Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN HASIL SKRINING

WARGA BINAAN SOSIAL RUANG CENDERAWASIH


PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA CIRACAS

TTV
Nama Keluhan Diagnosa Medis
No.
TD: 130/90 mmHg
Hipertensi, Stroke,
Nyeri kepala, kaki nadi: 82 kali/menit
1. Danuri Kardiomegali dan
bengkak RR: 20 kali/menit
F.20
suhu: 36,8oC
TD: 150/100
Gatal di kaki dan mmHg
2. Slamet Ucok tangan, berjalan Dermatitis, Stroke nadi: 80 kali/menit
menggunakan tongkat RR: 18 kali/menit
suhu: 36,1oC
TD: 140/78 mmHg
Dematitis,
Gatal di kaki, nyeri ulu nadi: 82 kali/menit
3. Takimcun Gastritis,
hati RR: 20 kali/menit
Hipertensi dan F.20
suhu: 36,5oC
TD: 140/80 mmHg
Dermatitis, HT dan nadi: 82 kali/menit
4. Komarudin Gatal di kaki dan tangan
F.20 RR: 20 kali/menit
suhu: 36,6oC
TD: 110/60 mmHg
nadi: 78 kali/menit
5. Erwinsyah Tidak ada keluhan F.20
RR: 22 kali/menit
suhu: 37,1oC
TD: 120/70 mmHg
nadi: 82 kali/menit
6. Sutino Tidak ada keluhan F.20
RR: 20 kali/menit
suhu: 36,1oC
TD: 130/80 mmHg
Gatal di kaki, sakit Dermatitis, DM nadi: 78 kali/menit
7. Efendi
kepala dan badan lemas dan Hipertensi RR: 20 kali/menit
suhu: 36,3oC
TD: 110/70 mmHg
nadi: 80 kali/menit
8. Suhatman Gatal seluruh badan Dermatitis dan F.20
RR: 20 kali/menit
suhu: 36oC
TD: 130/70 mmHg
Gatal di kaki, nyeri lutut Dematitis, Gout nadi: 82 kali/menit
9. Rein
dan kaki terasa kaku Artritis dan F.20 RR: 20 kali/menit
suhu: 36,9oC
TD: 130/90 mmHg
Kaki gatal, nyeri dan Dermatitis dan nadi: 88 kali/menit
10. Surorejo
terasa kaku Gout Artritis RR: 20 kali/menit
suhu: 36,7oC
TD: 100/60 mmHg
nadi: 78 kali/menit
11. Nurdin Tidak ada keluhan Katarak dan F.20
RR: 20 kali/menit
suhu: 36,3oC
TD: 130/80 mmHg
Hipertensi,
Sakit kepala dan gatal di nadi: 82 kali/menit
12. Arifin Dermatitis dan
kaki RR: 22 kali/menit
Demensia
suhu: 36,7oC
TD: 100/80 mmHg
nadi: 80 kali/menit
13. Supardi Tidak ada keluhan F.20
RR: 22 kali/menit
suhu: 36,5oC
TD: 100/60 mmHg
Hipertensi,
Sakit kepala, gatal di nadi: 78 kali/menit
14. Kristian Dermatitis dan
seluruh badan RR: 20 kali/menit
Demensia
suhu: 36,3oC
TD: 150/90 mmHg
Dermatitis,
nadi: 90 kali/menit
15. Mamat Usman Gatal di seluruh badan Hipertensi dan
RR: 22 kali/menit
Stroke
suhu: 37,3oC
TD: 130/90 mmHg
Kaki terasa nyeri dan Gout Artritis dan nadi: 84 kali/menit
16. Slamet A
kaku, badan gatal-gatal Dermatitis RR: 20 kali/menit
suhu: 36,8oC
Gout Artitis, TD: 140/80 mmHg
Kaki terasa nyeri dan
Bambang Dermatitis, nadi: 86 kali/menit
17. kaku, badan gatal-gatal,
Sugiarto Hipertensi dan RR: 20 kali/menit
sakit kepala
Riwayat Stroke suhu: 36,4oC
TD: 140/80 mmHg
nadi: 80 kali/menit
18. Jupri Tidak ada keluhan Hipertensi
RR: 18 kali/menit
suhu: 36,4oC
TD: 100/60 mmHg
nadi: 76 kali/menit
19. Tukija Tidak ada keluhan Demensia
RR: 20 kali/menit
suhu: 36,1oC
TD: 160/100
mmHg
Dermatitis dan
20. Lie Goan Tjeng Gatal di seluruh badan nadi: 90 kali/menit
Hipertensi
RR: 22 kali/menit
suhu: 36oC
TD: 110/80 mmHg
nadi: 80 kali/menit
21. Sugeng Tidak ada keluhan Demensia
RR: 20 kali/menit
suhu: 36,3oC
TD: 130/90 mmHg
nadi: 86 kali/menit
22. Bagol Gatal di seluruh badan Dermatitis dan F.20
RR: 18 kali/menit
suhu: 36,2oC
TD: 110/70 mmHg
Tampak merah-merah di nadi: 78 kali/menit
23. Hamdani Dermatitis dan F.20
kaki RR: 20 kali/menit
suhu: 36,6oC
TD: 120/80 mmHg
F.20 dan Riwayat nadi: 80 kali/menit
24. Tanggijil Tidak ada keluhan
BPH RR: 20 kali/menit
suhu: 36oC
TD: 130/70 mmHg
Dermatitis, nadi: 78 kali/menit
25. Pawi Gatal di seluruh badan
Hipertensi dan F.20 RR: 22 kali/menit
suhu: 36,2oC
TD: 120/80 mmHg
nadi: 84 kali/menit
26. Angko Gatal di kaki Dermatitis dan F.20
RR: 24 kali/menit
suhu: 36,9oC
TD: 160/100
Kaki terasa nyeri dan Dermatitis, Gout mmHg
27. Fredrik kaku, gatal di seluruh Artritis dan nadi: 86 kali/menit
badan Hipertensi RR: 24 kali/menit
suhu: 37,3oC
TD: 100/60 mmHg
Badan lemas, nyeri DM, Hipertensi dan nadi: 76 kali/menit
28. Agus Hepiyanto
kepala Stroke RR: 18 kali/menit
suhu: 36,5oC
TD: 110/80 mmHg
nadi: 80 kali/menit
29. M. Soleh Tidak ada keluhan Hipertensi
RR: 20 kali/menit
suhu: 36,6oC
TD: 130/70 mmHg
Dermatitis,
nadi: 80 kali/menit
30. Hantoro Gatal di kaki Hipertensi, Stroke
RR: 22 kali/menit
dan F.20
suhu: 36,7oC
TD: 180/100
Hipertensi, mmHg
Gatal di seluruh badan,
31. Taufik Dermatitis, DM nadi: 84 kali/menit
sakit kepala
dan Stroke RR: 18 kali/menit
suhu: 36,8oC
TD: 110/70 mmHg
nadi: 80 kali/menit
32. Yusuf Tidak ada keluhan Demensia
RR: 20 kali/menit
suhu: 36oC
TD: 120/70 mmHg
nadi: 80 kali/menit
33. Jakaria Tidak ada keluhan Demensia
RR: 18 kali/menit
suhu: 36,9oC
TD: 100/80 mmHg
Gatal di seluruh badan, nadi: 78 kali/menit
34. Madi Dermatitis
badan merah-merah RR: 20 kali/menit
suhu: 37oC
TD: 120/80 mmHg
nadi: 88 kali/menit
35. Gunawan Tidak ada keluhan Demensia
RR: 22 kali/menit
suhu: 36,5oC
TD: 110/60 mmHg
nadi: 80 kali/menit
36. Gagu Tidak ada keluhan Demensia
RR: 18 kali/menit
suhu: 36,3oC

