,031 105,163 3,362 48.87
Sumber : BPS Lhokseumawe
Perubahan PDRB dari waktu ke waktu terjadi karena dua hal, yaitu terjadinya
perubahan harga barang dan jasa atau karena terjadinya perubahan volume. Penggunaan
harga yang berlaku pada periode yang telah lalu menghasilkan PDRB atas harga
konstan. PDRB atas harga konstan disebut sebagai PDRB volume atau PDRB real.
3. Industri Pengolahan;
5. Bangunan;
PDRB Kota Lhokseumawe (Non Migas) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)
selama kurun waktu 2004 - 2007 mengalami kenaikan rata-rata per tahun 20,66 persen
yaitu dari Rp.2.064.498,39 Juta pada Tahun 2004 menjadi Rp.2.819.560,17 Juta pada
Tahun 2007.
meningkat pada tahun 2006 menjadi Rp.1.262.746,45 juta dan Rp.1.371.673,98 juta
pada tahun 2007.
Tabel 2.12
PDRB Kota Lhokseumawe (Tanpa Minyak dan Gas)
Atas Dasar Harga Berlaku Periode 2005 – 2008 (Juta Rupiah)
Grafik 2.2
PDRB Kota Lhokseumawe (Tanpa Minyak dan Gas)
Atas Dasar Harga Berlaku Periode 2005-2008 (Juta Rupiah)
Tabel 2.13
PDRB Kota Lhokseumawe (Tanpa Minyak dan Gas)
Atas Dasar Harga Konstan Periode 2005 – 2008 (Juta Rupiah)
Grafik 2.3
Besarnya sumbangan sektor ini disebabkan oleh sektor industri pengolahan yang
memberikan sumbangan 65,20 persen pada tahun 2008. Sebagian besar nilai tersebut
berasal dari industri pengolahan gas. Namun kontribusi yang diberikan sektor ini
cenderung menurun dalam periode 2005-2008.
Sementara itu sektor-sektor pada kelompok primer yaitu sektor pertanian dan
sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2008 memberikan kontribusi sebesar
5,36 persen. Sebesar 5,20 persen berasal dari sektor pertanian dan sisanya 0,16 persen
berasal dari sektor pertambangan dan penggalian.
Tabel 2.14
Struktur Perekonomian Kota Lhokseumawe dengan Minyak dan Gas
Periode 2005 – 2008 (Persen)
Grafik 2.4
Struktur Perekonomian Kota Lhokseumawe dengan Minyak dan Gas
Periode 2005-2008 (Persen)
Jika ditinjau struktur perekonomian Kota Lhokseumawe tanpa minyak dan gas
pada tahun 2008 kelompok sektor tersier menduduki posisi utama dalam perekonomian
daerah ini dengan kontribusi sebesar 71,70 persen. Kontribusi yang diberikan juga
meningkat setiap tahunnya dalam periode 2005-2008.
Kelompok tersier ini lebih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan
restoran dimana pada tahun 2008 kontribusi yang diberikan oleh sektor ini hampir
setengah dari total PDRB tanpa migas yaitu sebesar 49,21 persen. Disamping itu sektor
ini mempunyai kecenderungan meningkat setiap tahunnya, dimana pada thaun 2005
sektor perdagangan, hotel dan restor memberikan kontribusi sebesar 48,15 persen.
Sektor pengangkutan dan komunikasi yang juga termasuk pada kelompok tersier
pada periode 2005-2008 memberikan kontribusi yang hampir sama setiap tahunnya
yaitu berkisar antara 10,5-10,92 persen. Sektor ini termasuk peringkat ketiga terbesar
peranannya dalam PDRB setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotal dan
restoran.
Peranan ekonomi terbesar ketiga adalah kelompok sekunder yang terdiri dari
sektor industri yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih
serta sektor konstruksi. Kelompok sekunder ini lebih memberikan kontribusi sebesar
13,46 persen pada tahun 2008.
