Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN DASAR II

KONSEP DAN PRINSIP KEBUTUHAN RASA AMAN NYAMAN

NAMA KELOMPOK

1. ANDI PRANATA NIM : SNR19214070


2. DINA APRIYANI NIM : SNR19214037
3. ERWIN DISHANTOSO NIM : SNR19214009
4. NADIA DEWI ANZHANI NIM : SNR19214062
5. OFA JEKRIJULI CAGATA PUTRA NIM : SNR19214029
6. OKY MANGGALAPUTRA NIM : SNR19214006

PROGRAM STUDI S1 REGULAR B


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala berkat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Konsep Dan Prinsip Kebutuhan Rasa Aman Nyaman” kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyaknya kekurangan dari segi referensi teori yang ada.
Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca pada
umumnya. Kami menyadari bahwa hasil penyusunan makalah ini belum sempurna
sepenuhnya sesuai yang diharapkan. Dengan rela hati kami menerima kritikan dan
saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini bagi kemajuan asuhan keperawatan khususnya pada Kebutuhan Rasa
Aman dan Nyaman.

Penulis
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 4
B. Tujuan .................................................................................. 4
C. Manfaat …………............................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Keamanan Atau Keselamatan ........................................... 6
B. Klasifikasi Kebutuhan Keamanan Atau Keselamatan .... 6
1. Keselamatan Fisik ........................................................ 6
2. Keselamatan Psikologi ................................................. 7
3. Cara Meningkatkan Keamanan .................................... 7
C. Kenyamanan ........................................................................ 8
D. Jenis-Jenis Resiko Keamanan Pada .................................. 8
E. Nyeri ..................................................................................... 10
1. Definisi Nyeri .............................................................. 10
2. Penyebab Nyeri ............................................................ 11
3. Klasifikasi Nyeri .......................................................... 12
4. Mekanisme Nyeri ......................................................... 17
5. Fisiologi Nyeri ............................................................. 19
6. Upaya Mengatasi Ketidaknyamanan (Nyeri) .............. 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 23
B. Saran ..................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 24
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan rasa aman dan nyaman merupakan bagian dari kebutuhan
dasar manusia. Oleh karena itu hal tersebut harus terpenuhi agar kehidupan
sebagai individu dapat berjalan dengan seimbang. Terutama pada usia remaja
dan lansia dimana kebutuhan ini haruslah sangat terpenuhi. Usia secara alami
akan mempengaruhi kesanggupan individu mempertahankan dirinya untuk
tetap dalam kondisi aman dan merawat dirinya agar senantiasa merasa
nyaman.
Kebutuhan rasa aman dan nyaman ini bisa masuk di faktor lingkungan
yang eksternal yang dapat mempengaruhi sehat sakit seseorang. Dan hal itu
juga memberikan dampak rasa aman dan nyaman yang positif atau negatif.
Dengan seperti itu sebagai seorang perawat kita seharusnya lebih peka dan
caring terhadap klien yang kita asuh. Karena, ada beberapa klien yang tidak
dapat mengekspresikan apa yang dia rasakan dan kurang terbuka kepada
perawat. Dan kebutuhan rasa nyaman yang bebas dari rasa nyeri juga
merupakan salah satu kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman
pasien yang ditujukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
Agar terciptanya rasa saling percaya tersebut seharusnya perawat lebih
aktif dalam memberikan asuhan serta mampu untuk berinteraksi kepada
pasien dalam melakukan orientasi untuk membangun kepercayaan.

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian kebutuhan rasa aman dan nyaman.
2. Mendalami konsep kebutuhan rasa aman dan nyaman.
C. Manfaat
Dengan mengetahui cara atau pola asuh keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan rasa aman dan nyaman kita sebagai seorang perawat akan lebih
peduli dan mengerjakan pekerjaan dengan tulus kepada pasien. Agar
menimbulkan rasa aman dan nyaman demi kebaikan kondisi seorang klien
yang kita asuh. Karena kita sebagai seorang perawat tidak hanya membantu
penyembuhan klien yang sakit secara fisik saja namun juga secara
psikologisnya dan menciptakan lingkungan yang damai. Karena lingkungan
yang damai dapat membuat pasien merasakan aman dan nyaman secara utuh
dan menyeluruh.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keamanan atau Keselamatan