Dari hasil skrinning yang dilakukan kelompok, didapatkan hasil:


1. Dermatitis : 21 orang
2. F.20 : 16 orang
3. Hipertensi : 16 orang
4. Stroke : 8 orang
5. Demensia : 8 orang
6. Gout Artritis : 5 orang
7. DM : 3 orang
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Populasi lansia di indonesia sangat menarik diamati karena Peningkatan populasi
lanjut usia di Indonesia dimulai pada tahun 1971 sebesar 4,48%, pada tahun 2000
jumlah lnasi di Indonesia sebesar 7,28% kemudian pada tahun 2010 meningkat
menjadi 9,77% dan pada tahun 2020 diproyeksikan menjadi sebesar 11,34% (Astuti
et al, 2000). Dilihat dari sebaran penduduk lansia menurut provinsi, presentase
penduduk lansia paling tinggi ada di provinsi DI Yogyakarta (13,04%), Jawa Timur
(10,40%), Jawa Tengah (10,34%), sedangkan Sumatera Barat menduduki posisi ke
tujuh yaitu sebesar 8, 09% (Susenus, 2012). Hal ini mengakibatkan peningkatan
jumlah lansia di panti werdha juga meningkat karena banyak lansia yang tidak
memiliki kelurga.

Panti Wredha adalah suatu institusi hunian bersama dari para lanjut usia secara
biologis,social,psikologis dan spiritual. Pelayanan kesehatan dan kebutuhan harian
dari para penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti, baik secara sukarela
ataupun diserahkan oleh pihak keluarga, diurus segala keperluannya. Tempat ini ada
yang dikelola oleh pemerintah dan ada pula oleh swasta. Aktifitas sehari-hari yang
harus dilakukan oleh lansia ada lima macam yaitu makan, mandi, berpakaian,
mobilitas dan toiletif. Untuk memenuhi kebutuhan, lansia memerlukan pengetahuan
dan sikap yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perilakunya dalam kemandirian
pemenuhan kebutuhan activity daily living (ADL) karena proses penuaan (aging).

Kebiasaan tidak bersih menyebabkan berbagai penyakit terutama pada kulit


diantaranya dermatitis suatu penyakit radang kulit yang kronik, ditandai dengan rasa
gatal, eritema, edema, vesikel dan luka pada stadium akut, pada stadium kronik
ditandai dengan penebalan kulit (likenifikasi) dan distribusi lesi spesifik.

Dermatitis disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (multifaktorial).


Faktor instrinsik berupa predisposisi genetik, kelainan fisiologi dan biokimia kulit,
disfungsi imunologis, interaksi psikosomatik dan disregulasi/ketidakseimbangan
sistem saraf otonom. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat iritan
dan kontaktan, alergen hirup, makanan, mikroorganisme, perubahan temperatur, dan
trauma. Prevalensi dermatitis pada wanita dua kali lipat dibanding laki-laki.

Faktor-faktor yang umum terkait dengan dermatitis yaitu personel hygiene tentang
kebiasaan mandi, pakaian, kebiasaan menggunakan handuk, dan kebiasaan mencuci
sprei.

Lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan akibat proses alamiah dengan
adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi.
Permasalahan yang berkembang memiliki keterkaitan dengan perubahan kondisi
fisik yang menyertai lansia. Perubahan kondisi fisik pada lansia yang turut menyertai
menurunnya kesehatan kulit terkait dengan semakin menurunnya kemampuan
fungsional sehingga menjadi tergantung kepada orang lain dalam kebiasaan higiene
perorangan.

Salah satu terapi komplementer pada pasien dengan dermatitis adalah dengan
minyak kepala. Terapi ini didukung oleh penelitian Dewi, Adiliano (2016) yang
berjudul “Pengaruh Minyak Kelapa Terhadap Penurunan Rasa Gatal Pada Pasien
Diabetes Melitus Di RSUD Kota Salatiga”, bahwa ada pengaruh minyak kelapa
terhadap penurunan rasa gatal pada pasien diabetes mellitus di RSUD Kota Salatiga.