Tabel 2.15
Kontribusi Kelompok Sektor Perekonomian tanpa Minyak dan Gas
Periode 2005 – 2008 (Persen)
Grafik 2.5
Kontribusi Kelompok Sektor Perekonomian Tanpa Minyak dan Gas
Periode 2005 – 2008 (Persen)
c. Pertumbuhan Ekonomi
Tabel 2.16
Pertumbuhan Ekonomi Kota Lhokseumawe
Selama Tahun 2001–2008 (Non Migas)
No. Tahun Pertumbuhan rata-rata (%)
1. 2001 1,95
2. 2002 2,76
3. 2003 3,27
4. 2004 3,20
5. 2005 5,45
6. 2006 3,26
7. 2007 3,55
8. 2008 3,44 *)
Rata-rata (%) 3,36
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe, 2009.
*) Angka Sementara
Grafik 2.6
d. Inflasi
Inflasi merupakan salah satu indikator untuk menilai stabilitas ekonomi suatu
daerah melalui analisa tingkat daya beli masyarakat dan perkembangan harga barang
dan jasa secara umum.
Selama periode 2004 s/d 2008 perkembangan inflasi Kota Lhokseumawe selalu
mengalami perkembangan yang fluktuatif. Pada tahun 2004 inflasi Kota Lhokseumawe
sebesar 7,12 persen. Pada tahun 2005 inflasi Kota Lhokseumawe meningkat sangat
ekstrem yaitu sebesar 17,57 persen yang merupakan angka inflasi tertinggi selama
kurun waktu lima tahun terakhir.
Pengamatan terhadap perkembangan harga barang dan jasa serta penghitungan
Indeks Harga Konsumen (IHK) Tahun 2005 menunjukan hampir sepanjang tahun terjadi
inflasi, yaitu pada bulan-bulan : Januari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, Oktober
dan November, sebagai akibat terjadinya kenaikan harga pada kelompok bahan
makanan.
Sementara itu, pada tahun 2006 inflasi Kota Lhokseumawe menunjukkan
penurunan dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu sebesar 11,47 persen dan pada tahun
2007 inflasi Kota Lhokseumawe menunjukkan angka 4,18 persen. Tetapi pada tahun
2008 inflasi Kota Lhokseumawe kembali menunjukkan kenaikan sampai dengan 13,78
persen. Naiknya angka inflasi pada tahun 2008 merupakan dampak dari kenaikan harga
hampir semua komoditas karena meningkatnya permintaan akibat gejolak nilai tukar
rupiah terhadap dolar yang tidak stabil, disamping itu juga karena peningkatan
permintaan menjelang perayaan Idul Adha, Tahun Baru Islam dan Tahun Baru Nasional
yang disertai dengan keterbatasan stok pasokan akibat banjir dipenghujung tahun.
Untuk lebih jelasnya inflasi Kota Lhokseumawe selama kurun waktu 2004 s/d 2008
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.17
Inflasi Kota Lhokseumawe Periode 2004 – 2008
ANGKA INFLASI
NO. TAHUN
(%)
1. 2004 7,12
2. 2005 17,57
3. 2006 11,47
4. 2007 4,18
5 2008 13,78
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe, 2009
Grafik 2.8
yang drastis dibandingkan dengan tahun 2009, hal ini terjadi disebabkan berkurangnya
Dana Perimbangan dari pusat.
Kemudian untuk tingkat pertumbuhan pendapatan daerah pada tahun 2007
cukup tinggi yaitu sebesar 19,6% kemudian turun pada tahun 2008 sebesar 6%,
sedangkan pada tahun 2009 terjadi penurunan yang cukup jauh yaitu sebesar -2,2%,
kemudian pada tahun 2010 tingkat pertumbuhan pendapatan kota terjadi penurunan
sangat drastis yaitu sebesar -99,9%, hal ini dikarenakan pencatatan realisasi baru
sampai bulan januari sehingga pertumbuhan belum bisa dihitung secara akurat. Untuk
menggambarkan tingkat pertumbuhan pendapatan hanya bisa dilihat dari tahun 2007
sampai dengan tahun 2009 saja.