Keamanan adalah keadaan bebas dari cedara fisik dan psikologis atau
bisa juga keadaan aman dan tentram. Sementara keselamatan adalah suatu
keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya/kecelakaan.
Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan ini dilakukan untuk
menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pada pasien, perawat, atau petugas
lainnya yang bekerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut (Potter & Perry,
2005).
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk
melindungi diri dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang
dapat dikategorikan sebagai ancaman mekanis, kimiawi, retmal dan
bakterionologis. Kebutuhan akan keamanan terkait dengan sesuatu yang
mengancam tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau
hanya imajinasi (mis, penyakit, nyeri, cemas, dan sebagaiannya). Dalam
konteks hubungan interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti
kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengontrol masalah, kemampuan
memahami, tingkah laku yang konsisten dengan orang lain, serta kemampuan
memahami orang –orang di sekitarnya dan lingkungannya. Ketidaktauan akan
sesuatu kadang membuat perasaan cemas dan tidak aman (Asmadi, 2005).

B. Klasifikasi Kebutuhan Keamanan atau Keselamatan


1. Keselamatan Fisik
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan
mengurangi atau mengelurkan ancaman pada tubuh atau kehidupan.
Ancaman tersebut mungkin penyakit, kecelakaan, bahaya, atau
pemajanan pada lingkungan. Pada saat sakit, seorang klien mungkin
rentan terhadap komplikasi seperti infiksi, oleh karena itu bergantung
pada profesional dalam sistempelayann kesehatan untuk perlindungan.
Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil
prioritas lebih dahulu di atas pemenuhan kebutuhan fisiologis. Misalnya,
seorang perawat mungkin perlu melindungi klien dari kemungkinan
jatuh dari tempat tidur sebelum memberikan perawatan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi (Potter&Perry, 2005).
2. Keselamatan Psikologis
Untuk selamat dan aman secara psikologi, seorang manusia
harus memahami apa yang diharapkan dari orang lain, termasuk anggota
keluarga dan profesionl pemberi perawatan kesehatan. Seseorang harus
mengetahui apa yang diharapkan dari prosedur, pengalaman yang baru,
dan hal-hal yang dijumpai dalam lingkungan. Setiap orang merasakan
beberapa ancaman keselamatan psikologis pada pengalaman yang baru
dan yang tidak dikenal (Potter & Perry, 2005).
Orang dewasa yang sehat secara umum mampu memenuhi
kebutuhan keselamatan fisik dan psikologis mereka tanpa bantuan dari
profsional pemberi perawatan kesehatan. Bagaimanapun,orang yang
sakit atau cacat lebih rentan untuk terancam kesejahteraan fisik dan
emosinya, sehingga intervensi yang dilakukan perawat adalah untuk
membantu melindungi mereka dari bahaya (Potter & Perry, 2005).
Keselamatan psikologis justru lebih penting dilakukan oleh seseorang
perawat karena tidak tampak nyata namun memberi dampak yang
kurang baik jika tidak diperhatikan.
C. Kenyamanan
Kolcaba, K (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mengungkapkan
kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi),
dan transeden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).
Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek,
yaitu :
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan
sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah
lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah
memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan dan bantuan.
Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah
kebutuhan rasa nyaman yang bebas dari rasa nyeri. Hal ini disebabkan karena
kondisi nyeri merupakan salah satu kondisi yang mempengaruhi perasaan
tidak nyaman pasien yang ditujukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada
pasien.