1.2 Rumusan Masalah


Perubahan kondisi fisik pada lansia yang turut menyertai menurunnya kesehatan
kulit terkait dengan semakin menurunnya kemampuan fungsional sehingga menjadi
tergantung kepada orang lain dalam kebiasaan higiene perorangan. Hal ini
mendukung skrinning yang dilakukan oleh kelompok di Wisma Cenderawasih Pstw
Budi Mulia Ciracas, didapatkan hasil 21 orang lansia menderita penyakit dermatitis
sehingga kelompok sepakat untuk mengkat kasus dermatitis sebagai kasus
kelompok.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengidentifikasi hasil skrining dan laporan asuhan keperawatan pada lansia
dengan penyakit dermatitis di Wisma Cenderawasih PSTW Budi Mulia
Ciracas, Jakarta Timur.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Teridentifikasinya kondisi kesehatan lansia dengan penyakit dermatitis
2. Teridentifikasinya pengkajian pada lasia dengan penyakit dermatitis
3. Teridentifikasinya diagnosa keperawatan pada lasia dengan penyakit
dermatitis
4. Teridentifikasinya rencana asuhan keperawatan pada lasia dengan penyakit
dermatitis
5. Teridentifikasinya intervensi keperawatan pada lasia dengan penyakit
dermatitis
6. Teridentifikasinya hasil implementasi (evaluasi tindakan keperawatan)
pada lasia dengan penyakit dermatitis
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi penulis
Hasil pengkajian ini membuat pengalaman belajar dalam meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan berkaitan dengan lansia dengan dermatitis.
1.4.2 Bagi institusi
1. Bagi panti
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pemberian pelayanan
kesehatan khususnya yang berkaitan dengan lansia.
2. Bagi Pendidikan
Sebagai sumber referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan
keperawatan gerontik.
1.4.3 Bagi Lansia
Sebagai pengetahuan bagi lansia tentang penyebab dari dermatitis dan cara
pencegahannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia (Lansia)


2.1.1 Pengertian
Lansia secara umum berusia lebih dari 65 tahun. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari proses kehiduan yang di tandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan, dan
ada juga yang di tandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan
dengan penurunan kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendi dan Makhfudli, 2009).
Lansia merupakan individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya
memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis,
sosial dan ekonomi (BKKBN dalam Mubarak, 2010)
2.1.2 Batasan lanjut usia
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World
Health Organitation (WHO) lansia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006)


pengelompokkan lansia menjadi:
1. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
2. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia
lanjut dini (usia 60-64 tahun)
3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia
>65 tahun)
2.1.3 Perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Perubahan kondisi fisik
Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi: perubahan dari tingkat sel
sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya:
a. Sistem integumen: kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit
kering dan kurang elastis karena menurunya cairan, hilangnya jaringan
adiposa, kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya
aliran darah ke kulit.
b. Sistem muskular: kecepatan dan kekuatan kontraksi skeletal menurun,
pengecilan otot akibat menurunya serabut otot, dan secara umum,
terdapat kemunduran kartilago pada sendi, komponen–komponen kapsul
sendi pecah dan kolagen yang tedapat pada jaringan penyambung
meningkat secara progresif yang jika tidak dipakai lagi, mungkin akan
menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas
(Stanley, 2006).
c. Sistem gastrointestinal: kehilangan gigi, indra pengecap menurun,
esofagus melebar, rasa lapar menurun dan enzim-enzim pada sistem ini
menurun.
d. Sistem pernafasan: otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi
kaku, menurunya aktifitas silia, berkurangnya elastisitas paru, dan
berkurangnya reflek batuk.
e. Sistem Endokrin: Produksi hampir semua hormon menurun, fungsi
paratyroid dan sekresinya tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH,
FSH, dan LH. Menurunnya aktifitas tiroid akibat basal metabolisme
menurun, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon
gonand (progesteron, estrogen, dan aldosteron) bertambahnya insulin,
norefinefrin, parathormone, vasopresin, berkurangnya triodotironin, dan
psikomotor menjadi lambat.
2. Perubahan kondisi mental
Lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Perubahan-
perubahan mental ini erat sekali hubungannya dengan perubahan fisik,
keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan, dan situasi
lingkungan. intelegensia diduga secara umum menurun, dari segi mental
dan emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak
aman, dan cemas. Adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan
timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi.
3. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan ini sangat
beragam, bergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Orang
yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja, mendadak dihadapkan
untuk menyesuaikan dirinya pada masa pensiun. Perubahan psikososial
yang lain adalah merasakan atau sadar akan kematian, perubahan cara hidup
memasuki rumah perawatan, penghasilan menurun, biaya hidup meningkat,
tambahan biaya pengobatan, penyakit kronis, ketidakmampuan, kesepian
akibat pengasingan diri dari lingkungan sosial, kehilangan hubungan teman
dan keluarga, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan konsep
diri, serta kematian pasangan hidup.

2.2 Dermatitis Atopik


2.2.1 Anatomi Sistem Integumen

Gambar 2.1. Gambar kulit dan bagian-bagiannya


(Wibowo 2008)
Kulit manusia memiliki ketebalan yang bervariasi, mulai dari 0,5 mm sampai 5
mm (0,5 mm di kelopak mata sampai 4 mm di telapak kaki) dengan luas
permukaan sekitar 2 m2 dan berat sekitar 4 kg (Wibowo 2008). Kulit dalam
bahasa latin dinamakan cutis dan di bagian bawahnya terdapat lapisan bernama
subcutis. Lapisan kulit terdiri dari epidermis, dermis dan subkutis. (Sloane,
2004).
2.2.2 Pengertian Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik merupakan penyakit peradangan kulit yang bersifat kronis,
dengan onset puncak terjadi pada usia kurang dari 12 bulan dan sebagian besar
kasus dermatitis atopik terjadi pada beberapa tahun pertama dalam kehidupan
(Moore dkk., 2014).
Dermatitis atopik merupakan manifestasi paling dini dari penyakit alergi.
Sebesar 50% penderita dermatitis atopik akan menjadi asma dan 75% menjadi
rhinitis alergika (Spergel dan Schneider, 1999; Won Oh dkk., 2007).
Dermatitis Atopik adalah kondisi kambuhan yang dimulai pada masa kanak
kanak dan kadang terus berlanjut sampai manula. Atopik adalah kecendrungan
untuk terjadinya suatu perubahan status reaktifitas imun yang diturunkan
(reaksi hipersensivitas tipe 1 dan tipe lain). Asien yang mempunyai riwayat
atau keluarga tingkat ertama dengan asma,hay fever,konjungtivitis,atau
dermatitis memiliki diatesis atoik (25% dari seluruh populasi dermatitis).
Pasien-pasien atopik memilik kadar IgE serum yang meningkat.

