Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan perkotaan adalah suatu wilayah tempat berkumpulnya orang untuk


melakukan berbagai aktivitas. Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 1 tentang
Penataan Ruang dijelaskan bahwa kawasan perkotaan adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan ditribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Sejak zaman dahulu kawasan perkotaan sudah menjadi suatu pusat kegiatan.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan ekonomi suatu kawasan perkotaan
maka tingkat mobilitas di kawasan tersebut akan terus meningkat. Mobilitas
manusia di kawasan perkotaan tidak dapat dihindari. Manusia dalam beraktivitas
sehari-hari perlu berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Sejalan
dengan pertumbuhan di kawasan perkotaan maka mobilitas penduduk terus
meningkat.

Peningkatan mobilitas di kawasan perkotaan dapat menyebabkan beberapa


masalah yang umum terjadi di kawasan perkotaan di dunia yakni kemacetan.
Pertumbuhan kendaraan yang memenuhi halan yang tidak sebanding dengan
pertumbuhan ruas jalan menyebabkan kemacetan yang cukup parah di kawasan
perkotaan. Kemacetan banyak menimbulkan kerugian baik waktu maupun
ekonomi. Berdasarkan data yang dikemukakan oleh perwakilan Bank Dunia di
Indonesia, pada tahun 2016 besar kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh
kemacetan di Kota Jakarta mencapai nilai 39,9 triliun rupiah. Nilai kerugian
ekonomi tersebut sangat besar. Bahkan dengan nilai kerugian tersebut kita dapat
membangun beberapa jembatan Suramadu. Kerugian ekonomi yang terus
membesar tidaklah baik. Pertubuhan ekonomi dapat terganggu apabila masalah ini
tidak segera diperbaiki. Pemerintah harus bergerak cepat dalam menangani masalah

1
2

kemacetan yang terjadi di perkotaan terutama di ibukota. Apabila permasalahan ini


tidak segera dibereskan maka perekonomian ibukota dan nasional dapat terganggu.

Pemerintah harus membuat grand design dalam perencanaan sistem


transportasi di suatu wilayah perkotaan. Pengembangan transportasi massal
terutama transportasi antarmoda diharapkan menjadi tulang punggung dalam sistem
transportasi perkotaan. Pembangunan transportasi massal yang menjangkau seluruh
wilayah perkotaan menjadi hal mendesak yang harus segera dilaksanakan. Apabila
pemerintah lamban dalam menyelesaikan masalah ini, maka gridlock akan menjadi
makanan sehari-hari warga di kawasan perkotaan. Dalam merancang sistem
transportasi antarmoda pemerintah tidak hanya berfokus pada penyediaan
transportasi massal saja. Penyediaan fasilitas pejalan kaki yang baik dan nyaman
menjadi komponen vital yang perlu diperhatikan serius dalam perencanaan sistem
transportasi antarmoda.

Mengapa berjalan merupakan komponen penting dalam perencanaan


transportasi antarmoda? Berjalan merupakan penghubung antar moda transportasi.
Berjalan adalah moda transportasi yang bersifat door to door. Manusia tetap butuh
berjalan dari dan menuju fasilitas transportasi umum terdekat. Walking distance
perlu dirancang tidak terlalu jauh sehingga minat untuk menggunakan transportasi
umum cukup baik. Penyediaan fasilitas pejalan kaki yang aman dan nyaman di
kawasan perkotaan juga merupakan hak setiap warga kota. Dalam pembangunan
jalan umum, ketentuan untuk penyediaan fasilitas pejalan kaki tertuang dalam
undang-undang dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Berdasarkan alasan
yang sudah dikemukakan di atas, pemerintah harus menyiapkan fasilitas bagi
pejalan kaki. Penyediaan fasilitas pejalan kaki yang baik akan meningkatkan
efektifitas sistem transportasi massal yang dibangun.