D. Jenis-Jenis Resiko Keamanan Pada Klien


1. Jatuh
Jatuh merupakan 90% jenis kecelakaan yang dilaporkan dari
seluruh kecelakaan yang terjadi di rumah sakit. Resiko jatuh lebih besar
dialami oleh klien lansia. Selain usia, riwayat jatuh terdahulu, masalah
pasa sikap berjalan dan mobilisasi, hipotensi postural, perubahan
sensorik, disfungsi saluran dan kandung kemih, dan beberapa kategori
diagnose tertentu seperti kanker, penyakit kardiovaskuler, neurologi,
dan penggunaan obat-obatan dan interaksi obat juga dapat
menyebabkan jatuh. Memodifikasi dalam lingkungan pelayanan
kesehatan dengan mudah mengurangi resiko jatuh. Oleh karena itu
semua hal yang berhubungan dengan klien harus diperhatikan.
2. Oksigen
Kebutuhan oksigen yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen
akan mempengaruhi keamanan pasien. Namun bila tidak digunakan
secara benar oksigen juga bisa menimbulkan ketidakamanan, oleh
karena itu sitem gas medic harus diatur.
3. Pencahayaan
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan publik yang penting.
Tata pencahayaan dalam ruang inap dapat mempengaruhi kenyamanan
pasien selama menjalani rawat inap, disamping juga berpengaruh bagi
kelancaran paramedis dalam menjalankan aktivitasnya untuk melayani
pasien.
4. Kecelakaan yang Disebabkan oleh Prosedur
Kecelakaan yang disebabkan oleh prodesur terjadi selama terapi.
Hal ini meliputi kesalahan pemberian medikasi dan cairan. Perawat
dapat melaksanakan 6 benar cara pemberian obat yang harus ditaati dan
dilakukan sesuai prosedur agar tidak terjadi kecelakaan, yaitu sebagai
berikut :
a Tepat Obat : Mengecek program terapi pengobatan
dari dokter, menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan
keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek
label obat, mengetahui reaksi obat dan mengetahui efek samping
obat.
b Tepat Dosis : Mengecek program terapi pengobatan
dari dokter, mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain
mencampur/mengoplos obat.
c Tepat Waktu : Mengecek program terapi pengobatan
dari dokter, mengecek tanggal kadaluarasa obat, memberikan obat
dalam rentang 30 menit.
d Tepat Pasien : Mengecek program terapi pengobatan
dari dokter, memanggil nama pasien yang diberikan obat,
mengecek indentitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur
pasien.
e Tepat Cara Pemberian : Mengecek program terapi pengobatan
dari dokter, mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.
f Tepat Dokumentasi : Mengecek program terapi pengobatan
dari dokter, mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara dan
waktu pemberian obat.
(Modul Bahan Ajar Tenaga Kesehatan Kegiatan Belajar II, Asuhan
Keperawatan dengan Gangguan Keamanan dan Kenyamanan
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) – Kementerian Kesehatan,
https://www.slideshare.net/mobile/pjj_kemenkes/kb-2-43234247)

E. Nyeri
1. Definisi Nyeri
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa salah satu kondisi
yang mempengaruhi perasaan ketidaknyamanan pada pasien adalah
perasan nyeri yang timbul akibat gejala ataupun tanda pada pasien.
Nyeri sendiri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya.
Menurut International Association for Study of Pain (IASP),
nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri tidaklah selalu
berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Nyeri
bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang
kultural, umur dan jenis kelamin. Pada anak mereka belum bisa untuk
mengungkapkan nyeri sedangkan orang dewasa mengungkapkan nyeri
jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pengalaman masa
lalu dengan juga dapat memberikan pengaruh terhadap rasa nyeri.
2. Penyebab Rasa Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan
yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan
dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma
(baik trauma mekanik, termis, kimiawi maupun elektrik), neoplasma,
peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain. Secara psikis,
penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis.
(Asmadi. 2008)
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf
bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka.
Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor
mendapat rangsangan akibat panas, dingin. Trauma kimiawi terjadi
karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat. Trauma eletrik dapat
menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat megenai
reseptor nyeri. (Asmadi. 2008)
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau
kerusakan jaringa yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena
tarikan, jepitan, atau metastase. Nyeri pada peradangan terjadi karena
kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau
terjepit oleh pembengkakan. (Asmadi. 2008)
Dengan demikan, dapat disimpulkan bahwa nyeri yang
disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut
saraf reseptor nyeri. Serabut saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan
kulit dan pada jaringan-jaringan tertentu yang terletak lebih dalam.
(Asmadi. 2008)
Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruh terhadap fisik. Kasus ini dapat dijumpai pada
kasus yang termasuk kategori psikosomatik. Nyeri karena faktor ini
disebut pula psychogenic pain. (Asmadi. 2008)
3. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan
pada tempat, sifat, berat dan ringannya nyeri, dan waktu lamanya
serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya :
1) Pheriperal Pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan
tubuh misalnya pada kulit, mukosa.
2) Deep Pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
3) Refered Pain, yaitu nyeri yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian
tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central Pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan
pada sitem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus,
dan lain-lain. (Asmadi. 2008)
b. Nyeri berdasarkan sifatnya :
1) Incidental Pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang.
2) Steady Pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta
dirasakan dalam waktu yang lama.
3) Paroxymal Pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas
tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut menetap biasanya ±
10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
(Asmadi. 2008)
c. Nyeri berdasarkan berat ringannya :
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
3) Nyeri berat, yaitu myeri dengan intensitas yang tinggi.
(Asmadi. 2008)