Gambar 2.2 : Lokasi dermatitis


2.2.3 Etiologi Dermatitis Atopik
1. Faktor Endogen
a. Sawar kulit
Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering baik di
daerah lesi maupun non lesi, dengan mekanisme yang kompleks dan
terkait erat dengan kerusakan sawar kulit. Hilangnya ceramide di kulit,
yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air di ruang ekstraselular
stratum korneum, dianggap sebagai penyebab kelainan fungsi sawar
kulit. Variasi pH kulit dapat menyebabkan kelainan metabolisme lipid di
kulit. Selain itu, faktor luar (eksogen) yang dapat memperberat keringnya
kulit adalahsuhu panas, kelembaban yang tinggi, serta keringat berlebih.
Demikian pula penggunaan sabun yang bersifat lebih alkalis dapat
mengakibatkan gangguan sawar kulit. Gangguan sawar kulit tersebut
meningkatkan rasa gatal, terjadilah garukan berulang (siklus gatal-garuk-
gatal) yang menyebabkan kerusakan sawar kulit. Dengan demikian
penetrasi alergen, iritasi, dan infeksi menjadi lebih mudah (Boediardja,
2006).
b. Genetik
Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu terdapat
DA dalam keluarga. Jumlah penderita DA di keluarga meningkat 50%
apabila salah satu orangtuanya DA, 75% bila kedua orangtuanya
menderita DA.
c. Hipersensitivitas
Berbagai hasil penelitian terdahulu membuktikan adanya peningkatan
kadar IgE dalam serum dan IgE di permukaan sel Langerhans epidermis.
d. Faktor psikis
Berdasarkan laporan, antara 22-80% penderita DA menyatakan lesi DA
bertambah buruk akibat stress emosi (Boediardja, 2006).
4. Faktor eksogen
a. Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara
lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat
gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol (Boediardja,
2006).
b. Alergen
Penderita DA mudah mengalami alergi terutama terhadap beberapa
alergen tetrentu.
c. Lingkungan
Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada kekambuhan
DA, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen dioksida, sufur
dioksida), walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas,
kelembaban, dan keringat yang banyak akan memicu rasa gatal dan
kekambuhan DA.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di
epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari
tangan teraba dingin. Penderita dermatitis atopik cenderung tipe astenik,
dengan inteligensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi,
agresif, atau merasa tertekan.
Gejala umum dermatitis akut ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang
hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan
menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan dikulit berupa papul,
likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.
2.2.5 Patofisiologi

Bahan iritan kimiawi Faktor Resiko :


DERMATITIS ATOPIK
dan fisik dan alergen Genetik, Sistem imun,
Usia, Sosioekonomi,
Peningkatan HLA-DR
Polusi Lingkungan

Aktivasi sel T

Peningkatan Ig E

Gatal terus menerus Hipersensitivitas thd Pruritus hebat


alergen
Gatal terus menerus saat
Gangguan rasa Kulit kering dan gatal
beristirahat
nyaman

Lesi Iritasi pada kulit Gangguan pola tidur


Papul Vesikel
Gangguan Lapisan Epidermis Terbuka
Makula Eritematous
integritas kulit Invasi Bakteri

Perubahan body image


Pelepasan Toksik Bakteri

Malu dan tidak percaya diri


Risiko infeksi

Gangguan Citra Tubuh

2.2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi Topical
a. Steroid Topical: fluticasone 0.05% 2 x/minggu pada area yang telah sembuh
tetapi mudah mengalami eksema
b. Inhibitor kalsineurin topical: Salp takrolimus 0.03% telah disetujui sebagai
terapi intermiten DA sedang-berat pada anak ≥ 2 tahun dan takrolimus
0.1% untuk dewasa. Krim pimekrolinus 1% untuk anak ≥ 2 tahun
dengan DA ringan-sedang.
2. Anti-infeksi
Sefalosporin dan penicillinase-resistant penicillins (dikloksasilin, oksasilin,
kloksasilin) diberikan untuk pasien yang tidak dikolonisasi oleh strain S aureus
resisten. Stafilokokus yang resisten terhadap metisilin memerlukan kultur
dan uji sensitivitas untuk menentukan obat yang cocok. Mupirosin topikal
dapat berguna untuk lesi yang mengalami infeksi sekunder terbatas. Terapi
antivirus untuk infeksi herpes simplek kulit sangat penting untuk pasien DA
luas. Asiklovir oral 3 x 400 mg/h atau 4 x 200 mg/h untuk 10 hari untuk
dewasa dengan infeksi herpes simplek kulit. Sedangkan asiklovir iv
diberikan untuk eczema herpetikum diseminata. Infeksi dermatofit dapat
menyebabkan eksaserbasi DA, sehingga harus diterapi dengan anti-jamur
topical atau sistemik.
3. Pruritus
Karena pruritus biasanya lebih parah pada malam hari, antihistamin sedatif,
hidroksizin atau difenhidramin, mempunyai kelebihan (oleh efek samping
mengantuk) bila diberikan pada waktu tidur. Doksepin memiliki efek
antidepresan dan efek blok terhadap reseptor H1 dan H2. Obat ini dapat
diberikan dengan dosis 10-75 mg oral malam hari atau sampai 2 x 75 mg
pada pasien dewasa. Pemberian doksepin 5% topikal jangka pendek (1
minggu) dapat mengurangi pruritus tanpa menimbulkan sensitisasi.
Walaupun demikian, dapat terjadi efek sedasi pada pemberian topical area
yang luas dan dermatitis kontak alergik.
4. Terapi foto
UVB broadband, UVA broadband, UVB narrowband (311 nm), UVA-1
(340-400nm), dan kombinasi UVA-B dapat berguna sebagai terapi penyerta
DA. Target UVA dengan/tanpa psoralen adalah sel LC dan eosinofil,
sedangkan UVB berfungsi imunosupresif melalui penghambatan fungsi sel
penyaji antigen, LC dan merubah produksi sitokin oleh keratinosit. Efek
samping jangka pendek terapi foto di antaranya eritema, nyeri kulit, garal,
dan pigmentasi; sedangkan efek samping jangka panjang adalah penuaan
kulit premature dan keganasan kulit.
5. Terapi sistemik
Pemakaian prednison oral jarang pada DA kronik. Beberapa pasien dan
dokter lebih menyukai pemberian steroid sistemik karena terapi topical dan
hidrasi kulit memberikan hasil yang lambat. Siklosporin adalah obat
imunosupresif poten yang bekerja terutama terhadap sel T dengan cara
menekan transkripsi sitokin. Pasien DA dewasa dan anak yang refrakter
terhadap terapi konvensional, dapat berhasil dengan siklosporin jangka
pendek. Dosis 5 mg/kg umumnya dipakai secara sukses dalam pemakaian
jangka pendek dan panjang (1 tahun). Pemberian probiotik (Lactobacillus
rhamnosus strain GG) saat perinatal, menunjukkan penurunan insiden DA
pada anak berisiko selama 2 tahun pertama kehidupan. Ibu diberi placebo
atau lactobasilus GG perhari selama 4 minggu sebelum melahirkan dan
kemudian baik ibu (menyusui) atau bayi terus diberi terapi tiap hari selama
6 bulan. Hasil di atas menunjukkan bahwa lactobasilus GG bersifat
preventif yang berlangsung sesudah usia bayi. Hal ini terutama didapat
pada pasien dengan uji kulit positif dan IgE tinggi.