Dalam menyediakan fasilitas pejalan kaki pemerintah harus berpedoman


pada aturan yang sudah diterbitkan. Dalam penelitian ini, penulis ingin memahami
tingkat kepuasan pengguna fasilitas pejalan kaki di Jalan S. Parman dan sudah
seperti apa pemerintah memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM) dari fasilitas
pejalan kaki berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
3

03/PRT/M/2014 dan Keputusan Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen


Pekerjaan Umum Nomor 76/KPTS/Db/1999 maka dilakukan wawancara terhadap
responden yang terdiri dari mahasiswa dan mahasiswi Universitas Tarumanagara
yang setiap hari berjalan melintasi Jalan S. Parman, Jakarta Barat. Pengumpulan
data dilaksanakan dengan menggunakan instrumen kuesioner secara langsung
maupun daring menggunakan Google Docs.

1.2. Identifikasi Masalah

Sudah menjadi hal biasa bagi kita yang hidup di wilayah perkotaan untuk
melihat permasalahan transportasi. Kemacetan merupakan makanan sehari-hari
warga yang bekerja maupun tinggal di wilayah perkotaan. Sistem transportasi
massal yang buruk pelayanannya serta tidak meratanya jaringan transportasi di
perkotaan mengurangi minat warganya untuk menggunakan transportasi umum
dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi.

Penyediaan fasilitas pejalan kaki yang nyaman dan aman dapat dijelaskan
oleh beberapa indikator, misalnya lebar trotoar, aksesibilitas bagi penyandang
cacat, kebebasan dari halangan (pot tanaman, tiang listrik atau telepon, rambu lalu
lintas, parkir liar, dan pedagang kaki lima), dan fasilitas menyebrang jalan yang
memadai. Penyediaan fasilitas pejalan kaki di perkotaan di Indonesia seringkali
tidak memenuhi aturan yang sudah ada. Banyak faktor yang mempengaruhi
pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan fasilitas pejalan kaki yang aman
dan nyaman.

Dalam penelitian ini penulis ingin fokus pada permasalahan transportasi di


wilayah DKI Jakarta. Luas wilayah DKI Jakarta yang luas menyebabkan
pengawasan atas kelengkapan fasilitas pejalan kaki kurang baik. Pemerintah juga
terhambat oleh keterbatasan dana baik dari APBD DKI Jakarta maupun APBN
dalam melaksanakan perawatan dan pembangunan fasilitas pejalan kaki. Perilaku
masyarakat yang tidak menggunakan fasilitas sebagaimana mestinya menambah
masalah dalam penyediaan fasilitas pejalan kaki yang baik. Tingkat kesadaran
masyarakat dalam menjaga fasilitas sangat kurang sehingga banyak masalah dalam
4

penyediaan fasilitas pejalan kaki yang baik terjadi. Maka jangan heran apabila
fasilitas pejalan kaki di wilayah DKI Jakarta banyak ditemukan masalah.

Dalam penelitian ini secara khusus kita akan menelusuri kelengkapan


fasilitas pejalan kaki di Jalan S. Parman sepanjang persimpangan Grogol hingga
Hotel Grand Tropic di sisi Barat dan persimpangan Grogol hingga komplek Kodim
0503 Jakarta Barat di sisi Timur. Fasilitas pejalan kaki di Jalan S. Parman di sisi
Barat dan sisi Timur banyak ditemukan masalah seperti penempatan tiang utilitas,
pot tanaman, pedagang kaki lima, sepeda motor yang melintas, parkir liar, rusak,
dan kontur tidak sesuai ketentuan. Kerusakan pada fasilitas pejalan kaki terletak
pada guiding block, bollard (tiang-tiang di trotoar untuk menghalau kendaraan
bermotor melintasi trotoar), manhole yang tidak dipasang sempurna, dan banyak
lubang. Untuk memperjelas gambar guiding block akan ditunjukkan pada gambar
1.1, gambar bollard akan ditunjukkan pada gambar 1.2, dan gambar manhole akan
ditunjukkan pada gambar 1.3. Ukuran lebar trotoar, ketinggian trotoar, dan
ketinggian anak tangga jembatan penyebrangan orang banyak ditemukan yang
kurang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Keputusan Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.