Dari data ringkasan target dan realisasi pada tahun 2006 s/d 2009 menunjukkan
bahwa kemampuan keuangan daerah kecenderungannya juga terus menurun selama 3
tahun terakhir, hal ini ditunjukkan melalui dua indikator derajat desentralisasi fiskal dan
kemandirian keuangan daerah. Untuk lebih jelasnya ringkasan pendapatan Kota
Lhokseumawe sejak tahun 2006 s/d 2010 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.19
Jumlah PAD Per Kapita Kota Lhokseumawe
Tahun 2006-2010
Tabel 2.20
Perkembangan Jumlah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA)
Tahun Anggaran 2008-2010
Jumlah SILPA
Tahun
(Rp)
2008 81.054.774.630
2009 45.137.047.326
2010 1.106.713.066
Grafik 2.9
Persentase Belanja Kota Lhokseumawe 2006 S/D 2010
Grafik 2.10
Trend Nominal Belanja Kota Lhokseumawe 2006 S/D 2010
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa total belanja Kota Lhokseumawe dari
tahun 2006 sampai dengan 2010 sangat berfluktuasi. Pada tahun 2006 total belanja
daerah sebesar Rp.338.853.346.623,- dengan pengalokasian untuk belanja tidak
langsung sebesar Rp.122.070.296.112,- atau 36,02% dan untuk belanja langsung sebesar
Rp.216.783.050.511,- atau sebesar 63,98%. Pada tahun 2007 total belanja Kota
Lhokseumawe sebesar Rp.465.148.020.005,- dengan pengalokasian untuk belanja tidak
langsung 42,94% atau sebesar Rp.199.756.568.214,- dan untuk belanja langsung
sebesar Rp.265.391.451.791,- atau 57,06%. Kondisi dua tahun tersebut (2006 dan 2007)
2.7 Kesehatan
upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu kesehatan
masyarakat antara lain sebagai berikut :
d. Pemberantasan Vektor
responsivitas personal maupun kolektif terhadap visi dan misi, responsivitas institusi
terhadap masyarakat atau pelanggan, bagaimana pemberdayaan masyarakat dilakukan,
serta bagaimana melakukan inovasi sosial. Pada keseluruhan proses tersebut, peran dari
seorang pemimpin (bridging leader) yang mampu menjembatani sangatlah penting.
Dalam menjembatani antara pencapaian visi misi dengan langkah-langkah yang
dilakukannya, menjembatani organisasinya dengan masyarakat, stakeholder, organisasi
lain, maupun elemen-elemen lain di luar organisasinya, serta menjembatani antara
berbagai kelompok yang ada pada masyarakatnya.
A. V i s i
Visi ini diperlukan sebagai pandangan masa depan, sebagai batas yang akan dituju
sehingga pelaksanaan pembangunan yang direncanakan dari tahun ke tahun tidak
menyimpang dari harapan masa depan yang disepakati bersama. Atas dasar itulah maka
ditetapkan Visi Pembangunan Kota Lhokseumawe adalah “Bersama Rakyat Kita
Membangun dan Mewujudkan Kota Lhokseumawe yang Islami, Makmur, Sejahtera dan
Beradat ( Bersih, Aman dan Tertib )“
Adapun penjelasan dari visi pemerintah Kota Lhokseumawe tahun 2007-2012 sebagai
berikut :
3. Beradat (bersih, aman, tertib) adalah kehidupan dan dinamika Kota Lhoksumawe
yang selalu menampilkan kondisi bersih, aman dan tertib
B. M i s i
1. Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat berupa barang dan jasa publik meliputi
akses terhadap pelayanan air minum, kesehatan dan pendidikan;
Teknis Daerah dan Kecamatan Kota Lhoseumawe. Nama Satuan Kerja Perangkat Kota
(SKPK) Lhokseumawe yang terlibat langsung adalah Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum,
Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Dinas Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pemberdayaan
Perempuan Kota Lhokseumawe.