2.2.7 Komplikasi
1. Problem mata
Dermatitis palpebra dan blefaritis kronik dapat menyebabkan gangguan
visus dan skar kornea. Keratokonjungtivitis atopic biasanya bilateral dan
menimbulkan gejala gatal, terbakar, keluar air mata dan sekresi mukoid.
Keratokonus adalah deformitas konikal kornea akibat gosokan kronik.
Katarak dilaporkan terjadi pada 21% pasien DA berat. Belum jelas apakah
ini akibat manifestasi primer DA atau sebagai akibat pemakaian ekstensif
steroid topical dan sistemik.
2. Infeksi
DA dapat mengalami komplikasi infeksi virus berulang yang merupakan
refleksi dari defek local fungsi sel T. Infeksi virus yang paling serius adalah
akibat infeksi herpes simplek, menghasilkan Kaposi varicelliform eruption
atau eczema herpeticum.
Gambar 2.5. Eksema herpetikum.
3. Dermatitis/eritroderma eksfoliatif
Komplikasi ini terjadi akibat superinfeksi, seperti S aureus penghasil toksin
atau infeksi herpes simplek, iritasi berulang, atau terapi yang tidak
mencukupi. Pada beberapa kasus, penghentian steroid sistemik yang dipakai
mengontrol DA berat dapat menjadi factor pencetus eritroderma eksfoliatif.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Data Umum


Kakek S tinggal di PSTW Budi Mulia Ciracas sejak 13 tahun yang lalu. Saat
pengkajian Kakek S mengatakan kaki dan tangan gatal-gatal sudah 3 hari, lecet dan
merah-merah. Kakek S mengatakan tidak nyaman dan terganggu karena rasa gatal.
Kakek S tampak menggaruk kaki dan tangan, tampak tidak nyaman, tampak
menahan gatal, kulit kaki dan tangan tampak kemerahan, tampak lecet bekas
garukan, kulit kaki dan tangan tampak kering. Kakek S mengatakan, gatal-gatal
timbul sejak 1 tahun terakhir. Kakek S mengatakan bingung karena gatal-gatal sering
timbul setelah makan udang, padahal sebelumnya Kakek S tidak memiliki alergi
terhadap udang. Kakek S tampak bingung dan bertanya kepada perawat apakah
udang yang menyebabkan gatal-gatal pada kaki dan tangannya. Kakek S mengatakan
mandi 2 kali sehari dengan sabun, keramas dan gosok gigi setiap mandi. Kakek S
berpakaian rapih dan selalu menggunakan alas kaki. Hasil pengkajian, tekanan darah
120/70 mmHg , nadi 88 kali/menit, suhu 36oC dan RR 20 kali/menit. Pemeriksaan
umum rambut bersih dan beruban, mata tidak terdapat gangguan penglihatan, hidung
normal, mulut bersih, gigi depan sudah ompong, fungsi pendengaran baik, kuku
tangan tampak panjang. Kakek S melakukan aktivitas secara mandiri. Kakek S
sering membantu petugas panti untuk membagikan makanan kepada WBS lain dan
membantu cuci piring. Kakek S sudah berobat ke klinik dan mendapatkan terapi
CTM 3x1 hari dan salp kulit.
3.2 Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Problem
1. Ds : Proses penuaan Kerusakan
- Kakek S mengatakan kaki dan integritas kulit
Imunitas menurun
tangan lecet pada Kakek S
- Kakek S mengatakan kaki dan Paparan alergen
tangan merah-merah
Do : Pruritus hebat

- Tampak kemerahan di kaki dan


Mengiritasi kulit
tangan
- Tampak lecet bekas garukan Peradangan (lesi)
- Kulit kaki dan tangan tampak
kering
- Kuku tangan tampak panjang
2. Ds: Proses penuaan Gangguan
- Kakek S mengeluh gatal di kaki rasa nyaman
Imunitas menurun
dan tangan. pada Kakek S
- Kakek S mengatakan gatal sudah Paparan alergen
3 hari.
- Kakek S mengatakan tidak Pelepasan histamin

nyaman dan terganggu karena rasa


Hipersensitivitas
gatal
meningkat
Do:
- Kakek S tampak menggaruk kaki Pruritus hebat
dan tangan
- Kakek S tampak tidak nyaman
- Kakek S tampak menahan rasa
gatal
3. Ds : Proses Penuaan Defisit
- Kakek S mengatakan bingung pengetahuan
Penurunan
karena gatal-gatal sering timbul pada Kakek S
metabolisme
setelah makan udang padahal
sebelumnya tidak memiliki alergi. Perubahan status
- Kakek S bertanya kepada perawat kesehatan
apakah udang yang menyebabkan
gatal-gatal pada kaki dan Kurang mendapat

tangannya sumber informasi

Do :
Defisit pengetahuan
- Kakek S tampak bingung

3.3 Diagnosa Keperawatan


a. Kerusakan integritas kulit pada Kakek S
b. Gangguan rasa nyaman pada Kakek S
c. Defisit pengetahuan pada Kakek S

3.4 Rencana Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Kerusakan Setelah dilakukan 1. Anjurkan untuk 1. Mencegah
integritas tindakan keperawatan tidak menggaruk terjadinya
kulit selama 3 x 24 jam, kaki dan tangan kerusakan kulit
kerusakan integritas lebih lanjut
kulit pasien teratasi 2. Anjurkan untuk 2. Kuku yang
dengan kriteria hasil : memotong kuku panjang dapat
1. Kakek S tangan menibulkan lesi
mengatakan lecet saat menggaruk
di kaki berkurang 3. Anjurkan tidak 3. Permukaan
atau hilang menggosok terlalu handuk yang
2. Kakek S keras bagian kasar dapat
mengatakan merah yang lecet dengan memperparah lesi
di kaki dan tangan handuk setelah
berkurang mandi
3. Tidak tampak 4. Anjurkan 4. Hidrasi yang
kemerahan pada penggunaan efektif mencegah
kaki dan tangan minyak kelapa barier pada kulit
4. Tidak ada lecet pada kaki dan
5. Kulit kaki dan tangan segera
tangan tampak setelah mandi 5. Untuk membantu
lembab 5. Kolaborasi meredakan gejala
6. Kuku tangan tidak pemberian salp
panjang kulit dan terapi
anti histamin
Gangguan Setelah dilakukan 1. Ukur TTV 1. Peningkatan nadi
rasa nyaman tindakan keperawatan merupakan
3 x 24 jam indikasi tingkat
diharapkan gangguan ketidaknyamanan
rasa nyaman 2. Kaji tingkat 2. Menilai tingkat
berkurang, dengan ketidaknyamanan ketidaknyamanan
kriteria hasil: 3. Kendalikan faktor 3. Suhu yang panas
1. Kakek S iritan (makanan, dapat
mengatakan gatal suhu ruangan) meningkatkan
berkurang rasa gatal
2. Kakek S 4. Anjurkan untuk 4. Pakaian panjang
mengatakan tidak tidak memakai dan tebal
terganggu karena baju lengan menyebabkan
gatal panjang atau timbulnya
3. Kakek S tampak celana panjang keringat
tenang yang berbahan
4. Kakek S tidak tebal
menggaruk kaki 5. Anjurkan rendam 5. Pemberian
dan tangan atau kompres kaki kompres akan
dan tangan dengan memberikan efek
air dingin relaksasi
mengurangi rasa
gatal
6. Kolaborasi 6. Meredakan gejala
pemberian anti
histamin
Defisit Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Menilai tingkat
pengetahuan asuhan keperawatan 1 pengetahuan pengetahuan dan
x 24 jam, pasien tentang sejauh mana
pengetahuan pasien penyakit intervensi dapat
bertambah dengan dibetikan
kriteria hasil: 2. Beri pendidikan 2. Memberikan
1. Kakek S kesehatan tentang pengetahuna
mengatakan penyakit kepada pasien
mengerti tentang (pengertian,
penyakitnya penyebab,
2. Kakek S mampu patifiologi, tanda
menyebutkan gejala dan
pengertian penyakit penanganan)
yang sedang 3. Minta pasien 3. Menilai
dialami menyebutkan kesalahan
3. Kakek S mampu kembali yang informasi yang
menyebutkan telah dijelaskan diterima pasien
penyebab penyakit
4. Kakek S tidak
tampak bingung
3.5 Implementasi Keperawatan
Hari,
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Respon Paraf
tanggal
Rabu, 10 Kerusakan intergritas kulit 1. Menganjurkan untuk 1. Kakek S mengatakan sulit
April 2019 tidak menggaruk kaki menghindari perasaan untuk
dan tangan menggaruk
2. Menganjurkan untuk 2. Kakek S memotong kukunya
memotong kuku tangan 3. Kakek S mengatakan akan
3. Anjurkan tidak mengusap atau menepuk-
menggosok terlalu keras nepuk kaki dan tangan jika
bagian yang lecet dengan terasa gatal
handuk setelah mandi 4. Kakek S mengatakan akan
4. Anjurkan penggunaan menepuk saja bagian yang
minyak kelapa pada kaki lecet dengan handuk
dan tangan segera
setelah mandi 5. Kakek S menggunakan salp
5. Memberikan salp kulit sehari 2 kali setelah mandi
sehari 2 kali pagi dan sore
Rabu, 10 Gangguan rasa nyaman 1. Mengukur TTV 1. TD 130/90 mmHg, nadi 90
April 2019 kali/menit, suhu 36oC, RR 20
kali/menit
2. Mengkaji tingkat 2. Kakek S mengatakan tidak
kenyamanan pasien nyaman karena gatal dan
terhadap gatal tidur jadi terganggu
3. Mengendalikan faktor 3. Kakek S mengatakan tidak
iritan mau makan udang lagi.
Kakek S segera keluar
ruangan apabila ruangan
terasa panas.
4. Menganjurkan untuk 4. Kakek S mengatakan akan
tidak menggunakan baju mengganti baju tangan
dan celana yang panjang pendek
dan berbahan tebal
5. Menganjurkan rendam 5. Kakek S mampu melakukan
atau kompres kaki dan kompres pada kaki dan
tangan dengan air dingin tangan secara mandiri
6. Mengingatkan minum 6. Kakek S minum obat setelah
obat CTM 2x1 hari makan pagi dan makan sore
Hari,
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
tanggal
Kamis, 11 Kerusakan intergritas kulit 1. Menganjurkan untuk S: Kakek S mengatakan kaki dan
April 2019 tidak menggaruk kaki tangan masih lecet
dan tangan O:
2. Menganjurkan untuk - Tampak lesi di kaki dan tangan
memotong kuku tangan - Kulit kaki dan tangan tampak
3. Menganjurkan tidak kemerahan
menggosok terlalu keras - Kuku tangan tampak pendek
bagian yang lecet dengan A: masalah tertasi sebagian
handuk setelah mandi P:
4. Menganjurkan - Anjurkan untuk tidak
penggunaan minyak menggaruk kaki dan tangan
kelapa pada kaki dan - Anjurkan tidak menggosok
tangan segera setelah terlalu keras bagian yang lecet
mandi dengan handuk
5. Memberikan salp kulit - Anjurkan penggunaan minyak
sehari 2 kali kelapa pada kaki dan tangan
- Berikan salp kulit sehari 2 kali
Kamis, 11 Gangguan rasa nyaman 1. Mengukur TTV S:
April 2019 2. Mengkaji tingkat - Kakek S mengatakan gatal
kenyamanan pasien sedikit berkurang
terhadap gatal - Kakek S mengatakan tidur
3. Menganjurkan rendam masih kurang enak karena asih
atau kompres kaki dan gatal
tangan dengan air dingin O:
4. Mengingatkan minum - TD 120/70 mmHg, nadi 88
obat CTM 2x1 hari kali/menit, suhu 36oC dan RR
20 kali/menit
- Kakek S tampak menggaruk
kaki dan tangan sesekali
A: Masalah teratasi sebagian
P:
- Ingatkan Kakek S untuk
rendam atau kompres kaki dan
tangan dengan air dingin
- Ingatkan minum CTM 2x1
hari
Hari,
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
tanggal
Jumat, 12 Kerusakan intergritas kulit 1. Menganjurkan untuk S: Kakek S mengatakan lecet di
April 2019 tidak menggaruk kaki kaki dan tangan mulai kering
dan tangan O:
2. Anjurkan tidak - Lesi tampak mengering
menggosok terlalu keras - Tidak tampak lesi baru di kaki
bagian yang lecet dengan dan tangan
handuk setelah mandi - Kemerahandin kulit kaki dan
3. Anjurkan penggunaan tangan tampak berkurang
minyak kelapa pada kaki - Kulit kaki dan tangan tampak
dan tangan segera lembab
setelah mandi A: masalah tertasi sebagian
4. Memberikan salp kulit P:
sehari 2 kali - Anjurkan untuk tidak
menggaruk kaki dan tangan
- Anjurkan penggunaan minyak
kelapa pada kaki dan tangan
- Berikan salp kulit sehari 2 kali
Jumat, 12 Gangguan rasa nyaman 5. Mengukur TTV S:
April 2019 6. Mengkaji tingkat - Kakek S mengatakan gatal
kenyamanan pasien sudah berkurang
terhadap gatal - Kakek S mengatakan tidur
7. Menganjurkan rendam lebih enakan karena gatal
atau kompres kaki dan berkurang
tangan dengan air dingin O:
8. Mengingatkan minum - TD 120/80 mmHg, nadi 80
obat CTM 2x1 hari kali/menit, suhu 36oC dan RR
22 kali/menit
- Kakek S tidak tampak
menggaruk kaki dan tangan
A: Masalah teratasi sebagian
P:
- Ingatkan Kakek S untuk
rendam atau kompres kaki dan
tangan dengan air dingin
- Ingatkan minum CTM 2x1
hari
Jumat, 12 Defisit pengetahuan 1. Mengkaji tingkat S: Kakek S mengatakan mengerti
April 2019 pengetahuan pasien tentang penyakit dermatitis atopik
tentang penyakit yang dialaminya
2. Mmberikan pendidikan O:
kesehatan tentang - Kakek S dapat menyebutkan
penyakit (pengertian, kembali dengan benar tentang
penyebab, patifiologi, penyakit dermatitis, penyebab,
tanda gejala dan tanda dan gejala serta
penanganan) penangannya
3. Minta pasien
menyebutkan kembali
yang telah dijelaskan
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktek keperawatan gerontik merupakan bagian aplikasi dari keperawatan stase gerontik
yang dilaksanakan pada tanggal 8 April 2019 sampai 27 April 2019 di PSTW Budi Mulia
Ciracas, Jakarta Timur. Praktek keperawatan gerontik ini merupakan bagian dari praktek
keperawatan yang memiliki proses keperawatan yaitu proses pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Pada bab ini penulis akan
menguraikan tentang hasil implementasi yang telah dilaksanakan kepada Kakek S, serta
membahas kesenjangan yang didapat antara teori dengan keadaan di lapangan selama
melakukan intervensi.
4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu tahapan awal ketika seorang perawat mengumpulkan
informasi secara terus menerus tentang Kakek S yang diberikan intervensi.
Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan, agar
diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan yang dialaminya
(Suprajitno, 2004). Proses pengkajian dilakukan dengan metode wawancara dan
observasi selama satu hari yaitu tanggal 9 April 2019 di Wisma Cenderawasih
PSTW Budi Mulia Ciracas.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan baik yang
aktual maupun potensial. Masalah keperawatan aktual adalah masalah yang
diperoleh saat pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah masalah yang timbul
kemudian. Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, dan pasti
tentang status masalah kesehatan yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan masalah yang ditemukan. Diagnosa
keperawatan akan memberikan gambaran tentang masalah dan status kesehatan
masyarakat baik yang nyata (aktual) dan yang mungkin terjadi (potensial) (Mubarak,
2009). Setelah dilakukan pengkajian di Wisma Cenderawasih di PSTW Budi Mulia
Ciracas dan penulis mendapatkan masalah keperawatan pada Kakek S yaitu
kerusakan integritas kulit, gangguan rasa nyaman, dan kurang pengetahuan.
4.3 Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis yang telah
ditentukan dengan terpenuhinya kebutuhan Kakek S. Jadi, perencanaan asuhan
keperawatan disusun berdasarkan diagnosa kperawatan yang telah ditetapkan.
Rencana keperawatan yang disusun harus mencakup tujuan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan dan kriteria hasil untuk menilai pencapaian tujuan
(Mubarak, 2009). Rencana tindakan keperawatan pada proses ini diperoleh
kesepakatan dengan Kakek S, akan direncanakan untuk mengatasi masalah yang
muncul antara lain intervensi mandiri yang akan diberikan kepada Kakek S dan
upaya peningkatan pengetahuan para Kakek S melalui pendidikan kesehatan
(penyuluhan).