d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya


1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang
singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumben dan
daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin
sebagai akibat dari luka seperti luka operasi, ataupun pada
suatu penyakit arteriosclerosis, pada arteri koroner.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enal
bulan. Nyeri kronis ini polanya beragam dan berlangsung
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ragam pola tersebut
ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval
bebas dari nyeri lalu timbul kembali lagi nyeri, dan begitu
seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan, artinya
rasa nyeri tersbut terus-menerus terasa makin lama semakin
meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan
pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.
(Asmadi. 2008)
Nyeri Akut Nyeri Kronis
 Waktu kurang dari enam bulan  Waktu lebih dari enam
 Daerah nyeri terlokalisasi bulan
 Nyeri terasa tajam, seperti ditusuk,  Daerah nyeri menyebar
disayat, dicubit, dan lain-lain  Nyeri terasa tumpul seperti
 Terjadinya peningkatan respirasi, ngilu, linu, dan lain-lain
peningkatan tekanan darah, pucat,  Terjadinya penurunan
lembab, berkeringat, dan dilatasi tekanan darah, kulit kering,
pupil. panas, dan pupil konstiksi.
 Penampilan klien tampak cemas,  Penampilan klien tampak
gelisah dan terjadi ketegangan otot. depresi dan menarik diri.
e. Adapaun karakteristik nyeri menggunakan metode P, Q, R, S, T
diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Faktor Pencetus (P : Provoking Incident)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus
nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat
melakukan observasi bagian tubuh yang mengalami cedera.
Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka
perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien dan
menanyakan perasaan-perasaan apa saja yang mencetuskan
nyeri.
2) Faktor Kualitas (Q : Quality of Pain)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif
yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien
mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam,
tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih,
perih, tertusuk dan lain-lain, dimana tiap-tiap klien mungkin
berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang
dirasakan. Pengkajian akan lebih akurat apabila klien
mampu mendeskripsikan sensasi yang dirasakannya setelah
perawat mengajukan pertanyaan terbuka. Misalnya, perawat
dapat mengatakan, “Coba jelaskan pada saya, seperti apa
nyeri yang Anda rasakan.”.
3) Faktor Lokasi (R : Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta
klien menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan
tidak nyaman oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih
spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk melacak
daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, kemungkinan hal
ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus
(menyebar). Dalam mencatat lokasi nyeri, perawat
menggunakan titik-titik penandaan anatomic dan
peristilahan yang deskriptif. Pernyataan “Nyeri terdapat di
kuadran abdomen kanan atas,” adalah pernyataan yang lebih
spesifik dibanding “Klien mengatakan bahwa nyeri terasa di
abdomen.” Dengan mengetahui penyakit yang klien alami,
membantu perawat dalam melokalisasi nyeri dengan lebih
mudah.
4) Faktor Keparahan (S : Scale of Pain)
Pada pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan,
sedang, berat. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran
tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala
pendeskripsi Verbal Descriptor Scale (VDS) ini diranking
dari “tidak terasa nyeri” sampai ”nyeri yang tidak
tertahankan.” perawat menunjukkan klien skala tersebut dan
meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang
ia rasakan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih
sebuah kategori untuk mendeskripsi nyeri. Skala penilaian
Numerical Rating Scales (NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien
menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling
efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan
setelah intervensi terepeutik
5) Faktor Durasi (T : Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan
awitan, durasi, dan rangkaian nyeri. Perawat dapat
menanyakan: “Kapan nyeri dirasakan?, apakah nyeri yang
dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?,
seberapa sering nyeri kambuh?, atau yang lainnya dengan
kata yang semakna.