Struktur 2.1. Organisasi Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Lhokseumawe
Struktur 2.3. Organisasi Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Lhokseumawe
Tujuan penataan ruang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan
jangka panjang kota pada aspek keruangan, dengan demikian tujuan penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Lhokseumawe ini adalah untuk
mewujudkan kota Lhokseumawe sebagai pusat industri pengolahan, perdagangan, jasa
dan pariwisata yang berwawasan lingkungan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang islami.
Memprioritaskan
pengembangan kota ke arah koridor Barat, Timur, dan Selatan, dan membatasi
pengembangan di kawasan pusat kota agar tercapai distribusi pembangunan yang
merata;
4. Merevitalisasi kawasan Pantai Ujong Blang dan Pasar Kota secara terpadu
dengan rencana pembangunan jalan lingkar Lhokseumawe dan Jembatan
Pusong-Kandang.
Bagian Wilayah Kota (BWK) tersebar di 3 kecamatan lainnya. BWK Timur Kota
adalah Kecamatan Blang Mangat dengan pusat BWK di Puntet. BWK Barat Kota
meliputi Kecamatan Muara Satu dengan pusat BWK berada di Batuphat Barat. BWK
Selatan Kota meliputi Kecamatan Muara Dua dengan pusat BWK di Blang Weu Baroh
yang juga melayani sebagian wilayah BWK Timur Kota terutama yang berbatasan
dengan Kecamatan Kuta Makmur Aceh Utara.
Jalan Lingkar Kota (inner ringroad), dari Loskala ke Pusong Baru dan terhubung
langsung dengan jembatan Pusong - Kandang yang saat ini masih dalam tahap
perencanaan. Jalan ini berfungsi sebagai jalan kolektor primer untuk mengurangi beban
jalan utama saat ini dan untuk menampung bergerakan lalu lintas disepanjang kawasan
yang dilaluinya.
Jalan Utama Kota, dari Cunda (simpang Buloh) – Line Pipa (Blang Weu Panjoe).
Jalan ini direncanakan berfungsi sebagai jalan kolektor primer yang menghubungkan
kawasan utara dan selatan serta meningkatkan akses masyarakat di bagian selatan
menuju ke pusat kota
Proyeksi kebutuhan listrik hingga akhir tahun perencanaan (2027) dapat dihitung
sebagai berikut:
Proyeksi kebutuhan air minum hingga akhir tahun perencanaan (2027) dapat
dihitung sebagai berikut :
Total Kebutuhan Air bersih Kota Lhokseumawe 2027 adalah = 2112 lt/dt
Sistem drainase yang direncanakan adalah system saluran terbuka dan tertutup.
Untuk mengatasi masalah banjir dan genangan di kawasan pusat kota dan permukiman
disekitarnya, telah dibuat reservoir di teluk pusong yang digunakan sebagai kolam
penampungan air sebelum dialirkan ke laut. Reservoir ini dibuat dengan kedalaman 1
meter dibawah permukaan air laut sehingga air limpasan dari kota dapat mengalir ke
reservoir. Saluran primer akan langsung terhubung dengan reservoir teluk pusong.
Untuk saluran sekunder perlu direncanakan ulang secara keseluruhan agar dapat
terkoneksi dengan saluran primer yang telah dibuat.
Fasilitas pendidikan untuk tingkat dasar dan menengah saat ini hampir tersebar
merata ke seluruh BWK, namun untuk pendidikan atas dan pendidikan tinggi masih
terpusat di BWK Pusat kota (Kecamatan Banda Sakti) dan BWK Timur (Kecamatan
Blang Mangat). Untuk masa yang akan datang pendidikan tingkat atas harus tersedia di
setiap BWK dan sub BWK.
Rencana pola ruang merupakan rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kota
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai
dengan akhir masa berlakunya RTRW.
Kawasan lindung adalah satu ekosistem yang terletak pada wilayah kota yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah kota,
dan kawasan lain yang menurut perundang-undangan pengelolaannya merupakan
kewenangan pemerintah daerah kota
Kawasan budidaya adalah kawasan di wilayah kota yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya di Kota Lhokseumawe
terdiri dari:
- Kawasan permukiman
- Kawasan perdagangan
- Kawasan pendidikan
- Kawasan wisata