4.4 Implementasi
1. Perawatan kulit
Minyak kelapa mengandung aneka bahan yang berguna untuk merawat kecantikan
dan kesehatan kulit seperti misalnya vitamin E, Trigliserida, senyawa fenolik,
oleic acid, tokoferol dan masih banyak lagi (cantikalamiku.com). Perawatan kulit
bertujuan untuk melembabkan kulit dan mengurangi resiko terjadinya kerusakan
integritas kulit lebih parah. Perawatan kulit pada Kakek S dilakukan dengan cara
membersihkan kulit dengan sabun antiseptik kemudian mengoleskan minyak
kelapa ke kulit yang kering, setelah dilakukan perawatan kulit selama 1 minggu
kulit Kakek S lembab, lesi tampak mengering tidak tampak lesi baru.
2. Kompres dingin
Berdasarakan penelitian oleh Nurchairiyah, Andi (2015) yang berjudul
“Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur
Tertutup Di Ruang Dahlia RSUD Arifin Achmad” dengan hasil ada perbedaan
yang signifikan intensitas nyeri pada pasien fraktur tertutup sesudah diberikan
kompres dingin. Hal ini sejalan dengan hasil implementasi pemberian kompres
dingin pada kaki Kakek S yaitu Kakek S mengatakan gatal berkurang setelah
diberikan kompres dingin.
3. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah usaha sadar untuk menimbulkan perubahan tingkah
laku hidup sehat, baik lingkungan masyarakat dan sosial (Sari, 2012). Sementara
pendidikan kesehatan menurut WafidIqbal Mubarak & Nurul C (2009) dalam Sari
(2012) yaitu Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis di mana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi/teori
dari seseorang ke orang lain dan pula seperangkat prosedur, tetapi perubahan
tersebut terjadi karena adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok,atau
masyarakat sendiri.