Variabel Deskripsi dan Pertanyaan


Faktor Pencetus (P: Pengkajian untuk mengindentifikasi faktor yang
Provoking Incident) menjadi predisposisi nyeri.
 Bagaimana peristiwa sehingga terjadi nyeri?
 Faktor apa saja yang bisa menurunkan nyeri?
Kualitas (Q: Quality of Pain) Pengkajian untuk menilai bagaimana rasa nyeri
dirasakan secara subyektif. Karena sebagian besar
deskripsi sifat dari nyeri sulit ditafsirkan.
 Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien?
 Bagaimana sifat nyeri yang digambarkan
pasien?
Lokasi (R: Region) Pengkajian untuk mengindentifikasi letak nyeri
secara tepat, adanya radiasi dan penyebabnya.
 Dimana (dan tunjukan dengan satu jari) rasa
nyeri paling hebat mulai dirasakan?
 Apakah rasa nyeri menyebar pada area sekitar
nyeri?
Keparahan (S: Scale of Pengkajian untuk menentukan seberapa jauh rasa
Pain) nyeri yang dirasakan pasien. Pengkajian ini dapat
dilakukan berdasarkan skal nyeri dan pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit memengaruhi
kemampuan fungsinya. Berat ringannya suatu
keluhan nyeri bersifat subyektif.
 Seberapa berat keluhan yang dirasakan.
 Dengan menggunakan rentang 0-9.
Keterangan:
0 = Tidak ada nyeri, 1-3 = Nyeri ringan 4-6 =
Nyeri sedang, 7-10 = Nyeri hebat
Waktu (T: Time) Pengkajian untuk mendeteksi berapa lama nyeri
berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
 Kapan nyeri muncul?
 Tanyakan apakah gejala timbul mendadak,
perlahan-lahan atau seketika itu juga?
 Tanyakan apakah gejala-gejala timbul
secara terus-menerus atau hilang timbul.
 Tanyakan kapan terakhir kali pasien
merasa nyaman atau merasa sangat sehat.
4. Mekanisme Nyeri
Nyeri merupakan suatu fenomena yang penuh rahasia dan
menggugah rasa ingin tahu para ahli. Begitu pula untuk menjelaskan
bagaiman nyeri tersebut terjadi masih merupakan suatu misteri. Namun
demikian ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme transmisi
nyeri. Terori tersbut diantaranya adalah :
a. The Spesificity Theory (Teori Spesifik)
Otak menerima infromasi mengenai objek eksternal dan
structural tubuh melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap
indra perasa bersifat spesifik. Artinya saraf sensoris dingin hanya
dapat dirangsang oleh sensasi dingin, bukan oleh panas. Begitu
pula dengan saraf yang menghantarkan saraf sensoris lainnya.
Serabut Saraf Tipe Delta A Serabut Saraf Tipe C
 Daya hantar sinyal relatif cepat  Daya hantar sinyal lebih lambat
 Bermielin halus dengan  Tidak bermielin dengan diamter
diameter 2-5 mm 0,4-1,2 mm
 Membawa rangsangan nyeri  Membawa rangsangan nyeri
yang menusuk terbakar dan tumpul
 Serabut saraf tipe ini berakhir di  Serabut saraf tipe ini berakhir di
kornudorsalis dan lamina 1. lamina II, III, dan IV
Menurut teori spesifik ini, timbulnya sensasi nyeri
berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung serabut saraf bebas
oleh perubahan mekanik, rangsangan kimia, atau temperatur yang
berlebihan. Persepsi nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri
diproyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di
talamus. (Asmadi. 2008)
b. The Intensity Theory (Teori Intensitas)
Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada
reseptor. Setiap rangsangan sensori punya potensi untuk
menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat. (Asmadi. 2008)
c. The Gate Control Theory (Teori Kontrol Pintu)
Teori ini menjelaskan mekanisme transmisi nyeri.
Kegiatannya bergantung pada aktivitas serat saraf afren
berdiameter besar atau kecil yang dapat mempengaruhi sel saraf di
substansia gelatinosa. Aktivitas serat yang berdiameter besar
menghambat transmisi yang artinya “pintu ditutup”, sedangkan
serat saraf yang berdiameter kecil mempengaruhi transmisi yang
artinya “pintu dibuka”.
Tetapi menurut penelitian tearkhir, tidak ditemukan
hambatan presinaptik. Hambatan oleh presinaptik pada serat
berdiameter besar maupun kecil hanya terjadi bila serat tersebut
dirangsang secara berturut-turut. Oleh karena tidak semua sel saraf
di substansia gelatinosa menerima input konvergen dari sel saraf
besar maupun kecil baik yang membahayakan atau tidak, maka
peranan kontrol pintu ini menjadi tidak jelas. (Asmadi. 2008)
5. Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis
kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang
merefleksikan empat proses komponen yang nyata yaitu transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat
diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex
cerebri). (Asmadi. 2008).
a. Proses Transduksi
Suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan
stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif.
Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu
serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara
maksimal terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai
serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-
delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses
transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon
terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator inflamasi.
(Tamsuri, 2007)
b. Proses Transmisi
Suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu
dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik
menuju otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim dan
penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya
berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya
berhubungan dengan banyak neuron spinal. (Tamsuri, 2007)
c. Proses Modulasi
Proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related
neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis
medula spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya.
Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat
ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai
jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan
area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata,
selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi
desendens ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok)
sinyal nosiseptif di kornu dorsalis. (Tamsuri, 2007)
d. Persepsi
Nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi
merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi,
modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri
adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya
terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor
nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri
(nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak
bermiyelin dari syaraf aferen. (Tamsuri, 2007).
6. Upaya Mengatasi Ketidaknyamanan (Nyeri)
Metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk
mengatasi nyeri antara lain sebagai berikut :
a. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri.
Teknik distraksi yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
1) Bernapas lambat dan berirama secara teratur
2) Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya
3) Mendengarkan musik
4) Mendorong untuk mengkhayal (guided imagery) yaitu
melakukan bimbingan yang baik kepada klien untuk
mengkhayal. Tekniknya sebagai berikut :
a) Atur posisi yang nyaman pada klien
b) Dengan suara yang lembut, mintakan klien untuk
memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau
pengalaman yang membantu penggunaan semua indra.
c) Mintakan klien untuk tetap berfokus pada bayangan
yang menyenagkan sambil merelaksikan tubuhnya.
d) Bila klien tampak relaks, perawat tidak perlu bicara
lagi.
e) Jika klien menunjukan tanda-tanda agitasi, gelisah,
atau tidak nyaman, perawat harus menghentikan
latihan dan memulainya lagi ketika klien siap.
5) Massage
Ada beberapa teknik massage yang dapat dilakukan untuk
distraksi seperti yang tergambar berikut ini :
a) Remasan, dengan cara mengusap otot bahu yang
dikerjakan secara bersama.