Masalah-masalah yang terjadi pada fasilitas pejalan kaki di Jalan S. Parman


perlu dianalisis sehingga kita dapat mengetahui pandangan masyarakat yang sehari-
hari menggunakan mengenai kondisi fasilitas pejalan kaki di Jalan S. Parman.
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah
dalam menyediakan fasilitas pejalan kaki yang baik di DKI Jakarta.
5

Gambar 1.1 Guiding Block

Gambar 1.2 Bollard

Gambar 1.3 Manhole


6

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk mencari tingkat kepuasan


pengguna fasilitas pejalan kaki terhadap fasilitas pejalan kaki di Jalan S. Parman.
Agar penelitian lebih spesifik, penulis membatasi responden penelitian hanya
khusus mahasiswa dan mahasiswi Universitas Tarumanagara yang sehari-hari
menggunakan fasilitas pejalan kaki. Peraturan yang penulis gunakan sebagai acuan
dalam perancangan fasilitas pejalan kaki yang baik diambil dari Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 dan Keputusan Direktorat Jenderal Bina
Marga Departemen Pekerjaan Umum Nomor 76/KPTS/Db/1999. Jalan S. Parman
Jakarta Barat merupakan jalan yang cukup panjang. Maka dari itu penulis
membatasi area fasilitas pejalan kaki yang ditinjau dari persimpangan Grogol
hingga Hotel Grand Tropic di sisi Barat dan dari persimpangan Grogol hingga
komplek Kodim 0503 Jakarta Barat di sisi Timur. Penulis memilih wilayah ini
karena wilayah ini umumnya dilintasi oleh mahasiswa dan mahasiswi Universitas
Tarumanagara untuk berkegiatan. Untuk memperjelas, sketsa batasan area
peninjauan fasilitas pejalan kaki dapat dilihat pada gambar 1.4. Penulis
mengumpulkan data dengan metode pengisian kuesioner oleh responden baik
langsung maupun daring melalui Google Docs.

Gambar 1.4 Sketsa Area Peninjauan Fasilitas Pejalan Kaki.


7

1.4. Rumusan Masalah

Penyediaan fasilitas pejalan kaki yang baik merupakan kewajiban


pemerintah dalam menjamin keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki.
Keterbatasan dana dan tenaga menyebabkan banyak fasilitas pejalan kaki di kota
besar seperti Jakarta tidak terawat dengan baik. Sehingga penulis, dalam penelitian
ini ingin meninjau beberapa hal seperti:

 Apakah mahasiswa dan mahasiswi Universitas Tarumanagara


sudah puas mengenai kondisi fasilitas pejalan kaki di Jalan S.
Parman, Jakarta Barat?

 Apakah penyediaan fasilitas pejalan kaki di Jalan S. Parman,


Jakarta Barat sudah sesuai dengan Pedoman Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014?

 Apakah ada hubungan antara gender, usia, asal daerah, domisili,


fakultas, moda kendaraan ke kampus, dan frekuensi menggunakan
fasilitas pejalan kaki terhadap persepsi responden mengenai kondisi
fasilitas pejalan kaki di Jalan S. Parman, Jakarta Barat?

1.5.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

 Menganalisis tingkat kepuasan mahasiswa dan mahasiswi


Universitas Tarumanagara terhadap fasilitas pejalan kaki di Jalan S.
Parman.

 Mengetahui apakah fasilitas pejalan kaki di Jalan S. Parman, Jakarta


Barat sudah memenuhi kriteria perancangan sesuai Pedoman
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 atau
belum.

 Menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dalam penyediaan fasilitas


pejalan kaki di Jalan S. Parman, Jakarta Barat.

Anda mungkin juga menyukai