4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran keberhasilan rencana tindakan keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi ini merupakan tahap keberhasilan
dalam menggunakan proses keperawatan dalam pelaksanaan tindakan. Dalam tahap
ini kelompok tidak menemukan hambatan karna hasil yang diharapkan dapat di lihat
dengan jelas yaitu semua tindakan keperawatan yang dilaksanakan dapat berhasil
dengan baik.
BAB V
ANALISIS SWOT

5.1 Strength (kekuatan Kakek S)


1. Memiliki ingatan yang masih kuat
2. Dapat melakukan aktivitas secara mandiri
3. Memiliki kemauan untuk sembuh dari penyakit dermatitis
4. Memiliki semangat untuk melakukan semua implementasi
5. Sangat kooperatif saat dilakukan implementasi
5.2 Weakness (kelemahan Kakek S)
1. Imunitas menuruh sehingga sangat sering terkena dermatitis
2. Tidak mengetahui tentang penyakit dermatitis
5.3 Opportunities (kesempatan Kakek S)
1. Kakek S sering membantu temannya di wisma bila ada yang memerlukan
bantuan, dan lebih terlihat menghindari pertengkaran di lingkungan wisma
2. Menjaga pola makan yang teratur agar nutrisi terpenuhi.
5.4 Threats (ancaman Kakek S)
1. Risiko Kakek S dapat mengalami dermatitis kembali apabila tidak menjaga
makanan/memakan udang
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pengkajian di Wisma Cenderawasih PSTW Budi Mulia Ciracas,
penulis menemukan 21 kasus Dermatitis salah satunya Kakek S.
Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut pada Kakek S
antara lain adalah intervensi mansiri seperti kompres hangat, perawatan kulit dengan
minyak zaitun, memotong kuku dan pendidikan kesehatan. Pada dasarnya kegiatan
yang dilakukan mendapat dukungan dari Kakek S, sehingga proses pemulihan dapat
berjalan dengan lancar.
6.2 Saran
Berdasarkan dari kesimpulan di atas maka disarankan untuk:
1. Lansia
Lansia dapat lebih peduli akan kebersihan dengan dukungan perawat dan
kesadaran dirinya.
2. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa lebih meningkatkan kemampuan dan menambah bekal
tentang konsep keperawatan lansia, sehingga terdapat optimalisasi kinerja dalam
melakukan praktek klinik keperawatan lansia. Mahasiswa diharapkan mempunyai
konsep yang lebih tentang pengorganisasian dengan berbagai alternatif
pendekatan sehingga akan lebih mempermudah pelaksanaan praktek gerontik.

Anda mungkin juga menyukai

  • Pathway Nstemi
    Pathway Nstemi
    Dokumen1 halaman
    Pathway Nstemi
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Cakupan Indikator SPM
    Cakupan Indikator SPM
    Dokumen4 halaman
    Cakupan Indikator SPM
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Komunitas
    Format Pengkajian Komunitas
    Dokumen12 halaman
    Format Pengkajian Komunitas
    Diah Wisda
    Belum ada peringkat
  • Undangan Komunitas
    Undangan Komunitas
    Dokumen2 halaman
    Undangan Komunitas
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • SOP Perawatan Luka
    SOP Perawatan Luka
    Dokumen2 halaman
    SOP Perawatan Luka
    Nurul Akbar
    Belum ada peringkat
  • Notulen Ca Serviks
    Notulen Ca Serviks
    Dokumen2 halaman
    Notulen Ca Serviks
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Resume Anak Poli
    Resume Anak Poli
    Dokumen3 halaman
    Resume Anak Poli
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Daftar Nama 2t
    Daftar Nama 2t
    Dokumen2 halaman
    Daftar Nama 2t
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Resume Anak Poli
    Resume Anak Poli
    Dokumen3 halaman
    Resume Anak Poli
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Rgfvraegv
    Rgfvraegv
    Dokumen8 halaman
    Rgfvraegv
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • LP BBLR
    LP BBLR
    Dokumen6 halaman
    LP BBLR
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Breast Care
    Breast Care
    Dokumen12 halaman
    Breast Care
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Resume Nstemi
    Resume Nstemi
    Dokumen8 halaman
    Resume Nstemi
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Surat Tugas Kader
    Surat Tugas Kader
    Dokumen11 halaman
    Surat Tugas Kader
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • LP Nstemi
    LP Nstemi
    Dokumen9 halaman
    LP Nstemi
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • LP BBLR
    LP BBLR
    Dokumen6 halaman
    LP BBLR
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Resume Anak Poli
    Resume Anak Poli
    Dokumen3 halaman
    Resume Anak Poli
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Bab II Dermatitis
    Bab II Dermatitis
    Dokumen10 halaman
    Bab II Dermatitis
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Resume Anak Mawar 1
    Resume Anak Mawar 1
    Dokumen4 halaman
    Resume Anak Mawar 1
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • LP TB Paru Anak
    LP TB Paru Anak
    Dokumen5 halaman
    LP TB Paru Anak
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Resume Anak Perina
    Resume Anak Perina
    Dokumen4 halaman
    Resume Anak Perina
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • SOP Perawatan Luka
    SOP Perawatan Luka
    Dokumen2 halaman
    SOP Perawatan Luka
    Nurul Akbar
    Belum ada peringkat
  • KEMITRAAN
    KEMITRAAN
    Dokumen9 halaman
    KEMITRAAN
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • No Antrian Prolanis
    No Antrian Prolanis
    Dokumen6 halaman
    No Antrian Prolanis
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • Peserta Sunrise Project CM
    Peserta Sunrise Project CM
    Dokumen1 halaman
    Peserta Sunrise Project CM
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • 3 PPT Gizi Lansia (Maret)
    3 PPT Gizi Lansia (Maret)
    Dokumen17 halaman
    3 PPT Gizi Lansia (Maret)
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • ZDVGB Z
    ZDVGB Z
    Dokumen2 halaman
    ZDVGB Z
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • LP BBLR
    LP BBLR
    Dokumen6 halaman
    LP BBLR
    Amelia Mayang Segara
    Belum ada peringkat
  • SOP Perawatan Luka
    SOP Perawatan Luka
    Dokumen2 halaman
    SOP Perawatan Luka
    Nurul Akbar
    Belum ada peringkat