b) Petriasi, dengan cara menekan punggung secara


horizontal, pindah tangan anda denag arah berlawanan,
menggunakan gerakan meremas.

c) Tekanan Menyikat, dengan cara menekan punggung


dengan secara halus dengan menggunakan ujung-
ujung jari.
b. Teknik Relaksasi
Teknik relaksasi ini dapat menurunkan ketegangan
fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengn kepala ditopang
dalam posisi berbaring atau duduk dikursi. Hal utama yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien
dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat
dan lingkungan yang tenang.
Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah satunya dalah
relaksasi autogenik. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak
berisiko. Prinsipnya klien harus mampu berkonstrasi sambil
membaca doa/dzikir dalam hati seiring dengan ekspirasi udara
paru.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk
melindungi diri dari bahaya fisik. Sementara kenyamanan/rasa nyaman adalah
suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-
hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transeden (keadaan tentang
sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).
Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Dengan berdasarkan pada
tempat, sifat, berat dan ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan nyeri.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Sebagai seorang perawat seharusnya sudah sepantasnya untuk
menjaga keamanan dan kenyamanan klien dan perawat itu sendiri. Dan
mampu memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien yang memiliki
gangguan terhadap rasa aman dan nyaman.
2. Bagi Pembaca
Sebaiknya pembaca dapat memahami dan menerapkan konsep
kebutuhan rasa aman dan nyaman dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2005. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.


Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
https://books.google.co.id/books?id=IJ3P1qiHKMYC&printsec=frontcover&
dq=teknik+prosedural+keperawatan+konsep+dan+aplikasi+kebutuhan+dasar
+klien&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiZms_ig_nkAhWZiHAKHfuID5cQ6A
EIKTAA , diakses pada tanggal 01 Oktober 2019
Modul Bahan Ajar Tenaga Kesehatan Kegiatan Belajar II, Asuhan Keperawatan
dengan Gangguan Keamanan dan Kenyamanan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) –
Kementerian Kesehatan, https://www.slideshare.net/mobile/pjj_kemenkes/kb-
2-43234247.diakses pada tanggal 17 September 2019 pukul 21.00.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Vol. 1, E/4. Jakarta : EGC.
Tansumri, A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai